Disusun Oleh:
Kelompok 8
Anggota :
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berisi tentang
laporan hasil diskusi kami yakni tentang “Komunikasi Dokter – Pasien Anak dan Orang Tua”
Penulis mengucapakan terima kasih kepada Essie Octiara, Sp.KGA dan Lili Rahmawati,
dr, Sp.A selaku pembimbing mata kuliah IKGA dan IKA. Kepada fasilitator yang telah mengawasi
jalannya diskusi kelompok kami dan membimbing kami dalam diskusi, serta kepada teman – teman
yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Untuk kesempurnaan makalah ini, di masa mendatang saran dan pendapat yang konstruktif
dari pembaca sangat diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa selaku peserta
didik serta pihak lain.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ..................................................................................................
1.2. DESKRIPSI TOPIK .....................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
2.1. DIALOG .......................................................................................................................
2.2. PENILAIAN .................................................................................................................
PENDAHULUAN
Wawancara medis adalah bagian yang paling penting dalam proses diagnosis karena akan
membantu kita dalam membentuk gambaran penyakit pasien seakurat dan seakurat mungkin. Dokter
tidak hanya dibutuhkan saat sakit, tapi bila sehat adalah dokter yang benar-benar dibutuhkan untuk
mencegah penyakit atau merawat dan meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis pasien.
Hubungan dokter-pasien adalah hubungan antara profesional (dokter) dengan klien (pasien). Untuk
membuat hubungan dokter-pasien yang baik adalah menguasai teknik komunikasi yang baik dengan
pasien. Interaksi profesional antara dokter dan pasien, biasanya dimulai dari sejarah, yang dalam
makalah ini disebut sebagai wawancara medis.
Banyak faktor yang mempengaruhi HDP antara lain: sosiobudaya, latar belakang pendidikan
baik dokter maupun pasien, pengalaman medis terdahulu, usia dokter dan sikapnya terhadap pasien.
Teknik komunikasi dokter-pasien menjadi landasan antara lain dalam melakukan wawancara medis
(anamnesis), melakukan negosiasi, memberi informasi dan edukasi, menyampaikan berita buruk,
dan memberikan informasi penting tentang obat yang diberikan. Dalam melakukan komunikasi
dengan pasien, kita harus mampu menunjukkan penghargaan pada pasien (respect), rasa percaya
diri, dan empati. Ketiga kemampuan tersebut dapat dipelajari dengan cara sering berlatih.1
Kepercayaan yang diberikan pasien merupakan amanah, sehingga dalam pengelolaan pasien,
dokter melaksanakan sesuai ilmu dan kemampuannya yang terbaik, serta sesuai dengan kode etik
kedokteran, moral, dan hukum yang berlaku. Empati adalah kemapuan untuk merasakan apa yang
dirasakan orang lain dan memberikan tanggapan yang sesuai, tanpa ikut terlibat dalam perasaan yang
bersangkutan. Keterlibatan harus dibatasi supaya pertolongan optimal dapat diberikan. Untuk bisa
berempati kepada pasien, seorang dokter harus bisa menjadi pendengar yang baik dan mampu
memberikan respon yang baik terhadap apa yang diceritakan pasien.
Peranan wawancara medis semdiri dalam proses diagnosis adalah untuk memberi informasi
dan membantu dokter mengetahui tentang asal serta riwayat penyakit. Selain untuk membantu
diagnosis, wawancara medis juga berperan dalam pengobatan, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Sebuah wawancara medis dapat menumbuhkan hubungan pasien dengan dokter
menjadi lebih baik, dan dapat pula meningkatkan motivasi pasien untuk berobat.2
1.2 DESKRIPSI TOPIK
Penyusun : Essie Octiara, drg, Sp. KGA dan Lili Rahmawati, dr, Sp. A
Orang tua mengantar anak laki-laki berusia 4 tahun ke dokter gigi dengan keluhan gigi anaknya
berlubang dan sering sakit gigi serta gusi pasien sering berdarah.
Tadi malam anak merasa sangat sakit pada gigi belakang kiri bawahnya sehingga anak sulit tidur.
Tiga bulan yang lalu, gusi di depan atas bengkak, namun setelah diberi obat makan, bengkaknya
reda.
Hasil anamnesis : Anak malas menyikat gigi, kadang sikat gigi – kadang tidak. Disamping itu anak
sering mengemil makanan manis, suatu hari bisa 4-5 kali, sampai hari ini masih minum susu botol
dan dikonsumsi sewaktu malam hari.
Seorang mahasiswa berperan sebagai dokter, seorang lagi menjadi orang tua dan seorang lagi
menjadi anak.
Pada saat dilakukan simulasi, peserta diskusi menggunakan Tabel 1 dan formulir komunikasi pasien-
dokter (lihat lampiran 1 : Tabel 1 Teknik wawancara medik dengan orang tua pasien) untuk menilai
simulasi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DIALOG
Dokter gigi : “Terima kasih sus. Dek Jere tadi naik apa kemari?”
Dokter gigi : “Ohiyah ada jalan khusus yah.. Jadi gimana buk kendalanya?”
Orang tua : “ Oh.. Jadi anak saya ini giginya sakit katanya dok, gusinya juga berdarah dan
giginya ada yang berlubang. Tadi malam juga dia tidak bias tidur dok”.
Anak : *sambal memegang pipi/daerah yang sakit* “He eh, sakit dok”.
Orang tua : “Gigi belakang bawahnya berdarah dok dari yang saya lihat”.
Dokter gigi dan anak (pasien) berjalan menuju kursi dokter dan perawat mempersilahka anak
(pasien) untuk duduk.
Dokter gigi : “Ayo buka mulutnya, biar dokter lihat dulu yah”.
Dokter gigi : “Eh naik dong, jangan main-main nih”. *sambal tertawa*
Anak : “Solly yah doktel hehehe” *masih memegang pipi sebelah kiri*
Dokter gigi : “Iya gapapa, ayo buka mulutnya, tangannya diturunkan dulu”
Perawat memberikan kaca mulut kepada dokter, dokter gigi mulai melakukan pemeriksaan terhadap
gigi anak.
Dokter gigi : “Oyah ok… ayo Jere duduk kembali sama mama”.
*Dokter gigi merogoh kantong jas dokter dan mengeluarkan ponsel dan memainkan video ultraman
kepada Jeremy*
Dokter gigi : “Kamu suka nonton ultraman kan, nah ini nonton dulu yah”.
Dokter gigi : “Jadi gini bu, tadi saya sudah melakukan pemeriksaan, memang Jere ada gigi yang
berlubang di bagian gigi grahamnya”.
Orang tua : “Iya, sebentar yah mama bicara sama dokter dulu”.
Dokter gigi : “Nah, di bagian belakang gusinya juga mengalami pembengkakan. Jadi gini, akan
kita lakukan penambalan pada gigi grahamnya. Mungkin itu saja bu. Tapi
sebelumnya bias kita lakukan pembersihan giginya dulu yah. Dengan begitu, gusinya
bias membaik kembali”.
Dokter gigi : “Iya betul bu.. Kalo boleh tau bu, Jeremy sering sikat gigi ga yah?”
Orang tua : “Oiyah.. dia memang agak malas dok. Terkadang dia sikat gigi kadang tidak,
tergantung juga sama moodnya dok”.
Dokter gigi : “Oh begitu.. kalua makan makanan manis bu? Seperti permen, coklat gitu bu?”
Orang tua : “Oh sering sekali dok, dia suka sekali makan makanan manis, bias sampai 4-5 kali
dalam sehari. Terlalu sering sih dok”.
Doker gigi : “Ohh.. Jemy suka sekali yah makan manis yaa”.
Dokter gigi : “Kurangkan ya Jemy. Jadi kalo susu dot gimana bu?”
Orang tua : “Oh dia biasanya minum susu botol dok. Minumnya sebagai pengantar tidurb dok
jadi minumnya pada malam hari”.
Anak : *merengek*
Dokter gigi : “Oh seperti itu, mungkin itu salah satu penyebab gusi membengkak karena
penumpukan dari sisa-sisa susunya bu.”
Orang tua : “Oh gitu ya dok.. jadi itu penyebab gusinya berdarah?”
Dokter gigi : “Iya bu.. Jadi akan dilakukan penambalan giginya sekarang ya bu”.
Orang tua : “Oh iya boleh dok. Ayo Jemy berani kan, Jeremy kan pintar”.
Dokter gigi : “Ayo duduk yuk” *menunjuk kursi dokter* “Suster, tolong kacanya”
Anak : *Masih menonton Ultraman*
Dokter gigi : “Habis ini baru kita nonton lagi ya, ayo dibuka mulutnya”.
Dokter gigi : “Nah bias nonton lagi deh Ultramennya, ayo duduk kembali”.
Dokter gigi : “Jadi bu, ini sudah selesai perawatannya dan penambalannya pada gigi belakang
Jeremy. Setelah itu, saya rasa Jemy dikurangi makan makanan manisnya.
Dokter gigi : “Setelah itu, jangan lupa sikta giginya juga. Setelat sarapan dan sebelum tidur, biar
giginya terawat. Lalu, masalah pembengkakan gusinya sudah dilakukan perawatan
dan dibersihkan, jadi mungkin akan mereda dalam wajtu 3 hari. Setelah 3 hari, dating
lagi ya bu untuk dilakukan control”.
Dokter gigi : “Nah, karena Jemynya kooperatif banget sama dokter, jadi dokter mau kasih hadiah
utuk Jeremy”. *Mengeluarkan hadiah kotak pensil*
Dokter gigi : “Oh yah, kamu suka gambar juga ya, nih dokter kasi pensil warna juga”.
Orang tua : “Yeay! Berarti harus lebih rajin sikat gigi kan dok?”
Dokter gigi : “Benar gitu. Oke, untuk selanjutnya jangan lupa dating 3 hari lagi ya bu”.
Orang tua : “Oke dok. Terima kasih ya dok”.
2.2 PENILAIAN
PENILAIAN
No. Tahap Simulasi
Diberikan baik Perlu perbaikan Tidak diberikan Tidak layak
Membina Hubungan: Dokter sudah
membina
a. Memberikan salam dan
hubungan yang
bersikap menunjukkan rasa
baik, namun lupa
1. tertarik pada pasien sebagai
untuk
individu
memperkenalkan
nama kepada
pasien
b. Menggunakan kata-kata yang Dokter
menunjukkan perhatian menunjukkan
terhadap masalah yang sikap peduli dan
dihadapi pasien selama perhatian penuh
wawancara kepada pasien
sejak awal
pasien datang
c. Menggunakan intonasi suara, Intonasi suara
jeda waktu, kontak mata, dan dokter sudah
sikap tubuh yang baik, namun
menunjukkan suatu perhatian sesekali tidak
menunjukkan
kontak mata
dengan orang tua
pasien
Membuka diskusi Dokter tidak
menyela saat
a. Memberi kesempatan pada
2. pasien
pasien untuk mengemukakan
menyatakan
keluhannya tanpa diinterupsi
penyakitnya
3. seperti riwayat
a. Mulai dengan menggunakan
kesehatan
pertanyaan terbuka pada
keluarga,
pasien, “ Ceritakan kepada
lingkungan, dan
saya tentang ………”
lain-lain
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Wawancara medis merupakan suatu proses diagnosis dalam bentuk gambaran penyakit yang
seakurat mungkin. Dan salah satu faktor terpenting dalam melakukan wawancara medis sendiri
adalah hubungan yang erat antara dokter gigi dan pasien. Untuk mendapatkan suatu hubungan dokter
- pasien yang erat, maka dokter harus menguasai teknik komunikasi yang baik. Interaksi ini biasanya
dimulai dari sejarah. Dalam melakukan sebuah wawancara medis, seorang dokter gigi harus mampu
menunjukkan sikap yang menghargai (respect), rasa percaya diri (confidence), dan empati
(empathy). Dengan adanya sikap ini, pasien akan termotivasi untuk berobat. Seorang dokter juga
harus bisa menjadi pendengar yang baik dan mampu memberikan respon yang baik terhadap apa
yang diceritakan oleh pasien. Wawancara medis juga berperan dalam pengobatan, baik dalam
jangka panjang maupun jangka pendek.
3.2 SARAN
Dalam naskah dialog, dokter gigi sudah membangun hubungan yang baik antara orang tua
pasien dengan dirinya sendiri melalui komunikasi yang baik, seperti memulai percakapan dengan
small talk dan mendengar keluhan terhadap pasien dengan seksama dan memberikan respon serta
pertanyaan – pertanyaan yang jelas dan dapat diterima oleh orang tua. Dokter juga tidak
menggunakan kata – kata medis yang dapat membingungkan orang tua pasien.
Tetapi alangkah baiknya sebelum memulai percakapan, dokter gigi hendak memperkenalkan
diri terlebih dahulu dan mata tidak terpaku pada laporan medis. Dokter juga harus menanyakan
apakah ada hal lain yang ingin disampaikan sebelum menarik kesimpulan serta menanyakan
kepercayaan, kepedulian dan harapan pasien saat melakukan pengobatan.
DAFTAR ISI
1
Setyawan FEB. Komunikasi Medis: Hubungan Dokter-Pasien. Universitas Muhammadiyah ;
Agustus 2017 : Vol. 1 No. 4
2
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:rVi5p5noKd8J:https://www.alodokter.c
om/memahami-lebih-jauh-fungsi-dan-tugas-dokter-umum+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id
Diakses pada Jumat, 29 November 2019 17.00 WIB