Gangguan Hematologi Dan Imunologi
Gangguan Hematologi Dan Imunologi
Oleh :
Kelompok 4A
Hemo, anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa ke puskesmas oleh ibunya dengan
keluhan bengkak pada lutut kiri sejak 4 hari lalu. Awalnya lutut hanya terasa nyeri namun
kemudian membengkak sehingga sulit untuk dibawa berjalan. Saat tiba di puskesmas, Hemo
tampak berjalan pincang dan terlihat kesakitan sehingga ibu harus menggendongnya. Ibu
mengatakan bahwa sebelumnya lutut Hemo terbentur meja. Dari anamnesis diketahui tidak
terdapat keluhan perdarahan dari gusi, hidung dan saluran cerna dan tidak ada keluhan
demam sebelumnya. Hemo tidak mengalami keluhan pada buang air kecil dan besar. Hemo
pernah mengalami gusi berdarah yang lama berhenti. Ibu mengatakan kalau adik laki-lakinya
juga mengalami keluhan yang sama, namun meninggal pada usia 8 tahun karena kecelakaan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter didapatkan tanda vital dalam batas
normal. Konjungtiva tidak anemis. Terdapat hematom pada lengan kanan. Tidak ditemukan
petekie maupun ekimosis. Pada lutut kanan didapatkan pembengkakan, teraba hangat, dengan
range of motion (ROM) menurun. Pada pemeriksaan darah didapatkan kadar hemoglobin
11,5 g/dL, hitung leukosit 10.000/mm3, hitung trombosit 260.000/mm3. Waktu perdarahan 2
menit, waktu pembekuan 10 menit.
Dokter mengatakan pada Ibu Hemo bahwa pembengkakan pada lutut Hemo diduga
akibat perdarahan di dalam sendi lututnya. Dokter merencanakan akan merujuk Hemo ke
rumah sakit terdekat untuk memastikan penyakit Hemo dan tatalaksana selanjutnya. Ibu
sangat cemas takut Hemo mengalami penyakit yang serius, karena kakak perempuan Hemo
telah meninggal sebelumnya saat usia 6 bulan dengan perdarahan di otak. Saat itu dokter
menyatakan bahwa sakit kakaknya akibat tidak disuntik vitamin K saat lahir.
Bagaimana Saudara menjelaskan kasus-kasus di atas?
STEP 1 : TERMINOLOGI
1. Petekie (marvel/ara) : Petekie adalah Bintik-bintik bulat kecil berwarna ungu
kecokelatan akibat adanya pendarahan di bawah kulit, mungkin muncul pada area
kecil karena trauma ringan, atau di area yang lebih luas karena gangguan pembekuan
darah.
2. Ekimosis (xavier/nia) : Ekimosis adalah perdarahan dibawah kulit yang ukurannya
lebih besar dari 1 cm yang ditandai dengan kulit tubuh tampak lebam atau bercak
ungu kehitam-hitaman.
3. Range of motion (ROM) (deona/naufal) : Biasa disebut rentang gerak, merupakan
jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga
potongan tubuh: sagital, frontal, dan transversal. Pemeriksaan ROM dilakukan untuk
mengevaluasi lingkup gerak sendi
4. Waktu perdarahan (natasya/resti) : Interval waktu dari tetes darah pertama sampai
darah berhenti menetes. Merupakan salah satu parameter pengukuran pembekuan
darah.
5. Waktu pembekuan (kiya/puti):Waktu yang di perlukan darah untuk membeku atau
waktu yang diperlukan saat pengambilan darah sampai saat terjadinya pembekuan
Learning Objective :
1. Definisi dan klasifikasi gangguan hemostasis dan trombosis
2. Epidemiologi gangguan hemostasis dan trombosis
3. Etiologi dan factor resiko gangguan hemostasis dan trombosis
4. Patogenesis dan Patofisiologi gangguan hemostasis dan trombosis
5. Manifestasi Klinis gangguan hemostasis dan trombosis
6. Pendekatan diagnosis dan diagnosis banding gangguan hemostasis dan trombosis
7. Pemeriksaan labor dan penunjang gangguan hemostasis dan trombosis
8. Tatalaksana komprehensif gangguan hemostasis dan trombosis
9. Komplikasi dan Indikasi Rujukan gangguan hemostasis dan trombosis
10. Prognosis gangguan hemostasis dan trombosis
HEMOFILIA
1.Definisi & Klasifikasi
Penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan secara
x-linked resesif pada kromosom x.Tetapi walaupun herediter sekitar 20-30% pasien yang
menderita tidak memilki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah sehingga
diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen.
2.Epidemiologi
5.Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari hemofilia adalah perdarahan yang berlebih. Walau tidak dapat dibedakan
secara klinis, kasus yang lebih berat ditemukan pada pasien-pasien dengan hemofilia A
dibandingkan hemofilia B.Hemofilia dapat dibagi menjadi penyakit ringan, sedang, atau
parah berdasarkan gejala dan jumlah faktor VIII atau IX yang berfungsi yang ditemukan pada
darah. Seorang dengan hemofilia berat tanpa pengobatan adekuat dapat mengalami
hemarthrosis berulang yang menyabkan artropati hemofilik kronik yang terjadi pada saat
dewasa muda. Hemarthrosis mencakup sekitar 75% dari semua kasus perdarahan pada pasien
dengan hemofilia berat. Hal ini terjadi pada saat kapiler dibawah synovium terusak oleh
trauma mekanik oleh sebab penggunaan sehari-hari. Sendi yang paling sering terkena adalah
lutut, siku, kaki, tangan, dan pinggang. Hemarthrosis biasanya terjadi pada saat anak mulai
berjalan.
Selain hemartrhosis, gejala pendarahan lainnya yang dapat terjadi pada hemofilia adalah
hematoma, pseudotumor (kista darah), hematuria, perdarahan intrakranial, perdarahan
membrane mukosa, dan perdarahan pada mulut dan akibat tindakan operasi.Hemofilia C pada
umumnya tidak separah kasus hemofilia A dan B. Perdarahan setelah operasi adalah
komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus hemofilia C
VON WILLEBRAND
PENYAKIT VON WILLEBRAND=VON WILLEBRAND'S DISEASE (VWD)
Penyakit von Willebrand timbul karena sintesis vWF menurun
1. Epidemiologi
•Di negara Barat vWD relatif sering dijumpai, diperkirakan mengenai 1% penduduk
dunia, tetapi di Indonesia belum banyak dilaporkan. Namun berdasarkan data
seseorang yang bergejala → 0.1% dari populasi
•Namun, PVW berat dengan riwayat perdarahan yang mengancam jiwa terjadi pada
kurang dari 5 orang per 1 juta penduduk di negara negara Barat
•Diturunkan sebagai satu sifat (trait) dominan autosomal dengan prevalensi sekitar
1/100 sampai 3/100.000 orang
•Di kalangan wanita dengan menorrhagia, prevalensinya lebih besar hingga 15%
→ Approximately 80% of patients with von Willebrand disease have classic (type 1)
disease (i.e., a mild to moderate deficiency of VWF)
→ There is an equal distribution between males and females. Acquired von
Willebrand disease prevalence is unknown but may represent 1% to 5% of all von
Willebrand disease
2. Etiologi dan Faktor Risiko
von Willebrand disease adalah penyakit yang diturunkan melalui autosomal dominan
dan jarang pada autosomal resesif
Banyak juga faktor lain yang mempengaruhi : Tipe darah , status tiroid , stress ,
latihan fisik dan hormonal. Pasien dengan tipe golongan darah O memiliki kadar
protein vWF sekitar setengah dari pasien dengan golongan darah AB, meskipun itu
normal. nah karena vWF sedikit menurun mungkin harus dilihat sebagai faktor risiko
untuk pendarahan daripada penyakit yang sebenarnya ,Penyakit hipotiroid , dan obat
obatan as valproic acid, bisa menurunkan VWF
3. Patogenesis dan Patofisiologi
→ Fungsi faktor von Willebrand (vWF) adalah:
1. Menunjang adhesi trombosit pada matrik subendotel karena vWF memperantarai
ikatan GpIIb dan GPIIIa pada permukaan trombosit dan jaringan kolagen.
2. Sebagai karier protein dari F. VIIIC dalam darah.
Gangguan struktur atau sintesis vWF mengakibatkan:
a. gangguan adhesi trombosit
b. menurunnya aktivitas F.VIIIC dalam plasma
VWF tersimpan di endotelial sel dan platelet Weibel-Palade bodies serta bersirkulasi
sebagai multimeric glycoprotein. Jika ada luka akan menginduksi perubahan VWF
yang akan memfasilitasi untuk pengikatan platelet melalui GPIb (tempat ikatan pada
platelet . Ini membuat VWF untuk merekrut platelet menyebabkan clot yang
tergantung pada HMW VWF
4. Manifestasi kliniknya
Perdarahan sedang, epistaksis sejak kecil, menorrhagi, perdarahan dari luka, ekstraksi
gigi, atau post operasi, perdarahan besar, hematom, tetapi perdarahan sendi jarang
dijumpai.
6. Pemeriksaan Penunjang
Kelainan Laboratorium Padi vWD kelainan laboratorium dapat dijumpai dalam
bentuk, seperti:
1. Waktu perdarahan memanjang.
2. APTT sedikit meningkat.
3. Ristocetin induced platelet aggregation test negaif, kecuali pada tipe IIb.
4.Elektroforesis: vWF menurun pada tipe I atau nol pada tipe III
5. Imunoelektroforesis: multimer besar negatif pada tipe IIa, multimer besar negatif,
dengan multimer sedang meningkat pada tipe IIb.
7. Tatalaksana Komprehensif
Terapi Pengobatan untuk vWD adalah:
a. Infus Desmopressin (DDAVP) yang dapat melepaskan vWF dari cadangan
dalam endotel.
Efek samping dari DDAVP adalah hiponatremia karena berkurangnya
clearance pada air di ginjal. Hal ini biasanya sering terjadi pada anak yang
sangat muda atau yang sangat tua , tetapi pembatasan cairan perlu diingatkan
ke pasien untuk difollow up 24 jam setelah dosis. Seperti preparat
pendahulunya, DDAVP akan menyebabkan nyeri kepala, pusing
(lightheadedness), nausea, dan muka kemerahan (facial flushing) pada pasien,
terutama bila diberikan secara cepat.
b. Terapi ganti dengan "single donor cryoprecipitate",jangan memakai FVIII
concentrates.
c. Dapat juga diberikan epsilon aminocaproic acid atau asam traneksamat
d. Estrogen tampaknya meningkatkan produksi FVW oleh sel endotel. Selama
kehamilan normal, pasien PVW dapat menormalkan kembali kadar Ag:FVW
dan faktor VIII:C, meskipun BT-nya biasanya tetap memanjang
8. Indikasi Rujukan
● DIC akut
DIC akut berkembang ketika sejumlah besar prokoagulan (faktor jaringan)
memasuki sirkulasi pada jangka waktu yang singkat (beberapa jam hingga
beberapa hari), sangat besar kemampuan tubuh untuk mengisi faktor koagulasi
dan predisposisi pasien terhadap perdarahan. DIC akut terjadi pada endotoksemia,
trauma jaringan luas, wanita hamil dengan komplikasi pre-eklampsi, atau
terlepasnya jaringan plasenta. DIC akut juga terjadi pada penderita dengan
hipotensi atau syok oleh berbagai sebab (misalnya pada tindakan operasi, stroke
luas, atau serangan jantung
● DIC kronik
Pada DIC kronik, jumlah dari faktor jaringan yang terlibat lebih kecil, sehingga
stimulasi lebih kurang kuat dari sistem koagulasi dan memungkinkan tubuh untuk
mengkompensasi penggunaan protein koagulasi dan trombosit. DIC kronik
biasanya berkembang secara perlahan dalam waktu berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan dengan manifestasi klinik lebih bersifat trombotik.
DIC kronik sring terjadi pada penyakit kanker (sindroma trousseau), aneurisme
aorta, dan penyakit inflamasi kronis. Pada penderita dengan penyakit kanker,
faktor resiko yang penting adalah usia lanjut, laki-laki, kanker lanjut dan nekrosis
pada tumor. Kebanyakan DIC kronik terjadi pada penderita kanker jenis
adenokarsinoma paru, payudara, prostat atau kolorektal
2. Epidemiologi
Global
DIC ditemukan sebagai komplikasi pada sekitar 35% kasus sepsis berat dan
menyumbang angka 1% pada pasien rawat inap rumah sakit. Menurut data di Jepang,
proporsi kejadian DIC mencapai 300/10 juta populasi.
3. Etiologi
Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis. DIC pun
dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel.
DIC akut :
● Infeksi : Bakteri (gram negatif, gram positif, ricketsia), virus (HIV, varicella,
CMV, hepatitis, virus dengue), fungal (histoplasma), parasit (malaria)
● Keganasan : Hematologi (AML), Metastase (mucin secreting adenocarcinoma)
● Trauma berat : aktivasi tromboplastin jaringan.
● Reaksi Hemolitik, Reaksi transfuse, Gigitan ular, Penyakit hati, Acute hepatic
failure, luka bakar.
DIC kronik:
Faktor risiko :
➔ Pernah melakukan operasi.
➔ Pernah melahirkan atau keguguran.
➔ Pernah melakukan transfusi darah.
➔ Pernah menerima anestesi.
➔ Memiliki riwayat sepsis atau infeksi darah akibat jamur atau bakteri.
➔ Memiliki riwayat penyakit kanker, terutama kanker darah (leukemia).
➔ Pernah mengalami kecelakaan serius yang menyebabkan cedera pada kepala,
luka bakar atau cedera lainnya.
➔ Memiliki riwayat penyakit pada hati.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DIC bervariasi. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan
penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli,
disfungsi organ, dan perdarahan Kebanyakan pasien mengalami perdarahan yang luas
pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan yang tejadi dapat berupa
peteki, purpura, ekimosis, atau hematoma. Perdarahan yang terjadi akibat bekas
suntikan atau tempat infusa tau pada mukosa sering ditemukan pada DIC akut.
Perdarahan ini juga bisa masif dan membahayakan, misalnya pada traktus
gastrointestinal, paru, susunan saraf pusat atau mata. Sedangkan pasien dengan DIC
kronik umumnya hanya disertai sedikit perdarahan pada kulit dan mukosa.
Gejala-gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksia, proteinuria dapat
menyertai.
Trombosis mikrovaskular dapat menyebabkan disfungsi organ yang luas. Pada kulit
dapat berupa bulla hemoragik, nekrosis akral dan gangren. Trombosis vena dan arteri
besar dapat terjadi, tetapi relatif jarang. Disfungsi organ akibat mikrotrombosis yang
luas ini dapat berupa akrosianosis perifer, pregangren sampai gangren pada jari- jari,
genitalia dan hidung, iskemia korteks ginjal, hipoksemia hingga perdarahan dan acute
respiratory distress síndrome (ARDS) pada paru serta penurunan kesadaran.
Anamnesis
Anamnesis pada pasien yang dicurigai DIC dimulai dari riwayat penyakit yang diderita
pasien untuk mencari tahu penyebab kemungkinan terjadinya DIC. Pada anamnesis
digali adanya riwayat sepsis, trauma, kemungkinan komplikasi obstetri, kelainan
vaskuler, atau keganasan
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, pada umumnya pasien DIC menunjukkan tanda perdarahan
yang jelas di berbagai area tubuh. Lesi kulit termasuk ekimosis, hematoma, ikterus dari
gagal hati, nekrosis, dan gangren juga dapat timbul. Koagulasi yang berlebihan dapat
menyebabkan purpura, petekie, dan sianosis yang luas. Hematochezia, hematemesis,
hematuria dapat menjadi tanda adanya perdarahan internal. Seorang pasien DIC juga
dapat mengalami kegagalan pernafasan akut atau defisit neurologis berdasarkan lokasi
perdarahan atau pembekuan darah.
Hiperkoagulasi pada DIC dapat bermanifestasi sebagai oklusi pembuluh darah pada
mikrovaskuler. Pasien dapat menunjukkan tanda iskemia miokard dan peningkatan
frekuensi nafas jika oklusi terbentuk di pembuluh darah paru-paru atau jantung. Nyeri,
eritema, panas pada perabaan, dan edema di kaki dapat ditemukan jika thrombosis
terbentuk di pembuluh darah tungkai. Sefalgia, parese, pusing, kesulitan berbicara dan
memahami dapat menjadi tanda jika trombus terbentuk di pembuluh darah otak.
Diagnosis Banding
Pada banyak sindrom akut, darah mungkin gagal membeku karena adanya defisiensi
fibrinogen berat.
Pemeriksaan hemostasis :
8. Tatalaksana komprehensif
a. Pengobatan terpenting adalah mengobati penyebab yang mendasari.
b. Terapi suportif dengan plasma beku segar dan konsentrat trombosit diindikasikan
pada pasien yang mengalami perdarahan yang berbahaya atau luas. Kriopresipitat
menyediakan sumber fibrinogen yang lebih terkonsentrasi, dan mungkin
diperlukan transfusi eritrosit.
Terapi farmakologis dari DIC berfokus pada terapi suportif untuk mengatasi
perdarahan, pengembalian fungsi koagulasi, serta penggantian thrombosit yang dipakai
secara berlebihan. Penatalaksanaan haruslah ditekankan kepada memperbaiki klinis
pasien, bukan mengoreksi hasil laboratorium
9. Indikasi Rujukan
ITP
DEFISIENSI VITAMIN K
PDVK yaitu terjadinya perdarahan spontan atau perdarahan seperti proses perdarahan
lainnya aibat defisiensi vitamin K.
HDN (Hemorraghic Disease of the Newborn) adalah sindrom klinis yang disebabkan
defisiensi vitamin K
Vitamin K perlu untuk sintesis 6 faktor pembekuan yaitu protrombin, factor VII, IX, X,
protein C dan S
Klasifikasi
Jarang terjadi, biasanya terjadi pada bayi yang ibunya mengosumsi obat-obatan yang
mengganggu metabolism vitamin K.
Sering terjadi pada bayi yang kondisi waktu lahir tidak optimal atau terlambat
mendapatkan suplementasi makanan
c. Late VKDB (PDVK lambat) : hari 8 – 6 bulan setelah lahir, sebagian besar umur 1-3
bulan
Setengah kasus memiliki kelainan hati sebagai penyakit dasar atau kelainan malabsorbsi
2. Epidemiologi
Angka kejadian perdarahan pada bayi baru lahir di Negara Asia berkisar antara 1:200
sampai 1:400 pada bayi yang tidak mendapatkan vitamin K profiaksis
Di AS 0,25 - 1,15 % pada tahun 1961 dan menurun menjadi 0 - 0,44% setelah program
profilaksis vitamin K
Kejadian PDVK pada bayi yang tidak mendapat profilaksis vitamin K : 5-20 per
100.000 kelahiran dengan angka mortalitas 30%
Di Indonesia, data PDVK belum tersedia secara nasional. Hingga tahun 2004, 24 kasus
di RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr Sardjito Yogyakarta, dan 8 kasus di RSU Dr
Soetomo Surabaya
Etiologi
· Penyakit hati
· Komplikasi perinatal
Pada bayi baru lahir disebut Hemorraghic Disease of the Newborn (HDN) atau PDVK.
Hal ini dapat disebabkan karena:
· Imaturitas hepar
· Malabsorbsi
Faktor risiko
Vitamin K merupakan bahan essensial pada pembentukan protrombin sehingga penting dalam
proses pembekuan darah.
PDVK ini didasarkan pada mekanisme bayi baru lahir yang berbeda dengan bayi yang lebih
tua dan anak-anak, dimana terdapat penurunan aktivasi factor pembekuan, gangguan fungsi
hati, dan pertahanan yang kurang maksimal dalam hal pembentukan gumpalan darah. Sintesa
factor pembekuan di hepar masih belum sempurna mengakibatkan jumlah factor-faktor
pembekuan darah kurang optimal. Kondisi ini bertambah parah pada bayi premature.
5. Manifestasi Klinis
· Perdarahan : dapat spontan atau akibat trauma, terutama trauma lahir. Kebanyakan
perdarahan di kulit (purpura, ekimosis, perdarahan bekas suntikan), mata, hidung, dan
saluran cerna
· Pucat
· Hepatomegaly ringan
Manifestasi perdarahan umumnya tidak spesifik, bervariasi dari memar ringan sampai
ekimosis generalisata, perdarahan mukosa, perdarahan intracranial yang fatal.
Manifestasi perdarahan pada neonates dapat timbul dalam bentuk perdarahan di scalp, di tali
pusar, hematom sefal yang besar, perdarahan pada bekas suntikan, gastrointestinal dan
intracranial.
a. Anamnesis
· Pada neonates, anamnesis difokuskan pada awitan perdarahan, lokasi, pemberian ASI,
riwayat konsumsi obat si ibu selama hamil.
· Pada anak, tanyakan mengenai asupan makanan terutama vitamin K, riwayat pengobatan,
riwayat penyakit yang berhubungan dengan malabsorbsi dan riwayat perdarahan dalam
keluarga.
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium
· Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, factor V dan VIII, fragilitas kapiler, dan
retraksi bekuan normal
d. USG, CT-scan, MRI untuk melihat lokasi perdarahan bila dicurigai adanya
perdarahan intracranial
Diagnosis Banding
7. Komplikasi
Pencegahan :
Profilaksis vitamin K1 dosis 1 mg IM satu kali segera setelah lahir atau per oral 3 kali, dosis
2 mg pada bayi umur 3-7 hari dan umur 1-2 bulan.
Pengobatan :
9. Prognosis
· PDVK ringan umumnya baik, setelah injeksi vitamin K1 akan membaik dalam 24
jam
TROMBOSITOPENIA
Jenis kerusakan trombosit yang lazim terjadi disebabkan oleh obat; pada keadaan ini suatu
kompleks antibodi-obat protein terdeposit pada permukaan trombosit. Jika komplemen
melekat dan urutan tersebut menjadi lengkap, trombosit dapat langsung dilisiskan. Jika tidak,
trombosit disingkirkan oleh sel-sel retikuloendotel karena opsonisasi dengan imunoglobulin
dan/atau komponen komplemen C3.
4. Manifestasi klinis
- asymptomatic
- skin bleeding (petechiae, purpura, ekimosis)
- mucosal bleeding ( epistaksis, perdarahan gastrointestinal, perdarahan intrakranial)