Anda di halaman 1dari 7

A.

Isi Kebijakan Anti Korupsi


1. Pengertian Kebijakan dan Anti Korupsi

Menurut kamus bahasa Indonesia kebijakan secara leterlite dapat


dijelaskan sebagai kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan. Sementara
secara bahasa kebijakan dapat dijelaskan sebagai rangkaian konsep dan azas
yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
perkerjaan, kepemimpinan, cara bertindak (Muchsin, 2006: 11).

Menurut (Salam, 2004: 73) arti korupsi adalah kebusukan,


keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap dan penyimpangan dari
sebagaimana mestinya. Menurut Sudarto (1988: 115), korupsi dalam bahasa
Latin disebut Corruptio – corruptus, dalam bahasa Belanda disebut
corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut corruption, dalam bahasa
Sansekerta di dalam Naskah Kuno Negara Kertagama tersebut corrupt arti
harfiahnya menunjukkan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejat, tidak
jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan.

Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan


menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Pencegahan yang
dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak
melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan
perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan
manusianya (moral, kesejahteraan)

2. Kebijakan Anti Korupsi1

Kebijakan anti korupsi mengatur tata iteraksi agar tidak terjadi


penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijkan anti
korupsi tidak selalu identik dengan undang-undang anti korupsi, namun bisa
berupa undang-undang kebebasan mengakses infomasi, undah-undang
sentralisasi, undang-udang anti monopoli, maupun lainnya yang dapat
memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus memgontrol terhadap
kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.

3. Isi Kebijakan Anti Korupsi

Berkaitan dengan pemberantasan korupsi, Pemerintah telah


merumuskan kebijakan yang diwujudkan dalam beberapa peraturan
perundang – undangan antara lain UU. No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme. UU. No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo UU.No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU. No.
31 tahun 1999, Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan pemberian.

Tindak Pidana Korupsi sesuai Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No. 31


tahun 1999, adalah :

a. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan


memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
b. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahg unakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

B. Pembuat Kebijakan Anti Korupsi


1. Memilih pegawai yang jujur (ber integritas tinggi) dan cakap (profesional)
untuk:
a. Merumuskan indikator ketidak jujuran dan bukti-ketidak jujuran.
b. Membangun administrasi kejujuran atau ketidak jujuran.
c. melakukan pemeriksaan berkelanjutan atas kualitas administrasi
kejujuran.
d. Menggunakan catatan administrasi masalalu untuk basis manajemen
kejujuran.
e. Menggunakan Sumber Daya Luar untuk Memastikan kejujuran dan
mendapatkan persyaratan minimum yang harus ada pada entitas.
f. Memilih pegawai anti KKN dengan kriteria profesional. Meneliti track
record individu, puas yang tidak jujur. Memberlakukan peraturan baru
melawan nepotisme.
g. Membangunan kepemimpinan antikorupsi. Kepemimpinan antikorupsi
keteladanan pemimpin yang mengubah sikap bawahan. Kepemimpinan
yang vokal dan komunikatif dengan masyarakat tentang komitmen
memberantas korupsi.
2. Merumuskan ulang sistem ketidakseimbangan pegawai.
3. Membangun sistem sanksi berdampak jera dan hukuman yang
menakutkan bagi koruptor.
4. Membangun sistem informasi yang meningkatkan deteksi terhadap tindak
KKN.
5. Mengubah Sikap Terhadap Korupsi.
6. Pembangunan Hukum Berfokus pada Peraturan Pelaksanaan.

C. Pelaksana Kebijakan Anti Korupsi

Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh


aktor-aktor penegak kebijakan yaitu; (1) Komisi Pemberantas Korupsi
(KPK), (2) kepolisian, (3) kejaksaan, (4) pengadilan, dan (5) pengacara.
Pelaksana kebijakan :

1. KPK (Komisi Pemberantas Korupsi)

Sesuai dengan tugas dan wewenang KPK berdasarkan Undang-Undang


Nomor 30 Tahun 2002, yang antara lain menyatakan : Pasal 6 Komisi
Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas :
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi.
d. Melakukan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan
e. Melakukan motivator terhadap penyelenggaraan pemerintahan
negara.

Dalam melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang
melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut :

a. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta


kekayaan penyelenggara negara.
b. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi.
c. Menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang
pendidikan.
d. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi
pemberantasan tindak pidana korupsi.
e. Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum.
f. Melakukan kerjasama bilateral dan multilateral dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi.
2. Kepolisian

Kepolisian Nasional disamping melaksanakan tugas rutin kepolisian


juga secara aktif ikut dalam perang mempertahankan kemerdekaan, maka
pada saat sekarang ini berdasarkan UU POLRI pada Pasal 2 merupakan alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Berdasarkan KUHAP maka wewenang aparat kepolisian adalah
kewenangan dalam hal melaksanakan tugas sebagai penyelidikan dan
penyidikan. Pengertian penyelidikan dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
3. Kejaksaan
Jika dikaitkan dengan penanganan tindak pidana korupsi, terdapat
beberapa lembaga yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
mempunyai tugas dan wewenang dalam penyidikan, yakni Kepolisian
Negara Republik Indonesia (POLRI) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g
UU POLRI, Kejaksaan berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf c
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasn
Korupsi.
Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang antara
lain, melakukan penuntutan:
a. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap,
b. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.
c. Melakukan penyidikan terhaddap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang
d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
4. Pengadilan
5. Pengacara
Meski secara tegas dalam peraturan perundangantidak disebutkan atau
tidak diatur mengenai apa peranan dari Pengacara sebagai penegak hukum
dalam memberantas tindak pidana korupsi, namun bagaimanapun juga
Pengacara adalah penegak hukum (UU Pengacara). Dalam konteks sistem
penegakan hukum pidana terpadu (integrated criminal justice system),
Pengacara menjadi bagiannya. Mestinya konsep orsinilnya Pengacara
bukanlah pembela kejahatan, tapi penegak hukum dan pembela keadilan.
Namun dalam praktik berlaku azaz “maju tak gentar membela yang bayar”.
Ini sesungguhnya bertentangan dengan kode etik yang mengatur
kepribadian Pengacara dalam konteks lain, Pengacara dalam melakukan
tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi,
tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, Kebenaran dan Keadilan.

D. Evaluasi Kebijakan Anti Korupsi


Muchsin, H. 2006. Hukum dan Kebijakan Publik. Refika Aditama, Jakarta

M. Faisal Salam. 2004. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Pustaka,


Bandung, 2004, hlm. 72

Sudarto. 1988. Hukum dan Hukum Pidana, Alumni. Bandung. 1988. hlm. 115.

Anda mungkin juga menyukai