Adaptasi Kehidupan Kampus Bagi Mahasiwa Bali Di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Adaptasi Kehidupan Kampus Bagi Mahasiwa Bali Di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Pada suatu masa tertentu dalam kehidupan kita mengalami masa dimana kita menjadi orang
orang baru yang berpindah dari kebudayaan lama (kampung halaman) ke kebudayaan lain
(perkotaan).Di indonesia ini ada begitu banyak budaya yang beragam dan tidak satu pun
dari kebudayaan itu yang ditemukan kemiripan secara mutlak.Tetapi malah
sebaliknya,setiap kebudayaan di Indonesia memiliki sesuatu yang berbeda satu sama lain
yang membuat kebudayaan itu unik.Perbedaan yang setiap orang miliki adalah apa yang
membedakan mereka satu sama lain dan jika seseorang ingin bertahan dengan kebudayaan
tertentu(baru) maka ia harus terbiasa dengan cara hidup dari kebudayaan itu.Dalam
masyarakat saat ini,kita mendapati banyak orang yang bermigrasi dari kampung
halamannya ke perkotaan untuk mencari pekerjaan,melanjutkan pendidikan,atau yang
lainnya.Tetapi apakah mereka menyadari bahwa mereka telah masuk ke dunia yang baru
di tanah perantauannya dan secara tidak sadar hal yang mereka lakukan setiap hari adalah
cara mereka untuk survive di dunia baru mereka.
Sebuah kehidupan tidak terlepas dari adanya adaptasi baik adaptasi budaya,sosial atau
lainnya.Sebagai seorang mahasiswa yang merantau di kota besar di Surabaya maka
diperlukan adanya sebuah adaptasi,terutama adaptasi budaya.Seorang mahasiswa yang
berasal dari desa harus bisa beradaptasi dengan budaya barunya dengan tujuan memperoleh
rasa nyaman dan terciptanya harmoni sosial antar masyarakat dengan mahasiswa
perantauan.
Sebagai salah satu kampus swasta yang banyak dikenal oleh masyarakat luar jawa,UWKS
terletak di Surabaya,Jawa Timur yang kebanyakan masyarakatnya termasuk dalam suku
Jawa (host culture).Di kalangan masyarakat ,tercipta stereotip tentang perangai orang Jawa
yang begitu halus,sopan dan pasrah menjalani hidup atau nerimo ing pandum.Sifat tersebut
sering dikaitkan dengan usaha orang Jawa yang selalu berusaha menjaga harmoni dalam
upaya menghindari konflik.Sedangkan mahasiswa UWKS tidak semuanya berasal dari
Jawa,mereka dari asal yang berbeda ,dengan etnis yang berbeda,ras berbeda,dan yang pasti
kebudayaan yang berbeda pula.Keberadaan mereka di dunia baru mengharuskan mereka
untuk beradaptasi dengan lingkungan baru mereka,dalam hal ini masyarakat baru yang
harus mereka akrabi)”.Lingkungan mempengaruhi perilaku komunikasi,asumsi ini sejalan
dengan pendapat Lewin bahwa perilaku (behaviour) adalah sebagai fungsi dari orang
(person) dan lingkungan (enviroment).Mahasiswa dari luar jawa khususnya dari Bali yang
ada di UWKS merupakan kaum pendatang.Biasanya para mahasiswa dari Bali utamanya
mahasiswa baru akan mengalami suatu ketidaknyamanan.”Ketika seseorang akan jauh dari
zona nyamannya untuk waktu yang lama,maka akan terjadi transfer-transfer nilai yang
biasa kita sebut adaptasi budaya(Stewart,2006).Sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di
daerah dengan latar belakang yang berbeda dengan Bali,yang kemudian akan disebut
sebagai mahasiswa perantauan.Adaptsi diri dalam suatu budaya (dalam hal ini budaya
Jawa) merupakan perihal serius dan penting untuk dilakukan oleh mahasiswa rantau yang
berasal dari daerah dan kebudayaan yang berbeda khusunya mahasiswa dari Bali.
Kebudayaan dari etnis Bali dilandasi oleh nilai-nilai yang banyak bersumber dari ajaran
Hindu.Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaan (rwa bhineda),yang ditentukan oleh
faktor ruang,waktu dan kondisi langsung di lapangan.Masyarakat Bali bersifat fleksibel
dan selektif dalam menerima kebudayaan luar.Proses akulturasi tersebut menunjukkan
bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif dalam kesenian sehingga tetap
mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra,1996:12).
Universitas Wijaya Kusuma memiliki 6.819 mahasiswa aktif berdasarkan PDDIKTI tahun
2018.Salah satu dari mahasiswa tersebut bernama Bagus,ia merupakan mahasiswa yang
lahir di Denpasar dan berasal dari Bali ini merupakan mahasiswa dari etnis Bali yang
menempuh ilmu di Fakultas Kedokteran UWKS.Meskipun baru berumur 20 tahun,namun
kurang lebih sudah 2 tahun ia beradaptasi di tanah Jawa khususnya di Surabaya.Selain aktif
diperkuliahan dan organisasi kampus,ia menjabat sebagai ketua himpunan mahasiswa bali
UWKS.Bagus menilai jika kebudayaan di Surabaya itu merupakan sebuah kebudayaan
yang ramah dan penuh keterbukaan.Untuk kehiduapan sehari-hari ia banyak bertemu
dengan orang Jawa,ia menilai jika mayoritas orang Jawa saat berkomunikasi
mempergunakan bahasa Jawa dimana saat dirinya mendengarkan,ia tidak mengerti tentang
apa yang dibicarakan.Terlebih ia mengaku tidak bisa bahasa Jawa.Selama di
Surabaya,Bagus mencoba beradaptasi dengan baik di Kota metropolitan ini,ia mengatakan
jika harus lebih banyak berinteraksi dengan orang Jawa agar makin mengerti tentang
budaya jawa utamanya dalam bahasa,meskipun pada awalnya ia merasa “buta” akan bahasa
Jawa tersebut dan di lingkungan kampus yang banyak ditemuinya adalah orang jawa.
Meskipun Bagus berasal dari luar Jawa(Bali),ia mengatakan bahwa akan tetap mempelajari
bahasa Jawa sekaligus norma yang berlaku di lingkungannya saat ini.Adapun beberapa
pengalaman yang dialami bagus saat beradaptasi dengan lingkungan,yang dimulai dari segi
bahasa dan tingkah laku orang Jawa.Menurutnya bahasa Bali dengan bahasa Jawa
sangatberbeda,baik dari pengertian dan pengucapanya.Namun,sebagai pendatang ia harus
tetap “show must go on” di tanah perantauan dan lingkup kampus,karena mayoritas
berisikan orang Jawa.Selama bagus tetap menjaga keselarasan,kerukunan dan relasi dengan
orang Jawa,dengan cara tetap bergaul dengan orang jawa,saling bertegur sapa satu sama
lain serta tidak mengatakan perihal tenang SARA maka proses adaptasi tersebut akan
berjalan lancar.Selama di Surabaya,ia mengatakan telah berperan dengan turut
membantu,menjaga, dan menciptakan keselarasan,kerukunan juga relasi dengan orang
Jawa yang dilakukan dengan berusaha melakukan toleransi antara dirinya terhadap orang
Jawa,karena ia sadar merupakan pendatang dan ia menerima kebudayaan Jawa serta tidak
mendewakan kebudayaan dari daerah asalnya sendiri (ethnosentrisme).Bagi saya,jika mau
tidak mau,suka tidak suka mereka(mahasiswa Bali) harus bisa beradaptasi dengan baik di
tanah Jawa ini.Adapun cara-cara yang dapat dilakukan berdasakan hasil pengamatan saya
yaitu beragam,dari mulai mengenal lebih dekat orang Jawa dan kebudayaannya melalui
lebih sering berinteraksi terhadap orang Jawa,meskipun hanya sebatas membicarakan hal-
hal yang bersifat umum dan sebatas akademik,atau cara lain yaitu dengan tetap menghargai
dan menghormati orang Jawa termasuk peraturan atau norma-norma sosial yang berlaku di
lingkungan sekitar.Mereka harus sadar,jika mereka bukan orang jawa dan “buta” akan
bahasa Jawa,namun disisi lain mereka harus tetap maju dan berkembang di tanah perantuan
Jawa ini,karena sejak awal mereka datang untuk keperluan studi.
Dalam catatan pengalaman Bagus sebagai narasumber yang saya wawancarai,terdapat dua
hal yag menjadi hambatan dan kendala untuk beradaptasi dengan kebudayaan Jawa atau
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mayoritas dikelilingi orang
Jawa.Penyebab hambatan yang pertama atau yang paling besar berdasarkan hasil
wawancara dengan bagus terletak pada bahasa,karena pada dasarnya,para mahasiswa Bali
UWKS masih tergolong baru dan belum lama tinggal di Surabaya.Maka dari itu faktor
bahasa merupakan penyebab utama dari kesulitan yang mahasiswa Bali dalam beradptasi
dengan kebudayaan baru yang dipenuhi oleh orang baru pula.Peneyebab kedua yang
menjadi hambatan dari salah satu mahasiswa Bali (bagus) yaitu pada segi pangan yang
ditemukan berbeda dengan kebudayaan di daerah asalnya.Makanan Surabaya khas dengan
cita rasa pedas,hal ini berbeda dengan jenis cita rasa Bali yang memiliki cita rasa yang lebih
cenderung gurih dan asin.Dalam pandangan informan,mahasiswa Bali ingin hubungan atau
relasi dapat terjalin dengan baik dan setara,tanpa membedakan antara etnis Bali dan etnis
Jawa.Selain itu,adanya toleransi antar etnis untuk saling menghargai yang diberikan satu
individu terhadap individu lain.Pergaulan yang dilakukan oleh mahasiswa Bali terhadap
orang Jawa dengan ikut serta membaur dalam kesehariannya,dengan cara itu mereka akan
mendapakan wawasan dan pengetahuan akan kebudayaan Jawa.
Pada umumnya,Masyarakat Jawa memiliki nilai publik yang setidaknya berlaku untuk
kaum minoritas(mahasiswa Bali).Yaitu,ketika kaum minoritas terdiri atas para
imigran,mereka perlu menghargai masyarakat Jawa,karena para imigran tidak biasa dengan
jalan hidup yang lebih luas dan kaum minoritas seharusnya menyetujui penilaian-penilaian
yang dibuat oleh masyarakat.Dari nilai tersebut dapat saya artikan bahwa untuk beradaptasi
dengan kebudayaan baru harus dilakukan dengan cara “mengonsumsi” dan mencerna suatu
kebudayaan tersebut,lalu mencoba untuk diterapkan di dalam kehiupan sehari-
hari,meskipun pada awalnya dirasakan terasa sangat sulit,karena tidak atau belum terbiasa
dengan apa yang ada dan diajarkan oleh kebudayaan Jawa.Pada dasarnya kebudayaan
mengajarkan kepada manusia untuk hidup baik terhadap semua orang dan setiap
kebudayaan juga tidak mengajarkan untuk merendahkan bahkan menghina budaya lain
karena melihat banyaknya perbedaan yang ada di Indonesia.
Dari paparan tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa dari etnis Bali memiliki perbedaan
kultural yang signifikan dengan etnis Jawa.Oleh karena itu,tidak mengherankan awalnya
setiap individu mahasiswa belum bisa beradaptasi dengan budaya Jawa,karena apabila
dilihat secara umum budaya Jawa memiliki berbagai mecam perbedaan dengan budaya
Bali.Untuk itu para mahasiswa diwajibkan beradaptasi dengan masyarkat Jawa,meskipun
pemahaman tentang budaya Jawa masih terlalu minim dan menemukan perbedaan yang
dialami masing-masing mahasiswa terhadap budaya Jawa .Dan sebagai pendatang dan
kaum minoritas di Surabaya mereka diharuskan untuk menghormati,menaati,dan
mengikuti segala macam jenis peraturan,perilaku dan pola interaksi yang berlaku.Peran
budaya dan komunikasi antarbudaya mempengaruhi sikap dan perilaku mahasiswa untuk
mencapai kenyamanan berada di lingkungan baru dalam proses adaptasi yang
dilakukan.Hal ini didukung dengan proses interaksi dan hubungan komunikasi yang terjalin
di antara mahasiswa etnis Bali dengan kelompok masyarakat etnis Jawa.Tingkat
keberhasilan adaptasi mahasiswa rantau dari Bali dalam melakukan penyesuaian diri
dengan budaya baru,menentukan apakah kelompok mahasiswa tersebut berhasil atau
belum dalam melakukan studi di Universitas.Selanjutnya para mahasiswa dapat membekali
diri dengan berbagai pengetahuan tentang kebudayaan-kebudayaan lain yang diharapkan
para mahasiswa bisa lebih memahami individu lain yang berasal dari budaya
lain.Disamping untuk mencegah terjadinya konflik,akibat menemukan adanya berbagai
macam perbedaan.Cara beradaptasi mahasiswa etnis Bali dapat dilakukan saat berinteraksi
dengan kebudayaan dari masyarakat lokal.Dari proses interaksi tersebut,mahasiswa Bali
dapat mempelajari budaya di daerah perantauannya saat ini(Surabaya).Setelah mendapat
pengetahuan,hal itu dapat meminimalisir rasa ketidakpastian dan kecemasan saat
berinterkasi dengan masyarakat setempat.Dan diharapkan dengan strategi adaptasi yang
telah dipaparkan,masyarakat dan komunitas etnis dapat lebih saling mengetahui tipikal
masing-masing kebudayaa,mengetahui apa yang dikehendaki dan yang tidak dari masing-
masing pihak,sekaligus dapat mencegah terjadinya konflik.Saya mengharapkan mahasiswa
dari etnis Bali bisa lebih saling memahami dan mencintai kebudayaan lain khususnya Jawa
DAFTAR PUSTAKA
JURNAL