Anda di halaman 1dari 27

PERDARAHAN

Seorang anak dibawa ke UGD karena kecelakaan lalulintas, dengan keluha luka didaerah lutut,
dengan ukuran sekitar 3 cm mengeluh nyeri dengan skala 4 (0-10), dengan frekuensi tidak
menentu. Luka terbuka dengan perdarahan aktif, pada pengkajian lanjutan didapatkan lebam dan
edema pada daerah pelvik dan femur, pasien nampak sesak dengan Spo2 = 95% dan RR
26x/mnt. Kedua lutut nampak bengkak sehingga aktivitas klien terbatas, Pada pemeriksaan
didapatkan TD:80/60, HR= 150x/mnt, SB: 37. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
APTT= 40 dtk dan PT 20 dtk. Riwayat kesehatan pernah mengalami perdarahan yang hebat
setelah cabut gigi. Penderita sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah
terbentur atau terjatuh dan keluarga menganggap hal ini wajar karena ada keluarga dari klien
juga memiliki keluhan yang sama.

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Lebam
Suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis akibat pecahnya kapiler dan vena
yang disebabkan oleh benturan pada benda tumpul. (Damitrias, 2017)
b. Edema
Merupakan pembengkakan local yang dihasilkan oleh cairan dan beberapa sel yang
berpindah dari aliran darah ke jaringan interstitial. (Robbins et al, 2015)
c. APTT
Activated partial thromboplastine time, adalah uji lama waktu pembekuan darah di alur
dasar (intrinsic pathway). ( Misnah, dkk. 2012)
d. PT
Prothombin time, adalah uji lama waktu pembekuan darah di alur keluaran (ekstrinsic
pathway).( Misnah, dkk. 2012)

2. KATA / PROBLEM KUNCI


a. Luka didaerah lutut, dengan ukuran sekitar 3 cm
b. Mengeluh nyeri dengan skala 4 (0-10
c. Luka terbuka dengan perdarahan aktif
d. Didapatkan lebam dan edema pada daerah pelvik dan femur
e. APTT= 40 dtk dan PT 20 dtk
f. TD:80/60 mmHg
g. HR= 150x/mnt
h. Riwayat kesehatan pernah mengalami perdarahan yang hebat setelah cabut gigi.
i. Penderita sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah terbentur
atau terjatuh
j. Keluarga dari klien juga memiliki keluhan yang sama.

3. MIND MAP

PERDARAHAN BERLEBIHAN

Idiophatic thrombocytopenia Hemofilia, merupakan Penyakit Von Willebrand,


purpura ( ITP), adalah kelainan penyakit gangguan pembekuan adalah kelainan perdarahan
autoimun yang ditandai dengan darah akibat kekurangan factor herediter yang disebabkan
trombo-sitopeni yang menetap (di pembekuan darah, gejala yang oleh defisiensi factor Von
darah tepi angka trombosit < 150 khas adalah timbulnya lebam Willebrand, defisiensi factor
x 109/1) disebabkan karena ikatan dan pembengkakan sendi yang Von Willebrand akan
antara antibodi dengan antigen terjadi secara spontan ( tanpa menyebabkan sulitnya
trombosit yang akan sebab yang jelas) atau akibat trombosit melekat pada
menyebabkan destruksi yang trauma. ( Herdata, 2020) dinding pembulu darah, yang
prematur oleh sistem diperlukan untuk pembekuan
retikuloendo-thelial, khususnya darah yang normal, gejala
limpa. Defisiensi trombosit akan yang paling umum meliputi
mengakibatkan timbulnya ptekie, perdarahan gusi, hematuri,
purpura, dan per-darahan epistaksis, perdarahan
mukokutan maupun perdarahan saaluran kemih, darah dalam
lain. (Hasibuan.2020) feses, mudah memar,
menoragi). (Dhaneswara,
2022)
NO Idiophatic
MANIFESTASI Penyakit Von
Thrombocytopenia HEMOFILIA
KLINIS Willebrand
Purpura ( ITP),
Luka di daerah
lutut dengan
1. -  -
ukuran sekitar 3
cm
mengeluhnyeri
2. dengan skala 4 (0- -  -
10)
Luka terbuka
3. dengan perdarahan -  -
aktif
Didapatkan lebam
dan edema pada
4.  
daerah pelvic dan

femur
APTT = 40 dtk PT
5. -  
= 20 DETIK
6. TD:80/60 mmHg   
7. HR: 150 x/ Menit   
Riwayat kesehatan
pernah mengalami
8. perdarahan yang   
hebat setelah cabut
gigi
Penderita sering
mengalami
perdarahan sejak
9. usia 5 tahun -  
terutama setelah
terbentur atau
terjatuh
Keluarga dari
klien juga
memiliki keluhan
10. -  
yang sama

Table Check List


4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

a. Apa yang menyebabkan tingginya hasil laboratorium pada APTT dan PT pada kasus di
atas ?

b. Apa penyebab terjadinya lebam dan edema pada kasus di atas ?

c. Apa saja diagnosa keperawatan yang dapat kita ambil berdasarkan kasus diatas ?

d. Apa intervensi keperawatan utama yang dapat kita aplikasikan berdarakan kasus di atas ?

5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan pada mekanisme pembekuan darah yang bisa
disebabkan dari beberapa faktor misalnya, kurangnya Globulin / faktor anti hemolitik,
kurangnya komponen tromboplastin plasma, dan antesenden tromboplastin plasma.
(Herdata.2020)
b. Edema dan lebam terjadi saat pembuluh darah kapiler pada sinovium terluka, seperti yang
kita ketahui sinovium adalah sebuah jaringan yang di sebut kapsul sendi yang memiliki
lapisan dengan banyak pembuluh darah kapiler di dalamnya. (Lukas.2020)
c. Diagnosa keperawatan yang diambil berdasarkan kasus diatas yaitu resiko perdarahan,
nyeri akut, gangguan integritas kulit/jaringan, intoleransi aktivitas, dan Ketidakmampuan
koping keluarga
d. Intervensi keperawatan utama berdasarkan kasus diatas yaitu pencegahan perdarahan :

Observasi :

1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas


2. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diingankan
3. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik :
1. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
2. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
3. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
4. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis, ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
5. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energy, atau gerak
6. Fasilitasi aktivitas motoric untuk merileksasi otot
7. Libatkan keluarga dalam aktivitas
8. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
Edukasi :
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi
dan kesehatan

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


a. Di harapkan bisa mengerti dan mendalami masalah sistem Hematologi .
b. Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada kasus diatas.
c. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan dan implementasi keperawatan dari
kasus diatas.

7. INFORMASI TAMBAHAN
a. ” Terapi Update Hemophilia Pada Anak ”Jurnal Kedokteran Naggroe Medika. Herdata. 2020.
b. ‘Tinjauan Terkini Hemofilia A yang Didapat : Aspek Diagnosis dan Manajemen”
Purwanto.2020”
c. “Peran Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Penderita Hemofilia ” Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa. Darussalam. 2022

8. KLARIFIKASI INFORMASI
a. Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah herediter yang diturunkan
secara x-linked recessive dengan frekuensi sekitar satu kasus dari 10.000 kelahiran.
Hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX
(hemofilia B). Hemofilia A merupakan bentuk terbanyak dijumpai, sekitar 80%-85%.
Anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak
laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan
50% untuk menderita penyakit hemophilia dengan ayah yang juga menderita hemophilia

Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX
untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda
gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat
digunakan untuk diagnosis antenatal. Diagnosis banding hemofilia adalah penyakit von
Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen,
atau kelainan trombosit seperti Glanzmann trombastenia.

Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi pemberian


faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, perawatan
dan rehabilitasi terutama bila ada sendi, edukasi dan dukungan psikososial bagi penderita
dan keluarganya

b. Hemofilia A (Acquired Hemophilia A/ AHA) adalah suatu penyakit gangguan koagulasi


langka yang disebabkan oleh autoantibodi atau inhibitor terhadap faktor VIII (FVIII).
Berbeda dengan hemofilia klasik dimana gangguan koagulasi disebabkan oleh defisiensi
dari faktor VIII atau faktor IX karena kelainan pada kromosom X yang diturunkan secara
resesif. Pada AHA, inhibitor FVIII dapat menginaktivasi FVIII secara komplit maupun
inkomplit yang menyebabkan manifestasi perdarahan signifikan pada penderitanya.
Seluruh faktor koagulasi dapat memiliki inhibitor, namun yang paling sering diamati
adalah inhibitor terhadap FVIII. Hasil penelitian menunjukkan Pembentukan inhibitor
FVIII pada pasien AHA dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa.
Karena kasus AHA jarang ditemukan, seringkali pasien yang datang terlambat
terdiagnosis dan mendapatkan terapi. Pada pasien dengan kondisi perdarahan maka terapi
jalur pintas merupakan pilihan pertama. Sedangkan untuk eradikasi inhibitor, kombinasi
steroid dengan siklofosfamid masih merupakan pilihan utama. Pemberian terapi, baik
hemostatik maupun imunosupresif memiliki risiko dan membutuhkan pemantauan ketat
untuk memastikan keberhasilan serta keamanan pasien.

c. Hemofilia A dan B merupakan gangguan perdarahan yang diturunkan dengan ciri


timbulnya perdarahan spontan abnormal pada pasien tanpa ada rekam medis gangguan
perdarahan sebagai akibat kurangnya protein koagulasi faktor VIII pada hemofilia jenis A
dan IX pada hemofilia jenis B (Lawrenti, 2021). Kadar koagulasi dalam darah yang
rendah akan meningkatkan risiko pendarahan di persendian. Apabila terjadi perdarahan,
maka bisa diberikan konsentrat faktor pembekuan sejumlah 2-3 kali setiap minggunya
sebagai tindakan pencegahan pendarahan (Septarini & Windiastuti, 2016), hal ini
memberikan efek gangguan pada aktivitasnya Dalam domain keluarga, dukungan
keluarga mengacu pada sikap, tindakan, dan penerimaan terhadap penderita hemofilia.
Hemofilia memerlukan terapi seumur hidup sehingga dukungan sosial dari orang lain
sangat penting untuk menjalani pengobatan, termasuk dalam proses rehabilitasi medis
hemofilia. Dukungan keluarga dapat membantu dalam pelaksanaan intervensi yang
berhubungan dengan kesehatan. Termasuk memudahkan penderita untuk menerima
kenyamanan, perhatian, dan bantuan yang mereka butuhkan dalam menerima intervensi
medis. Keterlibatan pasien dan keluarga dalam perawatan intensif hemofilia mampu
meningkatkan manajemen pengobatan yang komplek dan meningkatkan hasil pengobatan
yang positif Kepedulian keluarga terutama orangtua terhadap penderita hemofilia bisa
dikarenakan ketakutan bahwa apakah kondisi anaknya akan lebih baik dimasa depan,
takut anaknya terluka dan tidak bisa membantunya, berpikir bahwa anaknya
membutuhkan banyak perhatian dan kasih sayang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
ini antara variabel dukungan keluarga dengan domain fungsi fisik dan domain
keterbatasan fisik yang mempunyai hasil yang signifikan. Keterbatasan fisik ini meliputi
rentang gerak di pinggul, lutut, bahu, dan siku yang juga berfungsi sebagai prediktor
kualitas hidup Penelitian yang lain menunjukkan rata-rata skor yang rendah pada domain
fisik dalam instrumen WHOQOL, domain tersebut dipengaruhi oleh rasa sakit,
ketergantungan obat, terbatasnya mobilitas dan energi). Selain fokus pada perkembangan
penderita hemofilia, maka perlu diperhatikan juga beban pengasuh dalam hal ini
keluarga.

9. ANALISA DAN SINTESIS INFORMASI

Berdasarkan keluhan yang dikeluhkan pasien pada kasus diatas tanda dan gejala yang
dikeluhkan pasien lebih mengarah pada penyakit Hemofilia sehingga kelompok merumuskan
diagnosa medis yang diangkat pada kasus di atas adalah Hemofilia.
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan


darah yang terjadi akibat kelainan genetik. Terdapat 2 jenis hemofilia, yaitu hemofilia A
(kekurangan faktor VIII) dan B (kekurangan faktor IX).2,3 Gejala yang khas adalah
timbulnya lebam dan pembengkakan sendi yang terjadi secara spontan (tanpa sebab yang
jelas) atau akibat trauma. ( Herdata, 2020)

Hemofilia adalah kelainan perdarahan kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi


kurang lebih satu per 10.000 kelahiran.Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia
diperkirakan kurang lebih 400.000.Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B,
yang merupakan 80-85% dari keseluruhan.( Sidiartha, 2018)

B. Etiologi
Hemofilia dapat dibagi atas :

1. Hemophilia A (Classic Hemophilia) Kekurangan faktor (f) VIII (Antihemophilic Factor)


2. Hemophilia B (Christmas Disease) kekurangan faktor IX (Komponen Protrombin
Plasma)
3. Hemophilia C di turunkan dengan cara autosomal resesif dan merupakan defek atau
kekurangan pada faktor XI

Hemofilia disebabkan oleh faktor gen atau keturunan. Hemofilia A dan B, kedua gen
tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait –X. Oleh
karna itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier
penyakit, dan anak lakilaki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier
memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemophilia dengan ayah yang juga
menderita hemophilia, tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan . Hemofilia juga dapat
disebabkan oleh mutasi gen.1-3 Jika seorang wanita karier hemophilia hamil, maka ia
memiliki kesempatan 50/50 menurunkan gen tersebut ke bayinya. Jika anaknya laki-laki
maka anaknya dapat menjadi penderita hemophilia. Sedangkan jika anaknya perempuan
maka ia menjadi karier hemophilia. Seorang anak dengan ayah hemophilia sedangkan
ibunya bukan karier, maka semua anak laki-lakinya tidak menderita hemophilia sedangkan
semua anak perempuannya adalah karier hemophilia.

Kaskade pembekuan darah klasik yang diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun
1950-an. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan
thrombin.Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk
menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.Pada penderita
hemofilia, dimana terjadi defisit F VIII atau F IX, maka pembentukan bekuan darah
terlambat dan tidak stabil.Oleh karena itu, penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat,
hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup, seperti dalam sendi,
proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun, pada luka yang terbuka dimana
efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk
tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan. Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8
terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di
regio Xq27. Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari
gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita
hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara X-linked resesif
sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Mutasi
spontan dapat terjadi pada sepertiga kasus sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga
penderita hemofilia pada kasus demikian.

C. Patofisiologi

Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah.
Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi
trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah
pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses
fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cidera pada pembuluh darah
akanmenyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks
subendotelial. Faktor Von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit.
Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit
dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan
perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue
factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan
darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya, bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan
oleh faktor XIII.

Dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi.Pada hemofilia sedang,
perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan, sedangkan pada hemofilia berat
perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam.
Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya, pada
penderita hemofilia berat, perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun.
Perdarahan tersebut dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah.Perdarahan di
dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

D. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang sukar
berhenti. Secara klinis, hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan (konsentrasi FVIII
dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-
0.5 IU/mL atau 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01
IU/mL atau di bawah 1%).9,10 Pada penderita hemofilia ringan, perdarahan spontan jarang
terjadi hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag
ratio) yang kurang dari 1. Sebaliknya, wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui
melalui aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetik.Beberapa penyakit
mempunyai kemiripan dengan hemofilia.Dengan demikian, hemofilia adalah dapat
didiagnosis banding dengan penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti
FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann
trombastenia.

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis
diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti
setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat
keluarga dengan gangguan perdarahan, terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu, juga
mendukung ke arah hemofilia. Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana
sama pada hemofilia A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa thromboplastin
parsial teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal.
Masa perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal.

Diagnosis pasti hemofilia ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A
dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan
petanda gen hemofili pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan
dapat digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan
dengan hemofilia B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX. Wanita
pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang bisa di
bawah normal, analisis mutasi gen seperti pada hemarthrosis, dapat diberikan lebih lama
lagi. Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A, dimana satu kantung
kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII.Demikian juga dengan obat antifibrinolitik
seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat.Aspirin dan obat anti inflamasi
non steroid harus dihindari karena dapat mengganggu hemostasis.

Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan kepada penderita hemofilia berat dengan tujuan
mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi. WHO dan WFH merekomendasikan
profilaksis primer dimulai pada usia 1- 2 tahun dan dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis
diberikan berdasarkan Protokol Malmö yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu
pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 hari per minggu atau F IX 20-40 U/kg
dua kali per minggu. Dosis untuk pemberian faktor VIII dan IX dapat dilihat pada Tabel
2.Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang, desmopressin (1-deamino-8- arginine
vasopressin, DDAVP) suatu anolog vasopressin, dapat digunakan untuk meningkatkan kadar
F VIII endogen ke dalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat.
Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang
pengeluaran vWF dari tempat simpanannya (Weibel-Palade bodies) sehingga menstabilkan
F VIII di plasma.

DDAVP dapat diberikan secara intravena, subkutan atau intranasal.Penderita hemofilia


dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai peralatan pelindung yang sesuai untuk
olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik.Berat badan harus dijaga terutama
bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih memperberat arthritis.Kebersihan
mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal,
terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan
intramuskular.4,10 Pihak sekolah sebaiknya diberitahu, bila seorang anak menderita
hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan. Upaya mengetahui status
pembawa sifat diperoleh melalui tindakan sampling villus khorionik atau amnionsintesis.

F. Tata Laksana
Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan untuk
mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi
setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari analgetik
yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan
holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi.
Rehabilitasi medis atritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.

Terapi Pengganti

Faktor Pembekuan Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,


kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor pembekuan
tersebut.Hal ini berfungsi untuk profil aktif/untuk mengatasi episode perdarahan.Jumlah
yang diberikan bergantung pada faktor yang kurang.

Terapi lainnya

a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan sampai


sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah terjadinya gejala
sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan
kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan sendi
(Sidiartha, 2018)
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
Nama :    An. AI
Jenis Kelamin               :   Tidak Terkaji           
Umur                            :    Tidak Terkaji
Agama                          :  Tidak Terkaji
Suku/bangsa                 :    Tidak Terkaji
Pendidikan                   :    Tidak Terkaji
Pekerjaan                       :    Tidak Terkaji
Alamat                         :    Tidak Terkaji
b. Penanggung Jawab
Nama                            :    Tidak Terkaji   
Umur                            :    Tidak Terkaji
Jenis Kelamin               :    Tidak Terkaji
Agama                          :    Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Tanggal masuk : Tidak Terkaji
Tanggal pengkajian : Tidak Terkaji
2. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
 Keluhan utama : Klien engeluh luka di daerah lutut
 Keluhan menyertai :Keluarga mengatakan klienluka didaerah lutut, dengan
ukuran sekitar 3 cm, mengeluh nyeri dengan skala 4 (0-10), dengan frekuensi
tidak menentu.
b. Riwayat kesehatan dahulu : Klien pernah mengalami perdarahan yang hebat setelah
cabut gigi. Klien sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah
terbentur atau terjatuh dan keluarga menganggap hal ini wajar karena ada keluarga
dari klien juga memiliki keluhan yang sama.

c. Riwayat keluarga : ada keluarga dari klien juga memiliki keluhan yang sama.

3. Pola aktivitas fisik sehari-hari


a. Nutrisi : Tidak Terkaji
b. Eliminasi : Tidak Terkaji
c. Istirahat dan Tidur : Tidak Terkaji
d. Aktifitas Fisik : Kedua lutut nampak bengkak sehingga aktivitas klien
terbatas
e. Personal Hygiene : Tidak Terkaji
4. Data psikososial
a. Status Emosi : Tidak Terkaji
b. Konsep Diri : Tidak Terkaji
c. Interaksi Sosial : Tidak Terkaji
5. Pengkajian fisik
a. Keadaan Umum : Tidak terkaji
b. Kesadaran : Tidak Terkaji
c. Tanda vital :
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 150 x/mnt
Respirasi : 26x/mnt
Suhu tubuh : 37℃
d. Kepala : Tidak Terkaji
e. Leher : Tidak Terkaji
f. Dada dan Thorak :Klien nampak sesak dengan Spo2 = 95%,
g. Abdomen : Tidak Terkaji
h. Ekstremitas : Tampak luka terbuka dengan perdarahan aktif, lebam
dan edema pada daerah pelvik dan femur, serta kedua lutut klien nampak bengkak
i. Genetalia : Tidak Terkaji
6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium : APTT= 40 dtk dan PT 20 dtk
PATHWAY
Klasifikasi Data

Data Subjektif Data Objektif


 Keluarga mengatakan klienluka  TTV :
didaerah lutut Tekanan Darah : 80/60 mmHg
 Klien mengeluh nyeri dengan Nadi : 150x/mnt
frekuensi tidak menentu. Pernapasan : 26x/mnt
 klienpernah mengalami perdarahan Suhu : 37℃
yang hebat setelah cabut gigi. Klien  Tampak luka didaerah lutut,
sering mengalami perdarahan sejak dengan ukuran sekitar 3 cm
usia5 tahun terutama setelah terbentur  Skala nyeri 4 (0-10),
atau terjatuh dan keluarga  Tampak luka terbuka dengan
menganggap hal ini wajar karena ada perdarahan aktif,
keluarga dari klien juga memiliki  Tampak lebam dan edema pada
keluhan yang sama. daerah pelvik dan femur
 Klien nampak sesak dengan Spo2
= 95%,
 Kedua lutut nampak bengkak
sehingga aktivitas klien terbatas
 Pemeriksaan laboratorium
didapatkan APTT= 40 dtk dan PT
20 dtk
Analisa Data

NO Data DS & DO Etiologi Diagnosa


Keperawatan
1. DS : Faktor genetic Resiko perdarahan
 Keluarga mengatakan
klienluka didaerah lutut Tanpa IX

DO : X tidak teraktivasi tanpa


VIII
 Tampak luka didaerah
lutut, dengan ukuran
sekitar 3 cm Pemanjangan APTT
 Tampak luka terbuka
dengan perdarahan aktif Trombin tidak terbentuk

 Pemeriksaan laboratorium
didapatkan APTT= 40 dtk Stabilitas fibrin tidak
memadai
dan PT 20 dtk
Gangguan koagulasi

Resiko perdarahan

2 Ds : - Faktor mekanis Gangguan Integritas


Do : Kulit / jaringan
 Tampak luka didaerah Luka robek
lutut, dengan ukuran
sekitar 3 cm Perdarahan

 Tampak luka terbuka


Kerusakan jaringan
dengan perdarahan aktif,

Gangguan integritas kulit


3. Ds: Luka robek Nyeri akut
 Klien mengeluh nyeri dengan
frekuensi tidak menentu. Perdarahan

DO : Jaringan dan sendi


 Skala nyeri 4 (0-10)
 Frekuensi Nadi Meningka : Agen pencedera fisik
150x/mnt
Reseptor nyeri

Persepsi nyeri

4 DS : - Berkurangnya sel Intoleran Aktivitas


hemopotik normal
DO :
 luka didaerah lutut, dengan
ukuran sekitar 3 cm Trombolit
 Kedua lutut nampak
bengkak sehingga aktivitas
klien terbatas Trombolitopenia
 Tampak lebam dan edema
pada daerah pelvik dan Perdarahan
femur

Imobilitas

Intoleransi aktivitas
5 Ds : Stabilitas fibrin tidak Ketidakmampuan
 klienpernah mengalami memadai koping keluarga b.d
perdarahan yang hebat resistensi keluarga
setelah cabut gigi. Klien Perdarahan terhadap
sering mengalami perawatan/pengobatan
perdarahan sejak usia 5 Kehilangan banyak darah yang kompleks
tahun terutama setelah
terbentur atau terjatuh dan Resistensi keluarga
keluarga menganggap hal terhadap perawatan
ini wajar karena ada /pengobatan yang komplek
keluarga dari klien juga
memiliki keluhan yang Ketidak mampuang koping
sama keluarga
Do : -

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perdarahan d.d gangguan koagulasi
2. Gangguan Integritas Kulit/jaringan b.d
Data Subjektif : -

Data Objektif :
 Tampak luka didaerah lutut, dengan ukuran sekitar 3 cm
 Tampak luka terbuka dengan perdarahan aktif,

3. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik d.d

Data Subjektif:
 Klien mengeluh nyeri dengan frekuensi tidak menentu

Data Objektif :
 Skala nyeri 4 (0-10)
 Frekuensi nadi meningkat : 150x/mnt
4. inteloransi aktivitasi b.d imobilitas d.d
Data Subjektif : -

Data Objektif :
 luka didaerah lutut, dengan ukuran sekitar 3 cm
 Kedua lutut nampak bengkak sehingga aktivitas klien terbatas
 lebam dan edema pada daerah pelvik dan femur
5. Ketidakmampuan koping keluarga b.d resistensi keluarga terhadap perawatan/pengobatan
yang kompleks d.d
Data Subjektif :
 klienpernah mengalami perdarahan yang hebat setelah cabut gigi. Klien sering
mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah terbentur atau terjatuh
dan keluarga menganggap hal ini wajar karena ada keluarga dari klien juga
memiliki keluhan yang sama

Data Objektif : -

 Intervensi Keperawatan
NO Tujuan Dan
Diagnosa
Kriteria Hasil Intervesi Keperawatan
Keperawatan
(PPNI T. P., (PPNI T. P., 2018)
(PPNI T. P., 2017)
2019)
1 Risiko perdarahan d.d Tingkat perdarahan Pencegahan Perdarahan
gangguan koagulasi Observasi
Setelah dilakukan
1. Monitor tanda dan gejala
tindakan keperawatan
Definisi: perdarahan
selama 3x24 jam maka
Berisiko mengalami 2. Monitor nilai Ht/Hb, sebelum
maka Tingkat Perdarahan
kehilangan darah baik dan setelah kehilangan darah
Menurun, dengan kriteria
internal ( terjadi dalam 3. Monitor koagulasi (mis.
hasil:
tubuh) maupun eksternal prothrombin time (PT), partial
1. Kelembaban
( terjadi hingga keluar trhomboplastin time (PTT),
mebran mukosa
tubuh) fibrinogen, degradasi, fibrin
meningkat
dan/atau platelet)
2. Kelembaban kulit
Terapeutik
meningkat
1. Pertahankan bedrest selama
3. Hemoglobin
perdarahan
membaik
Edukasi
4. Hematokrit
1. Jelaskan tanda dan gejala
membaik
perdarahan
5. Tekanan darah
2. Anjurkan menggunakan kaus
membaik
kaki saat ambulansi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin
atau anti koagulan
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vitamin
K
6. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu

2 Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Perawatan Luka


Kulit/Jaringan b,d Observasi
Jaringan
Data Subjektif : - 1. Monitor karakteristik luka
Data Objektif : Setelah dilakukan (mis.drainase,warna,ukura
tindakan keperawatan n,bau)
 Tampak luka didaerah selama 3x24 jam maka 2. Monitor tanda-tanda
lutut, dengan ukuran Integritas Kulit/Jaringan infeksi
Meningkat, dengan Terapeutik
sekitar 3 cm kriteria hasil: 1. Lepaskan balutan dan
 Tampak luka terbuka 1. Elastisitas plester secara perlahan.
meningkat 2. Bersihkan dengan cairan
dengan perdarahan 2. Perfusi jaringan NaCl 0.9% atau pembersih
aktif, meningkat non toksik, sesuai
3. Kerusakan kebutuhan
Definisi : jaringan menurun 3. Bersihkan jaringan nekrotik
Kerusakan kulit ( dermis 4. Kerusakan lapisan 4. Berikan salep yang sesuai
kulit menurun ke kulit/lesi,jika perlu
dan/atau epidermis) atau 5. Nyeri menurun 5. Pasang balutan sesuai jenis
jaringan ( membrane 6. Perdarahan luka
menurun 6. Pertahankan teknik steril
mukosa, kornea, fasia, otot, saat melakukan perawatan
tendon, tulang, kartilago, luka
7. Ganti balutan sesuai jumlah
kapsul sendi dan/atau eksudat dan drainase
ligament) 8. Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien.
9. Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis.vit.A,
vit.C, Zink) sesuai indikasi
Edukasi
1. Jelaskan tanda gejala
infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

3 Nyeri Akut b.d Agen Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri


Observasi
Pencedera Fisik d.d Setelah dilakukan
1. Identifikasi lokasi,
tindakan keperawatan
karakteristik, durasi,
selama 3x24 jam maka
frekuensi, kualitas,
Data Subjektif: Tingkat Nyeri Menurun,
intensitas nyeri
dengan kriteria hasil:
 Klien mengeluh nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
1. Kemampuan
3. Identifikasi respon nyeri
dengan frekuensi tidak menuntaskan
non verbal
aktivitas meningkat
menentu 4. Identifikasi faktor yang
2. Keluhan nyeri
memperberat dan
menurun
memperingan nyeri
3. Frekuensi nadi
Data Objektif : 5. Monitor keberhasilan
membaik
terapi komplementer yang
 Skala nyeri 4 (0-10) 4. Perilaku membaik
sudah diberikan
 Frekuensi nadi 6. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
meningkat : 150x/mnt Terapeutik
Definisi: 1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
Pengalaman sensorik atau mengurangi rasa nyeri (mis.
emosional yang berkaitan TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
dengan kerusakan jaringan biofeedback, terapi pijat,
aktual atau fungsional, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
dengan onset mendadak atau kompes hangat/dingin,
lambat dan berintensitas terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
ringan hingga berat yang memperberat rasa nyeri
berlangsung kurang dari 3 (mis. suhu rungan,
pencahayaan, kebisingan)
bulan 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4 Intoleransi Aktivitas b.d Toleransi Aktivitas Terapi Aktivitas
Observasi :
imobilitas d.d Setelah dilakukan
4. Identifikasi defisit tingkat
tindakan keperawatan
Data Subjektif : - selama 3x24 jam maka
aktivitas
5. Identifikasi sumber daya
Toleransi Aktivitas
Data Objektif : untuk aktivitas yang
Meningkat, dengan
diingankan
 luka didaerah lutut, kriteria hasil:
6. Monitor respons
dengan ukuran 1. Kemudahan
emosional, fisik, sosial,
sekitar 3 cm melakukan
dan spiritual terhadap
aktivitas sehari-
 Kedua lutut nampak hari Meningkat
aktivitas
Terapeutik :
bengkak sehingga 2. Kekuatan tubuh
9. Fasilitasi memilih aktivitas
bagian bawah
aktivitas klien dan tetapkan tujuan
Menurun
aktivitas yang konsisten
3. Frekuensi nadi
terbatas sesuai kemampuan fisik,
Membaik
psikologis, dan sosial
 lebam dan edema 10. Koordinasikan pemilihan
pada daerah pelvik aktivitas sesuai usia
11. Fasilitasi makna aktivitas
dan femur yang dipilih
12. Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis, ambulasi,
Definisi : mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
Ketidakcukupan energy 13. Fasilitasi aktivitas
untuk melakukan aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu,
sehari-hari energy, atau gerak
14. Fasilitasi aktivitas motoric
untuk merileksasi otot
15. Libatkan keluarga dalam
aktivitas
16. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
Edukasi :
4. Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari
5. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
6. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
5 Ketidakmampuan koping Status Koping Dukungan Koping Keluarga
Keluarga Observasi
keluarga b.d resistensi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi respons emosional
keluarga terhadap tindakan keperawatan terhadap kondisi saat ini
selama 3x24 jam maka 2. Identifikasi beban prognosis
perawatan/pengobatan
Status Koping Keluarga secara psikologis
yang kompleks d.d membaik, dengan kriteria 3. Identifikasi kesesuaian antara
hasil: harapan pasien, keluarga, dan
Data Subjektif :
1. Keterpaparan tenaga kesehatan
 klienpernah informasi Terapeutik
meningkat 1. Dengarkan masalah, perasaan,
mengalami perdarahan
2. Kemampuan dan pertanyaan keluarga
yang hebat setelah memenuhi 2. Terima nilai-nilai keluarga
kebutuhan dengan cara yang tidak
cabut gigi. Klien
anggota keluarga menghakimi
sering mengalami menurun 3. Diskusikan rencana medis dan
3. Toleransi perawatan
perdarahan sejak usia
membaik 4. Fasilitasi pengungkapan
5 tahun terutama 4. Perilaku sehat perasaan antara pasien dan
membaik keluarga atau antaranggota
setelah terbentur atau
keluarga
terjatuh dan keluarga 5. Fasilitasi pengambilan
keputusan dalam
menganggap hal ini
merencanakan perawatan
wajar karena ada jangka panjang, jika perlu
6. Fasilitasi memperoleh
keluarga dari klien
pengetahuan, keterampilan,
juga memiliki keluhan dan peralatan yang diperlukan
untuk mempertahankan
yang sama
keputusan perawatan pasien
Data Objektif : - 7. Hargai dan dukung mekanisme
koping adaptif yang digunakan
8. Berikan kesempatan
Definisi : berkunjung bagi anggota
keluarga
Perilaku orang terdekat
Edukasi
(anggota keluarga atau 1. Informasikan kemajuan
pasien secara berkala
orang berarti) yang
2. Informasikan fasilitas
membatasi kemampuan perawatan kesehatan yang
tersedia
dirinya dank lien untuk
beradaptasi dengan masalah
kesehatan yang dihadapi
klien.
 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) adalah pelaksanaan
tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi keperawatan terhadap
pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat dalam rencana asuhan
keperawatan termasuk di dalamnya nomor urut dan waktu ditegakkannya suatu
pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).
 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajia ulang rencana
keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi subjek, objek, pengkajian
kembali (assessment), rencana tindakan (planning) (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Dhaneswara.2022. Von Willebrand Disease. Jurnal Syntax Fusion.Nusa Tenggara Barat

Darussalam.2022. Peran Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Penderita


Hemofilia. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa. Yogyakarta

Herdata. 2020. Terapi Update Hemofilia pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe
Medika. Banda Aceh

Hasibuan.2020. Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Itp (Idiopathic


Thormbocytopenict Purpura) Mengunakan Metode Variable Centered Intelligent Rule
System (VCIRS). Medan

Purwanto.2020. Tinjauan Terkini Hemofilia A yang Didapat : Aspek Diagnosis dan


Manajemen. Yogyakarta

Sidiartha.2018. Keadaan Hemostasis Pada Penderita Hemophilia. Bali

Anda mungkin juga menyukai