PADA PEMBELAJARAN LARUTAN ELEKTROLIT DAN
NONELEKTROLIT BERBANTUAN EBAHAN AJAR
MULTI REPRESENTASI
Hestin Wirasti* dan Endang Susilaningsih
Jurusan Kimia Fmipa Universitas Negeri Semarang
Gedung d6 lantai 2 kampus sekaran gunungpati semarang, 50229, Telp (024)8508035
email :
Hestinunnes@gmail.com
Abstrak. Pemahaman konsep merupakan suatu hal yang harus dibangun dengan benar
agar tidak menimbulkan miskonsepsi. Pokok bahasan larutan elektrolit dan
nonelektrolit adalah materi prasyarat di beberapa materi kimia yang lain seperti asam
basa dan elektrokimia sehingga memerlukan penjelasan berbagai bentuk representasi
kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa
pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit di kelas X MIA 1 dan X MIA 3 SMA
Negeri 1 Tuntang. Metode penelitian menggunakan mixed methode mix methode
dengan rancangan strategi eksplanatoris sekuensial. Prosedur penelitian dimulai dari
tahap observasi dan wawancara masalah, tahap pembuatan instrumen, tahap validasi
instrumen, dan tahap analisis data, dan terakhir tahap menyimpulkan hasil penelitian.
Pemberian ebahan ajar multi representasi kepada siswa bertujuan agar siswa tidak
mengalami miskonsepsi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pemahaman
siswa belum semua terpenuhi secara maksimal. Persentase pemahaman konsep materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit secara klasikal adalah 50% paham konsep, 33%
miskonsepsi, dan 17% tidak paham konsep.
Kata kunci : Pemahaman konsep, larutan elektrolit dan nonelektrolit, multi
representasi
Pendahuluan
Tujuan nasional pendidikan tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tercapainya tujuan pendidikan nasional didukung oleh pembelajaran yang ideal.
memotivasi siswa untuk aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis. Satuan pendidikan
yang berlaku saat ini menggunakan kurikulum 2013, dimana pembelajaran menekankan keaktifan
siswa di dalam kelas.
Kimia merupakan pelajaran yang sulit bagi siswa karena terdiri dari aspek mikroskopis,
makroskopis, dan simbolis (Santos, 2016). Pembelajaran kimia sebaiknya disajikan dalam berbagai
representasi konsep kimia. Strategi ini diharapkan memfalisilitasi perubahan kognitif siswa terhadap
minimalisasi kesalahpahaman serta memperbaiki pemahaman konsep siswa (Agustin, dkk., 2018).
Pokok bahasan pembelajaran kimia kelas X salah satunya adalah larutan elektrolit dan nonelektrolit.
Pembelajaran materi larutan elektrolit dan nonelektrolit mencakup teori dan praktik/praktikum.
siswa (Widiyani, 2014). Pemahaman konsep yang benar merupakan landasan yang memungkinkan
terbentuknya pemahaman yang benar terhadap konsepkonsep lain yang berhubungan atau konsep
yang lebih kompleks, fakta, hukum, prinsip dan teoriteori dalam sains (Jannah, 2016). Penunjang
proses pembelajaran agar siswa paham konsep dapat didukung menggunakan bahan ajar. Guru
biasanya menggunakan LKS yang dibagikan kepada siswa. Bahan ajar yang digunakan dapat berupa
bahan ajar cetak ataupun dalam bentuk elektronik.
Perkembangan globalisasi memunculkan kemajuan IPTEK yang berdampak bagi kehidupan
manusia. Dampak kemajuan IPTEK tidak hanya di bidang industri, tetapi juga dirasakan di bidang
pendidikan. Bentuk nyata dari dampak adanya iptek di bidang pendidikan adalah penggunaan bahan
ajar elektronik sehingga memudahkan siswa dalam belajar. Bahan ajar merupakan salah satu
perangkat pembelajaran yang dapat digunakan sebagai penunjang siswa dalam belajar. Penelitian
terhadap penggunaan bahan ajar yang dilakukan Finnajah (2016) menunjukkan bahwa modul Fisika
SMA berbasis multi representasi layak digunakan sebagai bahan ajar dan mampu meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil belajar peserta didik. Penelitian terdahulu terkait multipel representasi
yang dilakukan oleh Hubber dkk., (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan multi
representasi dapat membantu siswa mengatasi kesulitan dalam memahami konsep dan siswa dapat
membangun pemahaman tentang suatu konsep berbasarkan penggunaan representasi. Penelitian lain
juga dilakukan oleh Widianingtyas (2015) yang menghasilkan kesimpulan bahwa pendekatan multi
kognitif tingkat rendah dan kognitif tingkat tinggi.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Tuntang, bahan ajar yang digunakan
hanya mencakup level definitif, makroskopis, dan simbolik saja. Penjelasan secara makroskopis dan
simbolik tanpa memperhatikan aspek mikroskopis dapat membuat siswa mengalami miskonsepsi
(ShuiTe et al., 2018). Penyebab terjadinya miskonsepsi adalah kondisi siswa, yang meliputi
prakonsepsi yang salah, intuisi yang salah, reasoning yang tiak lengkap, dan buku pegangan siswa
(Pujianto, 2018). Sehingga, berdampak pada nilai siswa yang tidak mencapai KKM . Tidak
tercapainya ketuntasan klasikal dikarenakan siswa pada pada pembelajaran sebelumnya jarang
mendapatkan soal dan latihan dalam level submikroskopis (Rahmawan & Sukarmin, 2013).
multiple representasi memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat merumuskan dan menemukan
konsep dengan membuat berbagai macam representasi sehingga dapat meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi (Alighiri, 2018). Bahan ajar berbentuk ebahan ajar belum pernah dilakukan.
Sebagian besar siswa telah memiliki handphone yang canggih dan laptop sehingga penggunaan e
bahan ajar akan menambah nilai manfaat dari handphone atau laptop dalam proses pembelajaran.
konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan berbantuan ebahan ajar multi
representasi. Hal ini dikarenakan mengingat materi larutan elektrolit dan nonelektrolit merupakan
materi prasyarat dari materimateri yang lain
Metode Penelitian
Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas X MIA 1 dan X MIA 3 SMA Negeri 1 Tuntang dengan
jumlah siswa masingmasing 3 siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah mix methode dengan
rancangan strategi eksplanatoris sekuensial. Strategi diterapkan berurutan dengan pengumpulan dan
analisis data kuantitatif tahap I, diikuti pengumpulan dan analisis data kualitatif tahap II yang
dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah soal
TTMC dan angket tanggapan siswa terhadap ebahan ajar multi representasi.
Tahap I (Pengumpulan Data Kuantitiatif)
Pengumpulan data pada tahap satu diawali dengan pembuatan soal TTMC yang kemudian
divalidasi oleh validator ahli, selanjutnya soal diuji cobakan kepada siswa untuk mengetahui
kevalidan. Tahap selanjutnya, analisis dari soal yang telah valid meliputi konten daya beda, tingkat
kesukaran, dan nilai reliabilitas soal dan analisis pemahaman konsep siswa terhadap materi larutan
elektrolit dan nonelektrolit. Analisis data penelitian menggunakan validitas soal sebagai salah satu
syarat yang harus dimiliki instrumen yang baik adalah instrumen tersebut harus valid. Angket
penilaian diberikan kepada siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap ebahan ajar yang
digunakan.
Tahap II (Pengumpulan data kualitatif)
Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan melihat hasil data kuantitatif yaitu nilai ulangan
siswa menggunakan soal TTMC. Wawancara mendalam digunakan untuk mengetahui penyebab
miskonsepsi siswa terhadap materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian
sehingga diperoleh ratarata skor 39/40 dengan kriteria sangat valid. Tahap selanjutnya adalah uji coba
soal untuk mengetahui soal yang valid. Soal yang telah diuji coba, dianalisis tingkat kesukaran, daya
beda, dan nilai reliabilitas soal.
Validitas Soal
Soal yang dinyatakan valid adalah soal nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21,
22, dan 23. Soal yang dinyatakan valid harus mewakili seluruh indikator.
Tingkat Kesukaran
kesukaran mudah terdapat pada butir soal nomor 18 dan 21. Soal dengan tingkat kesukaran sedang
terwakili oleh butir soal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 13, 17, 19, 20, dan 23. Butir soal dengan tingkat
kesukaran sukar terdapat pada nomor 14, 15, dan 22.
Daya Beda
Daya beda pada soal yang valid meliputi cukup dan baik. Soal dengan daya beda cukup terdapat
pada soal 4, 5, 6, 7, 8, 14, 17, 18, 21, 22, dan 23. Soal denga daya beda baik terdapat pada soal 2, 3,
10, 13, 15, 19, dan 20.
Reliabilitas
benar diberi skor 1 dan salah diberi skor 0. Soal yang telah dinyatakan valid memiliki reliabilitas
sebesar adalah 0,715063 sehingga dikategorikan reliabel. Soal yang valid dan reliabel dapat langsung
digunakan dalam penelitian.
Analisis pemahaman konsep menggunakan soal three tier multiple chice test diperoleh ketuntasan
klasikal 89% dengan menguji tier pertama dari soal yang digunakan. Persentase 89% dikatakan
melewati batas ketuntasan klasikal standar yaitu 75%. Rekapan persentase indikator pemahaman
konsep sebagai berikut.
a. Menyatakan ulang sebuah konsep
b. Menyajikan konsep dalam representasi matematis
c. Mengklasifikasikan objek
d. Memberi contoh
e. Mengembangkan syarat
f. Mengaplikasikan konsep
g. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur
Kriteria persentase indikator pemahaman konsep tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria persentase indikator pemahaman konsep
persentase Kriteria
0% ≤ P < 20% Sangat rendah
20% ≤ P < 40% Rendah
40% ≤ P < 60% Sedang
60% ≤ P < 80% Tinggi
80% ≤ P < 100% Sangat Tinggi
Gambar 1. Grafik Persentase Pemahaman Konsep Materi Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit
Hasil analisis pemahaman konsep perbutir soal tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase tingkat pemahaman konsep siswa
Kategori (%)
jumlah
Butir Soal Paham Tidak
Miskonsepsi siswa
Konsep Paham
1 58 33 8 24
2 15 72 13 52
3 22 72 6 52
4 7 85 8 61
5 19 54 26 39
6 22 71 7 51
7 19 3 44 26
8 15 56 29 40
9 33 54 13 39
10 33 50 17 36
11 40 35 25 25
12 25 63 13 45
13 47 33 19 24
14 49 21 31 15
15 56 29 15 21
16 44 42 14 30
17 22 72 6 52
18 44 42 14 15
ratarata 32 49 17 36
PEMBAHASAN
Pemahaman konsep secara klasikal memiliki persentase sebesar 49%. Berdasarkan Gambar 1
pemahaman konsep tertinggi terdapat pada indikator menyajikan konsep dan menggunakan konsep
dengan persentase 72% dan tergolong kategori paham konsep tinggi. Paham konsep terendah terdapat
pada indikator memberi contoh dengan persentase 30% kategori paham konsep rendah. Pemberian e
bahan ajar multi representasi mampu memberikan persentase paham konsep yang sedang yaitu 49%.
Berdasarkan Tabel 2 pemahaman konsep tertinggi ditunjukkan pada butir soal nomor 4 yaitu 85%
sebanyak 61 siswa dari 72 siswa mengalami paham konsep. Pemahaman konsep terendah ditunjukkan
pada butir soal nomor 14 dengan persentase 21% atau sebanyak 15 siswa yang paham konsep dari 72
siswa. Uraian penjelasan paham konsep perindikator terinci sebagai berikut.
Indikator Menyatakan ulang sebuah konsep
Persentase pemahaman konsep pada indikator menyatakan ulang sebuah konsep adalah 53%.
Paham konsep tertinggi terjadi pada soal nomor 2 yaitu sebesar 72%, sedangkan paham konsep
terendah terjadi pada soal nomor 1 yaitu 33%. Kesalahan konsep pada soal nomor 1 diketahui setelah
dilakukan wawancara. Siswa menganggap bahwa larutan yang tidak menyala dan memiliki gelembung
dianggap sebagai larutan nonelektrolit karena tidak dapat menyalakan lampu. Pemahaman tersebut
tentu saja salah, karena walaupun lampu tidak menyala saat diuji daya hantar listriknya tetapi tetap
termasuk larutan elektrolit dengan jenis elektrolit lemah. Hal ini dikarenakan masih adanya gelembung
aspek makroskopis siswa. Makroskopis merupakan suatu hal yang nyata yang dapat diamati oleh alat
indra, seperti bau, perubahan warna, nyala lampu, atau perubahan suhu yang dapat dirasakan oleh
indra.
Indikator Menyajikan konsep dalam representasi matematis
Besar persentase pada indikator kedua yaitu 72%. Persentase tersebut merupakan persentase yang
tinggi dari ke tujuh indikator yang lain. Indikator ini terwakili oleh soal nomor 3. Soal nomor 3
menyajikan dua buah larutan yang dicampurkan masingmasing dengan konsentrasi yang sama namun
jenis larutannya berbeda. Larutan NaCl meurpakan larutan elektrolit kuat sedangkan larutan gula
merupakan larutan nonelekrolit. Siswa diminta untuk menjabarkan ion apa saja yang terdapat dalam
campuran tersebut. Secara mikroskopis, larutan NaCl akan terionisasi sepurna menjadi ion Na + dan
Cl, larutan gula tidak dapat terionisasi, sedangkan air akan terionisasi menjadi H + dan OH. Ionion
yang terdapat pada campuran air, NaCl, dan gula adalah Na +, Cl, H+, dan OH, sedangkan gula tetap
menjadi molekul C6H12O6. Siswa yang mengalami miskonsepsi/tidak paham konsep dikarenakan
kurang dapat menjabarkan aspek mikroskopis yang terdapat dalam larutan.
Indikator Mengklasifikasikan objek
Indikator ini terwakili oleh soal nomor 4, 6, dan 18. Persentase paham konsepnya secara berturut
turut adalah 85%, 71%, dan 21%. Butir soal nomor 4 merupakan butir soal dengan paham konsep
tertinggi dengan menyajikan gambar percobaan Uji Daya Hantar Listrik dimana siswa sudah pernah
melakukan percobaan tersebut. Menurut Rustaman (2005) dalam proses belajar mengajar yang
sehingga hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Butir soal nomor 18 merupakan
butir soal dengan paham konsep terendah. Soal menyajikan gambar HCl yang dilarutkan dalam air,
benzena dan benzena dalam air. Siswa menganggap bahwa HCl dapat menghantarkan listrik ketika
dilarutkan dalam pelarut apapun. Jawaban yang benar adalah HCl hanya dapat menghantarkan listrik
ketika dilarutkan dalam air saja, sedangkan dalam benzena HCl tidak dapat menghantarkan arus
listrik.
Indikator Memberi contoh
Persentase indikator pemahaman konsep terendah terdapat pada indikator memberi contoh dengan
persentase 30%. Indikator ini terwakili oleh soal nomor 7, 8, dan 9. Persentase pemahaman konsep
soal nomor 7 sebanyak 26%, soal nomor 8 sebanyak 56% dan persentase soal nomor 9 sebanyak 54%.
Pada soal nomor 7, siswa menganggap bahwa C 2H5OH merupakan elektrolit, padahal C 2H5OH
senyawa nonelektrolit yang tidak dapat menghantarkan listrik karena tidak dapat terionisasi.
Indikator Mengembangkan syarat
Butir soal nomor 9 dan 10 mewakili indikator kemampuan mengembangkan syarat perlu atau
syarat cukup dari suatu konsep. Besar persentase paham konsep butir soal nomor 9 dan 10 secara
berturutturut adalah 39% dan 50% sehingga paham konsep pada indikator ini adalah 52%. Kesalahan
konsep yang masih salah adalah anggapan siswa bahwa C 2H5OH merupakan larutan elektrolit yang
dapat terionisasi menjadi ion C2H5+ dan ion OH.
Mengaplikasikan konsep
Kemampuan mengaplikasikan konsep atau logaritma ke pemecahan masalah memiliki persentase
paham konsep sebesar 37%. Soal nomor 11, 12, 13, 14, 15, dan 16 mewakili indikator ini. Paham
konsep terendah terdapat pada butir soal nomor 14 yaitu 21%. Butir soal 14 menyajikan 4 larutan
dalam gelas beaker kemudian disajikan bentuk molekul dan ionion di dalamnya. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan siswa menganggap bahwa larutan elektrolit selalu senyawa ion, karena
dapat terionisasi dan bergerak bebas. Siswa kurang memahami aspek mikroskopis yang tersaji pada
butir soal. Bahan ajar elektronik (ebahan ajar) multi representasi telah menyajikan aspek mikroskopis
larutan elektrolit. Saat pembelajaran siswa juga sudah diberikan visualisasi melalui video dan gambar,
namun siswa mamsih merasa bingung dalam menyajikan aspek mikroskopis. Gambaran
submikroskopis bersifat abstrak sehingga meskipun sudah divisualisasikan, siswa masih kesulitan
untuk memahaminya (Dewi, 2016).
Indikator Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur
Indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur dari suatu konsep terwakili oleh soal
nomor 17 dengan persentase paham konsep 36%. Soal menyajikan minuman isotonik yang dapat
membantu peminum merasa segar kembali ketika berolah raga, siswa menganggap bahwa hal itu
dikarenakan terdapat rasa manis dan asam dalam minuman isotonik. Jawaban yang benar minuman
isotonik merupakan larutan elektrolit yang dapat mengembalikan dan mempertahankan tingkat hidrasi
pada tubuh.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menyimpulkan persentase pemahaman konsep siswa pada materi larutan
elektrolitdan nonelektrolit mencapai 49,28%. Pemahaman konsep tertinggi terdapat pada butir soal
nomor 2, 3, dan 17 dengan persentase paham konsep 72%, sedangkan paham konsep terendah
terdapat pada butir soal nomor 7 sebesar 3%. Bahan ajar elektronik ini membantu siswa dalam proses
belajar. bahan ajar elektronik tersebut mengandung aspek makroskopis, simbolikdan mikroskopis.
angka yang baik karena melebihi kriterian standar ketuntasan klasikal yaitu 75%.
SARAN
Saran peneliti bagi peneliti selanjutnya adalah mengembangkan bahan ajar elektronik (ebahan
ajar) pada materi lain dengan harapan dapat meminimalisir miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Bagi
guru, sebaiknya lebih memberikan penekanan pada aspek mikroskopis dan simbolik pada saat
pembelajaran. Pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan animasi atau video terkait materi
yang bersangkutan pada level simbolik dan level mikroskopis sehingga siswa tidak mengalami
miskonsepsi.
Daftar Pustaka
Agustin, A., Kasmadi, I.S., & Wisnu, S. 2018. Pengaruh Penggunaan Peta Konsep Berbasis Multilevel
Terhadap Pemahaman Konsep Kimia Siswa. Journal Chemistry in Education. 7(2).
Alighiri, D., Apriliana, D., & Endang, S. 2018. Pemahaman Konsep Siswa Materi Larutan Penyangga
Dalam Pembelajaran Multiple Representasi. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 12(2).
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: pustaka pelajar.
Dewi, R., F.M.T, Supriyanti., & Gebi, D. 2016. Analisis Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit
Nonelektrolit Siswa Menggunakan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif. Jurnal kimia dan
pendidikan, 1(2).
Finnajar, M., Eko, S.K., & Siska, D.F. 2016. Pengembangan Modul Fisika Sma Berbasis Multi
Representasi Guna Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Hasill Belajar Peserta Didik Kelas
Xi Iis 2 Sma Negeri 1 Prembun Tahun Ajaran 2015/2016. Jurnal Radiasi, 8(1).
Jannah, M., Purnama, N., & Ratman. 2016. Analisis Miskonsepsi Siswa Kelas Xi Sma Negeri 1
Banawa Tengah Pada Pembelajaran Larutan Penyangga Dengan CRI (Certainty Resoponse
Index). Jurnal Akaemika Kimia. 5(2).
Pujianto, E., Mohammad, M., Suryadi, B.U. 2018. Penerapan Strategi Konflik Kognitif Untuk
Pembelajaran Remediasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Kelas
XII MIA Sma Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Pendidikan Kimia. 7(1).
Rahmawan, A.D.T., & Sukarmin. 2013. Pengaruh Penerapan Media Animasi Terhadap Pergeseran
Konsep Siswa Pada Ketiga Level Representatif Kimia (Makroskopis, Submikroskopis, Dan
Simbolik) Pada Materi Pokok Larutan Penyangga Untuk Siswa Kelas XI Sma N 1 Kertosno
Nganjuk. Unesa Journal Of Chemical Education. Vol 2(2).
Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.
Santos, V. C., & Agnaldo, A. 2016. The Representational Levels: Influences And Contributions To
Research In Chemical Education. Journal Of Turkish Science Education. 13(1), 304310.
ShuiTe, Lui., Irene, W.K., Sri, W., Harjito. 2018. Hasil Identifikasi Miskonsepsi Siswa Ditinjau Dari
Aspek Makroskopis, Mikroskopis, Dan Simbolik (MMS) Pada Pokok Bahasan Partikulat Sifat
Materi Di Taiwa. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 12(1).
Widianingtyas, L., Siswoyo, Fauzi, B. 2015. Pengaruh Pendekatan Multi Representasi Dalam
Pembelajaran Fisika Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa SMA. Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Pendidikan Fisika, 1(1).