Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN HASIL TUTORIAL

SKENARIO BLOK 2.2 TAHUN 2019


MODUL 3

KELOMPOK 18:
1810313061 - Savira Dewita Junaidi
1810313043 - Rifqah Wardah Astarini
1810313028 - Maya Ramadhani Yusuf
1810312091 - Lailatul sya'diyyah
1810312081 - Nur Anisa
1810312061 - Kamal Fariz
1810312057 - Muhammad Fathi Naufal Ziqri
1810311044 - Ratu Fawwaz Efendi
1810311008 - Melati Nurul Ramadhani
1810311005 - Rajib Alfikri

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
SKENARIO 3: Kapan aku bisa dikhitan?
Ferdi berusia sembilan tahun, dibawa ibunya ke puskesmas untuk dikhitan karena saat
ini bertepatan dengan liburan sekolah. Dokter puskesmas melakukan alloanamnesis pada ibunya
mengenai riwayat perdarahan pada Ferdi. Menurut ibunya Ferdi tidak pernah mengalami luka
yang berarti sejak kecil. Tetapi pada riwayat keluarga, diketahui adik laki-laki ibunya mengalami
kelainan perdarahan. Adik laki-laki ibunya tersebut sering mengalami bengkak di lutut dan
meninggal pada usia muda karena perdarahan hebat pada saat jatuh dari sepeda motor. Dokter
puskesmas melakukan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan pada Ferdi. Hasil
pemeriksaan laboratorium darah rutin normal, pemeriksaan penyaring hemostasis didapatkan
jumlah trombosit 240.000/mm3, bleeding time 1’30’’, clotting time 18’ (cara kaca objek). Dokter
puskesmas kemudian memutuskan untuk merujuk Ferdi ke RS dengan keterangan ”pro
sirkumsisi + riwayat keluarga diathesis hemorhagik”.
Ferdi dipersiapkan untuk tindakan sirkumsisi di rumah sakit. Sebelumnya dilakukan lagi
pemeriksaan hematologi rutin dan tes skrining hemostasis. Hasil pemeriksaan hematologi rutin
dalam batas normal. Tes skrining hemostasis didapatkan jumlah trombosit 270.000/mm3,
Bleeding Time 2 menit, PT 11 detik dan APTT 60 detik. Berdasarkan hasil tersebut sirkumsisi
belum dapat dilakukan dan Ferdi dikonsulkan ke Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Pada Ferdi
direncanakan pemeriksaan factor assay dan tatalaksana lebih lanjut.
Pada saat di rumah sakit ibu Ferdi bertemu dengan temannya yang berusia 55 tahun yang
melakukan kontrol setelah dirawat dengan diagnosis trombosis vena dalam pada tungkai kanan.
Dari cerita teman ibunya itu, beberapa hari terakhir sebelum dirawat di RS, ia selalu berbaring di
rumah karena merasa tidak enak badan. Tungkai kanannya bengkak, merah dan nyeri. Setelah
mendapatkan pengobatan di rumah sakit, ia diperbolehkan pulang dan dianjurkan kontrol teratur.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada kasus Ferdi dan teman ibunya?
STEP 1 : TERMINOLOGI
1. Khitan : sirkumsisi, prosedur bedah yang dilakukan untuk membuang kulit di sekitar glans
penis (preputium)
2. Aloanamnesis : suatu kegiatan wawancara yang dilakukan dokter secara tidak lagsung atau
kepada orangtua atau orang yang mengetahui tentang pasien
3. Kelainan perdarahan : kelainan yang terjadi pada trombosit, pemmbuluh daarah dan faktor
pembekuan
4. Clotting time : waktu yang dibutuhkan darah untuk membentuk bekuan. (4 - 16 menit -> utk
uji tabung reaksi, darah tepi -> 2-6 menit)
5. Bleeding time : waktu perdarahan dari darah keluar dari pembuluh darah superfisial sampe
darahnya berhenti.
6. Pemeriksaan penyaring hemostasis : tes yang berguna utk mengidentifikasi adanya defek
hemostasis yang dapat menyebabka gangguan perdarahan.
7. Diathesis hemoragik : segala gangguan yang menggangu proses dari pembekuan darah. Shg
darah mengalir keluar lebih lama
8. Pro sirkumsisi : hal yang dapat mendukung sirkumsisi
9. Tes skrining hemostasis : pemeriksaan utk bleeding time, pt, aptt, dan trombosit
10. Aptt : activated protrombine time. Waktu utk menilai jalur intrinsik dari faktor pembekuan
(35 detik)
11. Pt : protrombine time. Parameter yang digunakan untuk menilai jalur ekstrinsik dari faktor
pembekuan (10-14 detik)
12. Faktor assay : utk menganalisis faktor pembekuan mana yang kurang
13. Trombosis vena dalam : suatu kondisi ketika terjadi pengumpulan darah pada darah vena /
lebih di pembuluh vena dalam. Da plak yang menghambat aliran darah vena yang
dibentuk oleh trmbosit
STEP 2 : IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah ada hubungan antara usia dengan waktu di khitan?
2. Mengapa ferdi harus di khitan? Kontraindikasinya?
3. Mengapa dokter menanyakan secara aloanamnesis riwayat perdarahan pada ibunya ferdi?
4. Apa contoh riwayat perdarahan yang mempengaruhi khitan?
5. Apa hubungan adik laki laki ibunya ferdi mengalami perdarahan dengan kelainan pada ferdi
sekarang?
6. Mengapa adik laki laki ibu ferdi sering mengalami bengkak di lutut dan meninggal saat jatuh
dari sepeda motor?
7. Apakah ada hubungan kelainan perdarahan dengan kematian adik laki laki ibu ferdi?
8. Interpretasi hasil pemeriksaan lab?
9. Mengapa dokter memutuskan utk merujuk ferdi dengan keterangan pro sirkumsisi + riwayat
keluarga diathesis hemoragik?
10. Apa saja yang harus dipersiapkan sebelum dilakukan sirkumsisi?
11. Apa tujuan pemeriksaan hematologi rutin dnan skrining hemostasis?
12. Bagaimana tahapan dari tes skrining hemostasis?
13. Interpretasi hasil tes skrining hemostasis?
14. Mengapa bisa terjadi perbedaan pantara hasil pemeriksaan penunjang di RS dengan di
puskesmas?
15. Kapan ditemukan PT dan APTT memanjang?
16. Mengapa dari hasil emeriksaan diputuskan belum dapat dilakukan sirkumsisi pada ferdi?
17. Apa indikasi pemeriksaan faktor assay dan tatalaksana lebih lanjutnya?
18. Mengapa teman ibu ferdi didiagnosis trombosis vena dalam?
19. Mengapa teman ibunya merasa tidak enak badan dan selalu berbaring?
20. Mengapa tungkai kanan pasien tsb bisa merah bengkak nyeri?
21. Terapi apa yang dilakukan dokter shg ibu tsb diperbolehkan pulang dan kenapa harus
dikontrol?
STEP 3 BRAINSTORMING
1. Khitan boleh kapan saja. Tp tdk boleh > 15 tahun. Tidak boleh pas masih bayi : glans penis
masih tertutup sama preputium kondisi dmn bayi harus dikhitan :
 Fimosis-> preputiumnya tertutup shg uretra tertutup
 Parafimosis -> abis ditarik dia tdk bisa balik lagi
<1 tahun : tidak perlu anestesi umum kalo ada indikasi
>1 : perlu
2. Fimosis, parafimosis, peradangan disekitar preputium dan glan penis
- kontraindikasi : hemofilia, trombositopenia, kelainan congenital, Kontraindikasi absolut
tindakan medis sirkumsisi pada kasus-kasus di mana preputium perlu dipertahankan
untuk intervensi pembedahan, misalnya pada hipospadia, epispadia, atau kelainan
kongenital lain.
- kalo laki laki tidak dikhitan - > preputiumnya nutup kedepan, bakteri2 numpuk di
preputium shg bisa menimbulkan penyakit.
3. Riwayat perdarahan : krn pengaruh dathesis hemoragik
3 faktor yg mempengaruhi diathesis hemoragik : kelainan pembuluh darah, tormbosit,
pembekuan darah
Hemofili : penyakit genetik
Hemofilia
Ringan : setelah trauma berat
Sedang : trauma ringan
Berat : tidak ada trauma tp dia tetap perdarahan

Allo-anamnesa dilakukan karena ;

 Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat


terhadap apa yang dirasakan)
 Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu
 Pasien tidak dapat berkomunikasi
 Pasien dalam keadaan gangguan jiwa

4. Udh
5. Udh
6. Udh
7. Hemofili -> yg rusak fibrinclock
Perdarahan hebat -> ganggua n pembekuan darah -> syok hipofolemik -> menigngal
Hemofilia
-a : krn faktor 8
-b : krn faktor 9
Memar pada lutut (haemato artrosis)
8. Trombosit 240/ mm3 (normalnya 150000 -400000)
Bleeding time 1,5 menit (normalnya 2 - 9 menit)
Clotting time 18 menit (normalnya :8 - 15 menit) -> naik -> krn kurang faktor 8 / 9
9. Dirujuk : krn dari pemeriksaan lab clotting time memanjang, ada gangguan pembekuan darah.
Utk pemeriksaan lbh lanjut.
10. Yg harus dilakukan pada saatsirkumsisi
-anamnesis : aloanamnesis -> umur ? Gosok gigi berdarah ga? Waktu perdarahan? Kalo anaknya
jatuh darahnya lama tidak keringnya? Riwayat keluarga?
-pemfis : periksa penis, utk liat glanspenis, apakah btknya normal
-persiapan ruangan
-anestesi lokal
13. Pemeriksaan skrining hemostasis : utk cari tahu faktor
Hematologi rutin
PT (protrombine time) : utk ngukur kecepatan pembekuan faktor ekstrinsik
APTT : intrinsik
APTT memanjang : DIC, sirosis hati, dll
skrining hemostasis
1) Pembendungan
2) Masa perdarahan -> tdk layak dilakukan krn tidak akurat
3) Hitung trombosit
4) PT
5) APTT
6) TT
12.
1. kamar hitung
2. alat (automatic hematologi analisaaa
3. sediaan darah tepi
4. didimer : waktu fibrin di pecah

trombosit (270000 -> normal)


bleeding time (normal)
PT (11detik -> normal)
APTT ( 60 detik -> normalnya : 20-35 detik)
14. di rs : sarana prasarana lbh lengkap
perbedaan kompetensi, kurang teliti, kurang pas
15. udh
16. karena pada pemeriksaan ditemukan APTTnya memanjang -> ada defek pada faktor intrinsik
17. faktor assay : semua faktor di cek (8,9)
18 DVT

Pada beberapa kasus, DVT dapat terjadi tanpa menunjukkan gejala. Namun, dapat muncul gejala
berupa:

 Tungkai terasa hangat.


 Nyeri yang semakin memburuk saat menekuk kaki.
 Bengkak pada salah satu tungkai, terutama di betis.
 Kram yang biasanya bermula di betis, terutama di malam hari.
 Perubahan warna kaki menjadi pucat, merah, atau lebih gelap.

faktor risiko:
- umur
- sedentari
3 faktor yg mempengaruhi :kelainan aliran darah, pembuluh darah, koagulasinya
-imobbilisasi
19. Kaki nyeri-> pengen rebahan aja ada sumbatan di vena -> darah naik kurang ->
20. Sumbatan shg tekanan pem darah naik -> airan keluar ke jaringan intertisial -> .
21. Jenis obat antikoagulan yang umumnya digunakan untuk mengobati DVT adalah heparin dan
warfarin
warfarin : reaksinya lbh lama
antikoagulan
heparin
STEP 4 : SKEMA
STEP 5 : TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Definisi dan klasifikasi penyakit gangguan hemostasis
2. Epidemiologi penyakit gangguan hemostasis
3. Etiologi dan Faktor risiko penyakit gangguan hemostasis
4. Patogenesis, Patofisiologi penyakit gangguan hemostasis
5. Gejala dan tanda penyakit gangguan hemostasis
6. Dasar diagnosis kerja penyakit gangguan hemostasis
7. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis penyakit
gangguan hemostasis
8. Penatalaksanaan penyakit gangguan hemostasis
9. Komplikasi dan prognosis penyakit gangguan hemostasis
10. Kasus penyakit gangguan hemostasis yang memerlukan rujukan

STEP 6 : BELAJAR MANDIRI

HEMOFILIA
Definisi

Hemofilia adalah suatu penyakit yang menyebabkan gangguan perdarahan karena


kekurangan faktor pembekuan darah. Akibatnya, perdarahan berlangsung lebih lama saat tubuh
mengalami luka.

Dalam keadaan normal, protein yang menjadi faktor pembeku darah membentuk jaring
penahan di sekitar platelet (sel darah) sehingga dapat membekukan darah dan pada akhirnya
menghentikan perdarahan.Pada penderita hemofilia, kekurangan protein yang menjadi faktor
pembeku darah tersebut mengakibatkan perdarahan terjadi secara berkepanjangan.

Etiologi

Hemofilia merupakan penyakit bawaan yang umumnya dialami pria. Penyakit ini dapat
diturunkan karena mutasi gen yang mengakibatkan perubahan dalam untaian DNA (kromosom)
sehingga membuat proses dalam tubuh tidak berjalan dengan normal. Mutasi gen ini dapat
berasal dari ayah, ibu, atau kedua orang tua. Terdapat banyak jenis hemofilia, namun jenis yang
paling banyak terjadi adalah hemofilia A dan B. Tingkat keparahan yang dialami penderita
hemofilia tergantung dari jumlah faktor pembekuan dalam darah.
Klasifikasi

Berdasarkan gen pengkode faktor koagulan yang mengalami mutasi, hemofilia


diklasifikasian menjadi :Hemofilia A (prevalensi di dunia: 1 per ), mutasi gen FVIIIHemofilia B
(prevalensi di dunia: 1 per ), mutasi gen FIXJenis hemofilia B yang khusus adalah hemofilia B
LeydenTerdapat bentuk lain dari penyakit hemofilia, yaitu acquired hemophilia, yang timbul
karena tubuh menghasilkan protein terspesialisasi (autoantibodi) yang menyerang dan
menginaktifkan aktivitas faktor koagulasi VIII (FVIII).Hemofilia leyden : penderita mengalami
perdaraha berlebih pada masa kanak-kanank namun mengalami perdarahan yang jarang pasca
puberta

Manifestasi klinik

Gejala utamanya adalah perdarahan yang sulit berhenti atau berlangsung lebih lama

 Kulit mudah memar.


 Perdarahan gusi
 perdarahan pada hidung (mimisan)
 Perdarahan di area sekitar sendi.
 Kesemutan dan nyeri ringan pada lutut, siku dan pergelangan kaki.

Patofisiologi

Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur dalam darah, seperti platelet dan
protein plasma darah.

Di dalam kasus hemofilia, terdapat mutasi gen yang menyebabkan tubuh kekurangan
faktor pembekuan tertentu dalam darah. Penyebab hemofilia A adalah mutasi gen yang terjadi
pada faktor pembekuan VIISedangkan hemofilia B disebabkan oleh mutasi yang terjadi pada
faktor pembekuan IX (9) dalam darah.

Mutasi gen pada hemofilia A dan B terjadi pada kromoson X dan bisa diturunkan dari
ayah, ibu, atau kedua orang tua. Sebagian besar wanita dapat menjadi pembawa gen abnormal ini
dan menurunkannya pada anaknya, tanpa dirinya sendiri mengalami gejala hemofilia. Sedangkan
pria dengan gen abnormal ini cenderung akan menderita penyakit hemofilia. Di sisi lain, mutasi
gen ini juga dapat terjadi secara spontan pada penderita hemofilia yang tidak memiliki riwayat
keluarga penderita hemofilia.

Diagnosis Hemofilia

Pada Anak-anak biasanya dicurigai menderita penyakit ini pada saat mereka mulai
merangkak atau berjalan yang ditandai dengan kulit yang mudah memar atau perdarahan sendi.
Sebagian lainnya ada yang terdeteksi saat memasuki usia dewasa ketika mereka menjalani
prosedur gigi atau prosedur lainnya.

Bila ada riwayat hemofilia dalam keluarga, dokter akan menyarankan pemeriksaan secara
dini untuk mengetahui adanya risiko hemofilia pada anak. Pemeriksaan tersebut meliputi:

 Pemeriksaan sebelum kehamilan, yang terdiri dari tes darah dan sampel jaringan untuk
meneliti tanda-tanda mutasi gen penyebab hemofilia pada kedua orang tua.
 Pemeriksaan selama kehamilan. Dalam pemeriksaan ini, dokter akan mengambil
sampel plasenta dari rahim (chronionic villus sampling) untuk melihat apakah janin
memiliki penyakit hemofilia. Tes ini biasanya dilakukan pada minggu ke-11 hingga ke-
14 masa kehamilan. Pemeriksaan lainnya adalah amniocentesis, yaitu uji sampel air
ketuban pada minggu ke-15 hingga ke-20 masa kehamilan.
 Pemeriksaan setelah kelahiran anak. Dalam hal ini dokter akan melakukan
pemeriksaan darah secara lengkap dan tes fungsi faktor pembekuan,termasuk faktor
pembekuan VIII (8) dan IX (9). Selain itu, darah dari tali pusat bayi pada saat mereka
lahir juga dapat diuji untuk memastikan adanya hemofilia.
 Pemeriksaan labor

Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan berkisar antara 5-50%.Gejala berupa
perdarahan berkepanjangan baru muncul saat penderita mengalami luka atau pasca
prosedur medis, seperti operasi.Pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar
antara 1-5%.
Tatalaksana Hemofilia

Penanganan kelainan darah ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu penanganan untuk
mencegah timbulnya perdarahan (profilaksis) dan penanganan pada saat terjadi perdarahan (on-
demand).

Untuk mencegah terjadinya perdarahan, penderita biasanya diberikan suntikan faktor pembekuan
darah. Suntikan yang diberikan untuk penderita hemofilia A adalah octocog alfa yang dirancang
untuk mengontrol faktor pembekuan VIII (8). Pemberian suntikan ini dianjurkan tiap 48
jam.Efek samping yang mungkin timbul, di antaranya adalah gatal, ruam kulit, serta nyeri dan
kemerahan pada area yang disuntik. Sementara itu, penderita hemofiilia B dengan kekurangan
faktor pembekuan IX (9) akan mendapat suntikan nonacog alfa. Penyuntikan obat ini biasanya
dilakukan 2 kali dalam seminggu.Efek samping yang mungkin timbul berupa mual,
pembengkakan pada area yang disuntik, pusing, dan rasa tidak nyaman. Suntikan untuk
mencegah perdarahan ini biasanya diberikan seumur hidup, dan perkembangan kondisi pasien
yang akan terus dipantau melalui jadwal pemeriksaan rutin.

Tujuan penanganan yang kedua adalah untuk menghentikan terjadinya perdarahan secara
berkepanjangan. Dalam hal ini, obat yang diberikan pada saat terjadinya perdarahan hampir sama
seperti obat yang diberikan untuk mencegah perdarahan Untuk menghentikan perdarahan pada
kasus hemofilia A, dokter akan memberikan suntikan octocog
alfa atau desmepressin. Sedangkan untuk kasus hemofilia B, dokter akan memberikan
suntikan nonacog alfa. Penderita yang mendapat suntikan ini harus melakukan pemeriksaan
kadar inhibitor secara teratur, karena obat faktor pembekuan darah terkadang dapat memicu
pembentukan antibodi sehingga obat menjadi kurang efektif.

Komplikasi Hemofilia

Sejumlah komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit hemofilia adalah:

 Kerusakan sendi yang berpotensi merusak jaringan halus sendi atau tulang rawan dan
lapisan tipis di dalam sendi (synovium).
 Perdarahan internal. Perdarahan ini dapat terjadi di dalam otot dan menyebabkan tungkai
membengkak.
 Infeksi. Penderita hemofilia berisiko mengalami infeksi, terutama jika melakukan
transfusi darah.

Perdarahan di dalam tengkorak kepala (perdarahan intrakranial). Gejala tersebut ditandai dengan
sakit kepala berat, muntah, leher kaku, kelumpuhan di sebagian atau seluruh otot wajah, dan
penglihatan ganda. Penderita hemofilia yang mengalami perdarahan intrakranial butuh
penanganan darurat.

VON WILLEBRAND’S DISEASE

Definisi

Penyakit von Willebrand (PVW) adalah kelainan pendarahan herediter dikarenakan oleh
defisiensi atau disfungsi faktor von Willerbrand (FVW).FVW adalah suatu glikoprotein
multimer heterogen dalam plasma dengan dua fungsi utama.

1. Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi stress berat dengan menghubungkan reseptor
membran trombosit ke subendotel pembuluh darah
2. Bekerja sebagai pembawa plasma bagi faktor VIII, suatu protein koagulasi darah yang
penting.

Umumnya faktor von Willebrand membantu trombosit melekat pada dinding pembuluh darah
yang normal.

Etiologi

Kelainan perdarahan kronis yang ditandai dengan agregasi tronbosit maupun


pembentukan bekuan tidak terjadi secara memadai.Kelainan adhesi trombosit mungkin karena
kelainan reseptor trombosir intrinsik atau kelainan/defisiensi molekul pelekat seperti FVW.

Epidemiologi

Penyakit von Willebrand(PVW) adalah kelainan bawaanperdarahanpaling umumpada


manusia.PVWklinis yang signifikanterjadi pada sekitar125 orangper juta, 1-2% dari penduduk
umum.
Namun, kelainan pada FVWdapat dideteksi pada sekitar 8000 orang perjuta ketika
teknik laboratorium yang cermat digunakan untuk menunjukkan sangat tingginya insiden
penyakit pada subklinis. PVWpertama kali dijelaskan oleh von Willebrand Erik pada tahun 1926.
Patogenesis

Penyakit von Willebrand(PVW) adalah penyakit karena kekurangan faktor von


Willebrand(FVW). FVWdisintesis oleh sel endotel,di mana disimpan dibadan Weibel-Palade,
dan oleh platelet, di mana ia disimpan dalam granula-α. PVWadalah gangguan heterogen yang
telah diklasifikasikan ke dalam beberapa subtipe. Tipe IPVW,adalah tipe PVW yang paling
umum dan diwariskan sebagai sifat dominan autosom (LihatTabel).Varian ini adalah karena
defisiensi kuantitatif sederhana dari semua multimers FVW. Tipe 2PVW jugadibagi lebih lanjut
tergantung pada apakah protein disfungsional mengalami penurunan atau paradok s peningkatan
fungsi dalam tes laboratorium tertentu yang mengikat trombosit.Tipe 3PVW,secara klinis
paling berat dan ditandai oleh pewarisan resesif dan hampir tidak adaFVW. Berikut klasifikasi
dari tipe penyakit von Willerbrand.
Diagnosis

Pasien dengan tipe 1 biasanya memiliki PVW ringan atau pendarahan trombosit sedang
(terutama yang melibatkan integumendan membran mukosa). Pasien dengan PVW tipe 2
biasanya memiliki tingkat pendarahan sedang sampai pendarahan hebat yang dialami saat masa
kecil atau remaja.

Gejala yang paling sering terjadi pada PVW meliputi:

 Pendarahan gusi
 Hematuri
 Epistaksis
 Pendarahan saluran kemih
 Darah dalam feses
 Mudah memar
 menoragi

Pemeriksaan labolatorium :

 Pemanjangan BT
 Penurunan kadar FVW plasma
 Penurunan secara paralel kadar aktivitas biologi diperiksa dengan penentuan kadar
kofaktor risosetin.
 Penurunan aktivitas faktor VIII

Evaluasi penapisan :2

Untuk PVW harus mencakup pemeriksaan BT, hitung trombosit, PT dan APTT.
 PVW ringan tipe I biasanya hasil pemeriksaannya normal. Bila penyakit lebih berat BT
memanjang antara 15-30 menit sedang hirung trombosit normal.
 Pasien dengan defisiensi berat FVW atau kelainan faktor VIII mengikat FVW berakibat
pemanjangan APTT, sekunder akibatnya menurun kadar faktor VIII dalam plasma.
 Untuk menetapkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus kadar FVW dan fungsinya.

Diagnosis labolatorium penyakit von willebrand.3,4


Penatalaksaan

Pengelolaan segera

Fungsi trombosit yang abnormal sering yang pertama tampak sebagai komplikasi
penyakit akut atau pembedahan. Pada keadaan demikian, diagnosis yang tepat dapat ditunda,
namun tindakan harus disesuaikan dengan sebanyak mungkin faktor yang potensial.2

Daftar ini termasuk:

 Menghentikan obat yang menghambat fungsi trombosit


 Secara empiris memberikan FVW
 Transfusi trombosit yang normal, tergantung beratnya pendarahan.

Pengelolaan jangka panjang

Kelainan fungsi trombosit harus didasari diagnosis yang tepat. Pasien dengan kelainan
kongenital harus dinasihati untuk menghindari obat yang memperberat kelainan fungsi dan
menyebabkan pendarahan.2

 Aspirin dan analgesik non steroid adalah offender primer, pasien-pasien PVW dan
trombasteni menunjukan pemanjangan bermakana BT dengan pemberian aspirin dan
merupakan risiko lebih besar terhadap pendarahan klinis.
 Pasien demikian juga harus benar-benar diajari tentang sifat kelainan mereka
 Harus membawa serta identifikasi atau memakai gelang peringatan (warning)

Protokol ini dapat bermanfaat sebagai petunjuk untuk transfusi yang memadai pada keadaan
darurat.

DDVAP (Desopresin)

Bentuk sediaan intravena dan intranasal.2

 DDVAP diberikan intravena dengan dosis 0,3 mg/kg; harus diencerkan dalam 30-50 mL
salin dan diberikan dalam 10-20 menit untuk meminimalkan efek samping, terutama
takikardia dan hipotensi. Efek samping lainnya berupa nyeri kepala, pusing, nausea, dan
muka kemerahan pada pasien terutam jika diberikan secara cepat.
 DDVAP diberikan secara intranasal dengan dosis 300 µg, diberikan dengan aplikasi 100
µL dari larutan 1,5 mg/mL ke lubang hidung. Dengan metode pemberian seperti ini
dapata meningkatkan kadar FVW, pada umumnya 2 sampai 3 kali lipat. Kekurangannya
ialah dari efek yang ditimbulkan berlangsung singkat (12-24 jam). Metode seperti ini
efektif untuk pendarahan ringan selama pembedahan minor.
 Dikontraindikasikan untuk pasien PVW tipe 2B dan tipe trombosit.

DDAVP harus dihindari pada wanita preenklamsi (grade C, level IV).

FAKTOR VON WILLEBRAND

Penggantian FVW dapar diperoleh dengan: tranfusi plasma segar atau konsentrat yang
mengandung kompleks FVW-VIII.

Kriopresipitat adalah konsentrat yang mudah didapat dan efektif. Namun jika kriopresipitat tidak
didapatkan, salah satu bentuk konsentrat faktor VIII/FVW dapat diberikan dengan dosis faktor
VIII 50 U/kg secara parenteral tiap 12jam biasanya akan cukup.
ITP (IDIOPATIK TROMBOSITOPENIA PURPURA)

EPIDEMIOLOGI

PTI diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang
banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insidens penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8
per 100000 anak pertahun. Di bagian ilmu kesehatan anak RSU Dr soetomo terdapat 22 pasien
baru pada tahun 2000, 80 – 90% anak dengan PTI menderita episode perdarahan akut, yang akan
pulih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh dalam 6
bulan. Pada PTI akut tidak ada perbedaan insidensi laki maupun perempuan dan akan mencapai
puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus ataupun imunisasi
1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini.Perdarahan sering terjadi saat trombosit dibawah
20000/mm3. PTI kronis terjadi pada anak usia>7 tahun, sering terjadi pada anak perempuan. PTI
yang recuren didefenisikan sebagai adanya episode trombositopenia >3 bulan dan terjadi 1-4%
anak dengan PTI.

PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya trombositopenia pada ITP ternyata lebih kompleks dari yang
semula diduga.Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap glikoprotein
yang terdapat pada membrane trombosit.Sehingga terjadi penghancuran terhadap trombosit yang
diselimuti antibodi (antibody-coated platelets) oleh makrofag yang terdapat pada limpa dan
organ retikuloendotelial lainnya.Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat
pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitin dalam plasma yang merupakan progenitor proliferasi
dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan kronis, menimbulkan
dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombositopenia di antara
keduanya.Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena
adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri/virus atau pada
pemberian imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain
yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam terjadinya
penekanan terhadap produksi trombosit. Pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam
regulasi sistem imun seperti pada penyakit otoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya
antibodi spesifik terhadap trombosit. Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein
permukaan trombosit pada ITP, di antaranya GP IIb-IIa, GP Ib, dan GP V.7-9 Namun bagaimana
antibody antitrombosit.

MANIFESTASI KLINIS

- epistaksis

- menorrhagia

- bleeding after dental extraction

- ecchymoses
- bleeding from minor cuts or abrasions

- gingival bleeding

- postoperative bleeding

- hemarthrosis
- GI bleeding

DIAGNOSIS

1) Tes penyaring

- Pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah


Trombositopenia sering merupakan penyebab perdarahan abnormal, olehkarena itu pada pasien
yang diduga menderita kelainan perdarahan, pertama kali harus dilakukan pemeriksaan hitung
darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah tepi. Selain untuk memastikan adanya
trombositopenia, dari pemeriksaan darah apus dapat menunjukkan kemungkinan penyebab yang
jelas terlihat (misalnya leukemia).

- Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi darah


Pemeriksaan penyaring meliputi penilaian jalur intrinsic dan ekstrinsik dari sistem koagulasi dan
perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin.
Waktu protrombin (PT)

Untuk mengukur faktor VII, X, V, protrombin dan fibrinogen.Waktu normal untuk koagulasi
adalah 10-14 detik.Hal ini dapat dinyatakan sebagai INR (international normalized ratio).
APTT (Activated partial thromboplastin time) mengukur faktor VIII, IX, XI, dan XII, selain
itu tambahan pada faktor V, X, protrombin dan fibrinogen.Waktu normal untuk pembekuan
adalah sekitar 30-40 detik.

perpanjangan dari PT dan APTT yang disebabkan karena defisiensi faktor koagulasi dapat
dikoreksi dengan penambahan plasma normal kedalam plasma yang diperiksa. Apabila tidak
dapat dikoreksi atau hanya sebagian terkoreksi, dicurigai kemungkinan adanya inhibitor
koagulasi.

Waktu trombin (TT)


Waktu trombin cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau
adanya hambatan terhadap thrombin. Nilai normal kurang dari 15-20
detik. Bila thrombin time memanjang berarti terdapat
hipofibrinogenemia.

- Pemeriksaan faktor koagulasi khusus

Pemeriksaan faktor koagulasi khusus termasuk disini misalnya fibrinogen, faktor vW, dan faktor
VIII. Pemeriksaan bisa secara kuantitatif atau dengan cara membandingkan efek koreksi dari
plasma yang mengandung kekurangan substrat tertentu yang mempunyai perpanjangan waktu
pembekuan (PT, aPTT), dengan efek koreksi terhadap plasma normal, yang hasilnya dinyatakan
dengan persentase aktivitas normal.

- Waktu perdarahan
Tes waktu perdarahan berguna untuk pemeriksaan fungsi trombosit abnormal misalnya pada
defisiensi faktor vW. Pada trombositopenia, waktu perdarahan juga akan memanjang, namun
pada perdarahan abnormal yang disebabkan kelainan pembuluh darah, waktu perdarahan
biasanya normal. Pemeriksaan dilakukan dengan cara memberi tekanan pada lengan atas dengan
memasang manset tekanan darah. Selain itu, dibuat insisi kecil di kulit lengan bawahbagian
fleksor. Pada keadaan normal, perdarahan akan berhenti dalam, waktu 3-8 menit.
- Pemeriksaan fungsi trombosit

Tes agregasi trombosit merupakan pemeriksaan yang mempunyai nilai penting.Tes ini mengukur
penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit.Agregasi
primer berasal dari rangsangan agen eksternal, sedangkan respon sekunder berasal dari agen
yang dilepas dari dalam trombosit sendiri. Agen agregasi yang sering digunakan misalnya: ADP,
kolagen, ristosetin, asam arakidonat dan adrenalin.

- Pemeriksaan fibrinolisis

Peningkatan activator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan memendeknya waktu
lisis bekuan euglobulin.Beberapa tehnik imunologik digunakan untuk mendeteksi produk
degradasi dari fibrin maupun fibrinogen. Pada pasien yang mengalami peningkatan fibrinolisis,
kadar plasminogen dalam darah mungkin rendah dapat ditemukan.

2) Tes Khusus
Tes khusus lanjutan, yaitu tes untuk mengetahui penyebab kelainan faal
hemostasis tersebut. Tes ini dikerjakan sesuai petunjuk tes penyaring :

Tes faal trombosit

Tes Ristocetin

Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)

Pengukuran alpha-2 antiplasmin

Biopsi sumsum tulang

DIAGNOSIS BANDING

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bukti adanya perdarahan tipe trombosit, yaitu petekie,
purpura, perdrahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya.Jika ditemukan pada
palpasi adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih
kurang 10 %.Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan selain adanya trombositopenia,
pemeriksaan darah tepi dengan PTI umunya normal.Lebih kurang 15% pasien didapatkan anemia
ringan karena perdarahan yang dialaminya.Pada pemeriksaan hapusan darah tepi diperlukan
untuk menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia, dan kelainan hematologi lainnya.
Pada pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit pada PTI lebih aktif secara
metabolic. Diagnosis PTI ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia.

TATALAKSANA

Terapi suportif:
membatasi aktifitas fisik,
mencegah perdarahan akibat trauma,
menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit,
dan yang tidak kalah pentingnya adalah memberi pengertian pada pasien dan atau orang tua
tentang penyakitnya,
pemberian vitamin K dan vitamin C.

ITP Akut

- Tanpa pengobatan, karena bisa sembuh secara spontan.


- Pada keadaan berat dapat diberi kortikosteroid (prednisone) per oral dengan/tanpa transfuse
darah. Bila setelah 2 minggu belum ada kenaikan trombosit, dapat dianjurkan pemberian
kortikosteroid.
- Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin
intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu protamin
sulfat.
- Bila keadaan sangat gawat hendaknya diberikan transfuse suspense trombosit.

ITP Menahun
- Kortikosteroid minimal 6 bulan.
- Obat imunosupresif (misal: merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid)- Splenektomi, bila tidak
diperoleh hasil dengan penambahan obat imunosupresifvselama 2-3 bulan.

Dosis yang dipakai:


a. Prednisone : 2-5 mg/kgBB/hari secara oral.
b. Merkaptopurin : 2,5-5 mg/kgBB/hari secara oral.
c. Azatioprin : 2-4 mg/kgBB/hari secara oral.
d. Heparin : 1 mg/kgBB secara intravena. Dilanjutkan dengan dosis 1 mg/kgBB per infuse setiap
4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit.
e. Protamin sulfat : 1 mg/kgBB secara intravena

f. Transfuse darah : umumnya 10-15 ml/kgBB/hari. Dapat diberikan lebih banyak pada
perdarahan massif.
Pencegahan
- Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah
komplikasinya.
- Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan
meningkatkan risiko pendarahan.
- Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan.
- Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke
dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam

KOMPLIKASI

- Perdarahan intrakranial

- Perdarahan GI
- Perdarahan SSP

PROGNOSIS

50–60% penderita berespons dengan kortikosteroid.Penderita ITP dewasa dapat mengalami


remisi spontan (2%), menjadi kronis (tidak mengalami remisi komplitsetelah kortikosteroid dan
splenektomi) sebanyak 43%. Kematian biasanyadisebabkan perdarahan serebral (3%),
perdarahan berat lain (4%)
DIC(Disseminated Intravascular Coagulation)

DEFINISI
Disseminated Intravascular Coagulation adalah gangguan dimana terjadi koagulasi atau
fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi, tetapi yang paling
umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI
dn paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga
mencetuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar dan anfilaksis. ( Brunner & Suddarth, 2002)

Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai kelainan atau


gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme
prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul
Tahalele)

Jadi Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana


bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan

EPIDEMIOLOGI

Kondisi ini lebih terjadi sebagai respon terhadap factor lain dibandingkan sebagai kondisi
primer. Tidak ditemukan factor predisposisi yang berhubungan dengan umur, jenis kelamin,
ataupun ras. (Hewish, 2005)

ETIOLOGI

Perdarahan terjadi karena :


1. Hipofibrinogemia
2. Trombositopenia
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan fibrinogen)
4. Fibrinolisis berlebihan
DIC dapat terjadi pada penyakit-penyakit :

1. Infeksi (DHF, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika, infeksi oleh
beberapa jenis riketsia)
2. Komplikasi kehamilan (solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli cairan
amnion)
3. Setelah operasi (operasi baru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi,
splenektomi)
4. Keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, leukemia akut)
(Hewish, 2005; Kellicker, 2005)

KLASIFIKASI

Ada sumber yang menyebutkan bahwa DIC dibedakan menjadi dua bentuk klinis, yakni
DIC akut dan DIC kronik.
 DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik timbulnya
memar atau lebam (ekimosis), perdarahan dari mukosa (seperti pada mukosa bibir
atau genital), dan penurunan jumlah trombosit dan factor pembekuan di dalam
darah. Purpura Fulminan adalah bentuk fatal yang terjadi cepat dan berbahaya
dari DIC akut.
 DIC kronik mempengaruhi formasi bekuan darah di pembuluh darah
(tromboembolism). Faktor pembekuan dan trombosit dapat berada pada nilai
normal, meningkat, atau bahkan sedikit menurun pada DIC kronik. (Ngan, 2005)
Sumber lainnya membagi DIC menjadi DIC subakut dan DIC akut.

1. DIC subakut berhubungan dengan komplikasi tromboembolik seperti DVT dan


PE seperti terjadinya pada katup jantung.
2. DIC akut
a. Trombositopenia dan penurunan factor koagulasi mengarah pada
kecenderungan terjadinya perdarahan
b. Diperburuk dengan meningkatnya degradasi fibrin sampai produk
pemecah fibrin yang akan mengganggu terhadap polimerasi fibrin dan
juga terhadap fungsi trombosit.
c. Endapan fibrin pada pembuluh darah kecil mempengaruhi terjadinya
iskemia jaringan. Organ yang paling mudah terpengaruh adalah ginjal,
dimana endapan fibrin dapat menyebabkan terjadinya acute renal failure.
d. Hemolisis dapat terjadi karena adanya kerusakan mekanis pada sel darah
merah sebagai akibat secunder dari deposit fibrin.
e. Pasien dapat mengalami fenomena neurologik karena adanya serangan
iskemia pada otak. (Anonym, 2005)

MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik, dan proses patologis
yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis hemoragik.
Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam
waktu yang bersamaan.

Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat
perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun
sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit.

Mengatasi perdarahan pada Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering lebih


mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan
aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) sering berhubungan langsung dengan kondisi penyebabnya,
adanya riwayat perdarahan dan hipovolume seperti perdarahan gastro intestinal dan gejala dan
tanda trombosis pada pembuluh darah yang besar seperti DVT dan trombosis mikrovaskuler
seperti gagal ginjal, perdarahan dari setidaknya 3 daerah yang tidak berhubungan langsung
dengan DIC seperti :
 Epistaksis
 Perdarahan gusi
 Perdarahan Mukosal
 Batuk
 Dyspnea
 Bingung, disorientasi
 Demam
Kondisi yang dapat terjadi DIC antara lain :

1. Sepsis atau infeksi yang berat


2. Trauma ( Polytrauma, neurotrauma, emboli lemak )
3. Kerusakan organ ( Pankreatitis berat )
4. Malignancy ( Penyakit yang kondisinya buruk )
 Tumor padat
 Myeloproliferative/ lymphoproliferatif maligna
5. Kehamilan yang sulit - Emboli caitran amniotik, Plasenta abrupsio
6. Kelainan Vaskuler (Kasaback-mereritt syndrom, Aneurisma vaskuler yang besar)
7. Kerusakan hepar berat
8. Reaksi toxic atau imunologi yang berat (Digigit ular, Penggunaan obat-obatan
terlarang, Reaksi transfusi, Kegagalan tranplantasi)

PATOFISIOLOGI

Hemostasis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan


pengendalian perdarahan melalui pembentukan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat cedera.
Pembekuan disusul oleh resolusi atau lisis bekuan dan regenerasi endotel. Pada keadaan
homeostasis, homeostasis dan pembekuan melindungi individu dari perdarahan masif sekunder
akibat trauma. Dalam keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan atau trombosis, dan
penyumbatan cabang-abang vaskuler, yang dapat mengancam nyawa. Pada saat cedera, ada tiga
proses utama yang bertanggung jawab atas hemostasis dan pembekuan :
1. vasokonstriksi sementara
2. reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, reaksi pelepasan dan agregasi trombosit,
dan
3. pengaktifan faktor-faktor pembekuan
langkah-langkah permulaan terjadi pada permukaan jaringan yang cedera, dan reaksi-
reaksi selanjutnya terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami agregasi.
(Price, 1995)

Trombosit

Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan granular sel, berbentuk
piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur selular sumsum tulang
dan sangat penting peranannya dalam hemostasis dan pembekuan. Trombosit berasal dari sel
induk pluripotensial yang tidak terikat, yang bila dibutuhkan dan dengan adanya faktor
perangsang trombosit (Mk-CSF [megakaryocyte Colony- Stimulating Factor] berdiferensiasi
menjadi kelompok sel induk yang terikat untuk membentuk megakarioblas. Sel ini, melalui
serangkaian proses pematangan menjadi megakariosit raksasa. Tidak seperti unsur sel lainnya,
megakariosit mengalami endomitosis, dimana terjadi pembelahan inti dalam sel, tetapi sel itu
sendiri tidak membelah. Sel dapat membesar karena sintesis DNA meningkat. Sitoplasma sel
akhirnya memisahkan diri menjadi trombosit-trombosit. (Price, 1995)

Faktor-faktor pembekuan plasma

I. Fibrinogen : prekursor fibrin (protein polimer)


II. Protombin : prekursor dari trombin enzim porteolitik dan mungkin akselerator-
akselerator dari konversi protombin lain
III. Tromboplastin : suatu lipoprotein jaringan aktivator dari protombin
IV. Kalsium : diperlukan untuk pengaktifan protombin dan pembentukan fibrin
V. Plasma ekselerator globulin : suatu faktor plasma yang mempercepat perubahan
protombin menjadi trombin
VI. –
VII. akselerator konversi protombin serum : suatu faktor serum yang mempercepat
perubahan protombin
VIII. globulin antihemolitik (AHG) : suatu faktor plasma yang berkaitan dengan faktor
III trombosit dan faktor christmas (IX) mengaktifkan protombin
IX. faktor christmas : faktor serum yang berkaitan dengan faktor III trombosit dan
VIIIAHG; mengaktifkan protombin
X. faktor Stuart-Power : suatu faktor plasma dan serum; akselerator konversi
protombin
XI. plasma tromboplastin antecedent (PTA) : suatu faktor plasma yang diaktifkan
oleh faktor Hageman (XII); akselerator pembentukan trombin
XII. Faktor Hageman : suatu faktor plasma; mengaktifkan PTA (XI)
XIII. Faktor yang menstabilkan fibrin : faktor plasma; menimbulkan bekuan fibrin yang
lebih kuat yang tidak larut dalam urea.
 Faktor Fletcher (prekalikrein) : faktor pengaktivasi kontak
 Faktor Fitzgerald (kininogen berat molekul tinggi) : faktor pengaktivasi
kontak

Faktor-faktor Pembekuan

Faktor-faktor pembekuan, kecuali faktor III (tromboplastin jaringan) dan faktor IV (ion
kalsium), merupakan protein plasma. Faktor-faktor ini bersirkulasi dalam darah sebagai molekul-
molekul yang tidak aktif. Prekalikrein dan kininogen berat molekul tinggi, bersama-sama dengan
faktor XI dan XII dinamakan faktor-faktor kontak. Pada saat cedera faktor-faktor kontak akan
diaktifkan karena terjadi kontak pada permukaan jaringan. Setelah mereka terbentuk, mereka
juga berperan dalam melarutkan bekuan. (Price, 1995)

Pengaktifan faktor-faktor pembekuan diduga terjadi karena enzim memecahkan fragmen


bentuk prekursor yang tidak aktif, oleh karena itu dinamakan prokoagulan. Tiap faktor yang
sudah diaktifkan, kecuali V, VIII, dan XIII, serta I (fibrinogen), adalah enzim pemecah protein
(protease serin), sehingga mengaktifkan prokoagulan berikutnya. (Price, 1995)

Hati adalah tempat sintesis semua faktor pembekuan kecuali faktor VIII dan mungkin XI
dan XIII. Vitamin K perlu untuk mempertahankan kadar normal dari faktor-faktor protombin
darah atau sintesis faktor-faktor protombin (II, VII, IX, dan X). Bukti yang ada menunjukkan
bahwa faktor VIII benar-benar merupakan molekul kompleks yang terdiri dari tiga subunit yang
berbeda :

1. bagian prokoagulan, mengandung faktor antihemofilia, VIIIAHG yang tidak


dimiliki oleh penderita hemofilia klasik
2. subunit lain mengandung tempat antigenik
3. faktor Von Willebrand, VIIIVWF, yang diperlukan untuk adhesi pada dinding
pembuluh. (Price, 1995)

Fase-fase pembekuan

Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam keadaan hemostasis. Vasokonstriksi


adalh respon langsung terhadap cedera, yang diikuti oleh adhesi trombosit pada kolagen dinding
pembuluh yang terkena cedera. ADP (adenosin difosfat) dilepaskan oleh trombosit, yang
menyebabkan mereka mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi
trombosit yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III trombosit, dari membran
trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbat
trombosit, yang kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai fibrin.
(Price, 1995)

Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, sebagai bentuk aktif
faktor X. Faktor X dapat diaktifkan melalui dua rangkaian reaksi. Rangkaian yang pertama
memerlukan faktor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel
pembuluh waktu cedera. Karena faktor jaringan tidak terdapat dalam darah, maka ia termasuk
faktor ekstrinsik pembekuan, dari sini didapat nama jaras ekstrinsik bagi rangkaian ini. (Price,
1995)

Rangkaian lainnya yang mengaktifkan faktor X adalah jaras intrinsik, diberi nama tersebt
sebab ia menggunakan faktor-faktor yang terdapat dalam sistem vaskular atau plasma. Dalam
rangkaian ini terdapat reaksi ”air terjun”, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengaktifkan
pengaktifan bentuk penerusnya. Jalan intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau kolagen
melalui pembuluh yang rusak dan mengenai kulit. Faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi
trombosit yang melekat pada kolagen, sekali lagi memainkan peran. Faktor XII, XI dan IX harus
diaktifkan secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktifkan.
Zat prekalikrein dan kininogen berat molekul tinggi juga ikut serta, dan diperlukan ion kalsium.
(Price, 1995)

Dari titik ini pembekuan berjalan sepanjang apa yang dinamakan jaras bersama.
Pengaktifan faktor X terjadi sebagai akibat reaksi jaras ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman
klinik menunjukkan bahwa kedua jalan tersebut ikut berperan pada hemostasis. (Price, 1995)

Langkah berikutnya yang menuju ke pembentukan fibrin berlangsung bila faktor Xa,
dibantu oleh fosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protombin,
membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin (sejumlah
kecil trombin nampaknya dicadangkan untuk memperbesar agregasi trombosit). Fibrin ini, yang
mula-mula merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami
polimerasi menjadi jaringan fibrin yang kuat, trombosit, dan menjerat sel-sel darah. Untaian
fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan pinggir-pinggir dinding pembuluh
yang cedera dan menutup daerah tersebut. (Price, 1995)

Resolusi Bekuan

Sistem fibrinolitik adalah rangakaian dimana fibrin dipecahkan oleh plasmin (juga
dinamakan fibrinolisin) menjadi produk degradasi fibrin, mengakibatkan lisis bekuan.
Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif dalam sirkulasi
menjadi enzim fibrinolitik aktif plasmin. Protein yang bersirkulasi, yang dikenal sebagai
proaktivator plasminogen, dengan adanya kinase seperti streptokinase, stafilokinase, kinase
jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator plasminogen. Dengan adanya enzim-
enzim lain seperti urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen, protein plasma
yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi palsmin. Kemudian plasmin memecahkan
fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi fibrin-fibrinogen) yang
mengganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin, mengakibatkan bekuan
larut. Sistem monosit-makrofag dan leukosit juga memegang peranan pada fibrinolisis melalui
aktivitas fagositiknya. (Price, 1995)

Patofisiologi dari DIC meliputi dimulainya proses koagulasi melalui perlukaan pada
endotel atau karena perlukaan jaringan yang kemudian menghasilkan materi prokoagulan dalam
bentuk sitokin dan faktor jaringan. Interleukin 6 dan faktor nekrosis tumor merupakan hal yang
paling mempengaruhi masuknya sitokin ke dalam proses koagulasi dengan melalui faktor
jaringan, dan merupakan faktor yang paling bertanggung jawab dalam hal kerusakan end organ
yang mungkin terjadi. Lebih jauh lagi, pada sepsis, neutrofil dan produk yang dikeluarkan dapat
menaikkan media trombosit pada formasi fibrin. (Furlong, 2006).

Dua enzim proteolitik, yakni trombin dan plasmin, bereaksi aktif secara sistemik.
Keseimbangannya menentukan terjadinya perdarahan atau kecenderungan terjadi trombosis.
Trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Trombin akhirnya memungkinkan aliran
koagulasi dan menyebabkan trombosis pada pembuluh darah kecil dan sedang, yang hasilnya
menyebabkan iskemik organ atau bahkan kerusakan organ. Mekanisme pengatur dari aliran
koagulasi antara lain tissue factor pathway inhibitor (TFPI), antithrombin III, dan protein C aktif
menyebabkan kerusakan yang luas. Plasmin, salah satu komponen sistem fibrinolitik, mampu
menurunkan fibrin dalam produk degradasi yang terukur. Plasmin juga merupakan komplemen
aktivasi. Plasmin dan trombin mempengaruhi secara kualitatif dan kuantitatif abnormalitas
trombosit. (Furlong, 2006).

DIC akut memiliki karakteristik adanya perdarahan secara menyeluruh, yang dapat
berupa petekiae hingga perdarahan eksangunasi atau trombosis mikrosirkulasi dan
makrosirkulasi. Hal ini memacu terjadinya hipoperfusi, infark, dan kerusakan end organ. Pada
kasus yang berat, pasien dapat mengalami demam dan memiliki gejala seperti syok yang ditandai
dengan takikardi, takipneu, dan hipotensi. DIC kronik memiliki karakteristik adanya perdarahan
subakut dan trombosis yang difus. DIC lokal dicirikan dengan perdarahan atau trombosis yang
membatasi suatu lokasi anatomis spesifik. Ini berhubungan dengan adanya aneurisma aorta, giant
hemangioma, dan hiperakut renal allograft rejection (Furlong, 2006).

Defisiensi factor plasma didapat dikaitkan dengan menurunnya pembentukan factor-


faktor pembekuan, seperti yang ditemukan pada penyakit hati atau defisiensi vitamin K, atau
peningkatan penggunaan pada DIC atau fibrinolisis. (Price, 1995)
Karena hati merupakan tempat utama sintesis factor-faktor II, V, VII, IX, dan X, maka
kerusakan hati yang berat yaitu sirosis akan merubah respon hemostasis. Terdapat juga
penurunan pembersihan hati dari faktor-faktor pembekuan yang sudah diaktifkan. Selain itu,
terdapat gangguan sintesis faktor-faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K. Hipertensi
portal pada penyakit hati mengakibatkan splenomegali kongestif yang disertai trombositopenia
dan varises esofagus. Keadaan ini, bersama-sama dengan gangguan pembekuan dapat
mengakibatkan perdarahan masif. PT, PTT, dan masa perdarahan semuanya memanjang. (Price,
1995)

Vitamin K yang diperoleh dari diet dan sintesis bakterial, diperlukan untuk sintesis
faktor-faktor II, VII, IX, dan X. Pada kasus malnutrisi, malabsorpsi, atau sterilisasi saluran cerna
oleh antibiotika, vitamin K berkurang secara nyata dengan akibat penurunan aktivitas biologis
faktor-faktor pembekuan. Terapi perdarahan berat memerlukan penggantian faktor-faktor
pembekuan dengan plasma beku segar (yang memberikan faktor-faktor II, VII, IX, dan X),
vitamin K parenteral, dan penyembuhan proses penyakit yang mendasarinya. (Price, 1995)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrigenemia,peningkatan produk hasil


degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif),trombositopenia dan waktu protrombin yang
memanjang.

Pemeriksaan Hemostasispada DIC


a. MasaProtombin
Masa protrombin bisa abnormal pada DIC, dapat disebabkan beberapa hal. Karena masa
protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada
polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan faktor
IX. Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien DIC sedang pada
kurang 50% pasien bisa dalam batas normal atau memendek. Normal atau memendeknya
masa protrombin ini terjadi karena
1. Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat
mempercepat pembentukan fibrin,
2. Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin atau sistem
pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam
evaluasi DIC.
b. Partial Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena berbagai sebab
sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin menginduksi
biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang.
Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar
fibrinogen kurang dari 100 mg%.
PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi fibrin
monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60% pasien DIC, dan
oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan DIC. Mekanisme
terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien DIC sama seperti pada masa
protrombin.
c. Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti
pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada kebanyakan pasien
DIC fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, IXa
dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa protrombin
dengan teknik menggunakan difisiensi substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat
diinterpretasi. Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pasien DIC dengan disertai
peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa
melintas kebutuhan F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan
cepat dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi
sebagai kadar F VIII yang tinggi.
d. FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat
biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan
bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau
etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi
sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble
juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada
wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark
miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau
arteri, dan pasien dengan tromboemboli.
e. D- Dimer
Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin
ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh factor
XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID. D-Dimer
tamapaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan
DIC, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml
pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal
pada 75 % kasus.
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal ini
disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis
sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang
dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase dan
elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D
& E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat
menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan
FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.

PENATALAKSANAAN

1. Atasi penyakit primer yang dapat menimbulkan koagulasi intravaskular


desiminata.
2. Pemberian heparin.Heparin dapat diberikan 200 U/kg BB iv tiap 4-6
jam.Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam,setelah 24-48 jam
sesudah mencapai harga normal.
3. Terapi pengganti.Darah atau packed red cell diberikan untuk mengganti darah
yang keluar.Bila dengan pengobatan yang baik jumlah trombosit tetap rendah
dalam waktu sampai seminggu,berarti tatap mungkin terjadi perdarahan terus atau
ulangan,sehingga dalam keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.
4. Obat penghambat fibrinotitik.Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA)
atau asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh
dilakukan,karena akan menyebabkan trombosis.Bila perlu sekali,baru boleh
deberikan setelah heparin sudah disuntikan.Lama pengobatan tergantung dari
perjalanan penyakit primernya. Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat
misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis,pengobatan koagulasi intravsakular
desiminata hanya perlu untuk 1-2 hari.Pada keganasan leukimia dan penyakit-
penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif,heparin perlu lebih lama
diberikan.Pada keadaan ini sebaiknya diberikan heparin subkutan secara
berkala.Antikoagulan lain jarang diberikan.Sodium warfarin kadang-kadang
memberikan hasil baik.
5. Penghilang faktor pencetus.
6. Dapat diberikan plasma yang mengandung faktor 8,sel darah merah,dan
trombosit.

KOMPLIKASI

Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkan hembatan aliran darah di semua organ
tubuh.Dapat terjadi kegagalan organ yang luas.Angka kematian lebih dari 50%.

1. Solusio placenta
2. Preklamsia dan eklamsia
3. Emboli cairan amniotik
4. Perdarahan obstrektif masif
5. Tertinggalnya janin yang sudah meninggal dalam tubuh ibu.

PROGNOSIS

Prognosis dari DIC sangat dipengaruhi oleh kondisi yang mendasari yang menyebabkan
DIC dan juga dipengaruhi seberapa beratnya DIC yang terjadi. (Furlong, 2006)
DVT(DEEP VEIN THROMBOSIS)

Definisi

Definisi Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah.Trombus


atau bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi dan
menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli.15 Trombus adalah bekuan abnormal
dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran. Trombus terbagi menjadi
3 macam yaitu trombus merah (trombus koagulasi), trombus putih (trombus aglutinasi) dan
trombus campuran.Trombus merah dimana sel trombosit dan lekosit tersebar rata dalam suatu
masa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin, sering terdapat pada vena.Trombus putih terdiri dari
fibrin dan lapisan trombosit, leukosit dengan sedikit eritrosit, biasanya terdapat dalam arteri.

Bentuk yang paling sering adalah trombus campuran.Trombosis Vena Dalam (DVT)
merupakan penggumpalan darah yang terjadi di pembuluh balik (vena) sebelah
dalam.Terhambatnya aliran pembuluh balik merupakan penyebab yang sering mengawali
TVD.Penyebabnya dapat berupa penyakit pada jantung, infeksi, atau imobilisasi lama dari
anggota gerak.

Epidemiologi

Insiden DVT di Amerika Serikat adalah 159 per 100 ribu atau sekitar 398 ribu per
tahun.Tingkat fatalitas TVD yang sebagian besar diakibatkan oleh emboli pulmonal sebesar 1%
pada pasien muda hingga 10% pada pasien yang lebih tua.

Tanpa profilaksis, insidensi TVD yang diperoleh di rumah sakit adalah 10- 40% pada
pasien medikal dan surgikal dan 40-60% pada operasi ortopedik mayor. Dari sekitar 7 juta pasien
yang selesai dirawat di 944 rumah sakit di Amerika, tromboemboli vena adalah komplikasi
medis kedua terbanyak, penyebab peningkatan lama rawatan, dan penyebab kematian ketiga
terbanyak.
Patogenesis

Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi akan
membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Virchow
mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya trombus.Hal ini dikenal sebagai
Triad Virchow. Triad ini terdiri dari: 1. Gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan stasis,
2.Gangguan pada keseimbangan prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi
faktor pembekuan, dan 3. Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan
prokoagulan.

Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif
terganggu. Faktor trombogenik meliputi:

1. Gangguan sel endotel

2. Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel

3. Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von
Willebrand

4. Aktivasi koagulasi

5. Terganggunya fibrinolysis

6. Statis

Mekanisme protektif terdiri dari:

1. Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh

2. Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel

3. Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor

4. Pemecahan faktor pembekuan oleh protease

5. Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trobosit yang beragregasi oleh aliran
darah
6. Lisisnya trombus oleh system fibrinolisis

Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang cepat,
terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena terutama
terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan
sedikit trombosit

Faktor Risiko

Faktor-faktor resiko dari TVD adalah sebagai berikut :

1. Duduk dalam waktu yang terlalu lama, seperti saat mengemudi atau sedang naik
pesawat terbang. Ketika kaki kita berada dalam posisi diam untuk waktu yang cukup lama,
otototot kaki kita tidak berkontraksi sehingga mekanisme pompa otot tidak berjalan dengan baik.

2. Memiliki riwayat gangguan penggumpalan darah. Ada beberapa orang yang memiliki
faktor genetic yang menyebabkan darah dapat menggumpal dengan mudah.

3. Bed Rest dalam keadaan lama, misalnya rawat inap di rumah sakit dalam waktu lama
atau dalam kondisi paralisis.

4. Cedera atau pembedahan Cedera terhadap pembuluh darah vena atau pembedahan
dapat memperlambat aliran darah dan meningkatkan resiko terbentuknya gumpalan darah.
Penggunaan anestesia selama pembedahan mengakibatkan pembuluh vena mengalami dilatasi
sehingga meningkatkan resiko terkumpulnya darah dan terbentuk trombus.

5. Kehamilan Kehamilan menyebabkan peningkatan tekanan di dalam pembuluh vena


daerah kaki dan pelvis.Wanita-wanita yang memiliki riwayat keturunan gangguan penjendalan
darah memiliki resiko terbentuknya trombus.

6. Kanker Beberapa penyakit kanker dapat meningkatkan resiko terjadinya trombus dan
beberapa pengelolaan kanker juga meningkatkan resiko terbentuknya trombus

7. Inflamatory bowel sydnrome


8. Gagal jantung Penderita gagal jantung juga memiliki resiko TVD yang meningkat
dikarenakan darah tidak terpompa secara efektif seperti jantung yang normal

9. Pil KB dan terapi pengganti hormon

10. Pacemaker dan kateter di dalam vena

11. Memiliki riwayat TVD atau emboli pulmonal

12. Memiliki berat badan yang berlebih atau obesitas

13. Merokok

14. Usia tua (di atas 60 tahun)

15. Memiliki tinggi badan yang tinggi

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam pendekatan
pasien dengan dugaan trombosis.Keluhan utama pasien dengan TVD adalah kaki yang bengkak
dan nyeri.Riwayat penyakit sebelumnya merupakan hal penting karena dapat diketahui faktor
resiko dan riwayat trombosis sebelumnya.Adanya riwayat trombosis dalam keluarga juga
merupakan hal penting.

Pada pemeriksaan fisis, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu ditemukan.Gambaran
klasik TVD adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh
darah superfisial, dan tanda Homan yang positif (sakit di calf atau di belakang lutut saat dalam
posisi dorsoflexi).

Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didapatkan peningkatan D-Dimer dan


penurunan antitrombin.Peningkatan D-Dimer merupakan indikator adanya trombosis yang
aktif.Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik dan sebenarnya lebih berperan untuk
meningkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriskaan ini memiliki sensitivitas 93%,
spesivitas 77% dan nilai prediksi negatif 98% pada TVD proksimal, sedangkan pada TVD
daerah betis sensitifitasnya 70%.
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis
trombosis. Pada TVD, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah venografi/flebografi,
ultrasonografi (USG) Doppler (duplex scanning), USG kompresi, Venous Impedance
Plethysmography (IPG) dan MRI. Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi Doppler pada pasien
dengan TVD proksimal yang simptomatik adalah 94% dibandingkan dengan venografi,
sedangkan pada pasien dengan TVD pada betis dan asimptomatik, ketepatannya rendah.
Ultrasonografi kompresi mempunyai sensitivitas 89% dan spesivitas 97% pada TVD di daerah
betis, hasil negatif palsu dapat mencapai 50%. Pemeriksaan duplex scanning mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi untuk mendiagnosis TVD proksimal.Venografi atau
flebografi merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis TVD, baik pada betis, paha,
maupun system ileofemoral.Kerugiannya adalah pemasangan kateter vena dan resiko alergi
terhadap bahan radiokontras atau yodium. MRI umumnya digunakan untuk mendiagnosis TVD
pada perempuan hamil atau TVD di daerah pelvis, iliaka dan vena kava di mana duplex scanning
pada ekstremitas bawah menunjukkan hasil negatif.

Akan tetapi tujuan utama dari pemeriksaan penunjang adalah untuk menegakkan
diagnosis TVD secara cepat dan aman, oleh karena itu kombinasi dari hasil pemeriksaan fisik
dan pengukuran kadar D-Dimer merupakan pilihan pertama dalam diagnosis. 20 Pengukuran
dengan menggunakan trombosit juga dapat dilakukan. Cara ini merupakan cara yang paling
cepat dan praktis, hanya saja kurang akurat disebabkan bias yang ditimbulkan oleh mesin
penganalisa trombosit. Bias yang didapat berkisar antara 10.000 – 80.000/cc.

Pencegahan

Mengingat sebagian besar tromboemboli vena bersifat asimptomatik atau tidak disertai
gejala klinis yang khas, biaya yang tinggi jika terjadi komplikasi dan resiko kematian akibat
emboli paru yang fatal, pencegahan trombosis atau tromboprofilaksis harus dipertimbangkan
pada kasus-kasus yang mempunyai resiko terjadinya tromboemboli vena.

- Resiko rendah : Operasi minor pada pasien usia


- Resiko sedang : Operasi minor pada pasien dengan faktor resiko tambahan, operasi bukan
mayor pada pasien 40-60 tahun tanpa faktor resiko tambahan, operasi mayor pada pasien
- Resiko tinggi : Operasi bukan mayor pada pasien >60 tahun atau dengan faktor resiko
tambahan, operasi mayor pada pasien >40 tahun atau dengan faktor resiko tambahan
- Resiko sangat tinggi : Operasi mayor pada pasien >40 tahun dengan + riwayat
tromboemboli vena, kanker, atau hypercoagulable state molecular, artroplasti panggul
atau lutut, operasi fraktur panggul, trauma mayor, cedera tulang belakang

Metode pencegahan terhadap TVD saat ini adalah ambulasi dini, graduated compression
stockings, pneumatic compression devices, dan antikoagulan seperti warfarin, UFH subkutan,
dan LMWH.

Penggunaan regimen harus didasarkan pada tampilan klinis dan faktor resiko yang
dimiliki oleh pasien.Graduated compression stockings dipasang pada ekstremitas bawah dan
memiliki profil tekanan yang berbeda sepanjang stocking dengan tujuan mengurangi
penumpukan darah vena.Penelitian menunjukkan pencegahan ini cukup efektif dengan efek
samping minimal.Pneumatic compression devices juga disebut sequential compression devices
memanjang sampai ke lutut atau paha dan juga digunakan sebagai profilaksis TVD.Penggunaan
pneumatic compression devices mengurangi resiko pembentukan gumpalan darah dengan
menstimulasi pelepasan faktor fibrinolisis juga dengan kompresi mekanis dan pencegahan
penggumpalan darah vena.

Pencegahan secara farmakologis mencakup antagonis vitamin K (warfarin), UFH, dan


LMWH. UFH adalah campuran rantai polisakarida dengan berat molekul bervariasi, dari 3000
dalton sampai 30.000 dalton yang mempengaruhi faktor Xa dan thrombin. LMWH terdiri dari
fragmen UFH yang mempunyai respon antikoagulan yang dapat diprediksi dan aktifitas yang
lebih terhadap faktor Xa. Pada meta analisis pasien yang mengalami operasi urologi, ortopedi
dan bedah umum, disimpulkan bahwa UFH subkutan efektif mencegah TVD pada pasien resiko
menengah sampai resiko tinggi, dengan sedikit peningkatan komplikasi perdarahan. Pada pasien
ginekologi penggunaan heparin telah dibandingkan dengan control, dimana dijumpai penurunan
dteksi TVD pada kelompok yang menggunakan heparin dibandingkan dengan control (3% vs
29%), dengan pemberian 5000 U UFH subkutan 2 jam sebelum operasi dan paska operasi dua
kali sehari selama 7 hari.
LMWH diperkenalkan sebagai profilaksis dengan beberapa kelebihan seperti penberia
hanya 1 kali sehari dan keuntungan teoritis berkurangnya resiko perdarahan. Beberapa penelitian
telah membandingkan penggunaan LMWH dalteparin 2500 U satu kali sehari dengan UFH 5000
U dua kali sehari untuk perioperative operasi abdominal, dan tidak ditemukan perbedaan
bermakna dalam hal kejadian TVD ataupun episode perdarahan.

Pemilihan metode profilaksis bergantung pada penilaian resiko tromboemboli, apakah


resiko ringan, sedang, tinggi, maupun sangat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai