Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN HASIL TUTORIAL

SKENARIO BLOK 2.2 TAHUN 2017


MODUL 3

KELOMPOK 12:

FADILA ESMERALDA ILMI (1610312035)

NADHIFA NAURA REYANI (1610313032)

AMATULQAIYUM IDRI SARI (1610311025)

HADDAD ISHLAH (1610312015)

SHOHWAHTUL ISHLAH (1610311047)

RYAN RAMADHAN (1610311084)

FARIS MAULANA IRFAN(1610312068)

M. FAREL ELLIAN (1610313063)

MUTHIA SANI (1610311057)

ALFATHUSH SHALIHAH (1610313059)


KHITANAN YANG TERTUNDA

Tommy, usia 9 tahun, dibawa ibunya ke puskesmas untuk dikhitan karena saat ini bertepatan
dengan liburan sekolah. Dokter puskesmas melakukan alloanamnesis pada ibunya mengenai riwayat
pendarahan pada Tommy. Menurut ibunya Tommy tidak pernah mengalami luka yang berarti sejak
kecil. Tetapi pada riwayat keluarga, diketahui adik laki-laki ibunya mengalami kelainan pendarahan. Adik
laki-laki ibunya tersebut sering mengalami bengkak di lutut dan meninggal pada usia muda karena
pendarahan hebat pada saat jatuh dari sepeda motor. Dokter puskesmas melakukan pemeriksaan fisik,
tidak ditemukan kelainan pada Tommy. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin normal,
pemeriksaan penyaring hemostasis didapatkan jumlah trombosit 240.000/ml, bleeding time 1’30”,
clotting time 18”. Dokter puskesmas kemudian memutuskan untuk merujuk Tommy ke RS dengan
keterangan “pro sirkumsisi + riwayat keluarga diatesis hemoragik”

Di rumah sakit, Tommy dipersiapkan untuk tindakan sirkumsisi. Sebelumnya dilakukan lagi
pemeriksaan hematologi rutin dan tes skrining hemostasis. Hasil pemeriksaan hematologi rutin dalam
batas normal. Tes skrining hemostasis didapatkan jumlah trombosit 270.000/ml, bleeding time 2’, PT
11” dan APTT 60”. Berdasarkan hasil tersebut sirkumsisi belum dapat dilakukan dan Tommy dikonsulkan
ke Bagian Penyakit Dalam. Pada Tommy direncanakan pemeriksaan factor assay dan tatalaksana lebih
lanjut.

Pada saat dirawat di rumah sakit ibu Tommy bertemu dengan temannya yang melakukan
kontrol setelah dirawat dengan diagnosis trombosis vena dalam pada tungkai. Dari cerita teman ibunya
itu sebelum dirawat beberapa hari terakhir selalu berbaring di rumah karena merasa tidak enak badan.
Tungkai kanannya bengkak, merah dan nyeri. Setelah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, ia
diperbolehkan pulang dan dianjurkan kontrol teratur.

Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Tommy dan teman ibunya?
METODA TUJUH LANGKAH (SEVEN JUMPS)
DALAM TUTORIAL

I. Mengklarifikasi Terminologi dan Konsep


1. Khitan
Proses pemotongan preputium
2. Alloanamnesis
Anamnesis tidak dari pasien langsung, kepada yang tahu riwayat pasien
3. Bleeding time
Cara menilai fungsi vaskuler, jumlah dan fungsi trombosit
4. Clotting time
Waktu darah untuk membeku, mulai dari keluar pembuluh sampai darah membeku (n= 4-16
min)
5. Diatesis hemoragik
Keadaaan patologis yang menimbulkan pendarahan
6. Pro sirkumsisi
Hal yang dapat mendukung sirkumsisi
7. Tes skiring hemostasis
Pemeriksaan untuk bleeding time, PT, APTT, dan trombosit
8. APTT
Active partial thromboplastin time, pemeriksaan untuk menilai faktor koagulasi dari jalur
instinsik dan jalur bersama (n= 35 detik)
9. PT
Massa protrombin plasma utk menilai koagulasi dari faktor ekstrinsik dan jalur bersama (n= 10-
14 detik)
10. Factor assay
Faktor pembekuan darah
11. Trombosis vena dalam
Pembekuan darah di dalam pembuluh vena

II. Menentukan Masalah


1. Apakah ada hubungan antara umur, jenis kelamin, dengan khitan?
2. Mengapa dokter puskesmas melakukan aloanamnesis kepada ibu? Dan mengapa harus ke
puskesmas?
3. Mengapa dokter menanya riwayat pendarahan?
4. Adakah hubungan antara riwayat kelainan pendarahan keluarga kepada khitanan toni?
5. Mengapa adik laki-laki sering mengalami bengkak di lututnya?
6. Apakah ada hubungan antara kelainan pendarahan dengan kematian adik laki-lakinya?
7. Apakah ada hubungan antara pendarahan hebat dengan pembengkakan lutut yang sering?
8. Apa interpretasi dari pemeriksaan trombosit 240k, bleeding time 1’30”, clotting time 18’?
9. Mengapa dokter puskesmas merujuk toni dengan keterangan “pro sirkum + riwayat keluarga
diatesis hemoragik”?
10. Kenapa dilakukan pemeriksaan ulang hematologi rutin dan skrining hemostasis?
11. Apa interpretasi tes trombosit 270k, bleeding time 2’, PT 11” dan APTT 60”?
12. Mengapa sirkum belum dapat dilakukan?
13. Mengapa toni dikonsulkan ke bagian PD?
14. Mengapa toni direncanakan pemeriksaan factor assay dan tatalaksana lanjut?
15. Kenapa ada kontrol thd pasien trombosis vena dalam?
16. Mengapa teman ibu toni merasa tak enak badan dan sering berbaring di rumah?
17. Apa ada hubungan tungkai kanan bengkak, merah, nyeri dengan trombosis vena dan rasa tidak
nyaman?
18. Mengapa teman ibu diperbolehkan pulang setelah diberi pengobatan?

III. Menganalisis masalah melalui brainstorming dengan menggunakan prior


knowledge
1. Boleh kapan saja. Tapi jika umur >15 tidak baik dilakukan karena testostero telah mulai bekerja.
kalau saat bayi, preputium bisa tumbuh lagi karena fase pertumbuhan cepat
2. Tomi masih kecil dan untuk mendapat informasi dari tomi dan keluarganya. Ke puskesmas
karena dilayani oleh dokter, fasilitas lebih memadai, dan bisa antisipasi komplikasi
3. Untuk memastikan toni tidak ada riwayat pendarahan, ganguan hemostasis, dan kemungkinan
faktor genetik
4. Ada, karena kemungkinan genetik
5. Pembengkakan terjadi karena adanya benturan, dan karena pendarahan di rongga sendi
lututnya
6. Ada. Karena pendarahan hebat dan gangguan pembekuan membuat adiknya syok hipovolemik
dan meninggal
7. Ada. Karena sama-sama gangguan hemostasis
8. Trombosit normal, bleeding time normal (1-3 menit), clotting time meningkat (9-15 menit)
9. Karena ada riwayat keluarga gangguan hemostasis, dan karena dibutuhkan fasilitas lengkap
untuk antisipasi pendarahan hebat saat sirkum
10. Skrining faktor pembekuan apa yang terganggu
11. Trombosit normal, bleeding time normal, PT normal, APTT tidak normal (n= 20-35 detik). Bisa
karena defisiensi vit. K dan gangguan faktor intrinsik
12. Toni mengalami gangguan hemostasis, karena perlu dilakukan pemeriksaan faktor mana yang
defisiensi
13. Karena ruang lingkup kerjanya
14. Karena didapatkan APTT abnormal, dan mengetahui faktor pembekuan mana yang defisiensi
15. Untuk memastikan tidak terjadi lagi trombosis
16. Karena kaki yang terasa nyeri, berbaring untuk mencoba mengurangi sakit. Venous return yang
berkurang, menyebabkan darah ke atrium kanan kurang, darah ke ventrikel kanan kurang, darah
yang teroksigenasi kurang, dan menyebabkan kurang oksigen ke seluruh tubuh
17. Sumbatan membuat tekanan pembuluh darah naik, membuat cairan keluar ke jaringan
interstitial, dan terjadi jepitan di arteriole, terjadi iskemik dan jaringan menghasilkan sinyal yang
diterima oleh reseptor sakit
18. Karena penyakit telah teratasi

IV. Membuat Pengkajian Sistematik


V. Memformulasikan Tujuan Pembelajaran
1. Klasifikasi penyakit gangguan hemostasis
2. Epidemiologi penyakit gangguan hemostasis
3. Etiologi dan Faktor risiko penyakit gangguan hemostasis
4. Patogenesis, Patofisiologi penyakit gangguan hemostasis
5. Gejala dan tanda penyakit gangguan hemostasis
6. Dasar diagnosis kerja penyakit gangguan hemostasis
7. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis penyakit
gangguan hemostasis
8. Penatalaksanaan penyakit gangguan hemostasis
9. Komplikasi dan prognosis penyakit gangguan hemostasis
10. Kasus penyakit gangguan hemostasis yang memerlukan rujukan

VI. Mengumpulkan Informasi di Perpustakaan, Internet, dsb

1. Klasifikasi Penyakit Gangguan Hemostasis

a. Kelainan Vaskuler
Penyakit dengan kecenderungan perdarahan yang disebkan oleh kelainan patologik pada
dinding pembuluh darah. Penyebab perdarahan paling sering dijumpai di klinik. Biasanya
perdarahan kulit ringan dan berlangsung kurang lebih 48 jam.

Penyebab kelainan ini bisa karena:


- struktur pembuluh darah yang abnormal
- adanya proses radang atau reaksi imun
- jaringan perivaskuler abnormal

Peran vaskuler  mencegah perdarahan meliputi proses vasokontriksi serta aktivasi trombosit
dan pembekuan darah

HEREDITER
DIDAPAT

b. Kelainan Trombosit
1. Trobositopenia, penurunan jumlah trombosit
- Leukemia
- Mieloma multipel
- Trombositopeni purpura idiopatik (ITP)

2. Tromboastenia / trombopati , kelainan fungsi trombosit


c. Kelainan Pembekuan Darah

2. Epidemiologi Penyakit Gangguan Hemostasis

1. Gangguan vascular

A. Purpura Henoch-Schonlein

Rata-rata 14 kasus/100.000 anak usia sekolah; prevalensi tertinggi pada usia 2-11 tahun (75%); 27%
kasus ditemukan pada dewasa,

B. scurvy

Biasanya pasien yang lebih tua atau menggunakan alcohol dan diet rendah buah dan sayur-sayuran. Bayi
dan anak-anak dengan diet yang rendah karena kesehatan, ekonomi atau alas an social yang memiliki
resiko terjadinya scurvy.

2. Gangguan kelainan jumlah trombosit


A.Purpura trombositopenik imun (PTI)
PTI diperkirakan merupakan kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak,
dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun. Ddibagian Ilmu
Kesehatan Anak RSU Dr. soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000. 80 – 90% anak dengan PTI
menderita episeode perdarahan akut yang akan pulih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai
dengan namanya (akut) akan sembuh dalam waktu 6 bulan. Pada PTI akut tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hamper selalu ada
riwayatinfeksi bakteri, virus ataupun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan
sering terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3 . PTI kronis terjadi pada anak usia ,7 tahun, sering
terjadi pada anak perempuan. PTI yang rekuren didefenisikan sebagai adanya episode trombositopenia
>3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan PTI.

B. Penyakit von willebrend (PVW)


PVW ditemukan pada study pedigree sebuah keluarga secara cermat di Kepulauan Aland. Penyakit ini
merupakan penyakit herediter yang umum. Diturunkan sebagai satu sifat dominan autosomal dengan
prevalensi sekitar 1/100 sampai 3/100.000. namun PVW berat dengan riwayat perdarahan yang
mengancam jiwa terjadi pada kurnag dari 5 orang per 1 juta penduduk dinegara barat.

3. Gangguan koagulasi
A. Hemophilia A dan B
Angka kejadian hemophilia A indonesia berkisar yang paling rendah 1/20.000 penduduk dan yang paling
tinggi 1/10.000 penduduk, sedangkan untuk hemphilia 1/5 dari kejadian hemophilia b

B. Defisiensi vitamin K
Angka kejadian defisiensi vitamin K tergantung pada keadaan ekonomi, gangguan usus, dan hepar

3. Etiologi Dan Faktor Risiko Penyakit Gangguan Hemostasis

1. Trombositopenia

 Obat sitotoksik
 Radioterapi
 Leukemia
 Anemia megaloblastik
 Infitrasi sumsum tulang
 Autoimun

2. Gangguan fungsi trombosit

 Glanzmann disease
Defisiensi glikoprotein membran IIb/IIIa
 Sindrom Bernard-Soulier
Gangguan berupa gagalnya perlekatan antara vWf dengan trombosit
 Obat antitrombosit (aspirin)
Aspirin dapat menghambat produksi tromboxane A2, yang dapat memicu terjadinya agregasi

3. Gangguan koagulasi

 Hemofilia
Terdiri atas hemofilia a (defisiensi faktor VIII), hemofilia b (defisiensi faktor IX), hemofilia c
(defisiensi faktor XI)
 Defisiensi vitamin K
 Koagulasi intravaskular diseminata (DIC)
 Obat-obatan

4. Patogenesis, Patofisiologi penyakit gangguan hemostasis

Patofisiologi hemofilia

Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah. Mekanisme
hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan
bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi
antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya
darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von 12 Universitas Sumatera Utara Willebrand (vWF) akan
teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan
protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi
trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue
factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan
menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.3,12
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun 1950an dapat dilihat pada
Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun
memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim
dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak
berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti
dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka
dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak
kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan. 5 13
Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Kaskade pembekuan darah PK: Prekallikrein, HK: High molecular
weight kininogen, TF: Tissue factor, PTT: Partial Prothrombin time, PT: Prothrombin time 3 Defisit F VIII
dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang
kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis
mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan
secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini.
Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga
penderita hemofilia pada kasus demikian.15 Universitas Sumatera Utara Wanita pembawa sifat
hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika
Serikat menemukan bahwa 5 di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita.

5. Gejala dan tanda penyakit gangguan hemostasis

1. Idiopathic Trombocytopenic Purpura

Gejala Klinis:

Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya berupa kebiruan

atau epitaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak jarang terjadi gejala

timbul setelah suatu peradangan infeksi saluran napas bagian atas akut. Kelainan yang

paling sering ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang dapat tersebar
diseluruh tubuh. Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lendir

terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epitaksis dan perdarahan gusi dan

bahkan timbul tanpa kelainan kulit. Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula selaput

lendir yang berisi darah (bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus

genitourinarius (menoragia, hematuria), traktus digestivus (hematemesis, melena),

pada mata (konjungtiva, retina) dan terberat namun jarang terjadi ialah perdarahan

pada sistem saraf pusat (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada fisis umumnya tidak

banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekia dan ekimosis. Pada kira-kira

seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (teutama pada hiperplenisme).

Mungkin pula ditemukan demam ringan bila ditemukan perdarahan berat atau

perdarahan traktus gastrointestinal. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan

darah banyak. Pada ITP menahun, umumnya hanya ditemukan kebiruan atau

perdarahan abnormal lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi

umumnya tidaklah sempurna. Harus waspada terhadap kemungkinan ITP menahun

sebagai gejala stadium preleukimia.

2. Penyakit Von Willebrand

Gejala Klinis:

Adanya perdarahan mukoktaneus, perdarahan sendi dan intramuscular, epistaksis, gusi berdarah,
menorrhagia, mudah memar.

3. Disseminated Intravascular Coagulation

Gejala klinis:

Petechie, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, lebam pada kulit dan membrane mukosa, perdarahan
multiple.

4. Hemofilia
Gejala klinis:

Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang sukar berhenti. Secara
klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, sedang, berat. Pada penderita hemofilia ringan
perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi. Pada
hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada
hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ
dalam. Umumnya penderita hemofilia berat, perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1
tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan
kaki dan siku tangan, mudah timbul lebam sejak usia dini.

6. Dasar diagnosis kerja penyakit gangguan hemostasis

a. Anamnesis

Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan :

1) Gangguan vascular, trombosit, koagulasi, seperti :


- Perdarahan pada mukosa hidung (epitaksis) atau mimisan yang berulang
- Biru-biru ada kulit dan persendian
- Gusi mudah berdarah
- Pembengkakan dan nyeri pada sendi
- Luka lama sembuh
- Mudah memar
2) Riwayat pengobatan , seperti :
- Mengonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan produksi, destruksi, dan perubahan fungsi
trombosit seperti ( sulfonamide, quinidine, karbamazapine, aspirin, dipiridamol, kloramfenikol,
estrogen, heparin digoksin )
- Menjalani kemoterapi atau radiasi

b. Pemeriksaan fisik

- Petechie

- Ekimosis

- Hemartrosis

- Perdarahan pada gusi

- Epitaksis

- Purpura

- Hematoma
- Splenomegali

7. Pemeriksaan Laboratorium Yang Diperlukan Untuk Menunjang Diagnosis


Penyakit Gangguan Hemostasis

- Tes skrining fungsi hemostasis


1. Untuk menilai vaskuler dan trombosit
a. Percobaan pembendungan (Rumpel Leede)
Untuk menguji ketahanan kapiler darah dengan bendungan vena sehingga darah
menekan kapiler. Jika hasil (+) maka terjadi kelainan vaskuler, trombositopenia, dan
gangguan fungsi trombosit.
b. Masa perdarahan (Bleeding Time)
Untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk menghentikan perdarahan setelah
dilukai pembuluh darah kecil yang superfisial. Jika terjadi kelainan menandakan
kelainan vaskuler, trombositopenia, dan gangguan fungsi trombosit.
Nilai normal: 1-6 menit
c. Hitung trombosit
Nilai normal: 150.000-400.000/ul
Cara hitung:
- Manual: menggunakan kamar hitung dan larutan Rees Ecker atau Amonium
Oksalat.
-Automatik: menggunakan hematology analizer, prinsip: impedansi.
-Sediaan hapus darah tepi: untuk konfirmasi jumlah trombosit dan melihat
morfologi trombosit.

2. Untuk menilai faktor pembekuan

a. Masa protrombin plasma (PTT)

Untuk menguji jalur ekstrinsik dan bersama.

Nilai normal: 11-15 detik

a. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT)


Untuk menguji jalur intrinsik dan bersama.
Nila normal: 20-40 detik
b. Masa trombin (TT)
Untuk menguji jalur bersama terutama fibrinogen.
Nilai normal: 16-20 detik
c. Retraksi bekuan
Untuk menilai fibrinogen dan fungsi retraksi trombosit.
Penilaian: volume serum 40-60%, konsistensi kenyal dan tidak rapuh.
d. Clotting time (CT)
Untuk menguji pembekuan secara keseluruhan
Nilai normal: Cara Lee and White: 9-15 menit
Cara kaca objek: 2-6 menit

- Pemeriksaan hemostasis khusus


1. Untuk menilai vaskuler dan trombosit
a. VWF Antigen, ristocetin cofactor, analisis multimer
b. Platelet function assay (PFA)
c. Agregometer
d. Pemeriksaan granul trombosit dan zat yang dilepaskan
e. Glikoprotein trombosit
f. Trombopoitin
2. Untuk menilai faktor pembekuan
a. Factor assay, untuk mengetahui defisiensi faktor pembekuan
b. Inhibitor, untuk mengetahui inhibitor faktor pembekuan.
c. Fibrin Degradation Product (FDP)
d. D-Dimer
e. Protein C
f. Protein S

8. Penatalaksanaan Penyakit Gangguan Hemostasis

Penatalaksanaan

Dhiatesis Hemoragik

1. ITP (Idiopathic Trombocytopenic Purpura)


- Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi kerusakan trombosit
a. Terapi kortikosteroid  diberi prednisolon 60=800 mg/hari kemudian diturunkan
perlahan-lahan, utnuk mencapai dosis pemeliharaan. Setelah itu dosis pemeliharaan <
15 mg/hari
 Untuk menekan aktivitas makrofag sehingga mengurangi destruksi trombosit
 Mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit
 Menekan sintesi antibodi
b. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respons pada kortikosteroid/perlu dosis pemeliharaan
yang tinggi maka perlu di splenektomi dan obat-obat imunosupresif lain: vincristine,
cylophosphamide atau azathioprim.
- Terapi suportif: untuk mengurangi pengaruh trombositipenia
a. Pemberian androgen (danazol)
b. Pemberian hig dose Ig untuk menekan fungsi makrofag
c. Transfusi konsentrat trombosit
2. Penyakit vWD
- Infus desmopressin (DDAVP) yang dapat melepaskan vWP dari cadangan dalam endotil
- Terapi ganti dengan single donoor cryopreciptate, jangan memakai F. VIII concenctrate
- Diberikan apsilon aminocaproic atau asam traneksamat
3. Hemofilia A dan B
- Pemebrian konsentrat F. VIII atau F. IX selama hidup
a. Cryprecipitate
b. Lyophilizes
c. Pemberian desmipressin (DDAVP)
- Pencegahan kecacatan dengan edukasi kesehatan
- Rehabilitasi apabila terjadi kerusakan sendi
a. Perawatan sendi untuk mencegah terjadi ankilosis
b. Perawatan gigi
c. Pendidikan kesehatan untuk menghindari trauma
d. Hindari pemberian aspiri
4. Defisiensi Vit. K
- Mengonsumsi makanan yang mengandung vit. K dalam jumlah yang lebih banyak dari
biasanya
- Jika terjadi perdarahan maka beri 25 mg Vitamin K! Intravena perlahan-lahan dan berikan
transfusi plasma segar (fesh frozen plasma)
5. DIC ( Disseminated intravascular coagulation)
- Terapi terhadap penyakit dasar
- Terapi suportif dengan darah segar, fesh frozen plasma, fibrinogen atau platelet concentrate
- Pemberian heparin

Trombosis

1. Pencegahan mengendalikan faktor resiko


2. Mencegah dari gejala-gejala yang timbul seperti olahraga
3. Pemberian obat antiplatelet
- Cyclooxygenase inhibitor: Aspirin
- Obat-obat yang menghambat reseptor ADP ticlopidin dan clodogrel
- Obat-obat yang menghambat phosphodiesterase: cilostasol, dipydamole
- Obat-obat yang menghambat glycoprotein IIB.Iia reseptor: abciximab
4. Pemberian antikoagulan
- Heparin/ warfarin

Inhibitor trombosit langsung (direct thrombin inhibitor)


9. Komplikasi Dan Prognosis Penyakit Gangguan Hemostasis

Komplikasi

1. ITP
a. Perdarahan intracranial
b. Perdarahan GI
c. Perdarahan SSP
2. Von Willebrand
a. Perdarahan GI
b. Nyeri pada persendian
3. DIC
a. Syok
b. Koma
c. Gagal ginjal
d. Gagal napas
e. Iskemia
f. Edema pulmoner
g. Stroke
4. Hemofilia
a. Artropati hemophilia
b. Sinovitis
c. Perdarahan intracranial
5. Scurvy disease
a. Penyakit gusi
b. Sindrom sjogren

Prognosis
1. ITP
50 – 60 % penderita berespons dengan kortikosteroid. Penderita ITP dewasa dapat mengalami remisi
spontan (2%), menjadi kronis (tidak mengalami remisi komplit setelah kortikosteroid dan splenektomi)
sebanyak 43%. Kematian biasanya disebabkan perdarahan serebral (3%), perdarahan berat lain (4%).

2. Von willebrand
Tingkat kematian VWD mendekati nol di negara-negara Barat karena kemampuan untuk
mendiagnosa penyakit dan mengobatinya dengan aman dan efektif.

3. DIC
Prognosis untuk pasien DIC biasanya buruk, 10-50% mengalami kematian bergantung pada luas
thrombosisnya dan komplikasinya, pasien dengan sepsis / infeksi mempunyai % kematian lebih tinggi
yang signifikan.
4. Hemofilia
Bila penanganannya adekuat dalam medikasi dan psikologis maka umumnya
prognosisnya tidak buruk, tetapi bila tidak ditangani dengan tepat dan adekuat dan pasien tidak
menjaga diri, maka prognosis akan buruk dan bisa menyebabkan kematian.

5. Scurvy disease
Skorbut yang tidak diobati ini selalu fatal. Namun, kematian akibatskorbut langka di zaman
modern. Karena semua yang diperlukan untuk pemulihan penuh adalah dimulainya
kembali asupan vitamin Cyang normal, mudah untuk mengobati jika diidentifikasi dengan
benar. Konsumsi suplemen makanan dan / atau buah jeruk adalah cara yang digunakan untuk mencapai
hal ini.

10.Kasus penyakit gangguan hemostasis yang memerlukan rujukan

Dilakukan rujukan bila

1. Bukan kompetensi dari dokter tersebut


Anemia Aplastik Kompetensi 2
Anemia defisiensi besi Kompetensi 4A
Anemia hemolitik Kompetensi 3A
Anemia makrositik Kompetensi 3A
Anemia Megaloblastik kompetensi 2
Hemoglobinopati Kompetensi 2
Polisitemia Kompetensi 2
Gangguan pembekuan darah
(trombositopenia, hemofilia,
Von Willbrand’s Disease) kompetensi 2
DIC Kompetensi 2
Agranulositosis Kompetensi 2
Inkompatibilitas golongan darah kompetensi 2

2. Adanya komplikasi
3. Adanya kompetensi tetapi kekurangan fasilitas

Anda mungkin juga menyukai