Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau
Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan program yang dikembangkan sebagai upaya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan
meningkatkan kualitas lulusan.
Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan
pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order
Thinking Skill (HOTS).
Peningkatan kualitas peserta didik salah satunya dilakukan oleh guru yang berfokus pada
peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dengan berorientasi pada keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Desain peningkatan kualitas pembelajaran ini merupakan upaya peningkatan
kulaitas peserta didik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.
Pembelajaran ini mengharapkan para peserta didik mencapai berbagai kompetensi dengan
penerapan HOTS atau Keterampilan Bepikir Tingkat Tinggi. Kompetensi tersebut yaitu
berpikir kritis (criticial thinking), kreatif dan inovasi (creative and innovative), kemampuan
berkomunikasi (communication skill), kemampuan bekerja sama (collaboration) dan
kepercayaan diri (confidence).
Lima hal yang menjadi target karakter peserta didik itu melekat pada sistem evaluasi kita
dalam ujian nasional dan merupakan kecakapan abad 21. Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi (High Order Thinking Skills/HOTS) juga diterapkan menyusul masih rendahnya
peringkat Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) dibandingkan dengan negara lain,
sehingga standar soal ujian nasional dicoba ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana konsep dari Higher Order Thinking Skills (HOTS) ?
2. Bagaimana penyusunan instrumen Higher Order Thinking Skills (HOTS)?
3. Bagaimana strategi dan implementasi penyusunan soal Higher Order Thinking Skills
(HOTS) ?

1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan pada makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui dan memahami konsep dari Higher Order Thinking Skills (HOTS)
2. Mengetahui dan mampu menyusun instrumen Higher Order Thinking Skills (HOTS)
3. Mengetahui strategi dan implementasi penyusunan soal Higher Order Thinking Skills
(HOTS)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)


Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan kemampuan berpikir yang tidak
sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan
pengolahan (recite). HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan:
1) transfer satu konsep ke konsep lainnya
2) memproses dan menerapkan informasi
3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda
4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah
5) menelaah ide dan informasi secara kritis.
Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit
daripada soal recall (Kemdikbud, 2016).
Dini (2018:175) menyatakan pula Higher Order Thinking terjadi ketika peserta didik
terlibat dengan apa yang mereka ketahui sedemikian rupa untuk mengubahnya, artinya
siswa mampu mengubah atau mengkreasi pengetahuan yang mereka ketahui dan
menghasilkan sesuatu yang baru. Melalui higher order thinking peserta didik akan dapat
membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan
masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal
kompleks menjadi lebih jelas, dimana kemampuan ini jelas memperlihatkan bagaimana
peserta didik bernalar.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi transfer informasi, berpikir kritis, dan
pemecahan masalah. Pembelajaran untuk mentransfer merupakan pembelajaran bermakna
karena peserta didik dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dan mengaitkan
informasi yang satu dengan yang lainnya. Adapula pembelajaran dengan berpikir kritis
supaya peserta didik dapat berargumentasi, merefleksikan, dan mengambil keputusan
sendiri. Pembelajaran berbasis masalah bertujuan agar peserta didik dapat mengidentifikasi
dan mencari solusi terhadap masalahnya baik secara akademik maupun dalam kehidupan
sehari-hari (Brookhart, 2010:5-8).
Stiggins (1994) menyatakan dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom
sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001) HOTS pada
umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi
(evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Proses berpikir tersebut dapat dilihat pada Gambar
2.1.

Gambar 2.1. Proses Berpikir Kognitif pada Taksonomi Bloom

Tabel 2.1 Kata Kerja Operasioanal Taksonomi Bloom Ranah


Kognitif

Pemilihan kata kerja operasional (KKO) yang disajikan Tabel 2.1 untuk
merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO.
Sebagai contoh kata kerja ‘menentukan’ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan
C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja ‘menentukan’ bisa jadi ada pada
ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses
berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta
menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja ‘menentukan’ bisa digolongkan
C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan
masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses
berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan (Widana,
2017:3).
Widana (2017: 3) mengemukakan jika dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya
soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual,
konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan
menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan
masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery)
metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.
Heong, et al (2011:121-122) menyatakan dimensi pembelajaran Marzano
mengasumsikan bahwa proses pembelajaran melibatkan interaksi dari lima jenis berikut
berpikir:
1) sikap dan persepsi positif tentang pembelajaran
2) berpikir terlibat dalam memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan
3) berpikir terlibat dalam memperluas dan menyempurnakan pengetahuan
4) berpikir terlibat dalam menggunakan pengetahuan secara bermakna
5) kebiasaan pikiran yang produktif
Kerangka kerja dalam pembelajaran akan membantu untuk:
• mempertahankan fokus pada pembelajaran;
• mempelajari proses pembelajaran; dan
• merencanakan kurikulum, instruksi, dan penilaian
Dimensi pembelajaran Marzano merupakan model komprehensif yang menggunakan
apa yang para peneliti dan ahli teori ketahui belajar untuk mendefinisikan proses
pembelajaran. Dimensi dari belajar menawarkan cara berpikir dan proses belajar yang
kompleks sehingga studi dapat diikuti setiap aspek dan mendapatkan wawasan tentang
bagaimana mereka berinteraksi. Kelima jenis pemikiran didasari sebagai lima dimensi
pembelajaran yang penting untuk keberhasilan pembelajaran. Mempertimbangkan lima
aspek penting dari pembelajaran. Ke 13 keterampilan berpikir tingkat tinggi Marzano ini
dipaparkan pada Table. 2.1.
Tabel 2.2 Higher Order Thinking Skill Konsep Marzano

Sumber : Heong, et al (2011:122)

Marzano (1993) dalam Rustaman (2011:19) membagi habits of mind ke dalam tiga
kategori yaitu: self regulation, critical thinking dan creative thinking. Self regulation
meliputi: (a) menyadari pemikirannya sendiri, (b) membuat rencana secara efektif, (c)
menyadari dan menggunakan sumber-sumber informasi yang diperlukan, (d) sensitif
terhadap umpan balik dan (e) mengevaluasi keefektifan tindakan. Critical thinking
meliputi: (a) akurat dan mencari akurasi, (b) jelas dan mencari kejelasan, (c) bersifat
terbuka, (d) menahan diri dari sifat impulsif, (e) mampu menempatkan diri ketika ada
jaminan, (f) bersifat sensitif dan tahu kemampuan temannya. Creative thinking meliputi:
(a) dapat melibatkan diri dalam tugas meski jawaban dan solusinya tidak segera nampak,

(b) melakukan usaha semaksimal kemampuan dan pengetahuannya, (c) membuat,


menggunakan, memperbaiki standar evaluasi yang dibuatnya sendiri, (d) menghasilkan
cara baru melihat situasi yang berbeda dari cara biasa yang berlaku pada umumnya.
Habits of mind memerlukan banyak keterampilan majemuk, sikap, pengalaman masa
lalu dan kecenderungan. Hal ini berarti bahwa kita menilai satu pola berpikir terhadap yang
lainnya. Oleh karena itu, hal tersebut menunjukkan bahwa kita harus memiliki pilihan pola
mana yang akan digunakan pada waktu tertentu. Termasuk juga kemampuan apa yang
diperlukan untuk mengatasi sesuatu di lain waktu, sehingga habits of mind dijabarkan
sebagai beriku. Pertama, value, memilih menggunakan pola perilaku cerdas
daripada pola lain yang kurang produktif; (b) Inclination, kecenderungan, perasaan dan
tendensi untuk menggunakan pola perilaku cerdas; (c). Sensitivity, tanggap terhadap
kesempatan dan kelayakan menggunakan pola perilaku; (d) Capability, memiliki
keterampilan dasar dan kapasitas dalam hubungannya dengan perilaku; (e) Commitment
adalah secara konstan berusaha untuk merefleksi dan meningkatkan kinerja pola perilaku
cerdas (Costa & Kallick, 2000a; Costa & Kallick, 2000b dalam Rustaman (2011:19)).
Berdasarkan hal tersebut, habits of mind Marzano termasuk keterampilan berpikir tingkat
tinggi (higher order thinking skill).
Mengacu pada konsep HOTS beberapa ahli Widihastuti (2015:82) menyatakan
bahwa HOTS merupakan keterampilan berpikir pada tingkat/level yang lebih tinggi yang
memerlukan proses pemikiran lebih kompleks mencakup menerapkan (applying),
menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) yang
didukung oleh kemampuan memahami (understanding), sehingga: (1) mampu berpikir
secara kritis (critical thinking); (2) mampu memberikan alasan secara logis, sistematis, dan
analitis (practical reasoning); (3) mampu memecahkan masalah secara cepat dan tepat
(problem solving); (4) mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat
(decision making); dan (5) mampu menciptakan suatu produk yang baru berdasarkan apa
yang telah dipelajari (creating). Dengan demikian, untuk dapat mengembangkan HOTS
ini maka harus sudah memiliki pengetahuan (knowledge) dan mampu mengingatnya
(remembering), serta pemahaman (comprehension) dan mampu memahaminya
(understanding).
Pada penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus (Kemdikbud,
2016). Stimulus merupakan dasar untuk membuat pertanyaan. Dalam konteks HOTS,
stimulus yang disajikan hendaknya bersifat kontekstual dan menarik. Stimulus dapat
bersumber dari isu-isu global. Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-
permasalahan yang ada di lingkungan sekitar satuan pendidikan Kreativitas seorang guru
sangat mempengaruhi kualitas dan variasi stimulus yang digunakan dalam penulisan soal
HOTS.
B. Karakteristik Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk
penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan
pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS (Widana, 2017:5-8) :
1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi,
memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun,
menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk
mengingat, mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS
tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan
masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir
kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan
mengambil keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki
oleh setiap peserta didik.
Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas :
a. kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b. kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;
c. menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengancara-cara
sebelumnya.
Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat
tinggi kecuali melibatkan proses bernalar (Kemdikbud, 2016). Sebagai contoh, untuk
mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki
tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab
permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian,
soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di
kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi,
maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk
menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran
dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.
2. Berbasis permasalahan kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-
konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan kontekstual
yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup,
kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula
bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate),
menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan
(integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan
permasalahan dalam konteks nyata (Kemdikbud, 2015:5)
3. Menggunakan bentuk soal beragam
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS)
sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat memberikan informasi
yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini penting
diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip
objektif.Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan
kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.Penilaian yang
dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.
Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis
butir soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA), sebagai berikut.
a. Pilihan ganda
Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimulus yang bersumber pada
situasi nyata. Soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban
(option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).
b. Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman peserta
didik terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara pernyataan satu
dengan yang lainnya.Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang
berbentuk pilihan ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi
kontekstual.
c. Isian singkat atau melengkapi
Soal isian singkat atau melengkapi adalah soal yang menuntut peserta tes untuk
mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase, angka, atau simbol.
Karakteristik soal isian singkat atau melengkapi adalah sebagai berikut : a) bagian
kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian dalam ratio butir soal, dan
paling banyak dua bagian supaya tidak membingungkan siswa dan b) jawaban yang
dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu berupa kata, frase, angka, simbol,
tempat, atau waktu. Jawaban yang benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah
diberikan skor 0.
d. Jawaban singkat atau pendek
Soal dengan bentuk jawaban singkat atau pendek adalah soal yang jawabannya
berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan. Karakteristik soal
jawaban singkat adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah;
2) Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang singkat;
3) Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada semua soal
diusahakan relatif sama;
4) Hindari penggunaan kata, kalimat, atau frase yang diambil langsung dari buku
teks, sebab akan mendorong siswa untuk sekadar mengingat atau menghafal apa
yang tertulis dibuku. Setiap langkah/kata kunci yang dijawab benar diberikan skor
1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
e. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan kalimatnya
sendiri dalam bentuk tertulis. Untuk penilaian yang dilakukan oleh sekolah seperti
Ujian Sekolah (US) bentuk soal HOTS yang disarankan cukup 2 saja, yaitu bentuk
pilihan ganda dan uraian.Pemilihan bentuk soal itu disebabkan jumlah peserta US
umumnya cukup banyak, sedangkan penskoran harus secepatnya dilakukan dan
diumumkan hasilnya.Sehingga bentuk soal yang paling memungkinkan adalah soal
bentuk pilihan ganda dan uraian.Sedangkan untuk penilaian harian, dapat
disesuaikan dengan karakteristik KD dan kreativitas guru mata pelajaran.
Pemilihan bentuk soal hendaknya dilakukan sesuai dengan tujuan penilaian
yaitu assessment of learning, assessment for learning, dan assessment as learning.
Masing-masing guru mata pelajaran hendaknya kreatif mengembangkan soal-soal
HOTS sesuai dengan KI-KD yang memungkinkan dalam mata pelajaran yang
diampunya.Wawasan guru terhadap isu-isu global, keterampilan memilih stimulus
soal, serta kemampuan memilih kompetensi yang diuji, merupakan aspek-aspek
penting yang harus diperhatikan oleh guru, agar dapat menghasilkan butir-butir
soal yang bermutu.
Karakteristik assessment for learning berbasis HOTS menurut Widihastuti
(2015:84-85) antara lain sebagai berikut :

1. Proses penilaiannya terintegrasi dengan proses pembelajaran dan bersifat on


going
2. Proses penilaiannya melibatkan empat elemen yaitu sharing learning goal and
success criteria, using effective questioning, self-assessment & self-reflection,
dan feedback
3. Proses penilaiannya bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan
HOTS, sikap dan perilaku positif peserta didik, serta untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pembelajaran
4. Proses penilaiannya menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating),
dan mencipta (creating) sehingga peserta didik mampu untuk: berpikir kritis
(critical thinking), memberikan alasan secara logis, analitis, dan sistematis
(practical reasoning), memecahkan masalah secara cepat dan tepat (problem
solving), membuat keputusan secara cepat dan tepat (decision making), dan
menciptakan suatu produk yang baru (creating), dan bukan sekedar menghafal
atau mengingat
5. Pendidik dapat memberikan permasalahan kepada peserta didik sebagai bahan
diskusi dan pemecahan masalah sehingga dapat merangsang aktivitas berpikir
6. Kegiatan penilaiannya dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, kegiatan
lapangan, praktikum, menyusun laporan praktikum, dan peserta didik diminta
mengevaluasi sendiri keterampilan itu
7. Penilaian ini dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik
8. Kegiatan penilaiannya juga melibatkan peserta didik untuk melakukan penilaian
diri dan refleksi disi (self-assessment dan self-reflection) atas kondisi
kemampuan mereka dalam menguasai materi yang telah dipelajari
9. Dapat memberikan umpan balik yang mampu mengoreksi kesalahan atau
mengklarifikasi kesalahan (corrective feedback) kepada peserta didik.

C. Penyusunan Soal HOTS


1) Langkah- Langkah Penyusunan Soal HOTS
Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat menentukan
perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar
pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang diharapkan.
Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak
selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS,
dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal), dan
kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di
sekitar satuan pendidikan. Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-
soal HOTS (Widana, 2017:21) :
1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
Terlebih dahulu guru-guru memilih KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS.Tidak
semua KD dapat dibuatkan model-model soal HOTS. Guru-guru secara mandiri atau
melalui forum MGMP dapat melakukan analisis terhadap KD yang dapat dibuatkan
soal-soal HOTS.
2. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu para guru dalam
menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut diperlukan untuk
memandu guru dalam: (a) memilih KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS, (b)
memilih materi pokok yang terkait dengan KD yang akan diuji, (c) merumuskan
indikator soal, dan (d) menentukan level kognitif.
3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong peserta didik
untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya baru, belum pernah
dibaca oleh peserta didik. Sedangkan stimulus kontekstual berarti stimulus yang
sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta
didik untuk membaca.Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus
dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS.
Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal
pada umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek
konstruksi dan bahasa relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai
format terlampir.
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman
penskoran atau kunci jawaban.Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal
uraian.Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan
ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat.

D. Strategi dan Implementasi Penyusunan Soal HOTS


a) Strategi Penyusunan Soal HOTS
Strategi penyusunan soal-soal HOTS dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen
stakeholder di bidang pendidikan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, sesuai dengan
tugas pokok dan kewenangan masing-masing (Widana, 2017:25) antara lain :
1. Pemerintah Pusat
Direktorat Pembinaan SMA sebagai leading sector dalam pembinaan SMA di
seluruh Indonesia, mengkoordinasikan strategi penyusunan soal-soal HOTS dengan
dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan instansi terkait melalui kegiatan-
kegiatan sebagai berikut.
 Merumuskan kebijakan penyusunan soal-soal HOTS;
 Menyiapkan bahan berupa modul penyusunan soal-soal HOTS;
 Melaksanakan pelatihan terkait dengan strategi penyusunan soal-soal HOTS;
 Melaksanakan pendampingan ke sekolah-sekolah bekerjasama dengan dinas
pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan instansi terkait lainnya.
2. Dinas Pendidikan
Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya di daerah,
menindaklanjuti kebijakan pendidikan di tingkat pusat dengan melakukan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut.
 Mensosialisasikan kebijakan penyusunan soal-soal HOTS
dan implementasinya dalam Penilaian;
 Memfasilitasi kegiatan penyusunan soal-soal HOTS dalam rangka persiapan
penyusunan soal-soal;
 Melaksanakan pengawasan dan pembinaan ke sekolah-sekolah
3. Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan sebagai pelaksana teknis penyusunan soal-soal HOTS, sebagai
salah satu bentuk pelayanan mutu pendidikan. Dalam konteks pelaksanaan Penilaian,
satuan pendidikan menyiapkan bahan-bahan Penilaian dalam bentuk soal- soal yang
memuat soal-soal HOTS.
 Meningkatkan pemahaman guru tentang penulisan butir soal yang mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS).
 Meningkatkan keterampilan guru untuk menyusun instrumen penilaian
(Higher Order Thinking Skills/HOTS)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
HOTS menurut konsep Anderson dan Krathwol, Marzano, serta Brookhart
merupakan keterampilan berpikir pada tingkat tinggi yang memerlukan proses
pemikiran lebih kompleks mencakup menerapkan (applying), menganalisis
(analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) yang didukung oleh
kemampuan memahami (understanding), sehingga: (1) mampu berpikir secara kritis
(critical thinking); (2) mampu memberikan alasan secara logis, sistematis, dan analitis
(practical reasoning); (3) mampu memecahkan masalah secara cepat dan tepat
(problem solving); (4) mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat
(decision making); dan (5) mampu menciptakan suatu produk yang baru berdasarkan
apa yang telah dipelajari (creating).
Karakteristik HOTS meliputi keterampilan berpikir tingkat tinggi, berbasis
permasalahan kontekstual, dan menggunakan bentuk soal beragam. Adapun langkah-
langkah penyusunan soal HOTS sebagai berikut : menganalisis KD, menyusun kisi-kisi
soal, memilih stimulus yang kontekstual, menuis butir-butir pertanyaan, dan membuat
rubrik. Contoh-contoh soal HOTS telah diterapkan pada Ujian Nasional Biologi SMA.
Soal -soal HOTS berperan dalam penilaian salah satunya mempersiapkan kompetensi
pendidik menuju abad 21. Strategi dan implementasi soal-soal HOTS dimulai dari
pusat, dinas pendidikan, serta satuan pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN

Anderson, L.W., Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives, Complete
Edition. New York: Addison Wesley Longman

Brookhart, S.M. (2010). How to Assess Higher-Order Thinking Skills in Your


Classrom.Alexandria : ASDC

Dini, H.N.(2018). Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan Kaitannya dengan
Kemampuan Literasi Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika pp. 170-
176, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Heong, Y.M., Othman, W.B., Yunos, J.BM., Kiong, T.T.,Razali, B.H and Mohamad,
M.M.B. (2011). The Level of Marzano Higher Order Thinking Skills among
Technical Education Students. International Journal of Social Science and
Humanity, Vol. 1(2) pp. 121-125.

Kemdikbud. (2013). Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan


dan Kebudayaan.

Kemdikbud. (2015). Panduan Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills


(HOTS).Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Menengah
Kemdikbud

Nitko, A.J., Brookhart, S.M. (2007). Education Assessment of Students. New Jearsey :
Merrill Prentice Hall

Rustaman, N.Y. (2011). Pendidikan dan Penelitian Sains dalam Mengembangkan


Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi untuk Pembangunan Karakter. Prosiding
Seminar Biologi 8 (1) pp. 16-34, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Stiggins, R.J. (1994). Student- Centered Classroom Assessment. New York : Macmillan
College Publishing Company

Widana, I.W. (2017). Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemdikbud

Widihastuti. (2015). Model Penilaian untuk Pembelajaran Abad 21 (Sebuah Kajian untuk
Mempersiapkan SDM Kritis dan Kreatif). Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan SDM Kreatif dan Inovatif untuk Mewujudkan Generasi Emas
Indonesia Berdaya Saing Global pp. 77-86, Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai