Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X 

PADA PEMBELAJARAN LARUTAN ELEKTROLIT DAN 
NONELEKTROLIT BERBANTUAN E­BAHAN AJAR 
MULTI REPRESENTASI

Hestin Wirasti* dan Endang Susilaningsih

Jurusan Kimia Fmipa Universitas Negeri Semarang

Gedung d6 lantai 2 kampus sekaran gunungpati semarang, 50229, Telp (024)8508035

 e­mail : 
  Hestinunnes@gmail.com

Abstrak. Pemahaman konsep merupakan suatu hal yang harus dibangun dengan benar
agar   tidak   menimbulkan   miskonsepsi.   Pokok   bahasan   larutan   elektrolit   dan
nonelektrolit adalah materi prasyarat di beberapa materi kimia yang lain seperti asam
basa dan elektrokimia sehingga memerlukan penjelasan berbagai bentuk representasi
kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa
pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit di kelas X MIA 1 dan X MIA 3 SMA
Negeri   1   Tuntang.   Metode   penelitian   menggunakan   mixed   methode   mix   methode
dengan rancangan strategi eksplanatoris sekuensial. Prosedur penelitian dimulai dari
tahap observasi dan wawancara masalah, tahap pembuatan instrumen, tahap validasi
instrumen, dan tahap analisis data, dan terakhir tahap menyimpulkan hasil penelitian.
Pemberian e­bahan ajar multi representasi kepada siswa bertujuan agar siswa tidak
mengalami  miskonsepsi. Berdasarkan hasil  penelitian diperoleh bahwa  pemahaman
siswa belum semua terpenuhi secara maksimal. Persentase pemahaman konsep materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit secara klasikal adalah 50% paham konsep, 33%
miskonsepsi, dan 17% tidak paham konsep.
Kata   kunci  :   Pemahaman   konsep,   larutan   elektrolit   dan   nonelektrolit,   multi
representasi       

Pendahuluan

Tujuan  nasional  pendidikan tertuang  dalam  Pembukaan  UUD  1945 alinea  IV  yaitu  mencerdaskan

kehidupan bangsa. Tercapainya tujuan pendidikan nasional didukung oleh pembelajaran yang ideal.

Proses   pembelajaran   diselenggarakan   secara   interaktif,   inspiratif,   menyenangkan,   menantang,

memotivasi siswa untuk aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis. Satuan pendidikan

yang  berlaku  saat   ini   menggunakan  kurikulum   2013,   dimana   pembelajaran  menekankan  keaktifan

siswa di dalam kelas.

Kimia   merupakan   pelajaran   yang   sulit   bagi   siswa   karena   terdiri   dari   aspek   mikroskopis,

makroskopis, dan simbolis (Santos, 2016). Pembelajaran kimia sebaiknya disajikan dalam berbagai

representasi konsep kimia. Strategi ini diharapkan memfalisilitasi perubahan kognitif siswa terhadap

minimalisasi   kesalahpahaman  serta  memperbaiki   pemahaman  konsep  siswa   (Agustin,   dkk.,   2018).

Pokok bahasan pembelajaran kimia kelas X salah satunya adalah larutan elektrolit dan nonelektrolit.

Pembelajaran   materi   larutan   elektrolit   dan   nonelektrolit   mencakup   teori   dan   praktik/praktikum.

Praktikum  akan memperdalam  pemahaman siswa  terhadap materi   dan meningkatkan  keterampilan

siswa (Widiyani, 2014). Pemahaman konsep yang benar merupakan landasan yang memungkinkan

terbentuknya pemahaman yang benar terhadap konsep­konsep lain yang berhubungan atau konsep

yang lebih kompleks, fakta, hukum, prinsip dan teori­teori dalam sains (Jannah, 2016). Penunjang

proses   pembelajaran   agar   siswa   paham   konsep   dapat   didukung   menggunakan   bahan   ajar.   Guru

biasanya menggunakan LKS yang dibagikan kepada siswa. Bahan ajar yang digunakan dapat berupa

bahan ajar cetak ataupun dalam bentuk elektronik.
Perkembangan   globalisasi   memunculkan   kemajuan   IPTEK   yang   berdampak   bagi   kehidupan

manusia. Dampak kemajuan IPTEK tidak hanya di bidang industri, tetapi juga dirasakan di bidang

pendidikan. Bentuk nyata dari dampak adanya iptek di bidang pendidikan adalah penggunaan bahan

ajar   elektronik   sehingga   memudahkan   siswa   dalam   belajar.   Bahan   ajar   merupakan   salah   satu

perangkat   pembelajaran   yang   dapat   digunakan   sebagai   penunjang   siswa   dalam   belajar.   Penelitian

terhadap penggunaan bahan ajar yang dilakukan Finnajah (2016)  menunjukkan bahwa modul Fisika

SMA   berbasis   multi   representasi   layak   digunakan   sebagai   bahan   ajar   dan   mampu   meningkatkan

pemahaman konsep dan hasil belajar peserta didik. Penelitian terdahulu terkait multipel representasi

yang   dilakukan   oleh   Hubber   dkk.,   (2010)   menyimpulkan   bahwa   pembelajaran   dengan   multi

representasi dapat membantu siswa mengatasi kesulitan dalam memahami konsep dan siswa dapat

membangun pemahaman tentang suatu konsep berbasarkan penggunaan representasi. Penelitian lain

juga dilakukan oleh Widianingtyas (2015) yang menghasilkan kesimpulan bahwa pendekatan multi

representasi  dapat  memberikan  pengaruh positif  terhadap kemampuan  kognitif  siswayang meliputi

kognitif tingkat rendah dan kognitif tingkat tinggi.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Tuntang, bahan ajar   yang digunakan

hanya mencakup level definitif, makroskopis, dan simbolik saja. Penjelasan secara makroskopis dan

simbolik   tanpa   memperhatikan   aspek   mikroskopis   dapat   membuat   siswa   mengalami   miskonsepsi

(Shui­Te  et   al.,   2018).   Penyebab   terjadinya   miskonsepsi   adalah   kondisi   siswa,   yang   meliputi

prakonsepsi yang salah, intuisi yang salah, reasoning yang tiak lengkap, dan buku pegangan siswa

(Pujianto,   2018).   Sehingga,   berdampak   pada   nilai   siswa   yang   tidak   mencapai   KKM   .   Tidak

tercapainya   ketuntasan   klasikal   dikarenakan   siswa   pada   pada   pembelajaran   sebelumnya   jarang

mendapatkan   soal   dan   latihan   dalam   level   submikroskopis   (Rahmawan   &   Sukarmin,   2013).

Pembelajaran  yang  dilakukan oleh guru belum   melibatkan multi   representasi   kimia.  Pembelajaran

multiple representasi memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat merumuskan dan menemukan

konsep   dengan   membuat   berbagai   macam   representasi   sehingga   dapat   meningkatkan   pemahaman

siswa terhadap materi (Alighiri, 2018). Bahan ajar berbentuk e­bahan ajar belum pernah dilakukan.
Sebagian besar siswa telah memiliki  handphone  yang canggih dan laptop sehingga penggunaan e­

bahan ajar akan menambah nilai manfaat dari handphone atau laptop dalam proses pembelajaran. 

Berdasarkan   latar   belakang permasalahan di atas, penulis berinisiatif menganalisis pemahaman

konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan berbantuan e­bahan ajar multi

representasi.   Hal   ini   dikarenakan  mengingat   materi   larutan  elektrolit   dan  nonelektrolit   merupakan

materi prasyarat dari materi­materi yang lain

Metode Penelitian

Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas X MIA 1 dan X MIA 3 SMA Negeri 1 Tuntang dengan

jumlah siswa masing­masing 3 siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah mix methode dengan

rancangan strategi eksplanatoris sekuensial. Strategi diterapkan berurutan dengan pengumpulan dan

analisis   data   kuantitatif   tahap   I,   diikuti   pengumpulan   dan   analisis   data   kualitatif   tahap   II   yang

dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah soal

TTMC dan angket tanggapan siswa terhadap e­bahan ajar multi representasi.

Tahap I (Pengumpulan Data Kuantitiatif)

Pengumpulan   data   pada   tahap   satu   diawali   dengan   pembuatan   soal   TTMC   yang   kemudian

divalidasi   oleh   validator   ahli,   selanjutnya   soal   diuji   cobakan   kepada   siswa   untuk   mengetahui

kevalidan. Tahap selanjutnya, analisis dari soal yang telah valid meliputi konten daya beda, tingkat

kesukaran, dan nilai reliabilitas soal dan analisis pemahaman konsep siswa terhadap materi larutan

elektrolit dan nonelektrolit.   Analisis data penelitian menggunakan validitas soal sebagai salah satu

syarat   yang   harus   dimiliki   instrumen   yang   baik   adalah   instrumen   tersebut   harus   valid.   Angket

penilaian   diberikan   kepada   siswa   untuk   mengetahui   tanggapan   siswa   terhadap   e­bahan   ajar   yang

digunakan. 

Tahap II (Pengumpulan data kualitatif)
Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan melihat hasil data kuantitatif yaitu nilai ulangan

siswa   menggunakan   soal   TTMC.   Wawancara   mendalam   digunakan   untuk   mengetahui   penyebab

miskonsepsi siswa terhadap materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.

Hasil dan Pembahasan 

Hasil Penelitian

Soal  three tier multiple choice test  (TTMC) melewati beberapa tahapan sebelum digunakan. Tahap

pertama soal  divalidasi oleh 3 validator ahli  dengan masing­masing skor 40/40, 37/40,  dan 40/40

sehingga diperoleh rata­rata skor 39/40 dengan kriteria sangat valid. Tahap selanjutnya adalah uji coba

soal untuk mengetahui soal yang valid. Soal yang telah diuji coba, dianalisis tingkat kesukaran, daya

beda, dan nilai reliabilitas soal. 

Validitas Soal

Soal yang dinyatakan valid adalah soal nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21,

22, dan 23. Soal yang dinyatakan valid harus mewakili seluruh indikator. 

Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran dari soal  yang valid adalah mudah,  sedang,  dan sukar.  Soal  dengan tingkat

kesukaran mudah terdapat pada butir soal nomor 18 dan 21. Soal dengan tingkat kesukaran sedang

terwakili oleh butir soal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 13, 17, 19, 20, dan 23. Butir soal dengan tingkat

kesukaran sukar terdapat pada nomor 14, 15, dan 22. 

Daya Beda

Daya beda pada soal yang valid meliputi cukup dan baik. Soal dengan daya beda cukup terdapat

pada soal 4, 5, 6, 7, 8, 14, 17, 18, 21, 22, dan 23. Soal denga daya beda baik terdapat pada soal 2, 3,

10, 13, 15, 19, dan 20.  
Reliabilitas

Soal dihitung angka reliabilitasnya dengan menggunakan R 21  karena skor yang digunakan adalah

benar diberi skor 1 dan salah diberi skor 0. Soal yang telah dinyatakan valid memiliki reliabilitas

sebesar adalah 0,715063 sehingga dikategorikan reliabel. Soal yang valid dan reliabel dapat langsung

digunakan dalam penelitian.

Analisis pemahaman konsep menggunakan soal three tier multiple chice test diperoleh ketuntasan

klasikal   89%   dengan   menguji   tier   pertama   dari   soal   yang   digunakan.   Persentase   89%   dikatakan

melewati   batas   ketuntasan   klasikal   standar   yaitu   75%.   Rekapan   persentase   indikator   pemahaman

konsep sebagai berikut.

a. Menyatakan ulang sebuah konsep 

b. Menyajikan konsep dalam representasi matematis 

c. Mengklasifikasikan objek 

d. Memberi contoh 

e. Mengembangkan syarat 

f. Mengaplikasikan konsep 

g. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur 

Kriteria persentase indikator pemahaman konsep tersaji pada Tabel 1. 
Tabel 1. Kriteria persentase indikator pemahaman konsep

persentase Kriteria
0% ≤ P < 20% Sangat rendah
20% ≤ P < 40% Rendah
40% ≤ P < 60% Sedang
60% ≤ P < 80% Tinggi
80% ≤ P < 100% Sangat Tinggi

Gambar 1. Grafik Persentase Pemahaman Konsep Materi Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit

Hasil analisis pemahaman konsep perbutir soal tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase tingkat pemahaman konsep siswa

Kategori (%)
jumlah
Butir Soal Paham Tidak
Miskonsepsi siswa 
Konsep Paham
1 58 33 8 24
2 15 72 13 52
3 22 72 6 52
4 7 85 8 61
5 19 54 26 39
6 22 71 7 51
7 19 3 44 26
8 15 56 29 40
9 33 54 13 39
10 33 50 17 36
11 40 35 25 25
12 25 63 13 45
13 47 33 19 24
14 49 21 31 15
15 56 29 15 21
16 44 42 14 30
17 22 72 6 52
18 44 42 14 15
rata­rata 32 49 17 36

PEMBAHASAN

Pemahaman   konsep   secara   klasikal   memiliki   persentase   sebesar   49%.   Berdasarkan   Gambar   1

pemahaman konsep tertinggi terdapat pada indikator menyajikan konsep dan menggunakan konsep

dengan persentase 72% dan tergolong kategori paham konsep tinggi. Paham konsep terendah terdapat

pada indikator memberi contoh dengan persentase 30% kategori paham konsep rendah. Pemberian e­

bahan ajar multi representasi mampu memberikan persentase paham konsep yang sedang yaitu 49%.

Berdasarkan Tabel 2 pemahaman konsep tertinggi ditunjukkan pada butir soal nomor 4 yaitu 85%

sebanyak 61 siswa dari 72 siswa mengalami paham konsep. Pemahaman konsep terendah ditunjukkan

pada butir soal nomor 14 dengan persentase 21% atau sebanyak 15 siswa yang paham konsep dari 72

siswa. Uraian penjelasan paham konsep perindikator terinci sebagai berikut.

Indikator Menyatakan ulang sebuah konsep

Persentase   pemahaman   konsep   pada   indikator   menyatakan   ulang   sebuah   konsep   adalah   53%.

Paham   konsep   tertinggi   terjadi   pada   soal   nomor   2   yaitu   sebesar   72%,   sedangkan   paham   konsep

terendah terjadi pada soal nomor 1 yaitu 33%. Kesalahan konsep pada soal nomor 1 diketahui setelah

dilakukan wawancara. Siswa menganggap bahwa larutan yang tidak menyala dan memiliki gelembung

dianggap sebagai larutan nonelektrolit karena tidak dapat menyalakan lampu. Pemahaman tersebut

tentu saja salah, karena walaupun lampu tidak menyala saat diuji daya hantar listriknya tetapi tetap
termasuk larutan elektrolit dengan jenis elektrolit lemah. Hal ini dikarenakan masih adanya gelembung

pada elektroda saat  diuji daya hantar  listriknya. Jenis  soal tersebut merupakan soal  yang menguji

aspek makroskopis siswa. Makroskopis merupakan suatu hal yang nyata yang dapat diamati oleh alat

indra, seperti bau, perubahan warna, nyala lampu, atau perubahan suhu yang dapat dirasakan oleh

indra. 

Indikator Menyajikan konsep dalam representasi matematis 

Besar persentase pada indikator kedua yaitu 72%. Persentase tersebut merupakan persentase yang

tinggi  dari  ke  tujuh indikator  yang lain.  Indikator  ini  terwakili  oleh  soal  nomor  3.  Soal  nomor  3

menyajikan dua buah larutan yang dicampurkan masing­masing dengan konsentrasi yang sama namun

jenis   larutannya   berbeda.   Larutan   NaCl   meurpakan   larutan   elektrolit   kuat   sedangkan   larutan   gula

merupakan larutan nonelekrolit. Siswa diminta untuk menjabarkan ion apa saja yang terdapat dalam

campuran tersebut. Secara mikroskopis, larutan NaCl akan terionisasi sepurna menjadi ion Na +  dan

Cl­, larutan gula tidak dapat terionisasi, sedangkan air akan terionisasi menjadi H +  dan OH­. Ion­ion

yang terdapat pada campuran air, NaCl, dan gula adalah Na +, Cl­, H+, dan OH­, sedangkan gula tetap

menjadi   molekul   C6H12O6.   Siswa   yang   mengalami   miskonsepsi/tidak   paham   konsep   dikarenakan

kurang dapat menjabarkan aspek mikroskopis yang terdapat dalam larutan.

Indikator Mengklasifikasikan objek 

Indikator ini terwakili oleh soal nomor 4, 6, dan 18. Persentase paham konsepnya  secara berturut­

turut adalah 85%, 71%, dan 21%. Butir soal nomor 4 merupakan butir soal dengan paham konsep

tertinggi dengan menyajikan gambar percobaan Uji Daya Hantar Listrik dimana siswa sudah pernah

melakukan   percobaan   tersebut.   Menurut   Rustaman   (2005)   dalam   proses   belajar   mengajar   yang

melibatkan eksperimen,  siswa diberi  kesempatan untuk mengalami  sendiri  atau melakukan sendiri

sehingga hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Butir soal nomor 18 merupakan

butir soal dengan paham konsep terendah. Soal menyajikan gambar HCl yang dilarutkan dalam air,

benzena dan benzena dalam air. Siswa menganggap bahwa HCl dapat menghantarkan listrik ketika
dilarutkan dalam pelarut apapun. Jawaban yang benar adalah HCl hanya dapat menghantarkan listrik

ketika   dilarutkan   dalam   air   saja,   sedangkan   dalam   benzena   HCl   tidak   dapat   menghantarkan   arus

listrik.

Indikator Memberi contoh 

Persentase indikator pemahaman konsep terendah terdapat pada indikator memberi contoh dengan

persentase 30%. Indikator ini terwakili oleh soal nomor 7, 8, dan 9. Persentase pemahaman konsep

soal nomor 7 sebanyak 26%, soal nomor 8 sebanyak 56% dan persentase soal nomor 9 sebanyak 54%.

Pada   soal   nomor   7,   siswa   menganggap   bahwa   C 2H5OH   merupakan   elektrolit,   padahal   C 2H5OH

senyawa nonelektrolit yang tidak dapat menghantarkan listrik karena tidak dapat terionisasi.

Indikator Mengembangkan syarat

Butir   soal   nomor   9   dan  10   mewakili   indikator   kemampuan   mengembangkan   syarat   perlu  atau

syarat cukup dari suatu konsep. Besar persentase paham konsep butir soal nomor 9 dan 10 secara

berturut­turut adalah 39% dan 50% sehingga paham konsep pada indikator ini adalah 52%. Kesalahan

konsep yang masih salah adalah anggapan siswa bahwa C 2H5OH merupakan larutan elektrolit yang

dapat terionisasi menjadi ion C2H5+ dan ion OH­. 

Mengaplikasikan konsep 

Kemampuan mengaplikasikan konsep atau logaritma ke pemecahan masalah memiliki persentase

paham konsep sebesar 37%. Soal nomor 11, 12, 13, 14, 15, dan 16 mewakili indikator ini. Paham

konsep terendah terdapat pada butir soal nomor 14 yaitu 21%. Butir soal 14 menyajikan 4 larutan

dalam   gelas   beaker   kemudian   disajikan   bentuk   molekul   dan   ion­ion   di   dalamnya.   Berdasarkan

wawancara yang dilakukan siswa menganggap bahwa larutan elektrolit selalu senyawa ion, karena

dapat terionisasi dan bergerak bebas. Siswa kurang memahami aspek mikroskopis yang tersaji pada

butir soal. Bahan ajar elektronik (e­bahan ajar) multi representasi telah menyajikan aspek mikroskopis
larutan elektrolit. Saat pembelajaran siswa juga sudah diberikan visualisasi melalui video dan gambar,

namun   siswa   mamsih   merasa   bingung   dalam   menyajikan   aspek   mikroskopis.   Gambaran

submikroskopis   bersifat   abstrak   sehingga   meskipun   sudah   divisualisasikan,   siswa   masih   kesulitan

untuk memahaminya (Dewi, 2016).

Indikator Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur  
Indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur dari suatu konsep terwakili oleh soal

nomor  17  dengan  persentase paham  konsep 36%.   Soal   menyajikan  minuman  isotonik  yang dapat

membantu peminum  merasa segar   kembali   ketika  berolah  raga,   siswa   menganggap bahwa   hal   itu

dikarenakan terdapat rasa manis dan asam dalam minuman isotonik. Jawaban yang benar minuman

isotonik merupakan larutan elektrolit yang dapat mengembalikan dan mempertahankan tingkat hidrasi

pada tubuh. 

KESIMPULAN
Hasil   penelitian   menyimpulkan   persentase   pemahaman   konsep   siswa   pada   materi   larutan

elektrolitdan nonelektrolit mencapai 49,28%. Pemahaman konsep tertinggi terdapat pada butir soal

nomor   2,   3,   dan   17   dengan     persentase   paham   konsep   72%,   sedangkan   paham   konsep   terendah

terdapat pada butir soal nomor 7 sebesar 3%. Bahan ajar elektronik ini membantu siswa dalam proses

belajar.   bahan  ajar   elektronik  tersebut   mengandung   aspek  makroskopis,   simbolikdan   mikroskopis.

Ketuntasan  klasikal  pada materi  larutan elektrolit   dan nonelektrolit   adalah 89%.  Ini   menunjukkan

angka yang baik karena melebihi kriterian standar ketuntasan klasikal yaitu 75%. 

SARAN
Saran peneliti   bagi   peneliti  selanjutnya   adalah mengembangkan bahan ajar   elektronik (e­bahan

ajar) pada materi lain dengan harapan dapat meminimalisir miskonsepsi yang terjadi pada siswa.  Bagi

guru,   sebaiknya   lebih   memberikan   penekanan   pada   aspek   mikroskopis   dan   simbolik   pada   saat

pembelajaran. Pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan animasi atau video terkait materi

yang   bersangkutan   pada   level   simbolik   dan   level   mikroskopis   sehingga   siswa   tidak   mengalami

miskonsepsi.
Daftar Pustaka
Agustin, A., Kasmadi, I.S., & Wisnu, S. 2018. Pengaruh Penggunaan Peta Konsep Berbasis Multilevel
Terhadap Pemahaman Konsep Kimia Siswa. Journal Chemistry in Education. 7(2).

Alighiri, D., Apriliana, D., & Endang, S. 2018. Pemahaman Konsep Siswa Materi Larutan Penyangga
Dalam Pembelajaran Multiple Representasi. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 12(2).

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: pustaka pelajar.

Dewi,   R.,   F.M.T,   Supriyanti.,   &   Gebi,   D.   2016.   Analisis   Penguasaan   Konsep   Larutan   Elektrolit­
Nonelektrolit   Siswa   Menggunakan   Siklus   Belajar   Hipotesis   Deduktif.  Jurnal   kimia   dan
pendidikan, 1(2).

  Finnajar,   M.,   Eko,   S.K.,   &   Siska,   D.F.   2016.   Pengembangan   Modul   Fisika   Sma   Berbasis   Multi
Representasi Guna Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Hasill Belajar Peserta Didik Kelas
Xi Iis 2 Sma Negeri 1 Prembun Tahun Ajaran 2015/2016. Jurnal Radiasi, 8(1).

Hubber, P. Tyler, R.  &  Haslam, F. 2010. Teaching And Learning About Representastional Focus:


Pedagogy And Teacher Change. Journal of research in science education, 40(1).

Jannah,   M.,   Purnama,   N.,  &  Ratman.   2016.   Analisis   Miskonsepsi   Siswa   Kelas   Xi   Sma   Negeri   1
Banawa   Tengah   Pada   Pembelajaran   Larutan   Penyangga   Dengan   CRI   (Certainty   Resoponse
Index). Jurnal Akaemika Kimia. 5(2).

Pujianto,   E.,   Mohammad,   M.,   Suryadi,   B.U.   2018.   Penerapan   Strategi   Konflik   Kognitif   Untuk
Pembelajaran Remediasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Kelas
XII MIA Sma Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Pendidikan Kimia. 7(1).

Rahmawan, A.D.T., & Sukarmin. 2013. Pengaruh Penerapan Media Animasi Terhadap Pergeseran
Konsep   Siswa   Pada   Ketiga   Level   Representatif   Kimia   (Makroskopis,   Submikroskopis,   Dan
Simbolik) Pada Materi Pokok Larutan Penyangga Untuk Siswa Kelas XI Sma N 1 Kertosno
Nganjuk. Unesa Journal Of Chemical Education. Vol 2(2).

Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.

Santos, V. C., & Agnaldo, A. 2016. The Representational Levels: Influences And Contributions To
Research In Chemical Education. Journal Of Turkish Science Education. 13(1), 304­310.
Shui­Te, Lui., Irene, W.K., Sri, W., Harjito. 2018. Hasil Identifikasi Miskonsepsi Siswa Ditinjau Dari
Aspek Makroskopis, Mikroskopis, Dan Simbolik (MMS) Pada Pokok Bahasan Partikulat Sifat
Materi Di Taiwa. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 12(1).

Widianingtyas,   L.,   Siswoyo,   Fauzi,   B.   2015.   Pengaruh   Pendekatan   Multi   Representasi   Dalam
Pembelajaran   Fisika   Terhadap   Kemampuan   Kognitif   Siswa   SMA.  Jurnal   Penelitian   Dan
Pengembangan Pendidikan Fisika, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai