Anda di halaman 1dari 63

PELATIHAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS BAGI

PETUGAS KESEHATAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT


PERTAMA

MATERI DASAR
KEBIJAKAN PROGRAM
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
JAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya


pembuatan Modul Pelatihan Penanggulangan TB di Fasyankes Tingkat
Pertama (FKTP) yang terintegrasi dengan keluarga sehat.
Materi Modul Pelatihan TB di Fasyankes Tingkat Pertama ini
memberikan petunjuk pelatihan yang harus diberikan kepada seluruh
pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam upaya Penanggulangan TB
di Indonesia.
Modul ini menguraikan tentang gambaran umum TB; situasi TB di dunia
dan Indonesia, menjelaskan program penanggulangan TB di Indonesia,
strategi dan kebijakan penanggulangan TB; dan pengorganisasian
penanggulangan TB. Selain itu diberikan petunjuk pelatihan mengenai
strategi penemuan kasus, diagnosis TB pada orang dewasa, diagnosis
TB anak, diagnosis TB Resistan OAT, diagnosis TB ekstraparu,
diagnosis TB dengan komorbid, dan definisi kasus TB serta klasifikasi
pasien TB. Setelah ditegakkan diagnosis dan klasifikasi kasus bagi
setiap pasien TB sensitif maupun pasien TB Resistan Obat (RO)
dilanjutkan pengobatan yang bisa dilaksanakan di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP).
Di dalam modul ini selain berisi petunjuk pelatihan bagaimana kebijakan,
strategi penanggulangan, yang diikuti bagaimana menemukan dan
mengobati tuberkulosis, terdapat juga petunjuk pelatihan penguatan
kepemimpinan program TB; peningkatan akses pelayanan TB yang
bermutu; pengendalian faktor risiko TB; peningkatan kemitraan;
peningkatan kemandirian masyarakat dalam pengendalian TB; dan
penguatan manajemen program TB.
Modul ini juga memberikan petunjuk penanggulangan TB yang
berintegrasi dengan pelaksanakan Program Indonesia Sehat yang
diselenggarakan melalui pendekatan keluarga, yang mengintegrasikan
upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat
(UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, berdasarkan
data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa modul ini masih ada kekurangan,
untuk itu kami menerima masukan dari berbagai pihak demi
kesempurnaan di masa yang akan datang.

Penulis

2
TIM PENYUSUN

Pelindung:
dr. H.M. Subuh, MPPM (Direktur Jendral P2P)
Pengarah:
1. dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes (Direktur P2PML)
2. dr. Asik Surya, MPPM (Kepala Subdit TB)
Sekretaris:
1. Nurjannah, SKM, M.Kes
2. dr. Yullita Evarini Y., MARS

Editor
Dr. dr. Rina Handayani, M.Kes
Anggota:
1. Audia Jasmin Armanda, SKM
2. dr. Endang Lukitosari, MPH
3. dr. Fatiyah Isbaniah, Sp.P
4. dr. Firza Asnely Putri
5. dr. Hanifah Rizki Purwandani, SKM
6. H D Djamal, M.Si
7. dr. Hedy B Sampurno, MPH
8. Dra. Katamanis Tarigan, SKM
9. Dr. Novayanti Tangirerung
10. Rizka Nur Fadila, SKM
11. dr. Retno Kusuma Dewi, MPH
12. Saida N. Debataradja, SKM
13. dr. Setiawan Jati Laksono
14. drg. Siti Nur Anisah, MPH
15. dr. Sity Kunarisasi, MARS
16. Sulistyo, SKM, M.Epid
17. Suwandi SKM, M. Epid
18. dr. Wihardi Triman, MQIH
19. dr. Zulrasdi Djairas, SKM

3
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN …………………………………………………….. 3


DAFTAR ISI ………………………………………………………….. 4
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………… 5
I. DESKRIPSI SINGKAT ………………………………………………. 7
II. TUJUAN PEMBELAJARAN …………………………………………. 7
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) …………………….….. 7
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ………………………. .8
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ………………...8
IV. METODE ………………………………….………………………. 9
V. MEDIA DAN ALAT BANTU…………………………………...………. 9
VI. LANGKAH–LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN …………… 9
A. Langkah 1 : Pengkondisian Proses Pembelajaran ……...… 9
B. Langkah 2 : Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan …... 10
C. Langkah 3 : Pendalaman Pokok bahasan dan Sub Pokok
Bahasan ……………………………………………………….. 10
D. Langkah 4 : Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar …..… 11
VII. URAIAN MATERI …………………………………………………....… 11
A. Gambaran Umum TB ………………………………………... 10
B. Situasi TB Global dan Indonesia ……………..………..…. 17
C. Program Penanggulangan TB di Indonesia ……………...… 19
D. Strategi dan Kebijakan TB…………………………………..…20
E. Pengorganisasian dan Penanggulangan TB ……………… 23
VIII. REFERENSI ………………………...…….…………..……………… 56
IX. LAMPIRAN…………………………………………….…...…..………..57

4
DAFTAR SINGKATAN

AIDS = Acquired Immune Deficiency Syndrome


ASI = Air Susu Ibu
BBKPM = Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
BKPM = Balai Kesehatan Paru Masyarakat
BOK = Bantuan Operasional Kesehatan
BP = Balai Pengobatan
BP4 = Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru
BTA = Basil Tahan Asam
CSR = Corporate Social Responsibility
CTJ = Ceramah Tanya Jawab
DM = Diabetes Mellitus
DOTS =Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy
DPM = Dokter Praktik Mandiri
DTPK = Daerah Tertinggal Perbatasan Kepulauan
FGD = Focus Grup Discussion
FKRTL = Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
FKTP = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
GERDUNAS TB= Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
HIV = Human Immunodeficiency Virus
HPV = Human Papiloma Virus
ISTC = International Standards for TB Care
JKN = Jaminan Kesehatan Nasional
KB = Keluarga Berencana
KDT = Kombinasi Dosis Tetap
KIE = Komunikasi Informasi Edukasi
KIS = Koalisi Indonesia Sehat
KPP = Kelompok Puskesmas Pelaksana
MDG’s = Millenium Development Goals
MDR = Multi Drugs Resistance (kekebalan ganda terhadap obat)
MR = Mono Resistant
MTBS = Manajemen Terpadu Balita Sakit
MTPTRO = Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat
MOTT = Mycobacterium Other Than Tuberculosis
MoU = Memorandum of Understanding
NSPK = Norma Standar Petunjuk Kriteria
OAT = Obat Anti Tuberkulosis
ODHA = Orang Dengan HIV AIDS
PAL = Practical Approach to Lung Health
PAS = Para Amino Salisilat
PBI = Penerima Bantuan Iuran
PHBS = Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PKK = Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PKMRS = Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
PMDT = Programmatic Management Drug Resistant TB
PNPK = Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
PPM = Puskesmas Pelaksana Mandiri
PR = Poli Resistant
PRM = Puskesmas Rujukan Mikroskopis
PS = Puskesmas Satelit
PTM = Penyakit Tidak menular
Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat
5
RR = Resistant Rifampisin
RS = Rumah Sakit
SBH = Saka Bakti Usaha
SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga
SMF = Staf Manajemen Fungsional
SPM = Standar pelayanan Minimal
TB = Tuberkulosis
ToT = Trainer of Training
UKBM = Upaya Kesehatan Berbasis Masyrakat
UKK = Upaya Kesehatan Keluarga
UKM = Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP = Upaya Kesehatan Perorangan
UKS = Usaha Kesehatan Sekolah
UPF = Unit Pelayanan Fungsional
WHO = World Health Organization
XDR = Extensive Drug Resistance

6
I. DISKRIPSI SINGKAT
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis.
Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya disebut Penanggulangan
TB adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif
dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang
ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka
kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan,
Materi Program Penanggulangan TB menguraikan tentang gambaran umum
TB; situasi TB di Dunia dan Indonesia, Menjelaskan program
penanggulangan TB di Indonesia, strategi dan kebijakan penanggulangan
TB; dan pengorganisasian penanggulangan TB.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan pelindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan.
Pelaksanakan Program Indonesia Sehat diselenggarakan melalui
pendekatan keluarga, yang mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan
(UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan,
dengan target keluarga, berdasarkan data dan informasi dari Profil
Kesehatan Keluarga. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara
Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan
mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung
dengan pendekatan keluarga dalam upaya menyelesaikan permasalahan
kesehatan di wilayah kerjanya.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta mampu memahami
gambaran umum Program Nasional Penanggulangan TB dan
Kebijakan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
7
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu:
1. Menjelaskan gambaran umum TB;
2. Menjelaskan situasi TB di Dunia dan Indonesia;
3. Menjelaskan program penanggulangan TB di Indonesia
4. Menjelaskan strategi dan kebijakan penanggulangan TB;
5. Menjelaskan pengorganisasian penanggulangan TB.
6. Menjelaskan Konsep Kebijakan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga.
7. Menjelaskan Penguatan Puskesmas Melalui Pendekatan
keluarga yang holistik.
8. Menjelaskan Konsep Jaminan Kesehatan Nasional.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


1.Gambaran Umum TB ;
A. Patogenesis dan Penularannya,
B. Perjalanan alamiah TB bila tidak diobati,
C. Resiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap
MasalahTB.
D. TB Resistan OAT
E. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
2.Situasi TB di Dunia dan Indonesia
A. Situasi TB di Dunia
B. Situasi TB di Indonesia
3.Program Penanggulangan TB di Indonesia
A. Tujuan
B. Target
4.Strategi dan kebijakan penanggulangan TB;
A. Strategi
B. Kebijakan
5.Pengorganisasian penanggulangan TB
8
6. Konsep Kebijakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga.
7. Konsep Jaminan Kesehatan Nasional.
8. Konsep Jaminan Kesehatan Nasional.

IV. BAHAN BELAJAR


1. Flipchart,
2. Whiteboard
3. Alat tulis (ATK)
4. Materi Dasar 1
5. Laptop

V. METODE PEMBELAJARAN
1. CTJ
2. Curah Pendapat
3. Penugasan (Latihan soal)

VI. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu
disusun langkah-langkah sebagai berikut :
A. Langkah 1 : Pengkondisian Proses pembelajaran
1. Kegiatan Pelatih
a. Pelatih memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana
dikelas.
b. Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah
dengan memperkenalkan diri, Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi
yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang
dimaksud dengan Program Pengendalian TB dengan metode
curah pendapat.

9
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan
pembelajaran tentang Program Penanggulangan TB yang
sebaiknya dengan menggunakan CTJ
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan Pelatih.
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
d. Mengajukan pertanyaan kepada Pelatih bila ada hal-hal yang
belum jelas dan perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Pokok bahasan dan sub pokok bahasan


1. Kegiatan Pelatih
a. Menyampaikan Pokok Bahasan dan sub pokok bahasan
dengan mempresentasikan isi Modul Dasar 1 dengan
penggunakan ppt.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan
peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang
dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada Pelatih sesuai dengan
kesempatan yang diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Pelatih.

C. Langkah 3 : Pendalaman pokok bahasan dan Sub pokok bahasan


1. Kegiatan Pelatih
a. Mempresentasikan modul dasar 1 secara lengkap
menggunakan ppt.
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses
penyelesaian latihan, menyimpulkan hasil diskusi.
10
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang
jelas pada pelatih.
b. Mengikuti diskusi dalam kelompok.

D. Langkah 4 : Rangkuman dan evaluasi hasil belajar


1. Kegiatan Pelatih
a. Menugaskan peserta latih menjawab pertanyaan yang sudah
disiapkan termasuk evaluasi akhir materi dalam lampiran.
b. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing
pertanyaan.
c. Bersama peserta diskusi dan merangkum butir-butir penting
dari hasil proses pembelajaran.
d. Membuat kesimpulan.
2. Kegiatan Peserta
a. Menjawab pertanyaan yang ditugaskan Pelatih.
b. Bersama Pelatih merangkum hasil proses pembelajaran
koordinasi lintas program dan lintas sektor.

VII. URAIAN MATERI


1. Gambaran Umum TB
A. Patogenesis dan Penularan TB
a. Kuman Penyebab TB
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M.
Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis
yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai
MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa
mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain

11
adalah sebagai berikut:
- Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron dan lebar 0,2
- 0,8 mikron.
- Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl
Neelsen, berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan
dibawah mikroskop.
- Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein
Jensen, Ogawa.
- Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
- Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra
violet. Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar
kuman akan mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada
suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
Kuman dapat bersifat dorman.

12
b. Penularan TB
Sumber penularan adalah pasien TB, terutama pasien yang mengandung kuman TB
dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Infeksi akan terjadi apabila
seseorang menghirup udara yang mengandung percikan dahak yang infeksius. Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang mengandung kuman
sebanyak 0-3500 M.tuberculosis. Sedangkan kalau bersin dapat mengeluarkan
sebanyak 4500– 1.000.000 M.tuberculosis.

B. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia.


Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit, tahapan tersebut meliputi tahap
paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia, sebagai berikut:
a. Paparan
Peluang peningkatan paparan terkait dengan:
- Jumlah kasus menular di masyarakat.
- Peluang kontak dengan kasus menular.
- Tingkat daya tular dahak sumber penularan.
- Intensitas batuk sumber penularan.
- Kedekatan kontak dengan sumber penularan.
- Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.

b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi. Lesi
umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahun tubuh
manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi.

c. Sakit TB
Faktor Risiko menjadi sakit TB
 Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup
 Lamanya waktu sejak terinfeksi
 Usia seseorang yang terinfeksi

13
 Tingkat daya tahan tubuh seseorang.
Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB aktif (sakit TB).

d. Meninggal dunia
Faktor resiko kematian karena TB:
 Akibat dari keterlambatan diagnosis.
 Pengobatan tidak adekuat.
 Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta.
 Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan
risiko ini meningkat pada pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada ODHA,
25% kematian disebabkan oleh TB.

14
Tahapan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Perjalanan alamiah TB
a. Paparan
Peluang peningkatan  Jumlah kasus menular di masyarakat
paparan terkait  Peluang kontak dengan kasus menular
dengan:  Tingkat daya tular dahak sumber penularan
 Intensitas batuk sumber penularan
 Kedekatan kontak dengan sumber penularan
 Lamanya waktu kontak dengan sumber
penularan
 Faktor lingkungan: konsentrasi kuman diudara
(ventilasi, sinar ultra violet, penyaringan adalah
faktor yang dapat menurunkan konsentrasi
kuman)
Catatan: Paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk
terinfeksi. Setelah terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan
seseorang akan terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan meninggal
dunia karena TB.
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah infeksi
 Reaksi immunologi
Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan kemudian
terjadi komplek antigen – antibody.
 Reaksi immunologi (umum)
Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes menjadi positif)
 Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam
lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali.
 Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi
c. Sakit TB
Faktor risiko untuk  Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup
menjadi sakit TB adalah  Lamanya waktu sejak terinfeksi
tergantung dari :  Usia seseorang yang terinfeksi
 Tingkat daya tahan tubuh seseorang.

15
Seseorang dengan daya tahan tubuh yang
rendah diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan
berkembangnya TB aktif (sakit TB).
d. Meninggal dunia
Faktor risiko kematian  Akibat dari keterlambatan diagnosis dan
karena TB: atau kesalahan diagnosis
 Pengobatan tidak adekuat
 Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk
atau penyakit penyerta
Catatan: Pasien TB tanpa pengobatan selama 5 tahun, 50% akan meninggal
dan risiko ini akan meningkat pada pasien dengan HIV positif.

C. Resiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB


a. Resiko menjadi sakit TB
 Diperkirakan 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien
TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi
HIV/AIDS, malnutrisi (gizi buruk), dan Diabetes Melitus (DM).
 Infeksi HIV mengakibatkan penurunan sistem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity), sehingga mudah terjadi infeksi oportunistik
seperti tuberkulosis. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.
 Hal lain yang mempermudah penularan TB yaitu :
 Hunian padat, misalnya di penjara dan tempat-tempat
pengungsian.
 Situasi sosial ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya
kemiskinan dan pelayanan kesehatan yang buruk.
 Lingkungan kerja, misalnya laboratorium klinik, rumah sakit.

Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:

16
Gambar 1. Perjalanan alamiah dan faktor Risiko Kejadian TB

transmisi
Jumlah kasus TB BTA+
Faktor lingkungan : Risiko menjadi TB bila
Ventilasi dengan HIV:
Kepadatan • 5-10% setiap tahun
Dalam ruangan • >30% lifetime
SEMBUH
Faktor Perilaku
HIV(+)
KRONIS/
TB RESISTEN
OBAT

TERPAJAN INFEKSI
10%
TB MATI
Konsentrasi Kuman  Keterlambatan diagnosis
Lama kontak dan pengobatan
 Malnutrisi  Tatalaksana tak memadai
 Penyakit DM,  Kondisi kesehatan
immunosupresan

D. TB Resistan OAT
M. tuberculosis dikatakan resistan terhadap OAT, jika M. tuberculosis kebal terhadap
OAT.
Berdasarkan hasil uji kepekaan OAT, terdapat 5 kelompok TB resistan OAT yaitu:
- Monoresistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja.
- Polyresistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
- Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan.
- Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
- Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain.

Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah


penatalaksanaan pasien TB yang tidak adekuat.

17
a. Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena :
1) Diagnosis tidak tepat,
2) Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat,
3) Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat,
4) Penyuluhan kepada pasien yang tidak adequat.
b. Pasien, yaitu karena :
1) Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan
2) Tidak teratur menelan paduan OAT,
3) Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya.
4) Gangguan penyerapan obat
c. Program Pengendalian TB , yaitu karena :
1) Persediaan OAT yang kurang
2) Kualitas OAT yang disediakan rendah (Pharmaco-vigillance).

E. International Standards for Tuberculosis Care 3(ISTC 3)


Beberapa hal yang perlu diketahui dalam ISTC tersebut adalah :
a. Standar tersebut dibuat dan akan digunakan oleh semua profesi yang terkait dalam
pengendalian TB di semua tempat;
b. Standar digunakan untuk menangani semua pasien TB, baik TB anak, TB paru BTA
positif dan BTA negatif, TB ekstraparu, TB MDR serta TB-HIV;
c. Tiap orang yang menangani TB harus memahami fungsi kesehatan masyarakat
dengan tingkat tanggung jawab yang tinggi terhadap masyarakat dan pasien;
d. Konsisten dengan pedoman internasional yang sudah ada.
Perlu diketahui bahwa ISTC telah di adopsi di dalam Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Tuberkulosis (Kep. Menkes Nomor :
HK.02.02/MENKES/305/2014).
Untuk lebih jelasnya secara rinci isi dari ISTC 3 tahun 2014 dapat dilihat pada
lampiran.

2. Situasi TB di Dunia dan Indonesia


Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah
dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995.

18
Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta kasus
TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5 juta
kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB tersebut
ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian 320.000 orang (140.000 orang
adalah perempuan) dan 480.000 TB Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000
orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15
tahun) dan 140.000 kematian/tahun.
Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan
ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan 100.000
kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan 63.000 kasus TB dengan
HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Angka Notifikasi Kasus (Case Notification
Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah
seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara nasional
perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus
TB-RO diperkirakan sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari
kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang.
Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara lain:
a. Belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena masih
kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan, dan pendanaan untuk
operasional, bahan serta sarana prasarana.
b. Belum memadainya tata laksana TB terutama di fasyankes yang belum menerapkan
layanan TB sesuai dengan standar pedoman nasional dan ISTC seperti penemuan
kasus/diagnosis yang tidak baku, paduan obat yang tidak baku, tidak dilakukan
pemantauan pengobatan, tidak dilakukan pencatatan dan pelaporan yang baku.
c. Masih kurangnya keterlibatan lintas program dan lintas sektor dalam penanggulangan
TB baik kegiatan maupun pendanaan.
Belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB khususnya di Daerah
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), serta daerah risiko tinggi seperti daerah
kumuh di perkotaan, pelabuhan, industri, lokasi permukiman padat seperti pondok
pesantren, asrama, barak dan lapas/rutan.
d. Belum memadainya tatalaksana TB sesuai dengan standar baik dalam penemuan
kasus/diagnosis, paduan obat, pemantauan pengobatan, pencatatan dan pelaporan.

19
Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa berpengaruh terhadap risiko terjadinya TB
secara signifikan seperti HIV, gizi buruk, diabetes mellitus, merokok, serta keadaan lain
yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.
e. Meningkatnya jumlah kasus TB Resistant Obat (TB-RO) yang akan meningkatkan
pembiayaan program TB.
f. Faktor sosial seperti besarnya angka pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan
dan pendapatan per kapita, kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang tidak
memadai yang berakibat pada tingginya risiko masyarakat terjangkit TB.
Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia sudah berhasil menurunkan
angka kesakitan dan kematian akibat TB di tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun
1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar > 900 per 100.000
penduduk, pada tahun 2015 menjadi 647 per 100.000 penduduk. Dari semua indikator
MDG’s untuk TB di Indonesia saat ini baru target penurunan angka insidens yang sudah
tercapai. Untuk itu perlu upaya yang lebih besar dan terintegrasi supaya Indonesia bisa
mencapai target SDG’s pada tahun 2030 yang akan datang.

3. Program Penanggulangan TB Di Indonesia


Tujuan dan Target
Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus menetapkan target
Penanggulangan TB tingkat daerah berdasarkan target nasional dan memperhatikan
Strategi Nasional.
Strategi Nasional Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud terdiri atas:
 Penguatan kepemimpinan program TB;
 Peningkatan akses layanan TB yang bermutu;
 Pengendalian faktor risiko TB;
 Peningkatan kemitraan TB;
 Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB; dan
 Penguatan manajemen program TB.

A. Tujuan
Melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TB agar tidak terjadi kesakitan,
kematian dan kecacatan.

20
B. Target
Target Program Nasional Penaggulangan TB sesuai dengan target eliminasi global
adalah Eliminasi TB pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050. Eliminasi TB
adalah tercapainya cakupan kasus TB 1 per 1 juta penduduk.
Tahapan pencapaian target dampak:
Target dampak pada 2020
 Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 30% dibandingkan angka
kesakitan pada tahun 2014 dan
 Penurunan angka kematian karena TB sebesar 40% dibandingkan angka
kematian pada tahun 2014.
Target dampak pada tahun 2025
 Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 50% dibandingkan angka
kesakitan pada tahun 2014 dan
 Penurunan angka kematian karena TB sebesar 70% dibandingkan angka
kematian pada tahun 2014
Target dampak pada 2030
 Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 80% dibandingkan angka
kesakitan pada tahun 2014 dan
 Penurunan angka kematian karena TB sebesar 90% dibandingkan angka
kematian pada tahun 2014.
Target dampak pada 2035
 Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 90% dibandingkan angka
kesakitan pada tahun 2014 dan
 Penurunan angka kematian karena TB sebesar 95% dibandingkan angka
kematian pada tahun 2014.

4. Strategi dan Kebijakan


A. Strategi
Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian Eliminasi Nasional TB meliputi:
 Penguatan kepemimpinan Program TB di Kabupaten/ Kota.
 Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial, regulasi, dan peningkatan
pembiayaan, Koordinasi dan sinergi program.
 Peningkatan akses layanan TB yang bermutu.
 Peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM (public-private mix).

21
 Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat Peningkatan kolaborasi
layanan melalui TB-HIV, TB-DM, MTBS, PAL, dan lain sebagainya.
 Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat/saran diagnostik yang baru.
 Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien atau Case holding.
 Bekerja sama dengan asuransi kesehatan dalam rangka Cakupan Layanan
Semesta (health universal coverage).
 Pengendalian faktor risiko
 Promosi lingkungan dan hidup sehat.
 Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB.
 Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB.
 Memaksimalkan penemuan TB secara dini, mempertahankan cakupan dan
keberhasilan pengobatan yang tinggi.
 Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB.
 Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di pusat.
 Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di daerah
 Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB.
 Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan masyarakat.

B. Kebijakan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab
menyelenggarakan Penanggulangan TB.
Penyelenggaraan Penanggulangan TB dilaksanakan melalui upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorang.
Penanggulangan TB harus dilakukan secara terintegrasi dengan penanggulangan
program kesehatan yang berkaitan.
Program kesehatan yang meliputi program HIV dan AIDS, Diabetes Melitus, serta
program kesehatan lain.
Penanggulangan TB secara terintegrasi dilakukan melalui kegiatan kolaborasi antara
program yang bersangkutan.
Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam kerangka
otonomi daerah dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program, yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin
ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).

22
Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan Pedoman Standar Nasional
sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan global untuk
PenanggulanganTB.
Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi Puskesmas, Klinik, dan
Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)
yang meliputi: Rumah Sakit Pemerintah, non pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru
(RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM).
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB disediakan oleh pemerintah
dan diberikan secara cuma-cuma.
Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak dipisahkan dari
keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien memiliki hak dan kewajiban
sebagaimana individu yang menjadi subyek dalam penanggulangan TB.
Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan kemitraan
diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat melalui Forum
Koordinasi TB.
Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan memberikan kontribusi
terhadap penguatan sistem kesehatan nasional.
Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif, proaktif, efektif, responsif,
profesional dan akuntabel.
Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk meningkatkan komitmen
pemerintah daerah dan pusat terhadap keberlangsungan program dan pencapaian
target strategi global penanggulangan TB yaitu eliminasi TB tahun 2035.
Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus, dan dukungan
pengobatan TB.
Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di upaya kesehatan berbasis keluarga
dan masyarakat.
Penguatan manajemen program (health system strenghtening)
 SDM
 Logistik
 Regulasi dan pembiayaan
 Sistem Informasi, termasuk mandatory notification
 Penelitian dan pengembangan inovasi program

23
5. Pengorganisasi dan Pembagian Peran Penanggulangan TB
a. Tingkat Pusat.
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerdunas-TB yang merupakan forum
kemitraan lintas sektor di bawah koordinasi Menteri Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan, dan penanggung jawab teknis pengendalian TB yaitu
Menteri Kesehatan R.I. Dalam pelaksanaannya program TB secara Nasional
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, cq. Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung.
b. Tingkat Provinsi.
Di tingkat provinsi Gerdunas-TB Provinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim
Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam
pelaksanaan program TB di tingkat provinsi dikordinasikan Dinas Kesehatan Provinsi.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota Gerdunas-TB kabupaten/kota yang terdiri dari Tim Pengarah
dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/Kota
dikordinasikan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
d. Tingkat fasyankes
Tatalaksana pasien TB dilaksanakan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).
1). Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Berdasarkan kemampuan pemeriksaan mikroskopis FKTP di bagi menjadi :
 FKTP Rujukan Mikroskopis (FKTP-RM), yaitu fasilitas kesehatan
tingkat pertama yang mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis
TB.
 FKTP Satelit (FKTP-S) yaitu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
yang melakukan pembuatan sedian apus sampai fiksasi.
Secara umum konsep pelayanan pasien TB di Balai Pengobatan dan
Dokter Praktek Mandiri (DPM) sesuai dengan kemampuan pelayanan
yang diberikan.
2). Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)
FKRTL dalam hal ini adalah fasilitas kesehatan RTL yang mampu
memberikan layanan TB secara menyeluruh mulai dari promotif, preventif,

24
kuratif, rehabilitatif dan paliatif untuk kasus-kasus TB dengan penyulit dan
kasus TB yang tidak bisa ditegakkan diagnosisnya di FKTP.
Fasilitas kesehatan yang termasuk dalam FKRTL adalah RS Tipe C, B dan
A, RS Rujukan Khusus Tingkat Regional dan Nasional, Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) dan klinik utama.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien TB secara
berkualitas dan terjangkau, semua fasilitas kesehatan tersebut diatas perlu
bekerja sama dalam kerangka jejaring pelayanan kesehatan baik secara
internal didalam gedung maupun eksternal bersama lembaga terkait
disemua wilayah.
Pembagian peran dan wewenang dalam penanggulangan TB.
Pelaksanaan pembagian peran dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah,
bertujuan untuk:
 Meningkatkan komitmen dan kepemilikan program antara pemerintah pusat dan
daerah.
 Meningkatkan koordinasi, keterpaduan dan sikronisasi perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan penilaian program.
 Efisiensi, efektifas dan prioritas program sesuai dengan kebutuhan.
 Meningkatkan kontribusi pembiayaan program bersumber dari dana
pemerintah pusat dan daerah untuk pembiayaan program secara memadai.

Pembagian peran dalam Penanggulangan TB :


Tingkat pusat
 Menetapkan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB (NSPK).
 Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dan kemitraan untuk
kegiatan Penanggulangan TB dengan institusi terkait ditingkat nasional.
 Memenuhi kebutuhan Obat Anti TB (OAT) lini1 dan lini2 (TB-RO).
 Memenuhi kebutuhan perbekalan kesehatan, reagensia dan penunjang
laboratorium lain untuk penegakan diagnosis TB sebagai penyangga kegiatan
atau buffer.
 Pemantapan mutu obat dan laboratorium TB.
 Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan Penanggulangan TB.
 Pendanaan kegiatan operasional Penanggulangan TB yang terkait dengan
tugas pokok dan fungsi.

25
 Pendanaan kegiatan peningkatan SDM Penanggulangan TB terkait dengan
tugas pokok dan fungsi.
Tingkat Provinsi
 Melaksanakan ketetapan kebijakan dan strategi program penanggulangan
TB (NSPK).
 Menyediakan kebutuhan perbekalan kesehatan, reagensia dan penunjang
laboratorium lain untuk penegakan diagnosis TB sebagai penyangga
kegiatan atau buffer.
 Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dan kemitraan untuk
kegiatan Penanggulangan TB dengan institusi terkait ditingkat provinsi.
 Mendorong ketersediaan dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan
Penanggulangan TB.
 Pemantauan dan pemantapan mutu atau quality assurance untuk
pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis TB.
 Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan Penanggulangan TB,
pemantapan surveilans epidemiologi TB ditingkat kabupaten/kota.
 Pendanaan kegiatan operasional Penanggulangan TB yang terkait dengan
tugas pokok dan fungsi.
 Pendanaan kegiatan peningkatan SDM Penanggulangan TB terkait dengan
tugas pokok dan fungsi.
Tingkat Kabupaten/Kota
 Melaksanakan ketetapan kebijakan dan strategi program penanggulangan
TB (NSPK).
 Menyediakan kebutuhan perbekalan kesehatan dan bahan pendukung
diagnosis.
 Menyediakan kebutuhan pendanaan untuk operasional program
Penanggulangan TB.
 Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor serta jejaring
kemitraan untuk kegiatan Penanggulangan TB dengan institusi terkait
ditingkat Kabupaten.
 Menyediakan kebutuhan Pendanaan kegiatan peningkatan SDM
Penanggulangan TB di wilayah nya.
 Menyediakan bahan untuk promosi TB.

26
6. Konsep Kebijakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
Pembangunan Kesehatan
Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. (UU 25 Tahun 2004 Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional)
Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa dalam rangka mencapai tujuan kesehatan yaitu untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis. (Pasal 2 UU 36/2009)
Kebijakan pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 difokuskan pada penguatan
upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui
peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan
pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam
mendorong reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang
optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan preventif.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1)
penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan
jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan
strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif
dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem
rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan
intervensi berbasis risiko kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan
strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya.
Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat.

Paradigma Sehat

27
Berdasarkan prinsip paradigma sehat, Puskesmas wajib mendorong seluruh pemangku
kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Paradigma
adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya, yang akan
mempengaruhinya dalam berfikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku
(psikomotorik). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan
praktik yang diterapkan dalam memandang realitas di sebuah komunitas. Dengan
demikian, Paradigma Sehat dapat didefinisikan sebagai cara pandang, asumsi, konsep,
nilai, dan praktik yang mengutamakan upaya menjaga dan memelihara kesehatan,
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Dengan Paradigma Sehat maka orang-orang yang sehat akan diupayakan agar tetap
sehat dengan menerapkan pendekatan yang holistik. Selama ini cara pandang, asumsi,
konsep, nilai, dan praktik yang berlaku tampaknya masih menitikberatkan pada
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan – Paradigma Sakit. Apalagi dengan
dilaksanakannya JKN yang saat ini masih lebih memperhatikan penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan bagi perorangan. Oleh sebab itu, dalam kurun waktu lima
tahun ke depan harus dilakukan perubahan, agar Paradigma Sehat benar-benar
diterapkan dalam membangun kesehatan masyarakat, termasuk dalam pelaksanaan
JKN. Perubahan yang dimaksud mencakup perubahan pada penentu kebijakan (lintas
sektor), tenaga kesehatan, institusi kesehatan, dan masyarakat sebagaimana disajikan
dalam tabel berikut

Tabel 2. Perubahan Paradigma ke arah Paradigma Sehat


No. Kelompok Perubahan Dampak
Sasaran Yang Diharapkan Dari Perubahan

1. Penentu kebijakan Pemangku kepentingan 1. Menjadikan


(lintas sektor) memperhatikan dampak kesehatan kesehatan
dari kebijakan yang diambil baik di sebagai arus
hulu maupun di hilir utama
pembangunan
2. Meningkatkan
peran lintas
sektor dalam

28
pembangunan
kesehatan

2. Tenaga kesehatan Tenaga kesehatan di setiap lini 1. Promotif dan


pelayanan kesehatan mengupayakan preventif
agar: merupakan
1.Orang sehat tetap sehat dan tidak aspek utama
menjadi sakit dalam setiap
2.Orang sakit menjadi sehat upaya kesehatan
3.Orang sakit tidak menjadi lebih sakit 2. Meningkatnya
kemampuan
tenaga
kesehatan dalam
promotif &
preventif

3. Institusi kesehatan Setiap institusi kesehatan 1. Peningkatan


menerapkan standar mutu dan tarif mutu pelayanan
dalam pelayanan kepada masyarakat. kesehatan
2. Pelayanan
kesehatan
berkompetisi
lebih “fair” dalam
hal mutu dan tarif
di dalam
memberikan
pelayanan
terbaik bagi
masyarakat

4. Masyarakat Masyarakat merasa bahwa kesehatan 1. Terlaksananya

adalah harta berharga yang harus PPHBS di

29
diupayakan dan dijaga keluarga dan

masyarakat

2. Masyarakat aktif

sebagai kader,

sehingga

terlaksana

kegiatan

pemberdayaan

masyarakat

melalui UKBM

Kebijakan operasional tersebut diharapkan akan mampu mewujudkan Keluarga Sehat


sebagaimana cita-cita untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Oleh karena itu, maka Program Indonesia Sehat akan dilaksanakan melalui
Pendekatan Keluarga. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga pada
dasarnya merupakan integrasi pelaksanaan program-program kesehatan dengan fokus
pada keluarga.
Semula program kesehatan yang termasuk ke dalam area prioritas tersebut di atas
dilaksanakan secara bertahap tahun mulai tahun 2015-2016 di daerah terpilih (9
provinsi, 64 Kabupaten/Kota, 470 Puskesmas) termasuk di daerah tertinggal,
perbatasan dan kepulauan (DTPK) program Nusantara Sehat. Sejak tahun 2017, guna
mempercepat pencapaian target, ditetapkan perluasan pelaksanaan hingga mencakup
seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota (34 provinsi, 514 kabupaten/kota). Dengan
demikian pentahapan sejak tahun 2017 tersebut adalah: 2926 Puskesmas (tahun 2017),
5852 Puskesmas (tahun 2018), dan 9754 Puskesmas atau seluruh Puskesmas (tahun
2019).

7. Penguatan Puskesmas Melalui Pendekatan keluarga yang holistik.


Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan
jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di

30
wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar
gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya.
Selain itu Puskesmas juga
harus meningkatkan kerjasama dengan jejaringnya (fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama lain di wilayahnya), agar fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama lain tersebut juga turut menyelesaikan masalah-masalah kesehatan keluarga.
Yakni masalah-masalah kesehatan keluarga dari peserta JKN yang dilayaninya.
Keluarga dijadikan fokus dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat
karena menurut Friedman (1998), terdapat lima fungsi keluarga, yaitu:
1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk 

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan
psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu
yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan
sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina
sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat dalam mengembangkan
kemampuan individu meningkatkan penghasilan agar memenuhi kebutuhan
keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah
untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang
kesehatan. Tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah:
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya.
2) Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat.
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.
4) Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan 

perkembangan kepribadian anggota keluarganya.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.

31
Pendekatan keluarga merupakan pengembangan dari kunjungan rumah oleh
Puskesmas dan perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas),
yang meliputi kegiatan berikut:
1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data profil kesehatan
keluarga 
dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.
2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif
dan 
preventif.
3. Kunjungan keluarga untuk menindaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung.
4. Pemanfaatan data dan informasi dari profil kesehatan keluarga untuk 

pengorganisasian/pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.
Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan
memanfaatkan data dan informasi dari profil kesehatan keluarga (family folder). Dengan
demikian, pelaksanaan upaya Perkesmas harus diintengrasikan ke dalam kegiatan
pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya
mengandalkan UKBM yang ada sebagaimana selama ini dilaksanakan, melainkan juga
langsung berkunjung ke keluarga. Perlu diperhatikan, bahwa pendekatan keluarga
melalui kunjungan rumah ini tidak berarti mematikan UKBM-UKBM yang ada, tetapi
justru untuk memperkuat UKBM- UKBM yang selama ini dirasakan masih kurang efektif.
Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang
mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan pada
data dan informasi dari profil kesehatan keluarga (gambar 4). Tujuan dari pendekatan
keluarga adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan akses keluarga beserta anggotanya terhadap pelayanan
kesehatan komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta
pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar.
2. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) kabupaten/kota dan
provinsi, melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan.
3. Mendukung pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk menjadi peserta JKN.
4. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Renstra
Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019.

32
Pelaksanaan Pendekatan Keluarga
Satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) sebagaimana
dinyatakan dalam kartu keluarga. Keluarga yang terdapat kakek dan atau nenek atau
individu lain dalam satu rumah tangga, maka rumah tangga tersebut dianggap terdiri
lebih dari satu keluarga. Suatu keluarga dinyatakan sehat atau tidak digunakan
beberapa penanda atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia
Sehat telah disepakati adanya dua belas indikator utama untuk penanda status
kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
5. Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS)
dari setiap keluarga, sedangkan keadaan masing-masing indikator mencerminkan
kondisi PHBS dari keluarga yang bersangkutan.
Pelaksanaan pendekatan keluarga ini
memiliki tiga hal yang harus diadakan atau dikembangkan, yaitu:
1. Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.
2. Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.
3. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas. Instrumen yang
diperlukan di tingkat keluarga adalah sebagai berikut:

1) Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family
folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga
dan data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah
sehat (akses/ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat).
Data individu anggota keluarga mencantumkan karakteristik individu (umur,

33
jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang
bersangkutan, seperti mengidap penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan
gangguan jiwa) dan perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan
dan perkembangan balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain).
2) Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet,
bukusaku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai
masalah kesehatan yang dihadapinya, misalnya: Flyer tentang Kehamilan dan
Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer tentang
Pertumbuhan Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer tentang
Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain.
3) Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat
berupa forum- forum berikut.
4) Kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas.
4. Diskusi kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus group
discussion (FGD) melalui Dasawisma dari PKK.
5. Kesempatan konseling di UKBM-UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos UKK, dan
lain-lain).
6. Forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug desa,

selapanan, dan lain-lain.
Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat diupayakan dengan
menggunakan tenaga-tenaga berikut:
1. Kader-kader kesehatan, seperti kader Posyandu, Posbindu, Poskestren, PKK,
dan 
lain-lain.
2. Pengurus organisasi kemasyarakatan setempat, seperti pengurus PKK,
pengurus 
Karang Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain.

Peran Puskesmas dalam Pendekatan Keluarga


Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas bertanggung
jawab atas satu wilayah administrasi pemerintahan, yakni kecamatan atau bagian dari
kecamatan. Di setiap kecamatan harus terdapat minimal satu Puskesmas. Untuk

34
membangun dan menentukan wilayah kerja Puskesmas, faktor wilayah, kondisi
geografis, dan kepadatan/jumlah penduduk merupakan dasar pertimbangan.
Penyelenggaraan Puskesmas terdapat 6 (enam) prinsip, yaitu; 1) Prinsip Paradigma
Sehat. 2) Prinsip Pertanggungjawaban Wilayah. 3) Prinsip Kemandirian Masyarakat. 4)
Prinsip Pemerataan. 5) Prinsip Teknologi Tepat Guna. 6) Prinsip Keterpaduan dan
Kesinambungan.
Peran Pembina Keluarga
1. Mengumpulkan data kesehatan keluarga (menggunakan formulir Profil

2. Melakukan analisis data secara sederhana


3. Melakukan identifikasi masalah
4. Melakukan intervensi, penyuluhan/pendidikan kesehatan (menggunakan paket 

informasi keluarga / pinkesga) sebagai berikut :
1) Menjelaskan hal-hal penting berkaitan dengan kesehatan ibu hamil,
melahirkan 
dan nifas, termasuk tentang tanda bahaya kehamilan 4T (4 Terlalu,
yaitu Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering, Terlalu Banyak) dan kehamilan yang
tidak diinginkan.
2) Menjelaskan hal-hal penting berkaitan dengan Air Susu Ibu (ASI) dan manfaat
pemberian ASI eksklusif kepada bayi.
3) Menjelaskan hal-hal penting berkaitan dengan imunisasi dasar dan manfaat
pemberian imunisasi dasar kepada bayi.
Peran Puskesmas dalam Pendekatan Keluarga
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas bertanggung
jawab atas satu wilayah administrasi pemerintahan, yakni kecamatan atau bagian dari
kecamatan. Di setiap kecamatan harus terdapat minimal satu Puskesmas. Untuk
membangun dan menentukan wilayah kerja Puskesmas, faktor wilayah, kondisi
geografis, dan kepadatan/jumlah penduduk merupakan dasar pertimbangan.
Penyelenggaraan Puskesmas terdapat 6 (enam) prinsip, yaitu; 1) Prinsip Paradigma
Sehat. 2) Prinsip Pertanggungjawaban Wilayah. 3) Prinsip Kemandirian Masyarakat. 4)
Prinsip Pemerataan. 5) Prinsip Teknologi Tepat Guna. 6) Prinsip Keterpaduan dan

35
Kesinambungan.
Peran Pembina Keluarga
1. Mengumpulkan data kesehatan keluarga (menggunakan formulir Profil
Kesehatan Keluarga / proke
2. Melakukan analisis data secara sederhana
3. Melakukan identifikasi masalah
4. Melakukan intervensi, penyuluhan/pendidikan kesehatan (menggunakan paket 

informasi keluarga / pinkesga) sebagai berikut :
1) Menjelaskan hal-hal penting berkaitan dengan kesehatan ibu hamil,
melahirkan 
 dan nifas, termasuk tentang tanda bahaya kehamilan 4T (4
Terlalu, yaitu Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering, Terlalu Banyak) dan
kehamilan yang tidak diinginkan.
2) Menjelaskan hal-hal penting berkaitan dengan Air Susu Ibu (ASI) dan manfaat
pemberian ASI eksklusif kepada bayi.
3) Menjelaskan hal-hal penting berkaitan dengan imunisasi dasar dan manfaat
pemberian imunisasi dasar kepada bayi.
4) Mengenali secara sederhana balita pendek (stunting) dan menjelaskan hal-hal
penting berkaitan dengan kesehatan dan perkembangan balita.
5) Mengenali secara sederhana penderita tuberkulosis dan menjelaskan hal hal
penting berkaitan dengan pencegahan dan pengobatan tuberkulosis.
6) Mengenali secara sederhana (dengan pengukuran) penderita hipertensi dan
menjelaskan hal-hal penting berkaitan dengan pencegahan dan pengobatan
hipertensi.
7) Menjelaskan hal-hal penting berkaitan dengan kandungan zat-zat berbahaya
dalam rokok dan menjelaskan bahaya merokok bagi kesehatan.
8) Mengenali secara sederhana penderita gangguan jiwa dan menjelaskan hal-
hal penting berkaitan dengan penanganan penderita.
9) Mengenali secara sederhana bentuk jamban sehat dan menjelaskan manfaat
jamban bagi kesehatan.
10) Mengenali secara sederhana ciri-ciri air bersih dan menjelaskan manfaat
air bersih bagi kesehatan.
11) Menjelaskan tentang manfaat keluarga berencana (KB), jenis-jenis alat
kontrasepsi (kelebihan dan kekurangannya) serta cara-cara memperoleh
pelayanan KB.

36
12) Menjelasakan tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan cara-cara
menjadi peserta JKN atau asuransi kesehatan lain.
5. Meremajakan (update) data keluarga dalam Profil Kesehatan Keluarga (Family
Folder).

6. Pengembangan kompetensi dapat dilakukan sesuai dengan penambahan
muatan indikator lokal spesifik di masing-masing daerah.

Peran pemangku kepentingan


Peran dinas kesehatan kabupaten/kota

Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai pemilik Unit Pelaksana
Teknis/Puskesmas adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh agar Peraturan
Menteri Kesehatan yang mengatur Pusat Kesehatan Masyarakat terpenuhi untuk semua
Puskesmas di wilayah kerjanya. Dalam rangka pelaksanaan pendekatan keluarga oleh
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki tiga peran utama, yakni:
pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan
pengendalian.
1. Pengembangan Sumber Daya

Sumber daya merupakan salah satu hal terpenting dalam rangka pelaksanaan
pendekatan keluarga di Puskesmas adalah tenaga kesehatan. Pendekatan keluarga
di bidang kesehatan bukan merupakan hal baru, namun karena sudah lama tidak
diterapkan, dapat dikatakan semua tenaga kesehatan Puskesmas yang ada saat ini
kurang memahaminya. 
 Sebagaimana disebutkan di atas, untuk pelaksanaan
pendekatan keluarga, selain tenaga manajemen Puskesmas (Kepala Puskesmas),
diperlukan kelompok tenaga untuk fungsi lainnya.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
berperan mengupayakan terpenuhinya tenaga- tenaga tersebut di Puskesmas. Jika
hal itu belum dapat dilakukan, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkewajiban
membantu Puskesmas mengatur penugasan tenaga-tenaga yang ada, agar ketiga
fungsi di atas dapat berjalan. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk menyelenggarakan pembekalan/pelatihan
tenaga Puskesmas sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan jika
diperlukan pembekalan/pelatihan.
2. Koordinasi dan Bimbingan

Koordinasi dan bimbingan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sangat penting

37
dilakukan, di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. Bimbingan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan mengirim petugas ke Puskesmas,
guna membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi Puskesmas.
Bimbingan juga dapat dilakukan dengan mempersilakan Puskesmas yang
menghadapi masalah penting untuk berkonsultasi ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota di luar jadwal yang telah ditetapkan.
3. Pemantauan dan Pengendalian

Pemantauan dan pengendalian dilaksanakan dengan mengembangkan sistem
pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sehingga Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengetahui IKS tingkat kecamatan dari masing-
masing kecamatan di wilayah kerjanya, dan menghitung IKS tingkat kabupaten/kota.

Peran dinas kesehatan provinsi



Peran Dinas Kesehatan Provinsi dalam penyelenggaraan Puskesmas secara umum
adalah memfasilitasi dan mengoordinasikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di
wilayah kerjanya untuk berupaya dengan sungguh-sungguh agar Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 terpenuhi di semua Puskesmas. Dalam rangka
pelaksanaan pendekatan keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi juga memiliki tiga peran
utama, yakni: pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta
pemantauan dan pengendalian.
1. Pengembangan Sumber Daya
Dalam rangka pengembangan sumber daya, peran Dinas Kesehatan Provinsi terutama
adalah dalam pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan melalui
penyelenggaraan pelatihan untuk pelatih (Training of Trainers – ToT). Dinas Kesehatan
Provinsi meminta kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya untuk
mengirimkan calon-calon pelatih untuk melatih tenaga-tenaga kesehatan Puskesmas.
Sesuai dengan arahan dan bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi kemudian menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (Training of
Trainers – ToT), dengan memanfaatkan Balai Pelatihan Kesehatan yang ada di provinsi
bersangkutan.
2. Koordinasi dan Bimbingan

Dinas Kesehatan Provinsi dapat mengundang Kepala-kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota di wilayahnya untuk membahas dan menetapkan hal-hal apa yang
dapat dilaksanakan secara terkoordinasi (misalnya pelatihan, pengadaan, dan lain- lain)

38
dan bagaimana mekanisme koordinasinya. Selain itu juga untuk menentukan jadwal
kunjungan Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinas-dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di
wilayahnya dalam rangka bimbingan. Bimbingan terutama dilakukan untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan
pendekatan keluarga oleh Puskesmas.
3. Pemantauan dan Pengendalian

Pemantauan dan pengendalian dilaksanakan dengan mengembangkan sistem
pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi,
sehingga Dinas Kesehatan Provinsi dapat mengetahui IKS tingkat kabupaten/kota dari
masing-masing kabupaten dan kota di wilayah kerjanya, dan menghitung IKS tingkat
provinsi.

Peran dinas kesehatan provinsi



Peran Dinas Kesehatan Provinsi dalam penyelenggaraan Puskesmas secara umum
adalah memfasilitasi dan mengoordinasikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di
wilayah kerjanya untuk berupaya dengan sungguh-sungguh agar Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 terpenuhi di semua Puskesmas. Dalam rangka
pelaksanaan pendekatan keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi juga memiliki tiga peran
utama, yakni: pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta
pemantauan dan pengendalian.

Peran kementerian kesehatan



Kementerian Kesehatan sebagai Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud di dalam Undang-Undang No. 23
Tentang Pemerintahan Daerah berwenang untuk: (a) menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan; (b)
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, selain juga pengembangan sumber
daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan evaluasi. Bentuk dan isi dari
Prokesga, baik dalam bentuk manual maupun elektronik, harus ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan sebagai contoh (prototype). Pengadaan/penggandaannya
dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Demikian pula isi dari Pinkesga, serta kurikulum dan modul untuk
pembekalan tenaga Pembina Keluarga. Secara lebih terinci hal-hal yang perlu disiapkan

39
oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut.
1. Kebijakan dan Pedoman
Kebijakan dan pedoman yang harus disiapkan oleh
Kementerian Kesehatan meliputi, hal-hal berikut:
a. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Penyelenggaraan Program 

Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
b. Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Terpadu Program Indonesia Sehat
dengan 
Pendekatan Keluarga.
c. Peta Jalan (Road Map) Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga.
d. Pedoman Pembiayaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Kelaurga 
(Perencanaan Teritegrasi dari berbagai Sumber Dana-Kapitasi-
BOK-CSR)
e. Petunjuk teknis untuk sosialisasi kepada para pemangku kepentingan.
f. Petunjuk teknis untuk para petugas Puskesmas pelaksana kunjungan rumah
(pembina keluarga), kader, dan petugas Nusantara Sehat.
g. Pedoman untuk Petugas Puskesmas Pengolah dan Penganalisis Profil 

Kesehatan Keluarga
h. Aplikasi dan Buku Panduan Aplikasi Program Indonesia Sehat Dengan 

Pendekatan Keluarga
i. Buku saku pembina keluarga.
j. Kurikulum Pembekalan Petugas Pembina Keluarga.
k. Modul-modul untuk Pembekalan Petugas Pembina Keluarga.
l. Kurikulum Pelatihan Petugas Pengolah dan Penganalisis Profil Kesehatan 

Keluarga.
m. Blanko atau Prototipe Blanko Profil Kesehatan Keluarga (cetakan dan 

elektronik).
n. Paket Informasi Kesehatan Keluarga atau Prototipenya
o. Media penyuluhan/lembar balik untuk petugas Pembina Keluarga atau
prototipenya.
p. Aplikasi (perangkat lunak) pemantauan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga yang terintegrasi dengan Sistem Informasi yang ada.

40
2. Pengembangan Sumber daya
Adanya peningkatan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan, Kementerian Kesehatan
dapat menyediakan dana untuk pelaksanaan program kesehatan prioritas dengan
pendekatan keluarga. Penyediaan dana dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pentahapan pelaksanaan program prioritas, dan terutama diperuntukkan bagi:
Kelengkapan sarana dan prasarana Puskesmas, Penyelenggaraan pelatihan tenaga
kesehatan dan Biaya operasional. 
Khusus untuk pelatihan, Kementerian Kesehatan
berkewajiban untuk menetapkan kurikulum dan modul-modulnya. Pelaksanaannya tentu
bekerjasama dengan dinas kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan Provinsi.

3. Koordinasi dan Bimbingan.


Koordinasi dinas kesehatan yang selama ini sudah berjalan dengan Kementerian
Kesehatan yaitu menyelenggarakan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas).
Bimbingan ke Dinas Kesehatan Provinsi dilakukan dengan pembagian wilayah dan
penugasan terhadap pejabat-pejabat Kementerian Kesehatan untuk bertanggung jawab
terhadap wilayah binaan tertentu. Bimbingan atau pembinaan tidak dilakukan secara
sendiri-sendiri oleh setiap program kesehatan, melainkan secara terpadu secara tim.
Untuk itu, setiap tim yang hendak melakukan kunjungan ke provinsi binaannya, harus
terlebih dulu mempelajari IKS tingkat kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi dari
provinsi yang bersangkutan. Selain itu juga mengkaji profil kesehatan dari provinsi yang
bersangkutan. Tim yang akan melakukan kunjungan sebaiknya sudah memiliki agenda
permasalahan yang akan dibantu pemecahannya di provinsi yang dikunjunginya
sebelum datang berkunjung.

4. Pemantauan dan Pengendalian


Pemantauan dan pengendalian dilaksanakan dengan mengembangkan sistem
pelaporan dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Kementerian Kesehatan, sehingga
Kementerian Kesehatan dapat mengetahui IKS tingkat provinsi dari masing-masing
provinsi di Indonesia, dan menghitung IKS tingkat nasional. Rumus-rumus yang
igunakan serupa dengan yang digunakan di tingkat kecamatan/kabupaten/kota/provinsi
untuk menghasilkan gambaran tingkat nasional. Gambaran yang diperoleh digunakan
sebagai pembanding (benchmarking) guna memacu kompetisi sehat antar-provinsi
dalam mencapai Provinsi Sehat. Kementerian Kesehatan juga dapat melakukan
pemeringkatan/pemetaan.

41
Peran dan tanggung jawab lintas sektor

Masalah kesehatan adalah masalah yang multi dimensi, yakni banyak sekali faktor
penentu (determinan)nya. Sebagian besar faktor penentu tersebut bahkan berada di luar
jangkauan (tugas dan wewenang) sektor kesehatan. Misalnya, salah satu faktor yang
cukup besar pengaruhnya terhadap Angka Kematian Ibu melahirkan adalah karena
banyaknya terjadi pernikahan dan kehamilan dalam usia yang masih sangat muda.
Untuk itu diperlukan pengaturan agar tidak terjadi pernikahan dalam usia yang terlalu
muda. Penyusunan dan penerbitan peraturan tentang hal ini jelas berada di luar tugas
dan wewenang sektor kesehatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, disadari bahwa
keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga juga sangat
ditentukan oleh peran dan tanggung jawab sektor-sektor lain di luar sektor kesehatan
(lintas sektor).
Sebagaimana telah dikemukakan, keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga diukur dengan Indeks Keluarga Sehat, yang merupakan komposit
dari 12 indikator. Semakin banyak indikator yang dapat dipenuhi oleh suatu keluarga,
maka status keluarga tersebut akan mengarah kepada Keluarga Sehat. Sementara itu,
semakin banyak keluarga yang mencapai status Keluarga Sehat, maka akan semakin
dekat tercapainya Indonesia Sehat.
Apabila ditinjau dari segi pencapaian masing-masing indikator Keluarga Sehat, dapat
diidentifikasi peran dan tanggung jawab lintas sektor yang disajikan pada tabel 2.

Tabel 3. Peran dan Tanggung Jawab Lintas Sektor

Indikator keluarga
No. Pendukung keberhasilan Pihak yg terkait
Sehat

1 Keluarga ikut program 1. Tersedianya pelayanan kb Bkkbn & jajarannya


Keluarga berencana Sampai di tingkat
Desa/kelurahan
2. Promosi kb oleh nakes/di Kemenkes & jajarannya
Faskes
3. Promosi kb oleh pemuka2 Kemenag & jajarannya
Agama
-kemendikbud &
4. Pendidikan kespro/kb di slta &
Jajarannya
Perguruan tinggi -kemenristekdikti

42
-kemenpan & rb

5. Pns, anggota polri & anggota


-polri

Tni sbg panutan ber-kb


-tni

-bkkbn & jajarannya

6. Kampanye nasional kb
-kemenkominfo

7. Tersedianya pelayanan medis Kemenkes & jajarannya


Kb sampai di puskesmas

2 Ibu bersalin di fasilitas 1. Tersedianya pelayanan Kemenkes & jajarannya


Kesehatan Puskesmas poned & rs ponek yg
Merata & berkualitas
2. Tersedianya rumah tunggu Kemendagri/pemda &
Kelahiran & “ambulan”/alat Jajarannya
Transportasi utk bumil di
Tempat2 yg memerlukan
3. Tersedianya pelayanan anc & Kemenkes & jajarannya
Senam bumil di puskesmas

-kemenkes &
4. Promosi oleh nakes & kader
Jajarannya
Pkk ttg persalinan di fasilitas
-kemdagri/pemda &
Kesehatan
Jajarannya
3 Bayi mendapat imunisasi 1. Tersedianya pelayanan Kemenkes & jajarannya
Dasar lengkap Imunisasi dasar di puskesmas &
Fktp lain
2. Promosi oleh nakes/di faskes Kemenkes & jajarannya
Ttg imunisasi dasar
3. Promosi oleh pemuka2 agama Kemenag & jajarannya
Ttg imunisasi dasar

4. Promosi oleh kader pkk ttg Kemendagri/pemda &


Imunisasi dasar Jajarannya
5. Kampanye nasional imunisasi -kemenkes &
Dasar lengkap Jajarannya

43
Indikator keluarga
No. Pendukung keberhasilan Pihak yg terkait
Sehat

4 Bayi diberi asi eksklusif 1. Tersedianya pelayanan Kemenkes & jajarannya


Selama 6 bulan Konseling asi di puskesmas & fktp
Lain
2. Tersedianya ruang -kemendagri/pemda &
Menyusui/memerah & menyimpan Jajarannya
Asi di tempat2 umum &

Perkantoran/perusahaan
-kemenpan & rb

-kemenaker &
Jajarannya
3. Promosi oleh nakes/di faskes Kemenkes & jajarannya
Ttg asi eksklusif
4. Promosi oleh kader pkk ttg asi Kemendagri/pemda &
Eksklusif Jajarannya
5. Kampanye nasional pemberian -kemenkes &
Asi eksklusif Jajarannya
-kemenkominfo

5 Pertumbuhan balita 1. Posyandu yg berfungsi dengan Kemendagri/pemda &


Dipantau Baik & reguler (minimal 1 bulan Jajarannya
Sekali)
2. Supervisi & bimbingan yg Kemenkes & jajarannya
Reguler dari puskes-mas ke
Posyandu
3. Pemantauan pertumbuhan Kemendikbud &
Murid play group & taman Jajarannya
Kanak2
4. Promosi oleh kader pkk ttg Kemendagri/pemda &
Pemantauan pertumbuhan Jajarannya
Balita
5. Promosi oleh nakes/di faskes Kemenkes & jajarannya
Ttg pemantauan pertumbuhan
Balita
6 Penderita tb paru 1. Tersedianya pelayanan Kemenkes & jajarannya
Berobat sesuai standar Pengobatan tb paru di
Puskesmas, fktp lain & rumah
Sakit
2. Tersedianya pengawas -kemendagri/pemda &
Menelan obat (pmo) di rumah &/di
tempat kerja Jajarannya
-kemenaker & Jajarannya

44
No. Indikator keluarga Pendukung keberhasilan Pihak yg terkait
3. Promosi oleh nakes/di faskes Kemenkes & jajarannya
Ttg pengobatan tb paru

4. Promosi oleh kader pkk ttg Kemendagri/pemda &


Pengobatan tb paru Jajarannya
5. Promosi di tempat2 umum ttg Kemendagri/pemda &
Pengobatan tb paru Jajarannya
7 Penderita hipertensi 1. Akses pelayanan terpadu ptm Kemenkes & jajarannya
Berobat teratur Di fiktp
2. Tersedianya posbindu ptm di Kemendagri/pemda &
Setiap desa/ kelurahan yg Jajarannya
Berfungsi dg baik
3. Sistem pengawasan Kemendagri/pemda &
Keteraturan menelan obat dari Jajarannya
Kader kesehatan
4. Tersedianya pelayanan Kemenkes & jajarannya
Konseling berhenti merokok di
Puskesmas/fktp & rs
5. Peningkatan kegiatan senam & Kemenpora &
Aktivitas fisik di kalangan Jajarannya
Masyarakat
6. Pembatasan kandungan -kemendustri &
Garam dlm makanan & bahan Jajarannya
Tambahan makanan
-kemendag &

Jajarannya
7. Promosi oleh nakes/di faskes Kemenkes & jajarann
Ttg pengobatan hipertensi

8 Penderita gangguan 1. Akses pelayanan terpadu ptm Kemenkes & jajarannya


Jiwa diobati & tidak Di fiktp
Ditelantarkan/dipasung 2. Promosi oleh nakes/di faskes Kemenkes & jajarannya
Ttg pengobatan & perlakuan thd
Penderita gangguan jiwa
3. Promosi di tempat2 kerja ttg -kemenpan & rb
Pengobatan & perlakuan thd
Penderita gangguan jiwa

-kemenaker &
Jajarannya
4. Promosi oleh kader pkk ttg Kemendagri/pemda &
Pengobatan & perlakuan thd Jajarannya
Penderita

5. Promosi ttg pengobatan & Kemendagri/pemda &

45
No. Indikator keluarga Pendukung keberhasilan Pihak yg terkait
Sehat

Puskesmas/fktp & rs
2. Pembatasan iklan rokok dlm - kemenkominfo
Berbagai bentuk
- kemendag &
Jajarannya
3. Pemberlakuan kawasan Kemendagri/pemda &
Dilarang merokok di Jajarannya
Perkantoran/perusahaan &
Tempat2 umum

4. Pemberlakuan kawasan - kemendikbud &


Dilarang merokok di Jajarannya
Sekolah/madrasah & perguruan
- kemenag &
Tinggi
Jajarannya

- kemenristekdikti

5. Pemberlakuan batas usia Kemendagri/pemda &


Pembeli rokok Jajarannya
6. Kenaikan cukai rokok Kemenkeu

7. Kampanye nasional ttg bahaya Kemenkominfo


Merokok
10 Keluarga memiliki 1. Tersedianya sarana air bersih - kemenpu &
Sarana air bersih Sampai ke desa/ kelurahan Jajarannya
- kemendagri/pemda &
Jajarannya
2. Tersedianya sarana air bersih - kemendikbud &
Di sekolah/ madrasah Jajarannya
- kemenag &
Jajarannya
- kemendagri/pemda &
Jajarannya
3. Promosi oleh nakes/di faskes Kemenkes & jajarannya
Ttg pentingnya penggunaan air
Bersih
4. Promosi oleh kader Kemendagri/pemda &
Kesehatan/kader pkk ttg Jajarannya
Pentingnya penggunaan air
Bersih
11 Keluarga 1. Tersedianya jamban sehat di - kemenpu &
Memiliki/menggunakan Setiap keluarga Jajarannya

46
No. Indikator keluarga Pendukung keberhasilan Pihak yg terkait
Sehat

Tinggi - kemenag &


Jajarannya
- kemenristekdikti

3. Promosi oleh nakes/di faskes Kemenkes & jajarannya


Ttg pentingnya penggunaan air
Bersih
4. Promosi oleh kader Kemendagri/pemda &
Kesehatan/kader pkk ttg Jajarannya
Pentingnya penggunaan jamban
Sehat
12 Sekeluarga sudah 1. Tersedianya pelayanan Bpjs kesehatan &
Menjadi peserta jkn Kepesertaan jkn yg mudah & Jajarannya
Efisien
2. Tersedianya pelayanan fktp & Kemenkes & jajarannya
Rs yg bermutu & merata serta
Rujukan yg nyaman
3. Promosi ttg kepesertaan jkn Bpjs kesehatan &
Jajarannya
4. Kampanye nasional ttg Kemenkominfo
Kepesertaan jkn

Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di tingkat


Puskesmas dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga menggunakan Prokesga 

oleh Pembina Keluarga (dapat dibantu oleh kader kesehatan).
2. Membuat dan mengelola pangkalan data Puskesmas oleh tenaga pengelola data 

Puskesmas.
3. Menganalisis, merumuskan intervensi masalah kesehatan, dan menyusun rencana 

Puskesmas oleh Pimpinan Puskesmas.
4. Melaksanakan kunjungan rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan 

rehabilitatif oleh Pembina Keluarga.
5. Melaksanakan pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) melalui pendekatan 

siklus hidup oleh tenaga kesehatan Puskesmas.
6. Melaksanakan Sistem Informasi dan Pelaporan Puskesmas oleh tenaga pengelola 

data Puskesmas.

47
7. Kegiatan-kegiatan tersebut harus diintegrasikan ke dalam langkah-langkah
manajemen Puskesmas yang mencakup P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan-
Pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan-Pengendalian-Penilaian).
Puskesmas harus membagi wilayah kerjanya menjadi beberapa wilayah binaan
berdasarkan desa yang disesuaikan dengan luas wilayah, jumlah keluarga, jumlah
tenaga pendata dan kondisi geografis.
 Menetapkan petugas pembina keluarga
Setiap tenaga kesehatan Puskesmas
dapat diajukan sebagai Pembina Keluarga dengan focal pointnya adalah tenaga
perawat dan bidan.
 Menyusun SK Tim Pendekatan Keluarga 
 Penanggungjawab oleh Kepala
Puskesmas dengan melibatkan seluruh tenaga kesehatan sebagai pembina
keluarga
 Melakukan sosialisasi dengan lintas sector, perangkat desa,RW, RT, PKK dan
kader kesehatan

Pengenalan Standar Pelayanan Minimal


Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yg berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. SPM diarahkan untuk pelayanan dasar yang terkait dengan kebutuhan pokok
masyarakat
Esensi SPM adalah :
• SPM merupakan standar minimum pelayanan dasar yang wajib disediakan oleh

Pemda kepada masyarakat.
• Adanya SPM akan menjamin minimum pelayanan dasar yang berhak diperoleh 

masyarakat Indonesia dari Pemerintah
• Bagi Pemda: SPM dapat dijadikan tolok ukur (benchmark) dalam penentuan
biaya 
yang diperlukan untuk membiayai penyediaan pelayanan.
• Bagi masyarakat : SPM akan menjadi acuan mengenai kualitas dan kuantitas
suatu 
pelayanan dasar yang disediakan oleh Pemda.
• SPM harus mampu menjamin terwujudnya hak-hak individu serta dapat
menjamin 
akses masyarakat mendapat pelayanan dasar yang wajib disediakan
Pemda sesuai 
ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Tujuan SPM :
 Panduan dari pemerintah pusat untuk daerah dalam memberikan pelayanan

48
esensial
 Alat pemerintah pusat dalam memastikan bahwa setiap WNI memperoleh
pelayanan 
esensial yang sama
 Alat kontrol masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan daerah Untuk 

meningkatkan akuntabilitas pemda terhadap masyarakat.
Untuk menjamin tercapainya sasaran dan prioritas pembangunan nasional bidang
kesehatan, dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016, Menteri
Kesehatan telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan.
SPM Bidang Kesehatan merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. SPM Bidang Kesehatan sebagaimana tersebut meliputi :
1. Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar.
2. Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar.
3. Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanankesehatan sesuai standar.
4. Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
5. Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai
standar.
6. Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining
kesehatan sesuai standar.
7. Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining 

kesehatan sesuai standar.
8. Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
9. Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
10. Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan

sesuai standar.
11. Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar.
12. Setiap orang berisiko terinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, 

waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan lembaga pemasyarakatan)
mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar.
Jika disimak indikator untuk Indeks Keluarga Sehat, dapat diketahui bahwa dari 12 SPM
tersebut di atas, sebanyak tujuh SPM akan dapat dicapai atau didukung pencapaiannya
dengan diterapkannya pendekatan keluarga. Ketujuh indikator yang akan mendukung
tercapainya SPM tersebut adalah:

49
1. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
2. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
3. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
4. Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan
5. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
6. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
7. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
Dengan demikian, bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, pendekatan keluarga
merupakan salah satu cara yang sangat besar artinya bagi terlaksananya SPM Bidang
Kesehatan. Jika SPM menghendaki cakupan pelayanan secara universal (total
coverage), demikian pun dengan pendekatan keluarga. Dalam pendekatan keluarga,
Puskesmas harus mendata seluruh (total coverage) dari keluarga yang ada di wilayah
kerjanya dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi setiap anggota
keluarga.
Penguatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif,
guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar mampu
mengidentifi kasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan
melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat. (Permenkes No.
65 th 2013 tentang pedoman pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan)
UKMB adalah wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan
masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat dengan bimbingan dari
petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. 
 Pembina UKBM :
Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) : kelompok kerja yang tupoksinya
mempunyai keterkaitan dalam pembinaan penyelenggaraan/ pengelolaan Desa atau
Kelurahan Siaga Aktif, Forum Desa dan Kelurahan Siaga Aktif serta Pengelola Desa
atau Kelurahan Siaga Aktif
Bentuk UKBM antara lain Posyandu, Poskesdes, Posbindu Penyakit Tidak Menular,
UKS, Saka Bhakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), Pos UKK
dan lain- lain.
Pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah ini tidak berarti mematikan UKBM-UKBM
yang ada, tetapi justru untuk memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan
masih kurang efektif.

50
Gerakan Masyarakat
Gerakan masyarakat (Germas) hidup sehat merupakan upaya untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan bagi setiap orang untuk hidup sehat agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Tujuan umum dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah untuk: (a) menurunkan
beban penyakit menular dan penyakit tidak menular, baik kematian maupun kecacatan;
(b) menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan karena meningkatnya
penyakit; (c) menghindarkan terjadinya penurunan produktivitas penduduk; dan (d)
menghindarkan peningkatan beban finansial penduduk untuk pengeluaran kesehatan.
Adapun tujuan khusus dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gaya hidup sehat dalam upaya di bawah
payung aksi promotif dan preventif serta menurunkan faktor risiko utama penyakit
menular dan tidak menular terutama melalui meningkatkan aktifitas fisik teratur dan
terukur, konsumsi sayur dan buah dan melakukan deteksi dini penyakit
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka mendukung Gerakan Masyarakat Hidup Sehat,
antara lain : (1) Melakukan aktivitas fisik, (2) Mengonsumsi sayur dan buah (3) Tidak
merokok, (4) Tidak mengonsumsi alkohol, (5) Memeriksa kesehatan secara rutin, (6)
Membersihkan lingkungan, dan (7) Menggunakan jamban.

Penguatan P2PTM
Penyakit Tidak Menular (PTM) utama (kardiovaskuler, kanker, diabetes melitus, penyakit
paru obstruktif kronik dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan) terutama
di negara berkembang telah mengalami peningkatan dengan cepat sehingga
berdampak pada peningkatan angka kesakitan dan kematian. Global Status Report on
NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab
kematian semua umur di dunia adalah karena PTM. Di Indonesia dalam kurun waktu
tahun 1995- 2007, kematian akibat PTM mengalami peningkatan dari 41,7% menjadi
59,5%.
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah suatu tindakan yang sistematis dan terencana
yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan
kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas
hidup.
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dan 2013 menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan secara bermakna, diantaranya prevalensi penyakit stroke meningkat dari

51
8,3 per mil pada 2007 menjadi 12,1 per mil pada 2013. Tingginya prevalensi bayi
dengan BBLR (10%, tahun 2013) dan lahir pendek (20%, tahun 2013), serta tingginya
stunting pada anak balita di Indonesia (37,2%, 2013) perlu menjadi perhatian oleh
karena berpotensi pada meningkatnya prevalensi obese yang erat kaitannya dengan
peningkatan kejadian PTM. Data disabilitas berdasarkan provinsi menurut Riskesdas
tahun 2013 menunjukkan, prevalensi penduduk dengan disabilitas tertinggi adalah
Sulawesi Selatan (23,8%) dan terendah adalah Papua Barat (4,6%). Penyebab
disabilitas tertinggi di Indonesia pada kelompok umur 24 – 59 bulan yaitu Disabilitas
Netra, Disabilitas Wicara, Sindroma Down, Disabilitas Daksa, Bibir Sumbing, Disabilitas
Rungu, Disabilitas Grahita dan Cerebral Palsy. Dengan demikian, pencegahan dan
pengendalian PTM juga perlu mengintegrasikan dengan upaya-upaya yang mendukung
1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) melalui pendekatan keluarga secara holistik.
Pencegahan dan pengendalian PTM yang efektif membutuhkan interaksi efektif antar
fasilitas pelayanan kesehatan dari tingkat primer hingga tingkat rujukan, yang meliputi
pelayanan promotif, preventif, kuratif, paliatif dan rehabilitatif terhadap kasus-kasus
PTM. Pelayanan kesehatan dengan keluarga sebagai titik tumpu perkuatan dari seluruh
aktivitas yang berjalan secara efektif merupakan kunci keberhasilan penanggulangan
PTM. Dengan demikian, seluruh fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
bertahap harus diupayakan mampu melakukan penanggulangan PTM secara
terintegrasi dengan pemusatan terhadap keluarga.
Keluarga sebagai bagian dari Masyarakat mempunyai peran penting dalam pencegahan
PTM, antara lain dalam menumbuhkan budaya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
pada komunitas. PHBS pada pencegahan PTM dilakukan melalui penerapan perilaku
“CERDIK” yang merupakan akronim dari “Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan
asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat yang cukup
dan Kelola stres”.
Upaya-upaya kesehatan berbasis masyarakat seperti Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM sangat penting untuk mengendalikan faktor-faktor risiko PTM. Oleh
karena itu, setiap keluarga harus didorong untuk bertanggung jawab atas perilakunya,
termasuk penerapan perilaku CERDIK. Posbindu PTM sebagai wujud peran serta
masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan deteksi dini, pemantauan dan intervensi serta
tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini
meliputi pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM, upaya pengendalian faktor
risiko PTM, penanggulangan gangguan Indera dan identifikasi gangguan fungsional,

52
surveilans faktor risiko PTM, pemantauan dan penilaian perkembangan kemajuan
pencapaian kinerja Posbindu PTM. Posbindu PTM juga dikembangkan pada masyarakat
sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor risiko
PTM pada awalnya tidak memberikan gejala.
Di sisi lainnya, lingkungan seharusnya dibangun untuk memberikan ruang bagi publik
untuk membuat pilihan yang sehat dan menghindari faktor-faktor penyebab timbulnya
masalah kesehatan, termasuk penyakit tidak menular. Salah satu bentuk upaya ini
dilakukan melalui Implementasi Kawasan Tanpa Rokok terutama di 7 tatanan antara lain
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,
tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang
ditetapkan sebagaimana amanat Undang-Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular seharusnya juga
diterapkan berbasis siklus tahapan kehidupan (life-course approach). Oleh karena itu,
upaya tersebut dianjurkan untuk dilakukan sejak usia dini, usia remaja, usia kerja hingga
usia lanjut. Dengan demikian, sekolah merupakan lembaga yang penting dalam
pencegahan PTM pada usia anak dan remaja. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang
antara lain menumbuhkan budaya PHBS atau penerapan perilaku CERDIK pada
komunitas sekolah termasuk guru, administrator dan peserta didik. Tenaga-tenaga
Pembina UKS di sekolah, Puskesmas dan pemerintah daerah setempat mempunyai
peran besar terhadap kegiatan ini, termasuk menjadi role model. Untuk itu, komponen
upaya pencegahan dan pengendalian PTM pada program UKS selayaknya menjadi
program wajib Puskesmas agar pengendalian faktor risiko dan deteksi dini dapat
dilakukan sejak usia dini. Sementara untuk target sasaran usia produktif dan usia lanjut,
pencegahan dan pengendalian PTM dapat dilakukan melalui program perluasan
“Posbindu PTM” di tempat kerja dan di kelompok-kelompok masyarakat, serta integrasi
kegiatan Posbindu PTM dan Posyandu Lansia termasuk juga dengan program “Rumah
Sehat Desa” dari lintas sektor.
Pelayanan Terpadu PTM untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama, khususnya di
Puskesmas akan menjamin terlaksananya deteksi dini faktor risiko PTM seperti
Pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, tekanan darah, gula darah, profil
lemak darah, pemeriksaan fungsi paru sederhana, pemeriksaan IVA dan SADANIS,
diagnosa dini serta pengobatan esensial PTM, termasuk penguatan tata-laksana faktor
risiko antara lain upaya berhenti merokok (UBM) maupun konseling faktor risiko PTM

53
lainnya. UBM dilaksanakan di Puskesmas bertujuan untuk menghentikan
ketergantungan individu terhadap rokok secara bertahap melalui konseling dan motivasi
tanpa penggunaan obat.
Keterpaduan tata laksana kasus PTM seperti Hipertensi dan Diabetes dilakukan dengan
penggunaan charta risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh darah sehingga pengelolaan
risiko dapat terpantau secara efektif. Selain itu, sistem rujukan termasuk juga rujuk balik
perlu diperkuat untuk menjamin penanganan kegawat-daruratan dan kasus-kasus PTM
yang perlu dirujuk. Agar upaya penguatan menjadi lebih optimal, diperlukan sinkronisasi
dengan pola pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ketersediaan peralatan
dan obat-obatan esensial PTM sesuai standar di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama akan mendukung terlaksananya pelayanan terpadu PTM secara optimal dan
efektif.
Dalam penanggulangan kanker saat ini diprioritaskan pada kanker leher rahim dan
kanker payudara dikarenakan ke-2 kanker ini yang terbanyak di masyarakat. Kegiatan
tersebut berupa deteksi dini kanker leher rahim/ kanker serviks dengan metode Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang dilakukan pada wanita telah aktif secara seksual
terutama pada usia 30 – 50 tahun untuk menemukan lesi prekanker dan mengatahui
adanya perubahan sel di dinding rahim. Pada lesi pre kanker akan menampilkan bercak
putih yang menandakan hasilnya positif setelah dipulas dengan asam asetat atau asam
cuka (3 – 5%). Hasil IVA positif akan dilakukan tindakan krioterapi sehingga dapat
mencegah terjadinya kanker leher rahim lebih lanjut. Sementara itu, perlindungan
kesehatan bagi perempuan terhadap kanker leher rahim dilakukan dengan pemberian
Vaksinasi HPV. Untuk pemeriksaan payudara dikenal dengan SADANIS (Pemeriksaan
Payudara Klinis) karena dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk menemukan
benjolan payudara sedini mungkin agar secepatnya dapat dilakukan tindakan.
Penanggulangan gangguan fungsional dilaksanakan dengan memperkuat layanan
rehabilitatif di Puskesmas dan destigmatisasi para penyandang disabilitas di masyarakat
melalui upaya peningkatan edukasi dan advokasi sehingga para penyandang disabilitas
memiliki kesamaan dan kesempatan akses yang selayaknya.

Konsep jaminan kesehatan nasional


Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar

54
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah
Program JKN ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi seluruh
masyarakat Indonesia, baik Penerima Bantuan Iuran (PBI) ataupun Non-PBI. Dalam
pengembangan JKN ini Kementerian Kesehatan fokus pada pengembangan benefit
package, menggunakan sistem pembiayaan asuransi dengan azas gotong royong, serta
melakukan kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit),
serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-
keluarga sehat. Tanda kepesertaan JKN adalah Kartu Indonesia Sehat (KIS)

Konsep korupsi dan antikorupsi


Korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan
tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan
keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor
ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di
bawah kekuasaan jabatan.
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan oleh lebih dari satu orang;
2. Merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
3. Berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
4. Berlindung di balik pembenaran hukum;
5. Melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
6. Mengkhianati kepercayaan

Bentuk dan Perbuatan Korupsi


1. Kerugian Keuangan Negara
2. Suap Menyuap
3. Penggelapan Dalam Jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan Curang
6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
7. Gratifikasi

55
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi
berkembangnya korupsi. Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud
adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan
bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
Penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternalpri: Faktor internal
merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau individu, sedangkan
faktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem.
Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan,
atau setidaknya mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut. Faktor internal
sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap
individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian,
kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan.
Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi
faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya faktor eksternal,
selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam
prinsip- prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan
kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/ institusi/ masyarakat. Oleh karena itu
hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
Upaya Pencegahan Korupsi : Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi, Pencegahan Sosial
dan Pemberdayaan Masyarakat dan Pencegahan Korupsi di Sektor Publik. Peluang
bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem
(sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral dan
kesejahteraan).

8. Penguatan Puskesmas Melalui Pendekatan keluarga yang holistik.


9. Konsep Jaminan Kesehatan Nasional.

VIII. REFERENSI
Peraturan Menteri Kesehatan TB No.67 tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis
Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2015-2019
Modul Keluarga Sehat 2017

56
IX. LAMPIRAN
A. LAMPIRAN 1.
Standar Internasional untuk Pelayanan Tuberkulosis
(International Standards for TB Care/ISTC) edisi ke 2
International for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi
guideline Program Pengendalian TB yang konsisten dengan rekomendasi WHO.
ISTC edisi pertama dikeluarkan pada tahun 2006 dan pada tahun 2009 direvisi.
Terdapat penambahan standar dari 17 standar menjadi 21 standar yang terdiri dari :
Standar diagnosis (standar 1-6)
Standar pengobatan (standar 7-13)
Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain
(standar 14-17)
Standar kesehatan masyarakat (standar 18-21)

Prinsip dasar ISTC tidak berubah. Penemuan kasus dan pengobatan tetap menjadi
hal utama. Selain itu juga tanggungjawab penyedia pelayanan kesehatan untuk
menjamin pengobatan sampai selesai dan sembuh. Seperti halnya pada edisi
sebelumnya, edisi 2009 ini tetap konsisten berdasarkan rekomendasi internasional
dan dimaksudkan untuk melengkapi bukan untuk menggantikan rekomendasi lokal
atau nasional.

STANDAR UNTUK DIAGNOSIS


Standar 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak
jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.
*) lihat addendum

Standar 2
Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis
paru harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 kali yang
diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika mungkin paling tidak
satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.
*) lihat addendum

Standar 3
Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya
diambil untuk pemeriksaan mikroskopik, biakan, dan histopatologi.
*) lihat addendum

57
Standar 4
Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberkulosis seharusnya
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Standar 5
Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus didasarkan
kriteria berikut: minimal dua kali pemeriksaan dahak mikroskopik negatif
(termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari); temuan foto toraks sesuai
tuberkulosis; dan tidak ada respons terhadap antibiotika spektrum luas
(catatan: fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap M. tuberculosis
complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita
tuberkulosis). Untuk pasien ini biakan dahak harus dilakukan. Pada pasien
yang sakit berat atau diketahui atau diduga terinfeksi HIV, evaluasi diagnostik
harus disegerakan dan jika bukti klinis sangat mendukung ke arah tuberkulosis,
pengobatan tuberkulosis harus dimulai.
Standar 6
Pada semua anak yang diduga menderita tuberkulosis intratoraks (yakni paru,
pleura, dan kelenjar getah bening mediastinum atau hilus), konfirmasi
bakteriologis harus dilakukan dengan pemeriksaan dahak (dengan cara batuk,
kumbah lambung, atau induksi dahak) untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan. Jika hasil bakteriologis negatif, diagnosis tuberkulosis harus didasarkan
pada kelainan radiografi toraks sesuai tuberkulosis, riwayat terpajan kasus
tuberkulosis yang menular, bukti infeksi tuberkulosis (uji tuberkulin positif atau
interferon gamma release assay) dan temuan klinis yang mendukung ke arah
tuberkulosis. Untuk anak -yang diduga menderita tuberkulosis ekstra paru,
spesimen dari lokasi yang dicurigai harus diambil untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopik, biakan, dan histopatologis.
*) lihat addendum

STANDAR UNTUK PENGOBATAN


Standar 7
Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung
jawab kesehatan masyarakat yang penting untuk mencegah penularan infeksi
lebih lanjut dan terjadinya resistensi obat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini
praktisi tidak hanya wajib memberikan paduan obat yang memadai tetapi juga
memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat lokal dan sarana lain, jika
memungkinkan, untuk menilai kepatuhan pasien serta dapat menangani
ketidakpatuhan bila terjadi.

58
Standar 8
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah
diobati harus diberi paduan obat yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang bioavailabilitasnya telah diketahui. Fase inisial
seharusnya terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Fase
lanjutan seharusnya terdiri dari isoniazid dan rifampisin yang diberikan selama
4 bulan. Dosis obat anti tuberkulosis yang digunakan harus sesuai dengan
rekomendasi internasional. Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2
obat (isoniazid dan rifampisin), 3 obat (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid),
dan 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol) sangat
direkomendasikan.
*) lihat addendum

Standar 9
Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence) terhadap pengobatan,
suatu pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan
kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan
penyelenggara kesehatan, seharusnya dikembangkan untuk semua pasien.
Pengawasan dan dukungan seharusnya berbasis individu dan harus
memanfaatkan bermacam-macam intervensi yang direkomendasikan dan
layanan pendukung yang tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien.
Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah
penggunaan berbagai upaya untuk menilai dan mengutamakan kepatuhan
terhadap paduan obat dan menangani ketidakpatuhan, bila terjadi. Upaya ini
seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh kedua belah
pihak, yaitu pasien dan penyelenggara pelayanan. Upaya ini dapat mencakup
pengawasan langsung menelan obat (directly observed therapy-DOT) serta
identifikasi dan pelatihan bagi pengawas menelan obat (untuk tuberkulosis dan,
jika memungkinkan, untuk HIV) yang dapat diterima dan dipercaya oleh pasien
dan sistem kesehatan. Insentif dan dukungan, termasuk dukungan keuangan
dapat diberikan untuk mendukung kepatuhan.
Standar 10
Respons terhadap terapi pada pasien tuberkulosis paru harus dimonitor
dengan pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (dua spesimen) saat fase
inisial selesai (dua bulan). Jika apus dahak positif pada akhir fase inisial, apus
dahak harus diperiksa kembali pada bulan ketiga dan jika positif, biakan dan uji
resistensi terhadap isoniazid dan rifampisin harus dilakukan. Pada pasien

59
tuberkulosis ekstra paru dan pada anak, penilaian respons pengobatan terbaik
adalah secara klinis.
*) lihat addendum

Standar 11
Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan
terdahulu, pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat, dan prevalensi
resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien.
Uji sensitivitas obat seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk semua
pasien yang sebelumnya pernah diobati. Pasien yang apus dahak tetap positif
setelah pengobatan tiga bulan selesai dan pasien gagal pengobatan, putus
obat, atau kasus kambuh setelah pengobatan harus selalu dinilai terhadap
resistensi obat. Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, biakan dan
uji sensitivitas/resistensi obat setidaknya terhadap isoniazid dan rifampisin
seharusnya dilaksanakan segera untuk meminimalkan kemungkinan
penularan. Upaya pengendalian infeksi yang memadai seharusnya dilakukan
sesuai tempat pelayanan.
Standar 12
Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberkulosis yang
disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati
dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini
kedua. Paduan obat yang dipilih dapat distandarisasi atau sesuai pola
sensitivitas obat berdasarkan dugaan atau yang telah terbukti. Paling tidak
harus digunakan empat obat yang masih efektif, termasuk obat suntik, harus
diberikan paling tidak 18 bulan setelah konversi biakan. Tindakan yang
berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang
berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR/XDR TB harus
dilakukan.
Standar 13
Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis,
dan efek samping seharusnya dibuat untuk semua pasien.

60
STANDAR UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV DAN KONDISI
KOMORBID LAIN

Standar 14
Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada semua pasien yang
menderita atau yang diduga menderita tuberkulosis. Pemeriksaan ini
merupakan bagian penting dari manajemen rutin bagi semua pasien di daerah
dengan prevalensi infeksi HIV yang tinggi dalam populasi umum, pasien
dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan HIV, dan pasien
dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV. Mengingat terdapat hubungan yang
erat antara tuberkulosis dan infeksi HIV, pada daerah dengan prevalensi HIV
yang tinggi pendekatan yang terintegrasi direkomendasikan untuk pencegahan
dan penatalaksanaan kedua infeksi.

Standar 15
Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi
untuk menentukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama
masa pengobatan tuberkulosis. Perencanaan yang tepat untuk mengakses
obat anti retroviral seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi.
Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak boleh ditunda.
Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol
sebagai pencegahan infeksi lainnya.

Standar 16
Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi dengan seksama, tidak
menderita tuberkulosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi tuberkulosis
laten dengan isoniazid selama 6-9 bulan.

Standar 17
Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan penilaian yang menyeluruh
terhadap kondisi komorbid yang dapat mempengaruhi respons atau hasil
pengobatan tuberkulosis. Saat rencana pengobatan mulai diterapkan,
penyelenggara kesehatan harus mengidentifikasi layanan-layanan tambahan
yang dapat mendukung hasil yang optimal bagi semua pasien dan
menambahkan layanan-layanan ini pada rencana penatalaksanaan. Rencana
ini harus mencakup penilaian dan perujukan pengobatan untuk
penatalaksanaan penyakit lain dengan perhatian khusus pada penyakit-

61
penyakit yang mempengaruhi hasil pengobatan, seperti diabetes mellitus,
program penanganan kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang, program
berhenti merokok, dan layanan pendukung psikososial lain, atau layanan-
layanan seperti perawatan selama masa kehamilan, setelah melahirkan dan
perawatan bayi.

STANDAR UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT


Standar 18
Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis seharusnya
memastikan bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien
tuberkulosis menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan
rekomendasi internasional. Penentuan prioritas evaluasi kontak didasarkan
pada kecenderungan bahwa kontak: 1) menderita tuberkulosis yang tidak
terdiagnosis; 2) berisiko tinggi menderita tuberkulosis jika terinfeksi; 3) berisiko
menderita tuberkulosis berat jika penyakit berkembang; dan 4) berisiko tinggi
terinfeksi oleh pasien. Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah:
 Orang dengan gejala yang mendukung ke arah tuberkulosis.
 Anak berusia <5 tahun.
 Kontak yang menderita atau diduga menderita imunokompromais,
khususnya infeksi HIV.
 Kontak dengan pasien MDR/XDR TB.
Kontak erat lainnya merupakan kelompok prioritas yang lebih rendah.
Standar 19
Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi HIV yang
memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis dan setelah dievaluasi dengan
seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai infeksi laten
tuberkulosis dengan isoniazid.
Standar 20
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani pasien yang menderita
atau diduga menderita tuberkulosis harus mengembangkan dan menjalankan
rencana pengendalian infeksi tuberkulosis yang memadai.
Standar 21
Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus
tuberkulosis baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya
ke kantor dinas kesehatan setempat sesuai dengan peraturan hukum dan
*) lihat addendum
kebijakan yang berlaku.

62
ADDENDUM
Standar 1
Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk evaluasi adalah berat badan yang
sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.
Standar 2
Bila hasil pemeriksaan BTA 1 negatif, maka dilakukan pemeriksaan sputum kedua
pagi hari. Satu spesimen harus berasal dari pagi hari.
Standar 3
Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya TB
paru dan TB milier. Pemeriksaan dahak juga dilakukan, bila mungkin, pada anak.
Standar 6
Untuk penatalaksanaan di Indonesia, diagnosis didasarkan atas pajanan dari kasus
tuberkulosis yang menular, bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit tuberkulin positif atau
interferon gamma release assay) dan kelainan radiografi toraks sesuai TB.
Standar 8
Secara umum terapi TB diberikan selama 6 bulan, namun pada TB Ekstraparu
(meningitis TB, TB tulang, TB milier, TB Kulit, dan lain-lain) terapi TB dapat diberikan
lebih lama sesuai evaluasi medis.
Khusus untuk anak, rejimen yang diberikan terdiri atas RHZ. E ditambahkan bila
penyakitnya berat.
Standar 9
Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB paru BTA negatif
dapat dinilai dengan foto toraks.
Standar 10
Apabila menangani TB anak dan TB Kulit maka cari sumber penularnya
Standar 11
Pemberian Isoniazid untuk profilaksis sedang dalam proses persiapan menjadi
program nasional
Standar 12
Pelaksanaan pelaporan akan difasilitasi dan dikoordinasikan oleh dinas kesehatan
setempat, sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku

63

Anda mungkin juga menyukai