Anda di halaman 1dari 29

Laporan Pendahuluan

Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

a. Pengertian

BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah kondisi patologis yang yang paling
umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi
medis pada pria diatas usia 60 tahun ke atas.

(Brunner and Suddarth, 2.001)

BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula


fibrioadenomatosa majemuk dalam prostat.

(Sylvia A. Price, 1995)

BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah hiperplasia kelenjar peri uretra yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

(Arif Mansjoer, 2000)

Klasifikasi Prostat

Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu


diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit, diaraaranya skor
international gejala-gejala pr0stat WHO dan skor madsen Iversen.

 Skor Madsen-Iversen

Pertanyaan 1 2 3 4 5
- Pancaran Normal Berubah- Lemah Menetes
- Mengedan pada saat Tidak ubah Ya
berkemih
- Harus menunggu Tidak Ya
saat akan kencing
- Buang air kencing Tidak Ya
terputus-putus
- Kencing tidak Tidak Tidak 1 kali >1 kali
Lampias tahu Berubah- lampias retensi retensi
- lnkontenensia ubah Ya
- Kencing sulit Sedang berat
Ditunda Tidak ada 3-4 >4
- Kencing malam hari 0 - 1 Ringan Setiap 1- 2 < 1 jam
- Kencing siang hari >3 jam 2 jam sekali sekali
sekali Setiap 2-3
jam sekali

 Skor International Gejala-Gejala- Prostat WHO

Pertanyaan Jawaban dan Skor


Tidak sama < 1 sampai >5 sampai 15 Lebih Hampir
Keluhan pada bulan terakhir
sekali 5x < 15x kali dari 15x selalu
- Apakah anda merasa buli-buli0
tidak kosong setelah buang air
kecil?
- Berapa kali anda hendak buang0 1 2 3 4 5
air kecil lagi dalam waktu 2
jam setelah buang air kencing?
- Berapa kali terjadi air kencing0 1 2 3 4 5
berhenti sewaktu buang air
kencing?
- Berapa kali anda tidak dapat0 1 2 3 4 5
menahan keinginan buang air
kecil?
- Berapa kali arus air seni lemah0 1 2 3 4 5
sekali sewaktu buang air
kecil?
- Berapa kali terjadi anda0 1 2 3 4 5
rnengalami kesulitan memulai
buang air kecil (harus
mengejan)?
- Berapa kali anda bangun untuk0 1 2 3 4 5
buang air kecil di waktu
malam?
b. Patofisiologi

Penyebab terjadinya BPH (Benigna Prostat Hipertropi) didasarkan pada


teori dehidrotestosteron (DHT), teori hormon, serta kebangkitan kembali
(reawakening). Pada teori dehidrotestosteron disebabkan oleh aksis hipotesis
testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrostesteron dalam sel prostat menjadi
faktor terjadinya penetrasi dehidrotestosteron ke dalam inti sel yang.
menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga terjadi sintesis protein. Proses ini
difasilitasi oleh enzim 5 reduktase, enzim 5 reduktase dihasilkan oleh ydig
testis 98% akan menjadi sekes hormon dan testosteron bebas 2%. Testosteron
bebas sel target akan melewati membran prostat sehingga akan dapat merusak
struktur sel RNA sehingga RNA akan mensintesa protein akan menimbulkan
nodul/stroma. Peningkatan hormon androgen menyebabkan pembebasan prostat
sedangkan kebangkitan kembali (rea wakening)/reduksi sinus urogenital
berproliferasi dan membentuk jaringan prostat sehingga menimbulkan
hiperplasia. Ketiga penyebab tersebut dapat menyebabkan manifestasi klinis
berupa inkontinensia urine, kebocoran urine, disuria, hesistency, nocturia,
intermittency, terminal drebling, urgency, polikisuria, kencing terputus- putus,
hematuria, sulit memulai kencing, pembesaran lobus prostat, residu urine, gelisah,
keletihan, anoreksia, mual-muntah, dan sering bertanya-tanya tentang penyakit.
Sehingga dapat memunculkan komplikasi seperti retensi urine, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal, sistitis, pielonefritis, batu kandung kemih, azotemia,
hernia/haemoroid, parolitik ileus, hematuria, hidrocele, infeksi, ataupun gejala
generalisata lainnya.

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik

 Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat


adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus
diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,
infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.

 Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) diiakukan sebagai dasar


penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA <4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml
hitunglah Prostate Spesific Antigen (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula nilai PSA > 10 ng/ml.

 Pemeriksaan residu urine dimana dilakukan untuk mengetahui berat


obstruksi jumlah sisa urine miksi spontan dengan cara mengukur urine yang
dapat spontan dengan kateter, sisa dengan USG buli-buli setelah miksi sisa
> 100 cc indikasi sebagai hipertropi prostat.

 USG (Ultra Sonografi) / foto abdomen. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini


adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi
buli-buli dan volume residu urine, divertikulum/tumor buli-buli, batu ginjal,
memeriksa massa ginjal, baik yang berhubungan maupun tidak dengan
BPH. Selain. itu dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius.
Pembesaran ginjal atau buli-buli lesi ostcoblastik sebagai tanda metastasis
dari kegunaan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.

 Pemeriksaan pielografi intravena dapat dilihat suprsi komplit dari fungsi


renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
berbelok-belok di vesika), indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu
urine, atau filling defect divesika.

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan rectal toucher (colok dubur) untuk mengetahui konsistensi


prostat. Biasanya pada BPH konsistensinya kenyal.

d. Penatalaksanaan Medis dan Pembedahan


1) Penatalaksanaan Medis

a) Konservatif

- Mengurangi nyeri

- Mengurangi minum setelah makan malam

- Mengurangi minum kopi

- Tidak diperbolehkan minum alkohol

- Mengurangi intake protein

- Waterisasi

b) Terapi Medikamentosa

(1) Menghambat Adrenegik 

Obat – obat yang sering dipakai adalah prozosin, dexasosin, terazozin,


afluzosin atau yang lebih selektif  1a (tamsulosin). Dosis dimulai 1
mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari,
penggunaan antagonis -l adrenergik karena secara selektif
mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas
detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak
ditemukan pada otot polis ditrigonum, leher vesika, pro stat dan kapsul
prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat, Hal ini akan
menurunkan tekanan pada urethra pars prostatika sehingga gangguan
aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam wkatu 1-2 minggu setelah ia
mulai memakai obat, efek samping yang mungkin timbul adalah
pusing-pusing (dizziness), capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah.

(2) Penghambat enzim 5--reduktase


Obat yang dipakai adalah fimisteride (proscar) dengan dosis 1 x
5mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini
bekerja lebih lambat daripada golongan  dan bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Efektivitasnya masih
diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari keluhan
pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dimakan terus menerus.
Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido,
ginekomastria, dan dapat menurunkan nilai PSA (masking effect).

(3) Fitoterapi

Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain exiprostat,


substansinya misalnya pxgeum afficanum, saw pal metto, serenoa
repeus, dan lain-lain, efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian
selama 1-2 bulan.

2) Pembedahan

a) TURP (Transurethral Incision of The Prostate) adalah prosedur yang paling


umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal
dimasukkan langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian dapat
dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prosedur ini tidak memerlukan insisi, dan digunakan
untuk kelenjar dalam ukuran yang beragam dan ideal. Bagi pasien yang
mempunyai kelenjar kecil dan yang dipertimbangkan mempunyai risiko
bedah yang buruk. TURP masih merupakan standar emas, indikasi TURP
ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram
dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Sedangkan apabila
keluhan sedang atau berat dengan volume prostat normal atau kecil, atau
ditemukan kontraktur leher vesika atau prostat fibrotik dapat dilakukan
TUIP (Transurethral Incision of The Prostate). Adapun keuntungan dalam
melakukan tindakan ini adalah menghindari insisi abdomen, lebih aman
bagi pasien berisiko bedah, hospitalisasi dan periode pemulihan lebih
singkat, angka morbiditas lebih rendah, menimbulkan sedikit nyeri.
Kerugian melakukan tindakan adalah membutuhkan dokter bedah yang ahli,
obstruksi kambuhan, trauma urethral, dan dapat terjadi struktur, perdarahan
lama dapat terjadi, hiponatremia, ataupun retensio urine, striktur uretra,
ejakulasi retrograde dan impotensi.

b) TUIP (Transurethral Incision of The Prostate) adalah prosedur lain untuk


menangani BPH (Benigna Prostat Hipertropi) dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. TUIP diindikasikan ketika kelenjar prostat
berukuran kecil (30 gram atau kurang) dan akan efektif dalam mengobati
banyak kasus BPH. Prosedur ini dapat dilakukan di klinik rawat jaian dan
mempunyai angka komplikasi yang lebih rendah dibanding prosedur bedah
prostat lainnya. Komplikasi yang menyertai biasanya ejakulasi retrograde.

c) Prostatektomi suprapubik adalah salah satu metode pengangkatan kelenjar


melalui insisi abdomen. Suatu insisi abdomen dibuat ke dalam kandung
kemih, dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan demikian dapat
dilakukan/ digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan beberapa
komplikasi terjadi, meskipun kehilangan darah mungkin lebih banyak
dibanding dengan metode lainnya. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen
akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, urin dapat
bocor di sekitar tuba suprapubis, pembedahan dilakukan melalui kandung
kemih, dan pemulihan mungkin lama dan tidak nyaman.

d) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi


dalam perineum. Pendekatan ini lebih praktis ketika pendekatan lainnya
tidak memungkinkan, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Memungkinkan drainase oleh bantuan gravitasi terutama efektif untuk
terapi kanker radikal. Angka mortalitas rendah, insiden syock lebih rendah,
ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, risiko bedah buruk, pasien
sangat tua dan ringkih. Dari sekian keuntungan seperti di atas dapat pula
timbul kerugian seperti, insiden impotensi dan inkontinensia urin pasca
operatif tinggi, kemungkinan kerusakan pada rektum dan spinkter eksternal,
bidang operatif terbatas, dan potensial terhadap infeksi lebih besar.
e) Prostatektomi retropubik adalah teknik lain dan lebih umum dibanding
pendekatan suprapubik. Dimana dilakukan insisi abdomen rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kembih
tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar
yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang hilang lebih dapat
dikontrol baik dan letak bedah lebih mudah untuk dilihat, infeksi dapat
cepat terjadi dalam ruang retropubis. Periode pemulihan lebih singkat dan
kerusakan spinkter kandung kemih lebih sedikit. Namun, terkadang muncul
pula insiden hemoragi akibat pleksus venosa prostat meningkat & oesteitis
pubis.

Dari sekian terapi pembedahan yang dapatdilakukan pada pasien yang menderita
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) seperti uraian di atas, waktu penanganan untuk
tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut
untuk terapi bedah, yaitu:

1) Retensio berulang

2) Hematuria

3) Tanda penurunan fungsi ginjal

4) lnfeksi saluran kemih berulang

5) Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis

6) Ada batu saluran kemih.

2. Kosep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Identitas
Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Status :

Suku/bangsa :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Penanggung

2) Keluhan

 Sering kencing

 Sering terbangun untuk kencing pada malam hari (nocturia)

 Perasaan ingin kencing yang sangat mendesak (urgensi)

 Nyeri pada saat kencing (disuria)

 Pancaran melemah

 Rasa tidak puas setelah kencing

 Kalau mau kencing hams menunggu lama (hesitancy)

 Sering mengedan saat kencing (straining)

 Kencing terputus-putus (intermitency)


 Waktu kencing memanjang yang akhirnya akan menjadi retensi urine dan
inkontinensia karena over flow.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Retensi Urine

Definisi : pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap

Penyebab :

 Peningkatan tekanan uretra


 Kerusakan arkus refleks

 Blok springter

 Disfungsi neurologis(misalnya trauma penyakit syaraf)

 Afek agen fermakologis

Gejala dan tanda mayor

Subjektif : Sensasi penuh pada kandung kemih

Objektif :

 Disuria atau anoria


 Distensi kandung kemih

Gejala dan tanda minor

Subjektif : Dribbling

Objektif :

 Inkontinensia berlebihan
 Residu urine 150ml atau lebih
Kondisi klinis terkait :

 Benigna prostat hiperplasia


 Pembengkakan perineal

 Cedera medula spinalis

 Rektokel

 Tumor di saluran kemih

2. Nyeri akut

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan


kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berinteraksi ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab :

 Agen pencedera fisiologis


 Agen pencedera kimiawi

 Agen pencedera fisik

Gejala dan tanda mayor :

Subjektif : Mengeluh nyeri

Objektif :

 Tampak meringis
 Bersikap protektif

 Gelisah

 Frekuensi nadi meningkat

 Sulit tidur
Gejala dan tanda minor :

Objektif :

 Tekanan darah meningkat


 Pola nafas berubah

 Nafsu makan berubah

 Proses berfikir terganggu

 Menarik diri

 Berfokus pada diri sendiri

 Diaforesis

Kondisi klinis terkait :

 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis

 Infeksi

 Syndrome koroner akut

 Glaukoma

3. Inkontinensia fungsional

Definisi : pengeluaran urin tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu
mencapai toilet pada waktu yang tepat.

Penyebab :

 Ketidakmampuan atau penurunan mengenali tanda-tanda berkemih


 Penurunan tonus kandung kemih

 Hambatan mobilisasi
 Faktor psikologis, penurunan perhatian pada tanda-tand akeinginan
berkemih( depresi, bingung, delirium)

 Hambatan lingkungan

 Kehilangan sensorik dan motorik pada geriatri

 Gangguan penglihatan

Gejala dan tanda mayor :

Subjektif : Mengompol sebelum mencapai atau selama usaha mencapai toilet

Gejala dan tanda minor :

Subjektif :

 Mengompol waktu dipagi hari


 Mampu mengosongkan kandung kemih lengkap

Kondisi klinis terkait :

 Cedera kepala
 Neuropati alkoholik

 Penyakit parkinson

 Penyakit dimielinisasi

 Sklerosis multipel

 Stroke

 Dimensi progresif

 Depresi

4. Disfungsi seksual
Definisi : Perubahan fungsi seksual selama fase respon seksual berupa hasrat,
terangsang, orgasme, dan relaksasi yang dirasa tidak memuaskan, tidak
bermakna atau tidak adekuat.

Penyebab :

 Perubahan fungsi atau struktur tubuh


 Perubahan biopsikososial seksualitas

 Ketiadaan model peran

 Model peran tidak dapat mempengaruhi

 Kurang privasi

 Ketiadaan pasangan

 Kesalahan informasi

 Kelainan seksual

 Konflik nilai

 Penganiayaan fisik

 Kurang terpapar informasi

Gejala dan tanda mayor :

Subjektif :

 Mengungkapkan aktivitas seksual berubah


 Mengungkapkan eksitasi seksual berubah

 Merasa hubungan seksual tidak memuaskan

 Mengungkapkan peran seksual berubah

 Mengeluhkan hasrat seksual

 Mengungkapkan fungsi seksual berubah


 Mengeluh nyeri saat berhubungan seksual (dispareunia)

Kondisi klinis terkait :

 Mengungkapkan ketertarikan pada pasangan berubah


 Mengeluh hubungan seksual terbatas

 Mencari informasi tentang kemampuan mencapai kepuasan seksual

5. Kerusakan integritas kulit

Definis :Kerusakan kulit dermis atau epidermis atau jaringan membran mukosa,
kornea, fasia, otot , tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi atau ligamen

Penyebab :

 Perubahan sirkulasi
 Perubahan status nutrisi

 Kekurangan atau kelebihan volume cairan

 Penurunan mobilitas

 Bahan kimia iritatif

 Suhu lingkungan yang ekstrim

 Efek samping terapi radiasi

 Kelembaban

 Proses penuaan

 Neuropati periver

Gejala dan tanda mayor :

Objektif : Kerusakan jaringan atau lapisan kulit

Gejala dan tanda minor :


Objektif :

 Nyeri
 Perdarahan

 Kemerahan

 Hematoma

Kondisi klinis terkait :

 Imobilisasi
 Gagal jantung kongestif

 Gagal ginjal

 Diabetes melitus

 Imunodefisiensi

6. Ansietas

Definisi :Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk emnghadapi ancaman.

Penyebab :

 Krisis situasional
 Kebutuhan tidak terpenuhi

 Krisis maturasional

 Ancaman terhadap konsep diri

 Ancaman terhadap kematian

 Kekhawatiran mengalami kegagalan

 Disfungsi sistem keluarga

 Hubungan orangtua anak tidak memuaskan


 Faktor keturunan

 Penyalahgunaan zat

 Terpapar bahaya lingkungan

 Kurang terpapar informasi

Gejal dan tanda mayor :

Subjektif :

 Merasa bingung
 Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

 Sulit berkonsentrasi

Objektif :

 Tampak gelisah
 Tampak tegang

 Sulit tidur

Gejala dan tanda minor :

Subjektif :

 Mengeluh pusing
 Anoreksia

 Palpitasi

 Merasa tidak berdaya

Objektif :

 Frekuensi nafas meningkat


 Frekuensi nadi meningkat
 Tekanan darah meningkat

 Diaforesis

 Tremor

 Muka tampak pucat

 Suara bergetar

 Kontak mata buruk

 Sering berkemih

 Berorientasi pada masa lalu

Kondisi klinis terkait :

 Penyakit kronis progresif ( misalnya kanker, penyakit autoimun)


 Penyakit akut

 Hospitalisasi

 Rencana operasi

 Kondisi diagnosis penyakit belum jelas

 Penyakit neurologis

 Tahap tumbuh kembang

3. Intervensi

Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah keperawatan
pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) (Wilkinson, 2015)

1. Retensi Urine(470)
Tujuan: menunjukan eliminasi urine, yang dibuktika oleh indikator berikut
(sebutkan 1-5: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, atau tidak mengalami
gangguan): pola eliminasi, mengosongkan kandung kemih secara tuntas

Kriteria hasil:

1. Residu pasca perkemih>100-200 ml


2. Mendeskripsikan rencana perawat dirumah

3. Tetap bebas dari infeksi saluran kemih

4. Melaporkan penurunan spasme kandung kemih

5. Mempunyai keseimbangan asupan dan haularan 24 jam

6. Mengosongkan kandung kemih secara tuntas

Implementasi :

 Identifikasi dan dokumentasi pola pengosongan kandung kemih


 Perawatan retensi urine (NIC) : Pantauan pengunaan agens non-resep dengan
anti kolinergik atau agonis alfa, pantau efek obat resep, pantau asupan dan
haluaran dan pantau derajat distensi kandung kemih melalui palpasi dan
perkusi

Edukasi :

 Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang harus
dilaporkan(misalnya, demam menggigil, nyeri pinggang, hematuria, serta
perubahan konsistensi dan bau urine)
 Perawatan retensi urine (NIC): instruksikan pasien dan keluarga untuk
mencatat haluaran urine, bila diperlukan.

Kolaboratif :

 Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksi kateterisasi intermiten


mandiri menggunakan prosedur bersih setiap 4-6jam pada saat terjaga.
 Perawatan retensi urine(NIC) : rujuk pada spesialis kontinensia urine jika
diperlukan

Edukasi:

 lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih


 bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan adekuat tanpa menyebabkan
kandung kemih over distensi

 anjurkan pasien mengonsumsi cairan per oral

 perawatan retensi urine (NIC) :

1. berikan privasi untuk eliminasi

2. gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan air atau membilas toilet

3. berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung kemih(10 menit)

4. gunakan spirtus dari wintergreen pada pispot atau urinal

5. lakukan manuver Crede, jika perlu

2. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan intravesika meningkat (298-299).

Tujuan: menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada): ekspresi nyeri
pada wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi episode nyeri, merintih dan
mengangis, dan gelisah

Kriteria hasil :

 Pasien akan memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif


untuk mencapai kenyamanan.
 Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0 – 10).

 Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi.

 Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi


faktor tersebut.
 Melaporkan nyeri kepada penyediaan layanan kesehatan.

 Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non analgesik


tekanan darah.

 Mempertahankan selera makan yang baik.

 Melaporkan pola tidur yang baik.

 Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan


hubungan interpersonal.

Tindakan:

Teurapeutik :

 Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama mengumpulkan


informasi pengkajian.
 Gunakan bagan nyeri untuk memantau peredaran nyeri oleh analgesik dan
kemungkinan efek sampingnya.

 Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum,
frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan
aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.

 Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika perbedaan


nyeri tidak dapat dicapai.

 Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri


dan tawarkan strategi koping yang dirasakan.

 Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (misalnya


risiko ketergantungan atau overdosis)
 Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi mengenai pengkajian nyeri dan efek
samping.

 Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif dimasa lalu,


seperti distraksi, relaksasi atau kompres hangat / dingin.

 Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien


terhadap analgesic (misalnya obat ini akan mengurangi nyeri anda).

 Manajemen nyeri (NIC) : libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri jika
memungkinkan, pastikan pemberian analgesic terapi atau strategi non
farmakologi sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri.

Kolaboratif :

 Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal


(misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam).
 Manajemen nyeri (NIC) : gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat, laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau
jika keluhan, saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman
nyeri pasien di masa lalu.

3. Inkontinensia urine fungsional (460-461)

Tujuan: menunjukan kontinensia urine, yang dibuktikan oleh indikator berikut


(sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu):

 Mengidentifikasi keinginan berkemih


 Berespon tepat waktu terhadap dorongan berkemih

 Mencapai toilet antara waktu dorongan berkemih dan pengeluaran urine

 Menatalaksana pakaian secara mandiri

 Melakukan eliminasi secara mandiri

 Mempertahankan pola eliminasi yang dapat diduga


Kriteria hasil: pasien akan menggunakan peralatan adaptif untuk membantu
memanipulasi pakaian (melepas dan mengenakan kembali pakaian untuk
eliminasi) dan berpindah jika inkontinensia berhubungan dengan hambatan
mobilitas.

Tindakan :

Observasi :

 Kaji eliminasi urine, termasuk frekuensi, konsitensi, bau, volume, dan


warna jika perlu.

Edukasi :

 Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang cara memodifikasi


lingkungan guna mengurangi episode mengompol.
 Anjurkan pasien dan keluarga untuk menetapkan rutinitas berkemih pada
waktu tertentu berdasarkan pola eliminasi pasien untuk menurunkan
episode mengompol.

 Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan perawatan kulit dan


hygene untuk mencegah kerusakan kulit.

 Lakukan strategi manajemen kandung kemih selama melakukan aktivitas


ditempat yang jauh dari rumah

 Ajarkan pasien dan pemberi asuhan tentang tanda dan gejala infeksi
saluran kemih

 Jelaskan perlunya untuk berespons terhadap keinginan berkemih

Kolaboratif :

 Konsultasikan dengan dokter dan ahli terapi okupasi untuk bantuan


ketangkasan manual.
 Management eliminasi urine (NIC) : rujuk kedokter jika tanda dan gejala
infeksi saluran kemih terjadi.
Teurapeutik

4. Disfungsi seksual ( 392-393)

Tujuan: menunjukan fungsi seksual, yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-


5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu):

 Mencapai rangsangan seksual


 Mencapai rangsangan seksual melalui orgasme

 Mengekskresikan kemampuan untuk berhubungan intim

 Mengekspresikan penerimaan terhadap pasangan

 Mengungkapkan keinginan untuk menjadi seksual

Kriteria hasil :

 Pasien dan pasangan akan menunjukkan keinginan untuk mendiskusikan


perubahan fungsi seksual.
 Meminta informasi yang dibutuhkan tentang perubahan fungsi seksual.

 Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang pembatasan atas


indikasi medis.

 Beradaptasi dengan model ekspresi seksual untuk mengakomodasi


perubahan fisik akibat usia atau akibat penyakit.

 Mengungkapkan secara verbal cara – cara untuk menghindari penyakit


menular seksual.

Tindakan :

Observasi :

 Pantau adanya indicator resolusi Disfungsi Seksual (misalnya,


peningkatan kapasitas keintiman).
 Konseling seksual (NIC) : awali pertanyaan tentang seksualitas dengan
suatu pernyataan pada pasien bahwa banyak orang mengalami masalah
seksual.

Edukasi:

 Beri informasi yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi seksual


(misalnya bimbingan antisipasi, materi pendidikan kesehatan, latihan
pereda stress, latihan meningkatkan sensasi, prostetik, konseling
terfokus).
 Konseling seksual (NIC) :diskusikan pentingnya modifikasi dalam
aktivitas seksual, jika diperlukan dan diinformasikan secara dini
kepada pasien bahwa seksualitas merupakan bagian penting dari
kehidupan dan bahwa penyakit, obat dan stress (atau masalah lain yang
dialami pasien) sering kali mengubah fungsi seksual.

Kolaboratif :

 Dukung kelanjutan konseling setelah pemulangan.


 Konseling seksual (NIC) : lakukan perujukan atau konsultasikan
dengan anggota tim layanan kesehatan lain jika perlu. Dan rujuk pasien
kepada ahli terapi seks jika diperlukan.

5. Kerusakan integritas kulit (398-399)

Tujuan: menunjukan integritas jaringan ; kulit dan membran mukosa, yang


dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan):

 Suhu, elastisitas, hidrasi, dan sensasi


 Perfusi jaringan

 Keutuhan kulit

Kriteria hasil :
 Drainase purulen(atau lainnya) atau bau luka minimal
 Tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit

 Nekrosis,selumur lubang, perluasan luka ke jaringan dibawah kulit atau


pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada

 Eritema kulit dan eritema disekitar luka minimal

Tindakan :

Observasi :

 Kaji fungsi alat-alat seperti alat penurunan tekanan meliputi kasur udara
statis, terapi low-air loss, terapi udara yang di cairkan,
 Rawat area insisi (NIC) : infeksi adanya kemerahan, pembengkakan, atau
tanda-tanda dehisensi atau eviserasi pada area insisi.

 Evaluasi tindakan pengobatan atau pembalutan topikal yang dapat


meliputi balutan hidrokoloit, balutan hidrofilik, balutan absorben, dan
sebagainya

 Lakukan perawatan luka kulit secara rutin seperti: ubah dan atur posisi
pasien secara sering, pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase
dan kelembapan yang berlebihan dan lindungi pasien dari kontaminase
feses atau urine.

Edukasi :

 Ajarkan perawatan luka insis pembedahan, termasuk tanda dan gejala


infeksi, cara mempertahankan luka insisi tetap kering saat mandi, dan
mengurangi penekanan pada insisi tersebut.

Kolaborativ :

 Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral,


kalori, dan vitamin
 Rujuk ke perawat terapi untuk mendapatkan bantuan dalam pengkajian,
penentuan derajat luka, dan dokumentasi perawatan luka atau kerusakan
kulit.

 Perawatan luka(NIC) : gunakan unit TENS untuk peningkatan proses


penyembuhan luka, jika perlu

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.

Tujuan: menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas, yang dibuktikan oleh


indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering, atau selalu):

 Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan


 Mempertahankan performa peran

 Memantau ditorsi, persepsi sensori

 Memantau manifestasi perilaku ansietas

 Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas

Kriteria hasil :

 Pasien akan meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami


kecemasan.
 Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan
keterampilan yang baru.

 Mengidentifikasi gejala yang merupakan indicator ansietas pasien sendiri.

 Memiliki tanda – tanda vital dalam batas normal.

Tindakan :

Observasi :

 Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik.


 Kaji untuk faktor budaya yang menjadi penyebab ansietas.
 Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas dimasa lalu.

 Reduksi ansietas (NIC) : menentukan kemampuan pengambilan keputusan


pasien.

Edukasi :

 Membuat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis, termasuk


kebutuhan untuk pengulangan, dukungan, dan pujian terhadap tugas –
tugas yang telah dipelajari.
 Informasikan tentang gejala ansietas.

 Penurunan ansietas (NIC) : sediakan informasi faktual menyangkut


diagnosis, terapi dan prognosis serta instruksikan pasien tentang
penggunaan tekhnik relaksasi.

Kolaboratif :

Penurunan ansietas (NIC) : berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.

Teuraputik :

 Pada saat ansietas berat, damping pasien, bicara dengan tenang, dan
berikan ketenangan serta rasa nyaman.
 Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran
dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.

 Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara untuk
mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
ansietas.

DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Nasional. Jakarta: DPP PPNI.


Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jogjakarta:
Nuha Medika.

Suharyanto, T. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: CV.TRANS INFO MEDIA.

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1( Keperawatan Dewasa). Yogyakarta:


Nuha Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai