Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN POSISI KEUANGAN

Tinjauan Umum
 Potret Ripley
Laporan posisi keuangan, yang juga dikenal sebagai neraca, adalah salah satu laporan
utama yang disiapkan oleh akuntan. Seorang akuntan, William Ripley, menyamakan
laporan posisi keuangan ini dengan potret diam (still photograph) badan usaha dengan
aktivanya disisi yang satu dan kewajiban serta ekuitasnya di sisi yang lain.
 Aktiva dan Kewajiban
Aktiva pada hakikatnya adalah simpanan manfaat masa depan: kewajiban pada
hakikatnya adalah klaim atas manfaat itu. Berbagai aturan membedakan aktiva dan
kewajiban akuntansi dari perangkat sumberdaya dan kewajiban ekonomis yang lebih
luas.
 Pengakuan
Sumberdaya dan kewajiban diakui dalam laporan keuangan sebagai aktiva dan
kewajiban hanya jika hal itu memenuhi definisi relevan yaitu dapat diukur, relevan, dan
dapat diandalkan.
 Klasifikasi
Klasifikasi aktiva dan kewajiban diperlukan untuk pelaporan keuangan yang berarti.
Namun, klasifikasi apapun yang digunakan, tak terelakkan akan mengaburkan beberapa
hubungan walau menyoroti hubungan-hubungan lain, sehingga akan mengarah pada
beberapa tujuan sambil mengorbankan yang lain.

POTRET RIPLEY
Penyajian suatu ikhtisar sumberdaya dan kewajiban suatu perusahaan kepada para
pemegang saham dan investor lain dalam interval-interval yang teratur dalam bentuk laporan
posisi keuangan yang merupakan salah satu tujuan utama akuntansi. Laporan ini sehari-hari
dikenal sebagai neraca.
Pendekatan yang lebih tua terhadap penciptaan neraca disebut metode aktiva
kewajiban. Dalam pendekatan ini kita cukup membuat daftar aktiva dan kewajiban perusahaan.
Selisih antara keduanya menunjukkan hak residual pemilik dan jumlah yang membuat kedua
sisi itu seimbang. Jika kita memasukkan ekuitas pemilik dalam perusahaan dengan nilai pasar
yang sebenarnya, neraca tidak akan seimbang. Dalam kasus dimana ekuitas pemilik
dimasukkan dengan nilai pasar, seperti ketika kita mengakuisisi perusahaan lain, terciptalah
suatu penambal (plug) disisi kiri neraca, yang disebut goodwill.
Dalam pendekatan terhadap akuntansi yang didasarkan pada penghasilan, neraca
menjadi laporan residual – sebuah jenjang antara dua laporan laba rugi. Dengan demikian,
neraca seringkali hanya memberikan sedikit informasi karena tidak memiliki interpretabilitas.
Neraca kadang-kadang disebut sebagai titik kedatangan dan pemberangkatan dalam proses
akuntansi, tetapi bila diturunkan dari pendekatan pendapatan-beban.
Walaupun ada kelemahan-kelemahan ini, sudah ada sejumlah pernyataan yang
mendukung neraca tipe residual. Pertama, neraca konvensional dinyatakan menunjukkan
akuntabilitas dolar-dolar yang diinvestasikan oleh pemilik. Rangkaian pernyataan yang kedua
berhubungan dengan fungsi laporan posisi sebagai suatu ikhtisar dari sifat operasi badan usaha
serta sifat aktiva moneter dan jasa perusahaan yang belum dipakai. Ketiga, dinyatakan bahwa
sejarah telah menunjukkan bahwa, bila penilaian yang subyektif dibiarkan didalam neraca,
bukan saja neraca itu menjadi kurang informatif, tetapi laporan laba rugi juga mengalami
distorsi.
Jadi, lebih baik mempunyai satu laporan – laporan laba rugi – yang ditentukan secara
objektif dan bisa dimengerti daripada dua laporan yang menyesatkan dan tidak dapat
diperbandingkan. Permyataan-pernyataan ini sama sekali tidak memadai untuk mendukung
neraca residual. Salah satu alasannya, merekonsiliasi yang subjektif dan yang objektif itu relatif
sederhana. Alasan lainnya, dengan adanya ketentuan membuat laporan arus kas, pembaca
mempunyai satu laporan yang benar-benar objektif yang bisa diandalkan.

AKTIVA DAN KEWAJIBAN


 FASB mendefinisikan aktiva dalam SFAC 6 sebagai: “kemungkinan manfaat ekonomi
masa depan yang diperoleh atau dikendalikan oleh satuan usaha tertentu sebagai hasil
dari transaksi atau peristiwa di masa lalu.”
FASB mendefinisikan kewajiban dalam pernyataan yang sama dengan gaya yang paralel:
“kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan, yang timbul dari kewajiban
satuan usaha pada saat ini untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada satuan-
satuan usaha lain di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di masa lalu.”
 Profesor John Canning dari Stanford adalah salah seorang yang pertama-tama mencoba
merumuskan definisi yang komprehensif untuk elemen-elemen neraca. Beliau
mendefinisikan aktiva sebagai: “setiap manfaat masa depan dalam bentuk uang atau
setiap manfaat masa depan yang bisa dikonversikan menjadi uang . . . hak atas manfaat
itu secara legal atau karena keadilan dijamin bagi orang atau sekelompok orang tertentu.
Manfaat seperti itu merupakan aktiva hanya bagi orang atau sekelompok orang itu.”
Ia mendefinisikan kewajiban sebagai: “suatu manfaat, yang bisa dinilai dengan uang,
yang secara legal (atau karena keadilan) harus diserahkan oleh pemilik [pemegang aktiva]
kepada orang (atau sekelompok orang) kedua . . .”
Kebaikan kedua definisi ini adalah bahwa keduanya memungkinkan penafsiran
semantis, yaitu, seseorang yang berakal sehat dapat memutuskan apakah suatu pos itu aktiva
atau kewajiban dengan menelaah karakter ekonomis dan legalnya. FASB mengikuti Canning
dalam mencoba memberikan definisi yang semantik.
 APB Statement No. 4
APB Statement No. 4 mendefinisikan aktiva sebagai: “sumberdaya ekonomi suatu
badan usaha yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang
berlaku umum [termasuk] beban-beban tertentu yang ditangguhkan, yang tidak
merupakan sumberdaya.”
APB Statement No. 4 mendefinisikan kewajiban sebagai : “kewajiban (obligation)
ekonomi suatu badan usaha yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum.”
Alasan dibalik definisi kewajiban yang pada hakikatnya bersifat sintaktis ini adalah
bahwa, dalam model akuntansi tradisional, kredit cenderung debet. Pelaporan suatu kewajiban
tergantung pada penting tidaknya mengakui sisi lain transaksi atau peristiwa itu – akrual suatu
beban, pengakuan kerugian, atau diterimanya aktiva tertentu oleh perusahaan.
Accounting Termonilogy Bulletin
APB Statement No. 4 menunjukkan kemajuan nyata saat diterbitkan. Dalam ATB 1,
yang muncul dalam tahun 1953, aktiva pada hakikatnya didefinisikan sebagai saldo debet yang
dibawa ke periode selanjutnya saat penutupan pembukuan sementara kewajiban didefinisikan
sebagai saldo kredit yang dibawa ke periode selanjutnya – kecuali saldo-saldo kredit yang
menunjukkan ekuitas pemilik. Definisi ini hampir seluruhnya bersifat struktural dalam
penekanannya. Definisi APB jauh lebih banyak menekankan pada interpretabilitas sementara
definisi FASB bersifat pragmatis. Definisi FASB mencerminkan keyakinan FASB bahwa
pelaporan keuangan harus berguna bagi investor, kreditor, dan pihak-pihak lainnya.
Tiga Sifat Dasar Aktiva
Menurut FASB, suatu aktiva mempunyai tiga karakteristik dasar:
1. Aktiva menyimpan kemungkinan manfaat masa depan yang menyangkut kapasitas,
secara sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dengan aktiva lain, untuk secara langsung
atau tidak langsung memberi sumbangan pada arus masuk kas bersih di masa depan.
2. Satuan usaha tertentu dapat memperoleh manfaat itu dan mengendalikan akses pihak
lain pada aktiva itu.
3. Transaksi atau peristiwa lain yang menimbulkan hak atau kendali satuan usaha atas
manfaat tersebut sudah terjadi.
Kemungkinan Manfaat Masa Depan. Harus ada hak yang spesifik atas manfaat atau
potensi jasa di masa depan. Hak dan jasa yang sudah daluwarsa tidak dapat dimasukkan. Juga,
hak itu harus mempunyai manfaat positif; hak dengan potensi manfaat nol atau negatif
bukanlah aktiva.
Kendali. Hak harus diperoleh oleh individu atau perusahaan tertentu. Hak untuk
berkendara dijalan umum tidak menghasilkan suatu aktiva. Hak itu harus memungkinkan tidak
diikutkannya pihak-pihak lain, walaupun dalam beberapa kasus hak itu bisa dibagi dengan
perusahaan-perusahaan atau individu-individu tertentu.
Transaksi dan Peristiwa Lain. Manfaat ekonomi itu haruslahmerupakan hasil dan
transaksi atau peristiwa yang terjadi di masa lalu. Aktiva tidak boleh mencakup manfaat yang
akan timbul di masa depan tetapi saat ini belum ada atau tidak berada dalam kendali satuan
usaha. Akan tetapi, perlunya kriteria ini masih dapat diperdebatkan karena jika manfaat
ekonomi benat-benar ada dan berada di bawah kendali satuan usaha, manfaat itu pastilah timbul
dari peristiwa tertentu di masa lalu. Kuncinya di sini adalah apakah peristiwa itu menurut
akuntan memadai.
Tiga Sifat Dasar Kewajiban
Menurut FASB, suatu kewajiban memiliki tiga karakteristik esensial berikut ini:
1. Kewajiban mengandung tugas atau tanggung jawab saat ini bagi satu atau lebih satuan
usaha, yang memerlukan penyelesaian berupa kemungkinan penyerahan atau
penggunaan aktiva di masa depan pada tanggal tertentu atau yang dapat ditentukan, bila
terjadi suatu peristiwa tertentu, atau berdasarkan permintaan.
2. Tugas atau tanggung jawab itu menimbulkan kewajiban bagi satuan usaha tertentu,
dengan tidak atau sedikit menyisakan kebebasan untuk menghindari pengorbanan masa
depan itu.
3. Transaksi atau peristiwa lain yang menimbulkan kewajiban satuan usaha itu sudah
terjadi.
Kewajiban Saat Ini. Yang pertama dari ketiga karakteristik esensial di atas benar-
benar suatu amalgam yang kompleks dari beberapa syarat yang berlainan. Syarat pertama
adalah bahwa suatu kewajiban haruslah merupakan kewajiban saat ini (present obligation).
Syarat kedua adalah bahwa kewajiban itu timbul antarsatuan usaha. Syarat ketiga adalah bahwa
harus ada saat atau peristiwa di mana kewajiban itu akan diselesaikan.
Kewajiban Legal, Karena Keadilan, atau Konstruktif. Karakteristik esensial kewajiban
yang kedua adalah bahwa kewajiban itu tidak atau sedikit menyisakan kebebasan bagi
pengutang untuk menyelesaikan utangnya. Akan tetapi, pernyataan ini tidak mengharuskan
perusahaan harus secara legal berkewajiban.
Transaksi dan Peristiwa Lain. Karakteristik esensial kewajiban yang ketiga, menurut
FASB, adalah bahwa kewajiban itu harus didahului oleh suatu “transaksi atau peristiwa lain.”
Suatu peristiwa didefinisikan sebagai “terjadinya konsekuensi bagi satuan usaha.” Suatu
transaksi didefinisikan sebagai “jenis peristiwa tertentu, yaitu, peristiwa eksternal yang
menyangkut penyerahan sesuatu yang bernilai (manfaat ekonomi masa depan) antara dua (atau
lebih) satuan usaha.”

PENGAKUAN
Bila suatu sumberdaya atau suatu kewajiban muncul di dalam laporan posisi keuangan,
sumberdaya atau kewajiban itu disebut diakui. Pengakuan tidak secara otomatis mengikuti
definisi: kita tidak dapat mencatat suatu elemen bila kita tidak dapat mengukur elemen itu.
Untuk bisa mengakui suatu kewajiban, misalnya, kewajiban itu harus bisa diukur. Tetapi hanya
karena suatu kewajiban tidak bisa diukur tidak berarti bahwa pos itu bukan kewajiban – pos itu
tetap suatu kewajiban yang belum diakui (unrecognized).
Kewajiban Kontinjen
Masalah pengakuan ini diilustrasikan dengan baik oleh kontinjensi kerugian. Menurut SFAS
5, suatu kontinjensi dideifinisikan sebagai: “suatu kondisi, situasi, atau seperangkat keadaan
yang sedang berlangsung, yang melibatkan ketidakpastian mengenai kemungkinan . . .
keuntungan . . . atau kerugian . . . bagi suatu badan usaha yang pada akhirnya akan terselesaikan
bila satu atau lebih peristiwa masa depan terjadi atau tidak terjadi. Penyelesaian ketidakpastian
ini akan menegaskan . . . adanya suatu kewajiban.”
Jika definisi kontinjensi ini digabungkan dengan definisi kewajiban, suatu kontinjensi
kerugian dapat didefinisikan sebagai kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi masa depan,
yang timbul dari kewajiban satuan usaha tertentu pada saat ini, untuk menyerahkan aktiva atau
memberikan jasa kepada satuan usaha lain di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau
peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya tergantung pada satu atau lebih peristiwa masa
depan yang mempunyai probabilitas keterjadian tertentu. SFAS 5 menyatakan bahwa
kontinjensi kerugian semacam itu harus diakui sebagai kewajiban jika:
1. Memenuhi definisi kewajiban.
2. Probabilitas terjadinya peristiwa masa depan itu relatif tinggi.
3. Kerugian kontinjen dapat diestimasi secara wajar.
Kontinjensi kerugian tidak boleh diakui dalam laporan keruangan, tetapi diungkapkan dalam
catatan kaki jika probabilitas terjadinya peristiwa masa depan itu hanya ‘mungkin’ (possible).
Kontinjensi tidak perlu disinggung jika kita menganggap probabilitas terjadinya kecil (remote).
KLASIFIKASI
Klasifikasi diperlukan dalam penelitian dan pengkomunikasian informasi yang relevan dalam
semua ilmu fisika dan sosial. Demikian pula dalam akuntansi. Pengklasifikasian sumberdaya
dan komitmen suatu perusahaan ke dalam kategori-kategori yang tepat diperlukan untuk
menyajikan ikhtisar informasi yang bisa ditafsirkan, yang bisa dimengerti dan dianalisis oleh
para investor dan pemakai laporan keuangan lainnya dalam proses keputusan mereka.
Tujuan Klasifikasi
 Penyajian Solvabilitas kepada Kreditor. Tujuan terawal klasifikasi neraca adalah
menyajikan kepada kreditor informasi yang memperlihatkan solvabilitas perusahaan,
yaitu, kemungkinan memperoleh pelunasan seandainya perusahaan dilikuidasi.
Pengujian utama atas keamanan pinjaman mereka adalah likuiditas aktiva-aktiva
tertentu serta tersedianya aktiva-aktiva itu untuk membayar kewajiban, khususnya
kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo dalam tahun berikutnya. Penekanan pada
likuiditas aktiva ini serta urutan pembayaran kewajiban timbul dari tidak adanya data
operasi lain yang bisa diandalkan, dan dari fakta bahwa kreditor (khususnya kreditor
jangka pendek) merupakan kelompok utama yang menginginkan informasi keuangan.
 Deskripsi Operasi Badan Usaha. Klasifikasi lancar sebagai suatu deskripsi
operasi juga sudah lama ditetapkan dalam akuntansi dana pemerintah. Aktiva lancar
dan kewajiban lancar seringkali ditetapkan sebagai dana yang terpisah, entah dalam
akun atau dalam laporan atau keduanya. Istilah dana digunakan dalam situasi ini untuk
mengacu pada pemisahan aktiva dan kewajiban untuk tujuan tertentu sebagai unit
operasi yang spesifik atau sebagai pusat kepentingan.
 Penjelasan Tentang Proses Akuntansi. Klasifikasi akuntansi seringkali
ditetapkan karena memudahkan proses pembukuan. Klasifikasi beban yang
ditangguhkan, misalnya, seringkali digunakan sebagai tempat istirahat bagi debet-debet
yang belum diamortisasi, diskonto saham preferen, dan kerugian yang dikompensasi ke
depan, mendapat tempat di antara aktiva-aktiva dalam neraca yang diterbitkan. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, klasifikasi yang didasarkan pada prosedur-prosedur
akuntansi banyak dikecam dalam tahun-tahun belakangan ini,

Kesulitan utama dalam tujuan ini adalah bahwa tujuan ini merupakan upaya untuk
menjelaskan hasil-hasil prosedur akuntansi teknis dan oleh karenanya bersifat
nonteoritis. Karena tidak mempunyai orientasi logis, penggunaan beban yang
ditangguhkan dan kredit yang ditangguhkan memperbolehkan diterapkannya prosedur-
prosedur yang tidak mempunyai dasar logika, atau paling tidak, tidak memperbolehkan
dijelaskannya arti penangguhan itu. Oleh karena itu, klasifikasi beban pada pendapatan
yang ditangguhkan serta kredit pada pendapatan yang ditangguhkan sangat tidak bisa
disetujui.
 Menyoroti Metode-metode Penilaian. Pengelompokkan aktiva menurut konsep-
konsep penilaian mencakup klasifikasi-klasifikasi berikut ini:
1. Kas dan penerimaan kas yang diharapkan (yang didiskontokan sebagaimana
mestinya, bila tepat)
2. Aktiva yang dinilai menurut harga penjualan yang berlaku atau yang diharapkan
(harga keluaran).
3. Aktiva yang dinilai menurut biaya kini (harga masukan).
4. Aktiva yang dinilai menurut biaya historis atau biaya yang dinyatakan kembali
untuk memperhitungkan perubahan dalam tingkat harga umum.

Keuntungan utama pengklasifikasian menurut konsep penilaian adalah bahwa cara


ini memberikan penafsiran yang lebih baik mengenai neraca dan hubungannya
dengan laporan laba rugi dan laporan arus dana.
 Mendalami Pemikiran Manajemen. Tujuan yang mungkin lainnya dalam
pengklasifikasian aktiva dna kewajiban adalah untuk memberi pemakai suatu
pengertian tentang niat-niat manajemen sehubungan dengan apakah akan mengikatkan
kembali (recommit) dana untuk digunakan dalam operasi. Aktiva lancar secara
keseluruhan (agregat) mungkin sama permanennya dengan investasi dalam aktiva tak
lancar, tetapi kesempatan untuk menginvestasikan kembali dalam operasi berjalan
terjadi dalam siklus operasi berjalan bisnis tersebut.
 Prediksi Arus Kas. Pengklasifikasian lancar-tak lancar saja tidak mungkin
memungkinkan dibuatnya prediksi arus kas masa depan. Lagi pula, modal kerja
hanyalah suatu angka bersih yang diperoleh dengan mengurangkan sebagian kewajiban
dari sebagian aktiva, tanpa ada hubungan tertentu antara kedua klasifikasi komponen-
komponennya.
Pengklasifikasian sumberdaya dan komitmen saja tidak memungkinkan
dilakukannya prediksi arus kas masa depan, tetapi suatu klasifikasi mungkin relevan
bila dikaitkan dengan informasi arus kas historis atau yang dianggarkan. Klasifikasi
semacam itu seharusnya memberikan informasi mengenai saat (timing) yang mungkin
untuk terjadinya konversi sumberdaya menjadi kas, atau ketersediaan sumberdaya
untuk konversi, serta saat pembayaran kewajiban.

Operasi dan Siklus Operasi. sebagai alat untuk menggambarkan operasi-operasi


perusahaan, klasifikasi lancar-tak lancar ini kurang baik. Aktiva-aktiva seperti piutang bunga
tidak timbul dari jenis operasi yang sama seperti piutang usaha dan persediaan, tetapi semua
pos itu dikelompokkan bersama sebagai aktiva lancar. Diantara kewajiban-kewajiban lancar,
utang dividen tidak timbul dari jenis operasi yang sama seperti utang usaha, dan dari sudut
pandang operasional, porsi lancar dari utang jangka panjang bukannya tidak sama dengan sisa
utang jangka panjang itu selebihnya.
Siklus Operasi. kesulitan ini dilipatgandakan dengan cara konsep siklus operasi
diterapkan dalam praktik. Umumnya, jika siklus itu kurang dari satu tahun, aturan satu tahun
tetap berlaku; hasilnya adalah bahwa klasifikasi aktiva lancar tidak mengungkapkan secara
konsisten frekuensi sirkulasi aktiva. Walaupun frekuensi sirkulasi aktiva mungkin relevan
dengan prediksi arus kas, kemampuan untuk mengaitkan informasi ini dengan informasi
penghasilan dan arus kas sukar dilakukan bila semua aktiva lancar diklasifikasikan seakan-
akan aktiva-aktiva itu mempunyai frekuensi sirkulasi yang sama.
Modal Kerja Bersifat Statis. Penyajian modal kerja bisa memberikan informasi yang
sah kepada para pemberi kredit jangka pendek karena penyajian itu menunjukkan derajat
proteksi atau jumlah penyangga yang dimiliki oleh kreditor jangka panjang dan pemegang
saham. Akan tetapi, baik jumlah modal kerja maupun rasio modal kerja tidak mesti merupakan
indikasi ynag baik mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancar saat
jatuh tempo. Hal ini karena modal kerja adalah konsep yang statis, dan kemampuan membayar
utang bersifat dinamis.
Ketiadaan Relevansi. Juga diperdebatkan bahwa pengklasifikasian aktiva dan
kewajiban menjadi lancar tak lancar sebagai metodde untuk menyajikan solvabilitas
perusahaan sekarang ini kurang penting dibandingkan sebelumnya, karena beberapa alasan:
1. Laporan-laporan lain, terutama laporan laba rugi dan laporan arus kas, dapat
memberikan informasi yang lebih baik mengenai perkiraan solvabilitas.
2. Laporan keuangan eksternal lebih banyak digunakan oleh investor dan kelompok-
kelompok lain daripada oleh kreditor.
3. Perseroan biasanya dianggap lebih permanen sifatnya dan lebih stabil datipada sebagian
besar perusahaan abad ke-19.
4. Luasnya penggunaan beberapa prosedur penilaian, seperti LIFO, membuat rasio modal
kerja kurang berarti dibandingkan sebelumnya.
5. Permintaan kreditor dan pihak-pihak lain akan rasio modal kerja yang
‘menguntungkan’ memaksa manajemen untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu,
seperti pembayaran kewajiban lancar menjelang tanggal neraca, dan menekankan
akuntan agar mengizinkan reklasifikasi agar modal kerja tampak menguntungkan,
walaupun dengan cara itu, operasi dan solvabilitas perusahaan tidak terpengaruh.
6. Badan usaha menjadi sangat kompleks, sehingga tidak ada rasio modal kerja yang
ditetapkan sebelumnya yang bisa dianggap perlu untuk mencapai solvabilitas yang
memadai.
7. Semakin banyaknya perusahaan yang memasukin industri jasa membuat solvabilitas
perusahaan tidak begitu tergantung pada sumberdaya yang diklasifikasikan sebagai
lancar.
Alternatif – alternatif. Karena adanya kesulitan-kesulitan sehubungan dengan
penafsiran siklus operasi ini, dan karena tidak adanya bukti tentang relevansi
pengklasifikasian aktiva lancar dengan kebutuhan pemakai tertentu, banyak orang yang
percaya bahwa metode-metode pengklasifikasian aktiva lainnya harus diselidiki. Sudah
pernah disarankan agar neraca diklasifikasikan berdasarkan metode penilaian. Alternatif
lain yang pernah diajukan adalah:
1. Menyajikan suatu klasifikasi kewajiban yang didasarkan pada jenis sumber kredit ynag
tersedia bagi perusahaan.
2. Mengungkapkan informasi pelengkap mengenai jumlah dan saat penerimaan kas dan
pengeluaran kas yang diharapkan, yang berkaitan dengan aktiva dan kewajiban tertentu.
Saling Mengurangkan (Offsetting) Kewajiban dan Aktiva. Niat untuk
menggunakan sumberdaya tertentu tidak membenarkan saling pengurangan itu. Tetapi
dalam beberapa kasus, saling mengurangkan itu mungkin dibenarkan. Bila dibenarkan,
dikatakan ada suatu hak untuk saling mengurangkan.
Syarat pembenaran itu dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Harus ada suatu hak legal untuk saling mengurangkan atau suatu pengurangan tak
bersyarat yang disepakati bersama. Piutang dan utang kepada perusahaan yang sama
adalah contoh yang baik. Tetapi wesel bayar yang dapat dinegoisasikan pada
perusahaan A tidak dapat saling dikurangkan dengan piutang dari perusahaan A tanpa
adanya perjanjian tak bersyarat dengan tujuan itu, karena kalau tidak, hak untuk saling
mengurangkan itu secara hukum tidak akan mengikat pemegangnya pada waktunya.
2. Harus ada niat untuk menerapkan hak untuk mengurangkan itu. Jika pos-pos itu akan
diperlakukan sebagai aktiva dan kewajiban lain, pengurangan itu tidak mencerminkan
keadaan sebenarnya.
3. Jumlah yang dikurangkan dari suatu kewajiban tidak dapat lebih besar daripada jumlah
kewajiban itu dan sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai