Seorang anak dibawa ke UGD karena kecelakaan lalulintas, dengan keluha luka didaerah lutut,
dengan ukuran sekitar 3 cm mengeluh nyeri dengan skala 4 (0-10), dengan frekuensi tidak
menentu. Luka terbuka dengan perdarahan aktif, pada pengkajian lanjutan didapatkan lebam dan
edema pada daerah pelvik dan femur, pasien nampak sesak dengan Spo2 = 95% dan RR
26x/mnt. Kedua lutut nampak bengkak sehingga aktivitas klien terbatas, Pada pemeriksaan
didapatkan TD:80/60, HR= 150x/mnt, SB: 37. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
APTT= 40 dtk dan PT 20 dtk. Riwayat kesehatan pernah mengalami perdarahan yang hebat
setelah cabut gigi. Penderita sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah
terbentur atau terjatuh dan keluarga menganggap hal ini wajar karena ada keluarga dari klien
juga memiliki keluhan yang sama.
3. MIND MAP
PERDARAHAN BERLEBIHAN
a. Apa yang menyebabkan tingginya hasil laboratorium pada APTT dan PT pada kasus di
atas ?
c. Apa saja diagnosa keperawatan yang dapat kita ambil berdasarkan kasus diatas ?
d. Apa intervensi keperawatan utama yang dapat kita aplikasikan berdarakan kasus di atas ?
5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan pada mekanisme pembekuan darah yang bisa
disebabkan dari beberapa faktor misalnya, kurangnya Globulin / faktor anti hemolitik,
kurangnya komponen tromboplastin plasma, dan antesenden tromboplastin plasma.
(Herdata.2020)
b. Edema dan lebam terjadi saat pembuluh darah kapiler pada sinovium terluka, seperti yang
kita ketahui sinovium adalah sebuah jaringan yang di sebut kapsul sendi yang memiliki
lapisan dengan banyak pembuluh darah kapiler di dalamnya. (Lukas.2020)
c. Diagnosa keperawatan yang diambil berdasarkan kasus diatas yaitu resiko perdarahan,
nyeri akut, gangguan integritas kulit/jaringan, intoleransi aktivitas, dan Ketidakmampuan
koping keluarga
d. Intervensi keperawatan utama berdasarkan kasus diatas yaitu pencegahan perdarahan :
Observasi :
7. INFORMASI TAMBAHAN
a. ” Terapi Update Hemophilia Pada Anak ”Jurnal Kedokteran Naggroe Medika. Herdata. 2020.
b. ‘Tinjauan Terkini Hemofilia A yang Didapat : Aspek Diagnosis dan Manajemen”
Purwanto.2020”
c. “Peran Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Penderita Hemofilia ” Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa. Darussalam. 2022
8. KLARIFIKASI INFORMASI
a. Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah herediter yang diturunkan
secara x-linked recessive dengan frekuensi sekitar satu kasus dari 10.000 kelahiran.
Hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX
(hemofilia B). Hemofilia A merupakan bentuk terbanyak dijumpai, sekitar 80%-85%.
Anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak
laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan
50% untuk menderita penyakit hemophilia dengan ayah yang juga menderita hemophilia
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX
untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda
gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat
digunakan untuk diagnosis antenatal. Diagnosis banding hemofilia adalah penyakit von
Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen,
atau kelainan trombosit seperti Glanzmann trombastenia.
Berdasarkan keluhan yang dikeluhkan pasien pada kasus diatas tanda dan gejala yang
dikeluhkan pasien lebih mengarah pada penyakit Hemofilia sehingga kelompok merumuskan
diagnosa medis yang diangkat pada kasus di atas adalah Hemofilia.
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
B. Etiologi
Hemofilia dapat dibagi atas :
Hemofilia disebabkan oleh faktor gen atau keturunan. Hemofilia A dan B, kedua gen
tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait –X. Oleh
karna itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier
penyakit, dan anak lakilaki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier
memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemophilia dengan ayah yang juga
menderita hemophilia, tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan . Hemofilia juga dapat
disebabkan oleh mutasi gen.1-3 Jika seorang wanita karier hemophilia hamil, maka ia
memiliki kesempatan 50/50 menurunkan gen tersebut ke bayinya. Jika anaknya laki-laki
maka anaknya dapat menjadi penderita hemophilia. Sedangkan jika anaknya perempuan
maka ia menjadi karier hemophilia. Seorang anak dengan ayah hemophilia sedangkan
ibunya bukan karier, maka semua anak laki-lakinya tidak menderita hemophilia sedangkan
semua anak perempuannya adalah karier hemophilia.
Kaskade pembekuan darah klasik yang diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun
1950-an. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan
thrombin.Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk
menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.Pada penderita
hemofilia, dimana terjadi defisit F VIII atau F IX, maka pembentukan bekuan darah
terlambat dan tidak stabil.Oleh karena itu, penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat,
hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup, seperti dalam sendi,
proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun, pada luka yang terbuka dimana
efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk
tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan. Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8
terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di
regio Xq27. Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari
gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita
hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara X-linked resesif
sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Mutasi
spontan dapat terjadi pada sepertiga kasus sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga
penderita hemofilia pada kasus demikian.
C. Patofisiologi
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah.
Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi
trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah
pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses
fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cidera pada pembuluh darah
akanmenyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks
subendotelial. Faktor Von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit.
Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit
dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan
perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue
factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan
darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya, bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan
oleh faktor XIII.
Dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi.Pada hemofilia sedang,
perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan, sedangkan pada hemofilia berat
perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam.
Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya, pada
penderita hemofilia berat, perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun.
Perdarahan tersebut dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah.Perdarahan di
dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.
D. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang sukar
berhenti. Secara klinis, hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan (konsentrasi FVIII
dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-
0.5 IU/mL atau 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01
IU/mL atau di bawah 1%).9,10 Pada penderita hemofilia ringan, perdarahan spontan jarang
terjadi hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag
ratio) yang kurang dari 1. Sebaliknya, wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui
melalui aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetik.Beberapa penyakit
mempunyai kemiripan dengan hemofilia.Dengan demikian, hemofilia adalah dapat
didiagnosis banding dengan penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti
FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann
trombastenia.
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis
diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti
setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat
keluarga dengan gangguan perdarahan, terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu, juga
mendukung ke arah hemofilia. Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana
sama pada hemofilia A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa thromboplastin
parsial teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal.
Masa perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal.
Diagnosis pasti hemofilia ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A
dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan
petanda gen hemofili pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan
dapat digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan
dengan hemofilia B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX. Wanita
pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang bisa di
bawah normal, analisis mutasi gen seperti pada hemarthrosis, dapat diberikan lebih lama
lagi. Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A, dimana satu kantung
kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII.Demikian juga dengan obat antifibrinolitik
seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat.Aspirin dan obat anti inflamasi
non steroid harus dihindari karena dapat mengganggu hemostasis.
Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan kepada penderita hemofilia berat dengan tujuan
mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi. WHO dan WFH merekomendasikan
profilaksis primer dimulai pada usia 1- 2 tahun dan dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis
diberikan berdasarkan Protokol Malmö yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu
pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 hari per minggu atau F IX 20-40 U/kg
dua kali per minggu. Dosis untuk pemberian faktor VIII dan IX dapat dilihat pada Tabel
2.Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang, desmopressin (1-deamino-8- arginine
vasopressin, DDAVP) suatu anolog vasopressin, dapat digunakan untuk meningkatkan kadar
F VIII endogen ke dalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat.
Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang
pengeluaran vWF dari tempat simpanannya (Weibel-Palade bodies) sehingga menstabilkan
F VIII di plasma.
F. Tata Laksana
Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan untuk
mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi
setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari analgetik
yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan
holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi.
Rehabilitasi medis atritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.
Terapi Pengganti
Terapi lainnya
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
Nama : An. AI
Jenis Kelamin : Tidak Terkaji
Umur : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Suku/bangsa : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
b. Penanggung Jawab
Nama : Tidak Terkaji
Umur : Tidak Terkaji
Jenis Kelamin : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Tanggal masuk : Tidak Terkaji
Tanggal pengkajian : Tidak Terkaji
2. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
Keluhan utama : Klien engeluh luka di daerah lutut
Keluhan menyertai :Keluarga mengatakan klienluka didaerah lutut, dengan
ukuran sekitar 3 cm, mengeluh nyeri dengan skala 4 (0-10), dengan frekuensi
tidak menentu.
b. Riwayat kesehatan dahulu : Klien pernah mengalami perdarahan yang hebat setelah
cabut gigi. Klien sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah
terbentur atau terjatuh dan keluarga menganggap hal ini wajar karena ada keluarga
dari klien juga memiliki keluhan yang sama.
c. Riwayat keluarga : ada keluarga dari klien juga memiliki keluhan yang sama.
Pemeriksaan laboratorium
didapatkan APTT= 40 dtk Stabilitas fibrin tidak
memadai
dan PT 20 dtk
Gangguan koagulasi
Resiko perdarahan
Persepsi nyeri
Imobilitas
Intoleransi aktivitas
5 Ds : Stabilitas fibrin tidak Ketidakmampuan
klienpernah mengalami memadai koping keluarga b.d
perdarahan yang hebat resistensi keluarga
setelah cabut gigi. Klien Perdarahan terhadap
sering mengalami perawatan/pengobatan
perdarahan sejak usia 5 Kehilangan banyak darah yang kompleks
tahun terutama setelah
terbentur atau terjatuh dan Resistensi keluarga
keluarga menganggap hal terhadap perawatan
ini wajar karena ada /pengobatan yang komplek
keluarga dari klien juga
memiliki keluhan yang Ketidak mampuang koping
sama keluarga
Do : -
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perdarahan d.d gangguan koagulasi
2. Gangguan Integritas Kulit/jaringan b.d
Data Subjektif : -
Data Objektif :
Tampak luka didaerah lutut, dengan ukuran sekitar 3 cm
Tampak luka terbuka dengan perdarahan aktif,
Data Subjektif:
Klien mengeluh nyeri dengan frekuensi tidak menentu
Data Objektif :
Skala nyeri 4 (0-10)
Frekuensi nadi meningkat : 150x/mnt
4. inteloransi aktivitasi b.d imobilitas d.d
Data Subjektif : -
Data Objektif :
luka didaerah lutut, dengan ukuran sekitar 3 cm
Kedua lutut nampak bengkak sehingga aktivitas klien terbatas
lebam dan edema pada daerah pelvik dan femur
5. Ketidakmampuan koping keluarga b.d resistensi keluarga terhadap perawatan/pengobatan
yang kompleks d.d
Data Subjektif :
klienpernah mengalami perdarahan yang hebat setelah cabut gigi. Klien sering
mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah terbentur atau terjatuh
dan keluarga menganggap hal ini wajar karena ada keluarga dari klien juga
memiliki keluhan yang sama
Data Objektif : -
Intervensi Keperawatan
NO Tujuan Dan
Diagnosa
Kriteria Hasil Intervesi Keperawatan
Keperawatan
(PPNI T. P., (PPNI T. P., 2018)
(PPNI T. P., 2017)
2019)
1 Risiko perdarahan d.d Tingkat perdarahan Pencegahan Perdarahan
gangguan koagulasi Observasi
Setelah dilakukan
1. Monitor tanda dan gejala
tindakan keperawatan
Definisi: perdarahan
selama 3x24 jam maka
Berisiko mengalami 2. Monitor nilai Ht/Hb, sebelum
maka Tingkat Perdarahan
kehilangan darah baik dan setelah kehilangan darah
Menurun, dengan kriteria
internal ( terjadi dalam 3. Monitor koagulasi (mis.
hasil:
tubuh) maupun eksternal prothrombin time (PT), partial
1. Kelembaban
( terjadi hingga keluar trhomboplastin time (PTT),
mebran mukosa
tubuh) fibrinogen, degradasi, fibrin
meningkat
dan/atau platelet)
2. Kelembaban kulit
Terapeutik
meningkat
1. Pertahankan bedrest selama
3. Hemoglobin
perdarahan
membaik
Edukasi
4. Hematokrit
1. Jelaskan tanda dan gejala
membaik
perdarahan
5. Tekanan darah
2. Anjurkan menggunakan kaus
membaik
kaki saat ambulansi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin
atau anti koagulan
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vitamin
K
6. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajia ulang rencana
keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi subjek, objek, pengkajian
kembali (assessment), rencana tindakan (planning) (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Herdata. 2020. Terapi Update Hemofilia pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe
Medika. Banda Aceh