Disusun oleh:
Jovita Jutamulia
030.11.150
Pembimbing :
Dr. Ramadhana Effendi, Sp. B
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang
berjudul Hernia Inguinalis Strangulata ini. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah
satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik Bedah RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan.
Banyak terima kasih penulis sampaikan kepada pembimbing penulis, dr.
Ramadhana, Sp. B, atas segenap waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan selama
proses pembuatan presentasi kasus ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan-rekan
kepaniteraan klinik Bedah periode 14 September 2015 22 November 2015 atas
kebersamaan dan kerja sama yang terjalin selama ini. Tidak lupa penulis ingin berterima
kasih kepada orang tua dan keluarga atas dukungan moril maupun materil serta doa
yang tidak pernah putus.
.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan sangat diharapkan demi
penyempurnaannya. Semoga case ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi
para pembaca.
Jakarta, November 2015
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan.................................................................................................ii
Kata pengantar.........................................................................................................iii
Daftar isi..................................................................................................................iv
Bab I. Pendahuluan..................................................................................................5
Bab II. Laporan Kasus.............................................................................................6
Bab III. Tinjauan Pustaka.........................................................................................13
Bab IV. Analisis Kasus.............................................................................................33
Daftar pustaka..........................................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Kata hernia berasal dari bahas Yunani (Hernios) dengan
definisi tunas. Hernia lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita (8:1).
Usia rata-rata penderita hernia pada laki-laki adalah usia 50-69 tahun, sedangkan usia
rata-rata penderita hernia pada wanita adalah usia 60-79 tahun. Hernia lebih sering
terjadi pada ras orang kulit putih.
Secara umum, hernia terdiri dari kantong hernia, isi hernia, pintu hernia, cincin
hernia, dan locus minoris resistance. Terdapat berbagai macam tipe hernia. Tipe hernia
yang diderita dibedakan berdasarkan dari awal mulaterjadinya hernia, gambaran klinis
hernia, dan arah penonjolan hernia.
Sebanyak 75% dari kasus hernia merupakan hernia inguinalis. Hernia inguinalis
merupakan hernia yang terjadi pada daerah inguinal. Hernia inguinalis timbul paling
sering pada pria dan lebih sering pada sisi kanan dibandingkan pada sisi kiri. Hernia
inguinalis strangulata adalah hernia yang terjadi pada daerah inguinalis dan suplai darah
ke daerah hernia tersebut berkurang. Hernia inguinalis strangulata merupakan
kegawatdaruratan dalam ilmu bedah.
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN BEDAH
RSUP FATMAWATI
I. Identitas
Nomor Rekam Medik
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Status perkawinan
Pekerjaan
Pendidikan
Agama
: 01387535
: Tn. MA
: 28 thn
: Laki-laki
: Parung Bingung RT 03/03
: Belum menikah
: Buruh pabrik
: Tamat SLTA
: Islam
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2015 di lt.2
gedung Prof. Soelarto
1. Keluhan utama
Nyeri pada benjolan di daerah lipat paha kanan sejak 1 minggu SMRS
2. Keluhan tambahan
Mual dan muntah 5 kali sehari
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien, seorang laki-laki berusia 28 tahun, datang ke RSUP Fatmawati
dengan keluhan nyeri pada benjolan di daerah lipat paha kanan sejak 1 minggu
SMRS. Benjolan tampak besar dan nyeri. Benjolan tidak mengecil ataupun
masuk kembali. Benjolan muncul tiba-tiba saat pasien sedang BAB. Pasien
mengaku sejak 1 bulan terakhir BAB pasien keras sehingga pasien harus
mengejan. BAB terakhir pasien 1 hari SMRS dan pasien juga belum kentut
sejak 1 hari SMRS sehingga pasien merasa kembung. Pasien sempat
mengalami keluhan yang sama 1 bulan yang lalu. Tetapi benjolan dapat masuk
kembali. Pasien juga mengeluh mual dan muntah 5 kali sehari. Pasien tidak
demam ataupun pusing. Pasien belum berobat untuk keluhan ini sebelumnya.
Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi, alergi, asma, ataupun
kencing manis. Pasien mengaku merokok tetapi tidak mengkonsumsi
minuman atau makanan beralkohol.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, alergi, asma, ataupun
kencing manis.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah memiliki keluhan seperti
pasien. Keluarga pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan
kencing manis.
6. Riwayat kebiasaan
Pasien merupakan seorang perokok. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi
makanan atau minuman yang mengandung alkohol.
III. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2015
di lt.2 gedung Prof. Soelarto
1. Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaaran
Kesan gizi
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 130/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 80x/menit
Suhu
: 37,1C
Frekuensi napas
: 18x/menit
Kulit
: warna sawo matang, turgor kulit baik
Kepala
: normocephali
Muka: simetris, deformitas (-)
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Telinga
: normotia, sekret (-)
Hidung
: pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut
: bibir tidak sianosis, lembab
Leher: tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks
:
Inspeksi
: gerak napas simetris, statis, dan dinamis
Palpasi
: vocal fremitus (+) simetris
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru, tidak terdapat pelebaran batas
Auskultasi
Abdomen
jantung
: suara napas vesikuler, rongki (-), wheezing (-)
S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
: pada status lokalis
Ekstremitas
:
Inspeksi
: bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang
Palpasi
: CRT < 2 detik, akral hangat, tidak terdapat edema.
2. Status Lokalis pada regio abdomen
Inspeksi
: cembung, tampak benjolan pada regio inguinalis dextra,
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Hasil
16,1 g/dL
46 %
10,1 ribu/ul
315ribu/ul
5,4 juta/ul
Nilai Rujukan
13,2 17,3
35 47
5,0 10,0
150 440
4,40 5,90
84,3 fl
29,8 pg
35,3 g /dl
13,5%
80,0 100,0
26,0 34,0
32,0 36,0
11,5 14,5
32,7 detik
30,7 detik
12,6 detik
13,6
0,91
26,3 - 40,3
11,5 - 14,5
-
33 U/l
0-34
8
SGPT
FUNGSI GINJAL
Ureum darah
Kreatinin darah
DIABETES
Gula darah sewaktu
ELEKTROLIT DARAH
Natrium (darah)
Kalium (darah)
Klorida (darah)
SERO IMUNOLOGI
Golongan darah
43 U/l
0-40
81 mg/dl
1,4 mg/dl
20-40
0,6-1,5
63 mg/dl
70-140
130 mmol/l
3,40 mmol/l
99 mmol/l
135-147
3,10-5,10
95 108
AB (Rhesus (+)
Rontgen thorax
Kesan: Jantung dan paru dalam batas normal
V. Diagnosis kerja
Hernia inguinalis dextra strangulata
VI. Diagnosis banding
Hernia inguinalis dextra inkarserata
VII.
Penatalaksanaan
Pro hernioplasty dengan mesh
Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
IVFD RL 500 cc/ 8 jam
VIII.
Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad fungsionam
: ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Operasi dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2015 pukul 09.45 WIB. Jenis anestesi
yang digunakan adalah anestesi spinal.
Diagnosis sebelum operasi : hernia inguinalis dextra strangulata
Diagnosis sesudah operasi : hernia inguinalis dextra strangulata
Nama / macam operasi
: hernioplasty mesh
Komplikasi/penyulit
: Tidak ada
Laporan operasi
:
1. Pasien terlentang dalam spinal anestesi
2. Asepsis dan antisepsis
3. Insisi oblique 2 jari medial SIAS - tuberculum pubicum
4. Identifikasi kantong hernia. Loop ileum 5 cm -> vital, batas jepitan jelas ->
5.
6.
7.
8.
Pre operasi
10
Intra operasi
Post operasi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11
Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan
terletak 2-4 cm kearah kaudal ligamentum inguinal. Kanal melebar diantara
cincin internal dan eksternal. Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas
deferens atau ligamentum uterus. Funikulus spermatikus terdiri dari serat-serat
otot cremaster, pleksus pampiniformis, arteri testicularis, ramus genital nervus
genitofemoralis, ductus deferens, arteri cremaster, limfatik, dan prosesus
vaginalis.
12
disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang muncul lateral dari
trigonum adalah hernia indirect.
Aponeurosis Obliqus External
Aponeurosis otot obliquus eksternus dibentuk oleh dua lapisan:
superficial dan profunda. Bersama dengan aponeorosis otot obliqus internus dan
transversus abdominis, mereka membentuk sarung rectus dan akhirnya linea
alba. External oblique aponeurosis menjadi batas superficial dari kanalis
inguinalis. Ligamentum inguinal terletak dari spina iliaca anterior superior ke
tuberculum pubicum.
Fascia Transversalis
Fascia transversalis dianggap suatu kelanjutan dari otot transversalis dan
aponeurosisnya. Fascia transversalis digambarkan oleh Cooper memiliki 2
lapisan dimana salah satunya terletak sebelum yang lainnya manakala bagian
dalamnya lebih tipis dari bagian luar. Fascia ini keluar dari tendon otot
transversalis pada bagian dalam dari spermatik. Ia keluar dari tendon otot
13
transversalis pada bagian dalam dari spermatic cord dan berikatan ke linea
semilunaris.
Ligamentum Cooper
Ligamentum Cooper terletak pada bagian belakang ramus pubis dan
dibentuk oleh ramus pubis dan fascia. Ligamentum cooper adalah titik fixasi
yang penting dalam metode perbaikan laparoscopic sebagaimana pada teknik
McVay.
Preperitoneal Space
Preperitoneal space terdiri dari jaringan lemak, lymphatics, pembuluh
darah dan saraf. Saraf preperitoneal yang harus diperhatikan oleh ahli bedah
adalah nervus cutaneous femoral lateral dan nervus genitofemoral. Nervus
cutaneous femoral lateral berasal dari serabut L2 dan L3 dan kadang cabang dari
nervus femoralis. Nervus ini berjalan sepanjang permukaan anterior otot iliaca
dan dibawah fascia iliaca dan dibawah atau melelui perlekatan sebelah lateral
ligamentum inguinal pada spina iliaca anterior superior.
Nervus genitofemoral biasanya berasal dari L2 atau dari L1 dan L2 dan
kadang dari L3. Nervus ini terbagi menjadi cabang genital dan femoral. Cabang
genital masuk ke kanalis inguinalis melalui cincin dalam sedangkan cabang
femoral masuk ke hiatus femoralis sebelah lateral dari arteri. Ductus deferens
berjalan melalui preperitoneal space dari caudal ke cepal dan medial ke lateral
ke cincin interna inguinal.Jaringan lemak dan lymphatics ditemukan
di preperitoneal space. Jumlah jaringan lemak sangat bervariasi.
2.2. Hernia
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Kata hernia berasal dari bahasa Yunani (Hernios)
dengan definisi tunas. Sejak jaman Mesir (1500 SM) dan jaman Yunani kuno (400
SM) hernia sudah dapat didiagnosis. Selama periode-periode tersebut berbagai alat
dan teknik operasi telah dilakukan. Pada periode tersebut operasi hernia biasa
disertai dengan pengebirian dan strangulasi merupakan hal yang tidak bisa diobati.
14
15
3. Adanya tahanan saat miksi, misalnya pada pasien dengan BPH atau karsinoma
prostat.
4. Adanya tahanan saat defekasi, misalnya pada konstipasi atau obstruksi usus besar
5. Distensi
abdomen
yang
mungkin
mengindikasikan
adanya
gangguan
intraabdomen
6. Perubahan isi abdomen, misal adanya asites, tumor jinak atau ganas, kehamilan,
obesitas.
Sedangkan kelemahan dinding abdomen terjadi karena:
1. Umur yang semakin bertambah
2. Malnutrisi, baik makronutrien (protein, karbohidrat) atau mikronutrien (misalnya:
VitaminC)
3. Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik
4. Abnormalitas metabolisme kolagen.
Seringkali, berbagai faktor terlibat. Sebagai contoh, adanya kantung
kongenital yang telah terbentuk sebelumnya mungkin tidak menyebabkan hernia
sampai kelemahan dinding abdomen akuisita atau kenaikan tekanan intraabdomen
menyebabkan isi abdomen memasuki kantong tersebut.
3. Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
4. Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
5. Locus minoris resistence (LMR)
terjadinya hernia
Jenis Hernia
Hernia kongenital
Hernia akuisita
gambaran
klinis hernia
Hernia reponible
Hernia ireponible
Hernia inkarserata
Hernia strangulata
Hernia eksterna
Hernia Interna
Berdasarkan
17
Pada hernia kongenital sebelumnya telah terbentuk kantong yang terjadi sebagai
akibat dari gangguan proses perkembangan intrauterine. Salah satu contohnya
adalah paten prosesus vaginalis.
b.
Hernia primer : terjadi pada titik lemah yang terjadi alamiah, seperti pada :
Struktur yang menembus dinding abdomen pada pembuluh darah
femoralis yang melalui kanalis femoralis.
Otot dan aponeurosis yang gagal untuk saling menutup secara normal
pada regio lumbal
Jaringan fibrosa yang secara normal berkembang untuk menutup defek
pada umbilikus
Hernia sekunder : terjadi pada tempat pembedahan atau trauma pada dinding
abdomen, seperti pada laparatomi dan trauma tembus.
Berdasarkan gambaran klinis dan komplikasi yang terjadi, hernia terbagi atas:
a. Hernia reponibel
Hernia dikatakan reponibel apabila isi hernia dapat keluar masuk, tetapi
kantungnya menetap.Isinya tidak serta merta muncul secara spontan, namun
terjadi bila disokong gaya gravitasi atau tekanan intraabdominal yang
meningkat.Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring
atau didorong masuk perut. Tidak ada keluhan nyeri, gejala obstruksi usus,
ataupun gejala toksik. Terapi operasi pada hernia reponibel merupakan tindakan
elektif.
b. Hernia ireponibel
Hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga
perut. Hal ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum
kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Tidak ada keluhan rasa nyeri,
sumbatan usus, ataupun gejala toksik. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang
lebih besar untuk terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel.
Tetapi terapi pembedahan pada kasus ini masih merupakan terapi operasi elektif.
c. Hernia obstruksi
Hernia obstruksi berisi usus, di mana lumennya tertutup. Biasanya obstruksi
terjadi pada leher kantong hernia. Jika obstruksi terjadi pada kedua tepi usus,
cairan berakumulasi di dalamnya dan terjadi distensi (closed loop obstruction).
Biasanya suplai darah masih baik, tetapi lama kelamaan dapat terjadi
18
19
Jenis Hernia
Reponibel
Nyeri
Obstruksi
Toksik
Reponible
Ireponible
Inkaserata
Strangulata
+
-
+
++
+
+
++
Terapi
operasi
Elektif
Elektif
Elektif
Cito
20
Tipe
Deskripsi
Hernia
Penojolan melewati cincin
ingunalis inguinal dan biasanya merupakan
lateralis kegagalan penutupan cincin
ingunalis interna pada waktu
embrio setelah penurunan testis
Hernia
Keluarnya langsung menembus
ingunalis fascia dinding abdomen
medialis
Hubungan Dibungkus
dg vasa
oleh fascia
epigastrica spermatica
inferior
interna
Lateral
Ya
Onset
biasanya
pada waktu
Congenital
Dan
bisa
pada waktu
dewasa.
Medial
Tidak
Dewasa
21
masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar
biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke
scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman
dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya. Pada umumnya
hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit dibandingkan hernia ingunalis
lateralis, dan juga kemungkinannya lebih berkurang untuk menjadi inkarserasi
atau strangulasi.
2.3.2 Pemeriksaan Fisik / Tanda Klinis
Inspeksi
Hernia inguinalis :
Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral ke
medial, tonjolan berbentuk lonjong;
Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.
Palpasi
Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum (AIL) ditekan lalu
pasien disuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka
dapat diasumsikan bahwa itu hernia inguinalis medialis.
Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (AIM) ditekan lalu
pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan
maka dapat diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis.
Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis inguinalis)
ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateralnya
Auskultasi
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami
obstruksi usus (hernia inkarserata)
Tiga teknik pemeriksaan sederhana untuk menentukan jenis hernia yaitu
finger test, Ziemen test dan Thumb test. Cara pemeriksaannya sebagai berikut:
22
23
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung penegakan diagnosis hernia yakni
sebagai berikut.
Leukositosis dengan shift to the left, menandakan kecenderungan terdapat hernia
strangulasi;
Elektrolit, BUN, dan kadar kreatinin, digunakan untuk menilai ada tidaknya
dehidrasi;
Tes urinalisis, digunakan untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius, yang merupakan diagnosis banding hernia
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat
paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan
testis.Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa
terjadi, yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan
Spontaneous Reduction of Hernia En Masse, adalah suatu keadaan dimana
berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga
extraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en masse : retropubic,
intra abdominal, pre peritoneal, dan pre peritoneal locule.Herniografi dilakukan
dengan 50-80 ml medium kontras iodine positif dimasukkan dalam wadah
peritoneal dengan menggunakan jarum yang lembut.Pasien berbaring dengan
kepala terangkat dan membentuk sudut kira-kira 25 derajat. Tempat yang kontras
24
di daerah inguinalis yang diam atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain akan
mendorong terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa inguinal
adalah suprapubik, medial, dan lateral.Pada umunya fossa inguinal tidak
mencapai ke seberang pinggir tulang poinggang agak ke tengah dan dinding
inguinal posterior. Hernia tak langsung muncul dari fossa lateral yang menonjol
dari fissa medial ayau hernia langsung medial yang menonjol dari fossa
suprapubik.
2.4 Hernia inguinalis strangulata
Hernia inguinalis strangulata adalah hernia yang terjadi pada daerah inguinalis
dan suplai darah ke daerah hernia tersebut berkurang. Hernia inguinalis strangulata
merupakan kegawatdaruratan dalam ilmu bedah. Komplikasi paling berat pada
hernia adalah strangulata, di mana hal ini terjadi pada 1-3% kasus hernia inguinalis.
Hernia strangulata dapat terjadi karena hernia inguinalis inkaserata yang tidak
mendapatkan tatalaksana yang tepat. Kasus hernia inguinalis inkaserata
diperkirakan terjadi sebanyak 10% yang dapat berlanjut menjadi obstruksi intestinal
dan strangulasi.
2.4.1 Gejala dan tanda hernia inguinalis strangulata
Gejala dan tanda hernia inguinalis strangulata adalah adanya benjolan di daerah
lipat paha yang tidak dapat tereduksi, konstipasi atau diare, mual, muntah,
demam, peningkatan denyut nadi, nyeri mendadak yang meningkat intensitasnya,
kemerahan pada daerah benjolan, dan ketidakmampuan untuk BAB ataupun
kentut. Durasi dari tanda dan gejala ini dapat dirasakan beberapa jam hingga
beberapa hari sebelum pasien masuk ke rumah sakit.
2.4.2 Diagnosis
Diagnosis hernia inguinalis strangulata dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang benar. Anamnesis yang ditanyakan mengenai berapa lama
nyeri dirasakan, apakah ada yang memperingan atau memperburuk nyeri dan
benjolan, apakah batuk atau bersin membuat benjolan semakin besar, apakah
posisi berbaring membuat benjolan mengecil, apakah benjolan dapat didorong
masuk kembali dengan tangan, apakah terdapat kesulitan saat mendorong
25
benjolan masuk, dan apakah pernah memiliki riwayat operasi hernia pada sisi
lainnya.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pada inspeksi dapat ditemukan adanya benjolan pada lipat paha yang
tidak dapat mengecil atau masuk kembali. Dapat ditemukan kemerahan pada
benjolan tersbut. Pada auskultasi ditemukan bising usus meningkat, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi pada usus. Pada perkusi didapatkan hasil
hipertimpani. Pada palpasi dapat diperiksa hangat/tidak benjolannya, konsistensi,
dan nyeri tekan. Diagnosis hernia inguinalis dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
fisik dengan sensitifitas 74,5-92% dan spesifiksitas sebesar 93%.
Pemeriksaan penunjang tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis hernia
inguinalis strangulata. CT scan memiliki spesifiksitas yang rendah tapi membantu
jika kasus tersebut melibatkan kandung kemih. MRI memiliki sensitivitas 94,5%
dan spesifiksitas 96,3%. Herniography juga aman dan dapat dilakukan dengan
sensitifitas 100% dan spesifiksitas 98-100%. Pemeriksaan laboratorium tidak
berguna
untuk
menegakan
diagnosis
hernia
inguinalis
strangulata.
26
Rencanakan operasi
Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi
kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi dapat
dilakukan. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada pasien geriatri.
Jika pasien menderita hiperplasia prostat, maka akan lebih baik jika dilakukan
penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasia prostatnya mengingat tingginya
resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi hernia. Pada saat
operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan usus masih hidup
dan ada tidaknya tanda-tanda leukositosis.
2.4.3.2 Terapi hernia operatif
- Anak-anak : Herniotomy
Karena masalahnya pada kantong hernia, maka dilakukan pembebasan kantong
hernia sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada
perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi
mungkin lalu dipotong. Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan
mudah, maka kedua sisi dapat direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral
- Dewasa : Herniorafi
Herniorafi merupakan operasi hernia yang terdiri dari operasi herniotomi dan
hernioplasti. Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan
kembali isi kantong hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong
kantong hernia. Sedangkan hernioplasti adalah tindakan memperkuat daerah defek,
misalnya pada hernia inguinalis, tindakannya memperkuat cincin inguinalis internal
dan memperkuat dinding posterior kanalisinguinalis.
Berdasarkan pendekatan operasi, teknik herniorafi dapat dikelompokkan dalam 4
kategori utama:
a. Kelompok 1 : Open Anterior Repair
Kel. 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice) melibatkan
pembukaan aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dan membebaskan
funnikulus spermatikus. Fascia transversalis kemudian dibuka, dilakukan
inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia diligasi
-
27
(fascia transversalis)
Melakukan ligasi kantong hernia seproksimal mungkin.
Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia transversalis,
otot transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum
inguinalis lateral.
Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam rekonstruksi,
tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat fascia
disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis. Kelemahannya
adalah tegangan yang terjadi akibat jahitan tersebut, selain dapat
menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis otot yang akan menyebabkan
jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan.
b. Kelompok 2 : Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan
membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincinluar dan masuk
ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua bagian kanalis
inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik open anterior adalah
rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior repair sering digunakan
pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari jaringan parut dari
operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anastesi regional
atau anastesi umum.
c. Kelompok 3: Tension-free repair with Mesh
Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow) menggunakan
pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan tetapi tidak
menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi menempatkan sebuah
prostesis, yaitu Mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek
hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan di sekitar fascia. Hasil
yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan
kurang dari 1 persen. Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka
28
atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal,
fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan
gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa. Bila telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, terjadi
keadaan toksik akibat gangren dan gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat
serius. Penderita mengeluh nyeri lebih berat di tempat hernia. Nyeri akan menetap
karena rangsangan peritoneal.
Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan
kembali disertai nyeri tekan dan, tergantung keadaan isi hernia, dapat dijumpai
tanda peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat
darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat pertolongan segera.
2.3.3. Prognosis
Prognosis untuk perbaikan hernia umumnya baik dengan diagnosis dan
perbaikan. Prognosis tergantung pada jenis dan ukuran hernia juga pada
kemampuan untuk mengurangi factor risiko yang berkaitan dengan perkembangan
hernia.
Usia yang lebih tua, lebih lama hernia, dan irreducibility yang lebih lama
dianggap faktor risiko komplikasi akut seperti penjepitan dan obstruksi usus.
Sekitar 5% dari primer perbaikan hernia inguinalis dilaksanakan sebagai keadaan
darurat.
Jika didiagnosis awal masa kanak-kanak, prognosis untuk anak-anak yang
telah mengalami operasi hernia inguinalis diperbaiki sangat baik. Kadang-kadang
ada komplikasi berhubungan dengan hernia inguinalis termasuk kematian, tetapi
ini jarang terjadi.
30
BAB III
ANALISA KASUS
Dari identitas pasien dan epidemiologi terjadinya kasus hernia, dapat diketahui
bahwa pasien merupakan pasien dengan resiko terjadinya hernia. Pasien adalah seorang
laki-laki, berusia 28 tahun, dan bekerja sebagai buruh pabrik. Seperti yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya, laki-laki memiliki kecenderungan lebih tinggi terkena
hernia diandingkan dengan perempuan (8:1). Selain itu jika dilihat dari jenis pekerjaan
pasien, yaitu sebagai buruh pabrik, terdapat kemungkinan pasien sering diminta
membawa
barang-barang
berat
sehingga
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intraabdominal. Walaupun jika dilihat dari usia, pasien belum termasuk ke dalam
golongan usia rata-rata penderita hernia (50-69 tahun).
Jika dilihat dari anamnesis, didapatkan bahwa terdapat benjolan pada daerah
lipat paha kanan sejak 1 minggu SMRS yang tidak bisa masuk kembali. Selain itu
pasien juga mengalami mual dan muntah 5x sehari. Hal ini mendukung diagnosis
hernia inguinalis strangulata. Anamnesis pasien yang menyatakan benjolan dirasakan
muncul tiba-tiba saat pasien sedang BAB dan BAB pasien terasa keras sejak 1 bulan
yang lalu mendukung diagnosis hernia (peningkatan tekanan intraabdominal). Dari bab
sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa hernia inguinalis timbul lebih sering pada sisi
kanan. Hal tersebut sesuai dengan kasus ini.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pula terdapat nyeri yang hebat
dan menetap.Hal ini sesuai dengan nyeri iskemik pada hernia strangulata. Pada perkusi
abdomen didapatkan hasil hipertimpani. Hipertimpani merupakan salah satu tanda pada
31
bising
usus
(+)
meningkat. Hal ini sesuai dengan gejala pada obstruksi usus. Pada pemeriksaan palsasi
didapatkan hasil bahwa benjolan supel dengan nyerti tekan (+) dan defans (-).
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang lain selain pemeriksaan
darah dan pemeriksaan rontgen foto thoraks sebagai kebutuhan untuk toleransi operasi.
Hal ini sudah sesuai teori karena tidak ada pemeriksaan penunjang sederhana, selain
pemeriksaan darah yang dapat menegakkan diagnosis pasti dari suatu hernia. Dari hasil
pemeriksaaan penunjang berupa pemeriksaan darah laboratorium, didapatkan sedikit
kenaikan pada jumlah leukosit, peningkatan pada kadar SGPT, dan ureum darah. Selain
itu didapatkan pula penurunan kadar gula darah sewaktu dan kadar natrium.
Peningkatan jumlah leukosit sesuai dengan ciri khas pemeriksaan laboratorium pada
hernia strangulata. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan hanya berupa rontgen thoraks
sebagai persiapan operasi. Dari hasil rontgen tersebut didapatkan kesan bahwa jantung
dan paru dalam batas normal.
Maka dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mendukung penegakan
diagnosis kerja hernia ingunalis strangulata pada pasien ini adalah:
strangulata/inkarserata
Nyeri dirasakan sebagai nyeri yang hebat dan menetap nyeri iskemik,
32
mencegah tingkat kekambuhan hernia. Dari hasil operasi diapatkan ileum masih vital
dan batas jepitan jelas sehingga prognosis pada pasien ini baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bali C, Tsironis A, Zikos N, Mouselimi M, Katsamakis N. An unusual case of a
strangulated right inguinal hernia containing the sigmoid colon. International
Journal of Surgery Case Reports. 2011;2(4):53-55
2. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17 th Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-217.
3. Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New York.
WB Saunders Company. 795-801
4. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergency surgery. Edisi XXIII. Penerbit
Hodder Arnold. 2006
5. Wagner JP, Brunicardi FC, Amid PK, Chen DC. Inguinal hernia. In: Brunicardi FC,
Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, et al, editors.
Schwartzs Principles of Surgery. New York: McGraw-Hill Education; 2015. p.
1495-517
6. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-17
7. Kingsnorth AN, LeBlanc KA, editors. Management of Abdominal Hernias.
London: Springer; 2013, p. 228-32
8. Harman JR, editors. Patient Care in Community Practice. 2nd ed. Graylake:
Pharmaceutical Press; 2002. p.55-59
9. Brooks DC, Hawn M. Classification, clinical features and diagnosis of inguinal and
femoral
hernias
in
adults.
UpToDate
2013.
Retrieved
from
at:
33
34