Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS ILMU BEDAH

HERNIA INGUINALIS STRANGULATA

Disusun oleh:
Jovita Jutamulia
030.11.150
Pembimbing :
Dr. Ramadhana Effendi, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUP FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 SEPTEMBER 2015 - 21 NOVEMBER 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus dengan judul :


HERNIA INGUINALIS STRANGULATA
Disusun oleh:
Jovita Jutamulia
030.11.150

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai


syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah
di RSUP Fatmawati periode 14 September 2015 22 November 2015

Pada November 2015

Pembimbing

(Dr. Ramadhana Effendi, SpBS)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang
berjudul Hernia Inguinalis Strangulata ini. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah
satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik Bedah RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan.
Banyak terima kasih penulis sampaikan kepada pembimbing penulis, dr.
Ramadhana, Sp. B, atas segenap waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan selama
proses pembuatan presentasi kasus ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan-rekan
kepaniteraan klinik Bedah periode 14 September 2015 22 November 2015 atas
kebersamaan dan kerja sama yang terjalin selama ini. Tidak lupa penulis ingin berterima
kasih kepada orang tua dan keluarga atas dukungan moril maupun materil serta doa
yang tidak pernah putus.
.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan sangat diharapkan demi
penyempurnaannya. Semoga case ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi
para pembaca.
Jakarta, November 2015

DAFTAR ISI
Lembar pengesahan.................................................................................................ii
Kata pengantar.........................................................................................................iii
Daftar isi..................................................................................................................iv
Bab I. Pendahuluan..................................................................................................5
Bab II. Laporan Kasus.............................................................................................6
Bab III. Tinjauan Pustaka.........................................................................................13
Bab IV. Analisis Kasus.............................................................................................33
Daftar pustaka..........................................................................................................35

BAB I
PENDAHULUAN
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Kata hernia berasal dari bahas Yunani (Hernios) dengan
definisi tunas. Hernia lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita (8:1).
Usia rata-rata penderita hernia pada laki-laki adalah usia 50-69 tahun, sedangkan usia
rata-rata penderita hernia pada wanita adalah usia 60-79 tahun. Hernia lebih sering
terjadi pada ras orang kulit putih.
Secara umum, hernia terdiri dari kantong hernia, isi hernia, pintu hernia, cincin
hernia, dan locus minoris resistance. Terdapat berbagai macam tipe hernia. Tipe hernia
yang diderita dibedakan berdasarkan dari awal mulaterjadinya hernia, gambaran klinis
hernia, dan arah penonjolan hernia.
Sebanyak 75% dari kasus hernia merupakan hernia inguinalis. Hernia inguinalis
merupakan hernia yang terjadi pada daerah inguinal. Hernia inguinalis timbul paling
sering pada pria dan lebih sering pada sisi kanan dibandingkan pada sisi kiri. Hernia
inguinalis strangulata adalah hernia yang terjadi pada daerah inguinalis dan suplai darah
ke daerah hernia tersebut berkurang. Hernia inguinalis strangulata merupakan
kegawatdaruratan dalam ilmu bedah.

BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN BEDAH
RSUP FATMAWATI
I. Identitas
Nomor Rekam Medik
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Status perkawinan
Pekerjaan
Pendidikan
Agama

: 01387535
: Tn. MA
: 28 thn
: Laki-laki
: Parung Bingung RT 03/03
: Belum menikah
: Buruh pabrik
: Tamat SLTA
: Islam

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2015 di lt.2
gedung Prof. Soelarto
1. Keluhan utama
Nyeri pada benjolan di daerah lipat paha kanan sejak 1 minggu SMRS
2. Keluhan tambahan
Mual dan muntah 5 kali sehari
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien, seorang laki-laki berusia 28 tahun, datang ke RSUP Fatmawati
dengan keluhan nyeri pada benjolan di daerah lipat paha kanan sejak 1 minggu
SMRS. Benjolan tampak besar dan nyeri. Benjolan tidak mengecil ataupun
masuk kembali. Benjolan muncul tiba-tiba saat pasien sedang BAB. Pasien
mengaku sejak 1 bulan terakhir BAB pasien keras sehingga pasien harus
mengejan. BAB terakhir pasien 1 hari SMRS dan pasien juga belum kentut
sejak 1 hari SMRS sehingga pasien merasa kembung. Pasien sempat
mengalami keluhan yang sama 1 bulan yang lalu. Tetapi benjolan dapat masuk
kembali. Pasien juga mengeluh mual dan muntah 5 kali sehari. Pasien tidak
demam ataupun pusing. Pasien belum berobat untuk keluhan ini sebelumnya.
Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi, alergi, asma, ataupun
kencing manis. Pasien mengaku merokok tetapi tidak mengkonsumsi
minuman atau makanan beralkohol.
4. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, alergi, asma, ataupun
kencing manis.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah memiliki keluhan seperti
pasien. Keluarga pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan
kencing manis.
6. Riwayat kebiasaan
Pasien merupakan seorang perokok. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi
makanan atau minuman yang mengandung alkohol.
III. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2015
di lt.2 gedung Prof. Soelarto

1. Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaaran
Kesan gizi
Tanda-tanda vital
Tekanan darah

: 130/70 mmHg

Frekuensi nadi

: 80x/menit

Suhu

: 37,1C

Frekuensi napas

: 18x/menit

Kulit
: warna sawo matang, turgor kulit baik
Kepala
: normocephali
Muka: simetris, deformitas (-)
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Telinga
: normotia, sekret (-)
Hidung
: pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut
: bibir tidak sianosis, lembab
Leher: tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks
:
Inspeksi
: gerak napas simetris, statis, dan dinamis
Palpasi
: vocal fremitus (+) simetris
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru, tidak terdapat pelebaran batas
Auskultasi

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: Cukup
:

Abdomen

jantung
: suara napas vesikuler, rongki (-), wheezing (-)
S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
: pada status lokalis

Ekstremitas
:
Inspeksi
: bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang
Palpasi
: CRT < 2 detik, akral hangat, tidak terdapat edema.
2. Status Lokalis pada regio abdomen
Inspeksi
: cembung, tampak benjolan pada regio inguinalis dextra,
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

benjolan tidak tampak kemerahan


: bising usus (+) meningkat
: hipertimpani
: supel, nyeri tekan (+), defans (-)

Benjolan, konsistensi lunak,


Nyeri tekan (+)
IV. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium darah (03 Oktober 2015)


HEMATOLOGI
Paket darah lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
Hemostasis
APTT
Kontrol APTT
PT
Kontrol PT
INR
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT

Hasil
16,1 g/dL
46 %
10,1 ribu/ul
315ribu/ul
5,4 juta/ul

Nilai Rujukan
13,2 17,3
35 47
5,0 10,0
150 440
4,40 5,90

84,3 fl
29,8 pg
35,3 g /dl
13,5%

80,0 100,0
26,0 34,0
32,0 36,0
11,5 14,5

32,7 detik
30,7 detik
12,6 detik
13,6
0,91

26,3 - 40,3
11,5 - 14,5
-

33 U/l

0-34
8

SGPT
FUNGSI GINJAL
Ureum darah
Kreatinin darah
DIABETES
Gula darah sewaktu
ELEKTROLIT DARAH
Natrium (darah)
Kalium (darah)
Klorida (darah)
SERO IMUNOLOGI
Golongan darah

43 U/l

0-40

81 mg/dl
1,4 mg/dl

20-40
0,6-1,5

63 mg/dl

70-140

130 mmol/l
3,40 mmol/l
99 mmol/l

135-147
3,10-5,10
95 108

AB (Rhesus (+)

Rontgen thorax
Kesan: Jantung dan paru dalam batas normal

V. Diagnosis kerja
Hernia inguinalis dextra strangulata
VI. Diagnosis banding
Hernia inguinalis dextra inkarserata
VII.

Penatalaksanaan
Pro hernioplasty dengan mesh
Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
IVFD RL 500 cc/ 8 jam

VIII.

Prognosis
Ad vitam

: ad bonam

Ad fungsionam

: ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

IX. Laporan operasi

Operasi dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2015 pukul 09.45 WIB. Jenis anestesi
yang digunakan adalah anestesi spinal.
Diagnosis sebelum operasi : hernia inguinalis dextra strangulata
Diagnosis sesudah operasi : hernia inguinalis dextra strangulata
Nama / macam operasi
: hernioplasty mesh
Komplikasi/penyulit
: Tidak ada
Laporan operasi
:
1. Pasien terlentang dalam spinal anestesi
2. Asepsis dan antisepsis
3. Insisi oblique 2 jari medial SIAS - tuberculum pubicum
4. Identifikasi kantong hernia. Loop ileum 5 cm -> vital, batas jepitan jelas ->
5.
6.
7.
8.

kembalikan rongga abdomen


Ligasi kantong hernia setinggi preperitoneal fat
Pasang mesh pada ligamen cooper, ligamen inguinalis, conjoint tendon
Jahit lapis demi lapis
Selesai

Pre operasi

10

Intra operasi

Post operasi

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11

2.1. Anatomi yang berkaitan dengan hernia

Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan
terletak 2-4 cm kearah kaudal ligamentum inguinal. Kanal melebar diantara
cincin internal dan eksternal. Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas
deferens atau ligamentum uterus. Funikulus spermatikus terdiri dari serat-serat
otot cremaster, pleksus pampiniformis, arteri testicularis, ramus genital nervus
genitofemoralis, ductus deferens, arteri cremaster, limfatik, dan prosesus
vaginalis.

Gambar 1. Kanalis Inguinalis


Kanalis inguinalis berjalan dari lateral ke medial, dalam ke luar dan cepal
ke caudal. Kanalis inguinalis dibangun oleh aponeurosis obliquus ekternus
dibagian superficial, dinding inferior dibangun oleh ligamentum inguinal dan
ligamentum lacunar. Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis dibentuk oleh
fascia transfersalis dan aponeurosis transverses abdominis. Pembuluh darah
epigastric inferior menjadi batas superolateral dari trigonum Hesselbach.
Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membran rectus, dan ligamentum
inguinal menjadi batas inferior. Hernia yang melewati trigonum Hesselbach

12

disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang muncul lateral dari
trigonum adalah hernia indirect.
Aponeurosis Obliqus External
Aponeurosis otot obliquus eksternus dibentuk oleh dua lapisan:
superficial dan profunda. Bersama dengan aponeorosis otot obliqus internus dan
transversus abdominis, mereka membentuk sarung rectus dan akhirnya linea
alba. External oblique aponeurosis menjadi batas superficial dari kanalis
inguinalis. Ligamentum inguinal terletak dari spina iliaca anterior superior ke
tuberculum pubicum.

Gambar 2. Aponeurosis Obliqus External

Otot Oblique internus


Otot oblique abdominis internus menjadi tepi atas dari kanalis inguinalis .
bagian medial dari internal oblique aponeurosis menyatu dengan serat dari
aponeurosis transversus abdominis dekat tuberculum pubicum untuk membentuk
conjoined tendon. Adanya conjoined tendon yang sebenarnya telah banyak
diperdebatkan, tetapi diduga oleh banyak ahli bedah muncul pada 10% pasien.

Fascia Transversalis
Fascia transversalis dianggap suatu kelanjutan dari otot transversalis dan
aponeurosisnya. Fascia transversalis digambarkan oleh Cooper memiliki 2
lapisan dimana salah satunya terletak sebelum yang lainnya manakala bagian
dalamnya lebih tipis dari bagian luar. Fascia ini keluar dari tendon otot
transversalis pada bagian dalam dari spermatik. Ia keluar dari tendon otot

13

transversalis pada bagian dalam dari spermatic cord dan berikatan ke linea
semilunaris.

Ligamentum Cooper
Ligamentum Cooper terletak pada bagian belakang ramus pubis dan
dibentuk oleh ramus pubis dan fascia. Ligamentum cooper adalah titik fixasi
yang penting dalam metode perbaikan laparoscopic sebagaimana pada teknik
McVay.

Preperitoneal Space
Preperitoneal space terdiri dari jaringan lemak, lymphatics, pembuluh
darah dan saraf. Saraf preperitoneal yang harus diperhatikan oleh ahli bedah
adalah nervus cutaneous femoral lateral dan nervus genitofemoral. Nervus
cutaneous femoral lateral berasal dari serabut L2 dan L3 dan kadang cabang dari
nervus femoralis. Nervus ini berjalan sepanjang permukaan anterior otot iliaca
dan dibawah fascia iliaca dan dibawah atau melelui perlekatan sebelah lateral
ligamentum inguinal pada spina iliaca anterior superior.
Nervus genitofemoral biasanya berasal dari L2 atau dari L1 dan L2 dan
kadang dari L3. Nervus ini terbagi menjadi cabang genital dan femoral. Cabang
genital masuk ke kanalis inguinalis melalui cincin dalam sedangkan cabang
femoral masuk ke hiatus femoralis sebelah lateral dari arteri. Ductus deferens
berjalan melalui preperitoneal space dari caudal ke cepal dan medial ke lateral
ke cincin interna inguinal.Jaringan lemak dan lymphatics ditemukan
di preperitoneal space. Jumlah jaringan lemak sangat bervariasi.

2.2. Hernia
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Kata hernia berasal dari bahasa Yunani (Hernios)
dengan definisi tunas. Sejak jaman Mesir (1500 SM) dan jaman Yunani kuno (400
SM) hernia sudah dapat didiagnosis. Selama periode-periode tersebut berbagai alat
dan teknik operasi telah dilakukan. Pada periode tersebut operasi hernia biasa
disertai dengan pengebirian dan strangulasi merupakan hal yang tidak bisa diobati.

14

Gambar 3. Relif Mesir dari Ankhmabor


Relik ini dipercaya menggambarkan hernia sudah dapat didiagnosis sejak dahulu kala

2.2.1 Epidemiologi hernia


Hernia lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita (8:1). Usia
rata-rata pada penderita hernia berbeda untuk pria dan wanita. Usia rata-rata
penderita hernia pada laki-laki adalah usia 50-69 tahun, sedangkan usia rata-rata
penderita hernia pada wanita adalah usia 60-79 tahun. Hernia lebih sering terjadi
pada ras orang kulit putih.Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur
karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan
jaringan penunjang berkurang kekuatannya.
2.2.2 Etiologi hernia
Secara umum hernia terjadi disebabkan oleh dua faktor, yakni adanya
peningkatan tekanan intraabdomen dan adanya kelemahan dinding abdomen.
Peningkatan tekanan intraabdomen terjadi karena :
1. Riwayat pekerjaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal
secara persisten, misalkan kuli angkut, pemain saxophone
2. Batuk kronis, misalnya pada pasien dengan bronkitis kronis, asma, emfisema, dan
PPOK

15

3. Adanya tahanan saat miksi, misalnya pada pasien dengan BPH atau karsinoma
prostat.
4. Adanya tahanan saat defekasi, misalnya pada konstipasi atau obstruksi usus besar
5. Distensi

abdomen

yang

mungkin

mengindikasikan

adanya

gangguan

intraabdomen
6. Perubahan isi abdomen, misal adanya asites, tumor jinak atau ganas, kehamilan,
obesitas.
Sedangkan kelemahan dinding abdomen terjadi karena:
1. Umur yang semakin bertambah
2. Malnutrisi, baik makronutrien (protein, karbohidrat) atau mikronutrien (misalnya:
VitaminC)
3. Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik
4. Abnormalitas metabolisme kolagen.
Seringkali, berbagai faktor terlibat. Sebagai contoh, adanya kantung
kongenital yang telah terbentuk sebelumnya mungkin tidak menyebabkan hernia
sampai kelemahan dinding abdomen akuisita atau kenaikan tekanan intraabdomen
menyebabkan isi abdomen memasuki kantong tersebut.

2.2.3. Struktur hernia


Bagian-bagian hernia secara umum antara lain meliputi:
1. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia
memiliki kantong, misalnya hernia insisional, hernia adipose, hernia interstitialis.
2. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus,
ovarium dan jaringan penyangga usus (omentum).
16

3. Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
4. Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
5. Locus minoris resistence (LMR)

Gambar 4. Struktur hernia

2.2.4. Klasifikasi hernia


Hernia dapat dibagi menjadi beberapa tipe. Hernia dibedakan berdasarkan
dari awal mulaterjadinya hernia, gambaran klinis hernia, dan arah penonjolan
hernia. Klasifikasi hernia dapat dilihat pada tabel 1.
Klasifikasi Hernia
Berdasarkan awal mula

terjadinya hernia

Jenis Hernia
Hernia kongenital
Hernia akuisita

gambaran

klinis hernia

Berdasarkan arah dan


letak penonjolan hernia

Hernia reponible
Hernia ireponible
Hernia inkarserata
Hernia strangulata
Hernia eksterna
Hernia Interna

Berdasarkan

Tabel 1.Tabel Klasifikasi Hernia

Berdasarkan awal mula terjadinya, hernia dibagi atas:


a. Hernia bawaan atau kongenital

17

Pada hernia kongenital sebelumnya telah terbentuk kantong yang terjadi sebagai
akibat dari gangguan proses perkembangan intrauterine. Salah satu contohnya
adalah paten prosesus vaginalis.
b.

Hernia dapatan atau akuisita


Terdapat dua tipe hernia akuisita:

Hernia primer : terjadi pada titik lemah yang terjadi alamiah, seperti pada :
Struktur yang menembus dinding abdomen pada pembuluh darah
femoralis yang melalui kanalis femoralis.
Otot dan aponeurosis yang gagal untuk saling menutup secara normal
pada regio lumbal
Jaringan fibrosa yang secara normal berkembang untuk menutup defek

pada umbilikus
Hernia sekunder : terjadi pada tempat pembedahan atau trauma pada dinding
abdomen, seperti pada laparatomi dan trauma tembus.

Berdasarkan gambaran klinis dan komplikasi yang terjadi, hernia terbagi atas:
a. Hernia reponibel
Hernia dikatakan reponibel apabila isi hernia dapat keluar masuk, tetapi
kantungnya menetap.Isinya tidak serta merta muncul secara spontan, namun
terjadi bila disokong gaya gravitasi atau tekanan intraabdominal yang
meningkat.Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring
atau didorong masuk perut. Tidak ada keluhan nyeri, gejala obstruksi usus,
ataupun gejala toksik. Terapi operasi pada hernia reponibel merupakan tindakan
elektif.
b. Hernia ireponibel
Hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga
perut. Hal ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum
kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Tidak ada keluhan rasa nyeri,
sumbatan usus, ataupun gejala toksik. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang
lebih besar untuk terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel.
Tetapi terapi pembedahan pada kasus ini masih merupakan terapi operasi elektif.
c. Hernia obstruksi
Hernia obstruksi berisi usus, di mana lumennya tertutup. Biasanya obstruksi
terjadi pada leher kantong hernia. Jika obstruksi terjadi pada kedua tepi usus,
cairan berakumulasi di dalamnya dan terjadi distensi (closed loop obstruction).
Biasanya suplai darah masih baik, tetapi lama kelamaan dapat terjadi
18

strangulasi.Istilah inkarserata terkadang dipakai untuk menggambarkan hernia


yang ireponibel tetapi tidak terjadi strangulasi. Oleh sebab itu, hernia ireponibel
yang mengalami gangguan pasase atau obstruksi dapat juga disebut dengan
hernia inkarserata. Pada hernia tipe ini terdapat keluhan nyeri tetapi tidak ada
gejala toksik. Nyeri yang dirasakan merupakan nyeri ringan-sedang (mildmoderate) dan merupakan nyeri visceral karena regangan pada mesenterium
sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.Nyeri yang
disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau
strangulasi karena nekrosis atau gangrene.Walaupun terdapat nyeri, terapi
operasi masih merupakan terapi elektif.
d. Hernia strangulata
Hernia strangulata terjadi apabila suplai darah untuk isi hernia terputus. Kejadian
patologis selanjutnya adalah oklusi vena dan limfe, akumulasi cairan jaringan
(edema) menyebabkan pembengkakan lebih lanjut, dan sebagai konsekuensinya
peningkatan tekanan vena. Terjadi perdarahan venadengan pembengkakan
akhirnya mengganggu aliran arteri. Jaringannya mengalami iskemi dan nekrosis.
Gangguan vaskularisasi dapat berupa nyeri(severe pain) yang hebat, menetap,
dan tidak mereda, nyeri seperti ini disebut juga sebagai nyeri iskemik.Jika isi
hernia abdominal bukan usus, misalnya omentum, nekrosis yang terjadi bersifat
steril. Tetapi strangulasi usus paling sering terjadi dibandingkan strangulasi
omentum dan sebagai akibatnya dapat menyebabkan nekrosis yang terinfeksi
(gangren). Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeabel terhadap
bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan dari sana menuju
pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan, mengalami perforasi (biasanya
pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen yang mengandung bakteri
keluar menuju rongga peritonial menyebabkan peritonitis. Jika sudah demikian,
akan terjadi syok sepsis dengan gagal sirkulasi dan berakhir dengan kematian.
Hal ini akan menimbulkan obstruksi usus dan gejala toksik, seperti demam
tinggi, menggigil, gelisah hingga penurunan kesadaran, frekuensi nadi yang
meningkat namun lemah, penurunan tekanan darah, dan terdapat leukositosis..
Oleh sebab itu terapi operasi pada hernia strangulata merupakan operasi gawat
darurat atau cito.

19

Jenis Hernia

Reponibel

Nyeri

Obstruksi

Toksik

Reponible
Ireponible
Inkaserata
Strangulata

+
-

+
++

+
+

++

Terapi
operasi
Elektif
Elektif
Elektif
Cito

Tabel 2. Perbedaan hernia reponible, ireponible, inkarserata, dan strangulata

Berdasarkan arah dan letak, hernia terbagi atas:


a. Hernia eksterna
Hernia eksterna adalah hernia yang penonjolannya dapat dilihat dari luar karena
menonjol ke arah luar, misalnya pada hernia ingunalis medialis (15 %), hernia
inguinalis lateralis (60%), hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia
epigastrika, hernia lumbalis, hernia obturatoria, hernia semilunaris, hernia
perinealis, dan hernia ischiadika.
b. Hernia interna
Hernia interna terjadi jika isi hernia masuk ke dalam rongga lain, misalnya ke
dalam cavum thorax, bursa omentalis, atau masuk ke dalam reccessus dalam
cavum abdomen.Contoh hernia interna pada cavum abdominalis adalah hernia
epiploica Winslowi, hernia bursa omentalis, hernia mesenterika, dan hernia
retroperitonealis.Contoh hernia interna pada cavum thorax adalah hernia
diafragmatica traumatica, hernia diafragmatica non-traumatica, kongenital
(misalnya pada hernia Bochdalek dan hernia Morgagni), dan akuisita (misalnya
pada hernia hiatus esofagus)
2.3. Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis merupakan hernia yang terjadi pada daerah inguinal.
Diperkirakan sebanyak 75% dari kasus hernia merupakan hernia inguinalis. Hernia
inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat.
Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria dan lebih sering pada sisi kanan
dibandingkan pada sisi kiri. Alasannya adalah karena testis kiri lebih dulu turun dari
retroperitonel ke skrotum dibanding testis kanan, sehingga obliterasi canalis
inguinalis kanan terjadi lebih akhir. Faktor paling kausal yaitu adanya proses
vaginalis (kantong hernia) yang terbuka, peningkatan tekanan intra abdomen, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia.
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu:

20

1. Hernia inguinalis medialis (direct)


Hernia inguinalis direct, disebut juga hernia inguinalis medialis, karena melewati
dinding inguinal posterior yaitu di daerah medial pembuluh darah epigastrika
inferior, yang berbatasan dengan trigonum Hesselbach. Disebut direct karena
langsung menonjol melalui segitiga Hesselbach. Hernia inguinalis direct jarang,
bahkan hampir tidak mengalami inkarserasi dan strangulasi.
2. Hernia inguinalis lateralis(indirect)
Hernia inguinalis lateralis (indirect) adalah hernia yang melalui anulus inguinalis
internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri
kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis
eksternus. Disebut hernia inguinalis lateralis karena menonjol dari perut di
lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirect karena keluar melalui
dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis.Selain hernia indirect
nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya kanal yang berjalan miring
dari lateral atas ke medial bawah. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan
sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis.

Tipe

Deskripsi

Hernia
Penojolan melewati cincin
ingunalis inguinal dan biasanya merupakan
lateralis kegagalan penutupan cincin
ingunalis interna pada waktu
embrio setelah penurunan testis
Hernia
Keluarnya langsung menembus
ingunalis fascia dinding abdomen
medialis

Hubungan Dibungkus
dg vasa
oleh fascia
epigastrica spermatica
inferior
interna
Lateral

Ya

Onset
biasanya
pada waktu
Congenital
Dan
bisa
pada waktu
dewasa.

Medial

Tidak

Dewasa

Tabel 3. Perbedaan hernia inguinalis lateralis dan medialis

2.3.1 Manifestasi / Gejala Klinis


Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha, pada beberapa orang adanya
nyeri dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan. Seringnya hernia
ditemukan pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum

21

masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar
biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke
scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman
dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya. Pada umumnya
hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit dibandingkan hernia ingunalis
lateralis, dan juga kemungkinannya lebih berkurang untuk menjadi inkarserasi
atau strangulasi.
2.3.2 Pemeriksaan Fisik / Tanda Klinis

Inspeksi
Hernia inguinalis :
Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral ke
medial, tonjolan berbentuk lonjong;
Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.
Palpasi
Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum (AIL) ditekan lalu
pasien disuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka
dapat diasumsikan bahwa itu hernia inguinalis medialis.
Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (AIM) ditekan lalu
pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan
maka dapat diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis.
Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis inguinalis)
ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateralnya

berarti hernia inguinalis lateralis jika di medialnya hernia inguinalis medialis.


Perkusi
Bila didapatkan perkusi perut hipertimpani maka harus dipikirkan kemungkinan
hernia strangulata.

Auskultasi
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami
obstruksi usus (hernia inkarserata)
Tiga teknik pemeriksaan sederhana untuk menentukan jenis hernia yaitu
finger test, Ziemen test dan Thumb test. Cara pemeriksaannya sebagai berikut:

Pemeriksaan Finger Test :


Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5
Dimasukkan lewat skrotum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal

22

Penderita disuruh batuk:


Bila impuls di ujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
Bila impuls di samping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Gambar 5. Finger Test

Pemeriksaan Ziemen Test :


Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).
Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
Penderita disuruh batuk, bila rangsangan pada :
jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.
jari ke 3 : Hernia Ingunalis Medialis.
jari ke 4 : Hernia Femoralis.

Gambar 6. Ziemen Test


Pemeriksaan Thumb Test :
Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis

23

Gambar 7. Thumb test


2.3.3.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung penegakan diagnosis hernia yakni
sebagai berikut.
Leukositosis dengan shift to the left, menandakan kecenderungan terdapat hernia
strangulasi;
Elektrolit, BUN, dan kadar kreatinin, digunakan untuk menilai ada tidaknya
dehidrasi;
Tes urinalisis, digunakan untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius, yang merupakan diagnosis banding hernia
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat
paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan
testis.Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa
terjadi, yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan
Spontaneous Reduction of Hernia En Masse, adalah suatu keadaan dimana
berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga
extraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en masse : retropubic,
intra abdominal, pre peritoneal, dan pre peritoneal locule.Herniografi dilakukan
dengan 50-80 ml medium kontras iodine positif dimasukkan dalam wadah
peritoneal dengan menggunakan jarum yang lembut.Pasien berbaring dengan
kepala terangkat dan membentuk sudut kira-kira 25 derajat. Tempat yang kontras
24

di daerah inguinalis yang diam atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain akan
mendorong terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa inguinal
adalah suprapubik, medial, dan lateral.Pada umunya fossa inguinal tidak
mencapai ke seberang pinggir tulang poinggang agak ke tengah dan dinding
inguinal posterior. Hernia tak langsung muncul dari fossa lateral yang menonjol
dari fissa medial ayau hernia langsung medial yang menonjol dari fossa
suprapubik.
2.4 Hernia inguinalis strangulata
Hernia inguinalis strangulata adalah hernia yang terjadi pada daerah inguinalis
dan suplai darah ke daerah hernia tersebut berkurang. Hernia inguinalis strangulata
merupakan kegawatdaruratan dalam ilmu bedah. Komplikasi paling berat pada
hernia adalah strangulata, di mana hal ini terjadi pada 1-3% kasus hernia inguinalis.
Hernia strangulata dapat terjadi karena hernia inguinalis inkaserata yang tidak
mendapatkan tatalaksana yang tepat. Kasus hernia inguinalis inkaserata
diperkirakan terjadi sebanyak 10% yang dapat berlanjut menjadi obstruksi intestinal
dan strangulasi.
2.4.1 Gejala dan tanda hernia inguinalis strangulata
Gejala dan tanda hernia inguinalis strangulata adalah adanya benjolan di daerah
lipat paha yang tidak dapat tereduksi, konstipasi atau diare, mual, muntah,
demam, peningkatan denyut nadi, nyeri mendadak yang meningkat intensitasnya,
kemerahan pada daerah benjolan, dan ketidakmampuan untuk BAB ataupun
kentut. Durasi dari tanda dan gejala ini dapat dirasakan beberapa jam hingga
beberapa hari sebelum pasien masuk ke rumah sakit.
2.4.2 Diagnosis
Diagnosis hernia inguinalis strangulata dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang benar. Anamnesis yang ditanyakan mengenai berapa lama
nyeri dirasakan, apakah ada yang memperingan atau memperburuk nyeri dan
benjolan, apakah batuk atau bersin membuat benjolan semakin besar, apakah
posisi berbaring membuat benjolan mengecil, apakah benjolan dapat didorong
masuk kembali dengan tangan, apakah terdapat kesulitan saat mendorong

25

benjolan masuk, dan apakah pernah memiliki riwayat operasi hernia pada sisi
lainnya.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pada inspeksi dapat ditemukan adanya benjolan pada lipat paha yang
tidak dapat mengecil atau masuk kembali. Dapat ditemukan kemerahan pada
benjolan tersbut. Pada auskultasi ditemukan bising usus meningkat, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi pada usus. Pada perkusi didapatkan hasil
hipertimpani. Pada palpasi dapat diperiksa hangat/tidak benjolannya, konsistensi,
dan nyeri tekan. Diagnosis hernia inguinalis dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
fisik dengan sensitifitas 74,5-92% dan spesifiksitas sebesar 93%.
Pemeriksaan penunjang tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis hernia
inguinalis strangulata. CT scan memiliki spesifiksitas yang rendah tapi membantu
jika kasus tersebut melibatkan kandung kemih. MRI memiliki sensitivitas 94,5%
dan spesifiksitas 96,3%. Herniography juga aman dan dapat dilakukan dengan
sensitifitas 100% dan spesifiksitas 98-100%. Pemeriksaan laboratorium tidak
berguna

untuk

menegakan

diagnosis

hernia

inguinalis

strangulata.

Hemokonsentrasi dan leukositosis dapat menunjukan obstruksi usus dan


strangulasi. Diagnosis definitif hanya dapat dilakukan dengan operasi. Kombinasi
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diperlukan untuk
menentukan diagnosis.
2.4.3 Penatalaksanaan
2.4.3.1. Penanganan di IGD
Penatalaksanaan hernia yang bisa dilakukan di IGD meliputi:
Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri
Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat
Menurunkan tegangan otot abdomen. Posisikan pasien berbaring terlentang
dengan bantal di bawah lutut. Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut
sekitar 15-20.
Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan
menimbulkan proses analgesia selama 20-30 menit
Posisikan kaki ipsilateral dengan rotasi eksterna dan posisi fleksi unilateral
(seperti kaki kodok)

26

Rencanakan operasi
Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi
kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi dapat
dilakukan. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada pasien geriatri.
Jika pasien menderita hiperplasia prostat, maka akan lebih baik jika dilakukan
penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasia prostatnya mengingat tingginya
resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi hernia. Pada saat
operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan usus masih hidup
dan ada tidaknya tanda-tanda leukositosis.
2.4.3.2 Terapi hernia operatif
- Anak-anak : Herniotomy
Karena masalahnya pada kantong hernia, maka dilakukan pembebasan kantong
hernia sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada
perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi
mungkin lalu dipotong. Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan
mudah, maka kedua sisi dapat direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral
- Dewasa : Herniorafi
Herniorafi merupakan operasi hernia yang terdiri dari operasi herniotomi dan
hernioplasti. Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan
kembali isi kantong hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong
kantong hernia. Sedangkan hernioplasti adalah tindakan memperkuat daerah defek,
misalnya pada hernia inguinalis, tindakannya memperkuat cincin inguinalis internal
dan memperkuat dinding posterior kanalisinguinalis.
Berdasarkan pendekatan operasi, teknik herniorafi dapat dikelompokkan dalam 4
kategori utama:
a. Kelompok 1 : Open Anterior Repair
Kel. 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice) melibatkan
pembukaan aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dan membebaskan
funnikulus spermatikus. Fascia transversalis kemudian dibuka, dilakukan
inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia diligasi
-

dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi.


Teknik Bassini

27

Komponen utama dari teknik ini adalah :


Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis

inguinalis hingga ke cincin eksternal.


Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia
indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk

mencari hernia direct.


Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis

(fascia transversalis)
Melakukan ligasi kantong hernia seproksimal mungkin.
Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia transversalis,
otot transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum

inguinalis lateral.
Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam rekonstruksi,
tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat fascia
disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis. Kelemahannya
adalah tegangan yang terjadi akibat jahitan tersebut, selain dapat
menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis otot yang akan menyebabkan
jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan.
b. Kelompok 2 : Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan
membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincinluar dan masuk
ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua bagian kanalis
inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik open anterior adalah
rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior repair sering digunakan
pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari jaringan parut dari
operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anastesi regional
atau anastesi umum.
c. Kelompok 3: Tension-free repair with Mesh
Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow) menggunakan
pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan tetapi tidak
menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi menempatkan sebuah
prostesis, yaitu Mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek
hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan di sekitar fascia. Hasil
yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan
kurang dari 1 persen. Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka

28

panjang penggunaan implant prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau


penolakan. Akan tetapi pengalaman yang luas dengan mesh telah mulai
menghilangkan anggapan ini, dan teknik ini terus populer. Teknik ini dapat
dilakukan dengan anastesi lokal, regional atau general.
d. Kelompok 4 : Laparoscopic
Operasi hernia laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun terakhir,
tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik ini,
hernia diperbaiki dengan menempatkan potongan mesh yang besar di regio
inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi obstruksi
usus halus dan pembentukan fistel karena paparan usus terhadap mesh. Saat
ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorhappies dilakukan menggunakan
salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP) atau total
extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan meletakkan trokar
laparoskopik dalam cavum abdomen dan memperbaiki regio inguinal dari
dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi dengan
peritoneum. Sedangkan pendekatan TEP adalah prosedur laparokopik
langsung yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi.
Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cedera selama operasi.
2.4.2 Diagnosis banding
Diagnosis banding pada hernia inguinalis adalah undescended testis,
hernia femoralis, aneurisma femoralis, limfadenitis, psoas abses, saphena varix,
hydrocele, dan lipoma pada spermatic cord. Diagnosis banding ini dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti MRI,
CT Scan, maupun USG.
2.3.2. Komplikasi
Hernia strangulata dapat menimbulkan gejala obstruksi usus yang
sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia Richter.
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur
di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong
hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri
29

atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal,
fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan
gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa. Bila telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, terjadi
keadaan toksik akibat gangren dan gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat
serius. Penderita mengeluh nyeri lebih berat di tempat hernia. Nyeri akan menetap
karena rangsangan peritoneal.
Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan
kembali disertai nyeri tekan dan, tergantung keadaan isi hernia, dapat dijumpai
tanda peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat
darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat pertolongan segera.
2.3.3. Prognosis
Prognosis untuk perbaikan hernia umumnya baik dengan diagnosis dan
perbaikan. Prognosis tergantung pada jenis dan ukuran hernia juga pada
kemampuan untuk mengurangi factor risiko yang berkaitan dengan perkembangan
hernia.
Usia yang lebih tua, lebih lama hernia, dan irreducibility yang lebih lama
dianggap faktor risiko komplikasi akut seperti penjepitan dan obstruksi usus.
Sekitar 5% dari primer perbaikan hernia inguinalis dilaksanakan sebagai keadaan
darurat.
Jika didiagnosis awal masa kanak-kanak, prognosis untuk anak-anak yang
telah mengalami operasi hernia inguinalis diperbaiki sangat baik. Kadang-kadang
ada komplikasi berhubungan dengan hernia inguinalis termasuk kematian, tetapi
ini jarang terjadi.

30

BAB III
ANALISA KASUS

Dari identitas pasien dan epidemiologi terjadinya kasus hernia, dapat diketahui
bahwa pasien merupakan pasien dengan resiko terjadinya hernia. Pasien adalah seorang
laki-laki, berusia 28 tahun, dan bekerja sebagai buruh pabrik. Seperti yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya, laki-laki memiliki kecenderungan lebih tinggi terkena
hernia diandingkan dengan perempuan (8:1). Selain itu jika dilihat dari jenis pekerjaan
pasien, yaitu sebagai buruh pabrik, terdapat kemungkinan pasien sering diminta
membawa

barang-barang

berat

sehingga

menyebabkan

peningkatan

tekanan

intraabdominal. Walaupun jika dilihat dari usia, pasien belum termasuk ke dalam
golongan usia rata-rata penderita hernia (50-69 tahun).
Jika dilihat dari anamnesis, didapatkan bahwa terdapat benjolan pada daerah
lipat paha kanan sejak 1 minggu SMRS yang tidak bisa masuk kembali. Selain itu
pasien juga mengalami mual dan muntah 5x sehari. Hal ini mendukung diagnosis
hernia inguinalis strangulata. Anamnesis pasien yang menyatakan benjolan dirasakan
muncul tiba-tiba saat pasien sedang BAB dan BAB pasien terasa keras sejak 1 bulan
yang lalu mendukung diagnosis hernia (peningkatan tekanan intraabdominal). Dari bab
sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa hernia inguinalis timbul lebih sering pada sisi
kanan. Hal tersebut sesuai dengan kasus ini.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pula terdapat nyeri yang hebat
dan menetap.Hal ini sesuai dengan nyeri iskemik pada hernia strangulata. Pada perkusi
abdomen didapatkan hasil hipertimpani. Hipertimpani merupakan salah satu tanda pada

31

pemeriksaan fisik hernia strangulata. Dari auskultasididapatkan

bising

usus

(+)

meningkat. Hal ini sesuai dengan gejala pada obstruksi usus. Pada pemeriksaan palsasi
didapatkan hasil bahwa benjolan supel dengan nyerti tekan (+) dan defans (-).
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang lain selain pemeriksaan
darah dan pemeriksaan rontgen foto thoraks sebagai kebutuhan untuk toleransi operasi.
Hal ini sudah sesuai teori karena tidak ada pemeriksaan penunjang sederhana, selain
pemeriksaan darah yang dapat menegakkan diagnosis pasti dari suatu hernia. Dari hasil
pemeriksaaan penunjang berupa pemeriksaan darah laboratorium, didapatkan sedikit
kenaikan pada jumlah leukosit, peningkatan pada kadar SGPT, dan ureum darah. Selain
itu didapatkan pula penurunan kadar gula darah sewaktu dan kadar natrium.
Peningkatan jumlah leukosit sesuai dengan ciri khas pemeriksaan laboratorium pada
hernia strangulata. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan hanya berupa rontgen thoraks
sebagai persiapan operasi. Dari hasil rontgen tersebut didapatkan kesan bahwa jantung
dan paru dalam batas normal.
Maka dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mendukung penegakan
diagnosis kerja hernia ingunalis strangulata pada pasien ini adalah:

Benjolan terdapat pada lipat paha hernia inguinalis


Benjolan tidak dapat masuk hernia ireponible/ inkaserata/ strangulata
Benjolan terasa nyeri dan terdapat gangguan pasase usus hernia

strangulata/inkarserata
Nyeri dirasakan sebagai nyeri yang hebat dan menetap nyeri iskemik,

maka hernia strangulata


Terdapat gejala-gejala sistemik (toksik dari hernia tersebut), yaitu febris,
leukositosis hernia strangulata

Penatalaksanaan pada hernia inguinalis strangulata adalah melalui operasi cito.


Hal ini disebabkan karena hernia strangulata yang tidak segera diatasi dapat
menyebabkan nekrosis jaringan yang semakin luas dan menimbulkan infeksi. Infeksi
tersebut dapat menyebar secara hematogen dan menimbulkan sepsis. Jika tidak segera
diberikan tatalaksana, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya syok sepsis hingga
kematian. Pada pasien telah dilakukan hernioplasty dengan pemasangan MESH.
Operasi dilakukan dengan tujuan mencegah komplikasi hernia strangulata lebih lanjut,
seperti peritonitis, sepsis, ataupun gamgguan elektrolit. MESH dilakukan untuk

32

mencegah tingkat kekambuhan hernia. Dari hasil operasi diapatkan ileum masih vital
dan batas jepitan jelas sehingga prognosis pada pasien ini baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bali C, Tsironis A, Zikos N, Mouselimi M, Katsamakis N. An unusual case of a
strangulated right inguinal hernia containing the sigmoid colon. International
Journal of Surgery Case Reports. 2011;2(4):53-55
2. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17 th Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-217.
3. Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New York.
WB Saunders Company. 795-801
4. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergency surgery. Edisi XXIII. Penerbit
Hodder Arnold. 2006
5. Wagner JP, Brunicardi FC, Amid PK, Chen DC. Inguinal hernia. In: Brunicardi FC,
Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, et al, editors.
Schwartzs Principles of Surgery. New York: McGraw-Hill Education; 2015. p.
1495-517
6. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-17
7. Kingsnorth AN, LeBlanc KA, editors. Management of Abdominal Hernias.
London: Springer; 2013, p. 228-32
8. Harman JR, editors. Patient Care in Community Practice. 2nd ed. Graylake:
Pharmaceutical Press; 2002. p.55-59
9. Brooks DC, Hawn M. Classification, clinical features and diagnosis of inguinal and
femoral

hernias

in

adults.

UpToDate

2013.

Retrieved

from

http://www.uptodate.com/contents/classification-clinical-features-and-diagnosis-ofinguinal-and-femoral-hernias-in-adults. Accesed on Oct 20, 2015.


10. MayoClinic
Staff.
Inguinal
Hernia.
2013.
Available

at:

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/inguinalhernia/basics/definition/con-20021456. Accesed on Oct 3, 2015.

33

11. Misiakos EP, Bagis G, Zavras N, Tzanetis P, Patapis P, Machairas A. Strangulated


Inguinal Hernia. London: Intech. 2014.
12. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran; alih bahasa: Liliana
Sugiharto, edisi ke-6. Jakarta:EGC, 2006, hal. 148-65, 189-90

34

Anda mungkin juga menyukai