Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

TEKNOLOGI PENDIDIKAN
(Terjemahan Buku Educational Technology A Primer for the 21st Century Part I
olehPenulis Ronghuai Huang, J. Michael Spector, dan Junfeng Yang)

Disusun untuk memenuhi


tugas mata Kuliah Landasan Teknologi Pendidikan

Disusun Oleh :
Darma Syahputra (22080900017)
Wirahamdi (22080900018)
Lya Vita Ferdana (22080900019)
Happy Yoga Purnama (22080900026)

Kelas : B
Dosen Pengampu: Dr. Dirgantara Wicaksono, S.Pd., MM., M.Pd

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita ucapkan kepada Allah SWT dan Shalawat serta Salam
kita haturkan kepada Baginda Rasulullah SAW. Berkat rahmat dan hidayah serta
taufik Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “MAKALAH
PENGENALAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN (Terjemahan Buku Educational
Technology A Primer for the 21st Century Part I olehPenulis Ronghuai Huang, J.
Michael Spector, dan Junfeng Yang)” dengan baik.
Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah informasi yang berkaitan
dengan pengenalan Teknologi Pendidikan, pembelajaran dalam konteks teknologi,
menghubungkan tujuan pembelajaran, pedagogi, dan teknologi. Selain itu, makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Teknologi Pendidikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih
yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Dr. Dirgantara Wicakcono, S.Pd., MM., M.Pd (Pak Bombom) selaku dosen
mata kuliah Landasan Teknologi Pendidikan yang selalu menginspirasi penulis.
2. Kedua Orang tua penulis yang selalu mendoakan dan memberi dukungan
3. Rekan-rekan mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan kelas B yang memberi
dukungan berupa ide-ide kreatif yang sifatnya membangun untuk terselesaikannya
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat positif dan membangun sangat penulis harapkan
untuk makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membacanya. Aamiin.

Jakarta, 24 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
I. Pengenalan Teknologi Pendidikan......................................................... 3
1.1.1.Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan............................... 3
1.1.2.Motivasi Awal ..................................................................... 3
1.1.3.Konsep Kunci ...................................................................... 4
1.1.4.Prinsip Yang Relevan .......................................................... 5
1.1.5.Mendefinisikan Teknologi Pendidikan ............................... 6
1.1.6.Mendefinisikan Teknologi Pendidikan .............................. 7
1.2. Ruang Lingkup Teknologi Pendidikan ............................... 9
1.2.1.Penilaian Kebutuhan ........................................................... 9
1.2.2.Persyaratan dan Analisis Kelayakan ................................... 9
1.2.3.Desain / Desain Ulang.......................................................... 9
1.2.4.Pengembangan .................................................................... 9
1.2.5.Penerapan .......................................................................... 10
1.2.6.Manajemen ........................................................................ 10
1.2.7.Evaluasi.............................................................................. 10
1.2.8.Dukungan .......................................................................... 10
1.2.9.Pelatihan............................................................................. 11
1.3. Dimensi Teknologi Pendidikan......................................... 11
1.3.1.Komunikasi / Kordinasi .................................................... 11
1.3.2.Konten atau Sumber Daya ................................................ 11
1.3.3.Perangkat Keras dan Perangkat Lunak.............................. 12
1.3.4.Implementasi..................................................................... 12
1.3.5.Media dan Format Representasi ........................................ 13
1.4. Perspektif Teknologi Pendidikan ...................................... 13
1.5. Teknologi yang Muncul dan Perubahan Konteks............ 14

ii
1.5.1.Teknologi Baru.................................................................. 14
1.5.2.Mengubah Konteks ............................................................14
1.6. Peran Teknologi Pendidikan............................................... 15
II. Pembelajaran Dalam Konteks Teknologi ..................................... 16
2.1. Pendahuluan ........................................................................ 16
2.2. Teori Pembelajaran............................................................. 17
2.2.1.Behaviorisme .................................................................... 17
2.2.2.Kognitifitas ........................................................................ 19
2.2.3.Konstruktivisme ................................................................ 21
2.2.4.Teori Belajar Lainnya ....................................................... 23
2.2.4.1.Konetivisme............................................................ 23
2.2.4.2.Humanisme............................................................. 24
2.3. Pembelajaran dengan Peningkatan Teknologi ................ 24
Kesimpulan .................................................................................... 25
III. HUBUNGAN TUJUAN PEMBELAJARAN, PEDAGOGI,
DAN TEKNOLOGI ...................................................................... 28
III.1. Pendahuluan ........................................................................ 28
III.2. Menghubungkan Strategi Pembelajaran dengan
Tujuan Pembelajaran............................................................. 28
III.3......................Jenis Teknologi untuk Penggunaan Pendidikan 31
BAB III PENUTUP..................................................................................... 33
A.Kesimpulan................................................................................. 33
B.Saran............................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 34

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar terjadi di mana-mana dan setiap hari untuk semua orang, tetapi apakah belajar
itu?Kebanyakan orang memiliki intuisi bahwa belajar menyiratkan kemampuan untuk
melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh pembelajar sebelumnya atau mengetahui
sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui oleh pembelajar.Dalam sebagian besar teori
psikologi, belajar didefinisikan sebagai perubahan terus-menerus dalam kinerja manusia atau
potensi kinerja (Lohr & Chang, 2005). Menurut Spector (2016), perubahan tersebut dapat
mencakup kemampuan, sikap, keyakinan, pengetahuan, dan keterampilan seseorang. Namun,
konsep dan prinsip utama pembelajaran bervariasi dengan teori pembelajaran di usia yang
berbeda. Teori pembelajaran merupakan kerangka kerja konseptual yang menggambarkan
bagaimana pengetahuan diserap, diproses, dan dipertahankan selama pembelajaran
(Simandan,2013).
Belajar adalah proses yang menyatukan pengalaman dan pengaruh pribadi dan
lingkungan untuk memperoleh, memperkaya atau memodifikasi pengetahuan,keterampilan,
nilai, sikap, perilaku, dan pandangan dunia seseorang. Teori belajarmengembangkan hipotesis
yang menggambarkan bagaimana proses ini berlangsung.Studi ilmiah tentang pembelajaran
dimulai dengan sungguh-sungguh pada awal abad ke-20. Behaviorisme,kognitivisme, sosio-
konstruktivisme, dan pandangan lain telahdiajukan sebagai penekanan pada gaya kognitif dan
teknologi pendidikan yangmuncul. Teori-teori ini akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Pikirkan tentang integrasi teknologi dan pendidikan dan bagaimana teori belajar berkembang
dari waktu ke waktu. Apakah Anda menemukan hubungan antara teknologi khusus danteori
pembelajaran? Bisakah Anda menjelaskan beberapa contoh? Pada makalah ini akan
dijelaskan terlebih dahulu pengertian pembelajaran dalam konteks teknologi. Kemudian akan
dibahas teori-teori belajar yang meliputi behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan
pandangan teori belajar lainnya. Terakhir, pembelajaran dengan peningkatanteknologi akan
dijelaskan secara singkat dan diuraikan dalam sub bab berikutnya.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah
ini sebagai berikut:
1. Apakah pengertian teknologi pendidikan?
2. Apa saja teori pembelajaran dalam konteks teknologi?
3. Bagaimana hubungan antara tujuan pembelajaran, pedagogi, dan teknologi?
1
38

C. Tujuan
Adapun tujuan berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan yaitu:
1. Dapat mengetahui pengertian teknologi pendidikan secara umum, tujuan dan ruang
lingkupnya.
2. Mengetahui macam-macam teori pembelajaran dan kaitannya dengan penggunaan
teknologi pembelajaran.
3. Mampu menganalisis hubungan antara tujuan pembelajaran, pedagogi, dan teknologi.
BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGENALAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


1.1.1 Tujuan dan Ruang Lingkup
Teknologi pendidikan mengacu pada penggunaan alat, teknologi, proses, prosedur,
sumber daya, dan strategi untuk meningkatkan pengalaman belajar dalam berbagai
pengaturan, seperti pembelajaran formal, pembelajaran informal, pembelajaran non-formal,
pembelajaran seumur hidup, pembelajaran sesuai permintaan, pembelajaran di tempat kerja,
dan pembelajaran tepat waktu. Pendekatan teknologi pendidikan berevolusi dari penggunaan
awal alat pengajaran dan telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir untuk
memasukkan perangkat dan pendekatan seperti teknologi seluler, realitas virtual dan
augmented, simulasi dan lingkungan imersif, pembelajaran kolaboratif, jejaring sosial,
komputasi awan, kelas terbalik kamar, dan lainnya.
Pendekatan dasar dalam buku ini adalah berbasis kompetensi. Kompetensi adalah
kumpulan pengetahuan, keterampilan, dan sikap (KSA) terkait yang memungkinkan
seseorang untuk melakukan tugas tertentu.Selain kompetensi dan keterampilan aspek sikap
dan nilai memainkan peran penting dalam motivasi, dan motivasi sangat penting untuk sukses
di hampir setiap usaha manusia dan terutama penting dalam bidang teknologi pendidikan
yang menantang.

1.1.2 Motivasi Awal


Cerita dan bentuk naratif lainnya dapat bermanfaat dalam memberikan konteks dan
juga motivasi. Inilah kisah yang benar-benar terjadi. “Singkat cerita, di akhir bulan kedua,
Charlie bisa berenang, agak canggung, dari satu sisi kolam ke sisi lainnya—bukan panjang
kolam, hanya lebarnya sekitar 10 m. Hari terakhir melibatkan orang tua dari anak-anak yang
telah mengikuti pelajaran renang. Orang tua Charlie datang dan kagum melihat dia berenang
di lebar kolam, sesuatu yang tak seorang pun mengira dia bisa melakukannya. Terkadang,
seseorang dapat melakukan lebih dari yang diharapkan oleh orang lain. Dalam hal ini,
komunitas renang setempat (termasuk penjaga pantai dan pengawas renang) mendukung
keinginan kuat Charlie untuk belajar berenang. Kisah ini melibatkan seorang siswa sekolah
menengah (Charlie) yang buta dan sebagian tuli sejak lahir. Charlie ingin belajar berenang
selama liburan musim panasnya. Inti dari cerita ini adalah untuk menekankan peran yang
dimainkan keinginan dalam mencapai hasil. Keinginan perlu didengar, diakomodasi, dan
didukung sejauh yang wajar dalam situasi tertentu.”

35
38

Berdasarkan cerita diatas, dari sudut pandang instruktur, sikap yang relevan adalah
membantu pembelajar, Charlie, mencapai tujuannya. Guru dan pelatih dapat membantu
peserta didik mengembangkan sikap yang tepat dalam hal ini yaitu keinginan untuk
menguasai sesuatu keterampilan (berenang). Guru dan pelatih kemudian perlu memiliki sikap
yang relevan jugayaitu, “Saya dapat membantu pelajar mencapai tujuan ini.” Tantangannya
adalah dua kali lipat kompleks bagi seseorang yang melatih instruktur renang karena orang
tersebut perlu memahami dan memotivasi peserta pelatihan dengan mengingat berbagai siswa
yang perlu dipahami dan dimotivasi oleh peserta pelatihan.Kompleksitas seperti itulah yang
sering dihadapi oleh para teknolog pendidikan dan perancang instruksional yang berurusan
dengan berbagai jenis orang, sumber daya, dan situasi.

1.1.3 Konsep Kunci


Sikap: disposisi mental atau cara berpikir tentang sesuatu (tempat, orang, peristiwa, aktivitas,
dll.); sikap terkait dengan orang percaya tertentu dan kesediaan mereka untuk terlibat dalam
kegiatan tertentu.
Kompetensi: satu set pengetahuan terkait keterampilan khusus dan sikan yang
memungkinkan seseorang melakukan tugas tertentu secara efektif.
Pendidikan: upaya sistematis untuk mengembangkan (a) pengetahuan dan keterampilan
dasar dan khusus, (b) kemampuan memecahkan masalah, (c) pekerja produktif, (d)
kemampuan penalaran tingkat tinggi, (d) warga negara yang bertanggung jawab, dan/atau (f)
pembelajar sepanjang hayat (Spektor, 2015).
Teknologi Pendidikan: “Studi dan praktik etis dalam memfasilitasi pembelajaran dan
meningkatkan kinerja dengan menciptakan, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber
daya teknologi yang tepat” (definisi AECT; Januszewski & Molenda, 2008, hlm. 1).
Pembelajaran: ditandai dengan perubahan yang stabil dan terus-menerus dalam apa yang
diyakini, diketahui, dan diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang mampu melakukan
(Spector, 2015).
Pembelajaran formal: urutan instruksi terstruktur untuk mendukung pembelajaran yang
disengaja biasanya diatur dalam konteks institusional dengan tujuan dan sasaran yang
eksplisit.
Pembelajaran informal: pembelajaran yang terjadi di luar konteks lingkungan formal;
contohnya sehari-hari; termasuk beberapa karyawisata, kegiatan museum, dan pengalaman
dan pembelajaran belajar informal insidental dimaksudkan dalam konteks untuk kegiatan
melengkapi atau melengkapi pengalaman dan kegiatan belajar formal (Spector, 2015).
38

Instruksi: yang dimaksudkan untuk mendukung, memfasilitasi, atau meningkatkan


pembelajaran dan kinerja (Gagné, 1985; Spector, 2015).
Desain instruksional: perencanaan, pembuatan, penyempurnaan, pemilihan, pengurutan,
pengelolaan dan evaluasi kegiatan dan sumber daya untuk mendukung tujuan dan sasaran
yang ditargetkan (Spector, 2015).
Pembelajaran yang disengaja: berorientasi pada tujuan, pembelajaran yang bertujuan umum
dalam formal belajar, dan situasi belajar di tempat kerja.
Pembelajaran sepanjang hayat: pembelajaran yang berkelanjutan sepanjang hidup individu;
itu biasanya sukarela, dipilih sendiri, dan diatur sendiri; upaya tersebut dapat dikaitkan
dengan kepentingan pribadi atau tujuan profesional (kadang-kadang disebut pembelajaran
seumur hidup).
Media: sarana untuk merepresentasikan, menyajikan, menyebarluaskan, dan menyimpan
informasi dalam berbagai format, beberapa di antaranya mungkin digital
Sumber daya multimodal: sumber daya yang ada dalam berbagai format dan modalitas
termasuk teks, audio, video, animasi, grafik, simulasi, dan realitas virtual dan augmented;
juga dikenal sebagai sumber daya multimedia; ledakan sumber daya multimodal di era digital
telah menciptakan kebutuhan untuk mengembangkan informasi, teknologi, literasi visual, dan
literasi digital selain literasi bahasa tradisional.
Pembelajaran nonformal: bentuk pembelajaran yang ada antara pembelajaran formal dan
informal yang biasanya agak terstruktur, mungkin memiliki tujuan, dan sering dikaitkan
dengan kegiatan yang terorganisir; banyak pembelajaran orang dewasa termasuk dalam
kategori kabur ini yang mencakup kegiatan seperti klub memasak, menari, dan membaca.
Teknologi: aplikasi pengetahuan yang praktis dan bertujuan (definisi tradisional terkait
dengan etimologi istilah dari bahasa Yunani—techné, atau keterampilan, dan logos, atau
alasan); penggunaan populer melibatkan hal-hal fisik seperti di smartphone, komputer tablet,
papan tulis interaktif, dan sebagainya; dalam konteks teknologi pendidikan dan sesuai dengan
definisi AECT, penggunaan dan penerapan pengetahuan dalam bentuk teknologi, media,
prosedur, dan sumber daya untuk mendukung berbagai aspek pembelajaran, pengajaran, dan
kinerja yang menjadi fokus dari teknologi pendidikan.

1.1.4 Prinsip yang Relevan


Orang belajar apa yang mereka lakukan:prinsip ini berasal dari psikologi perilaku
(misalnya, memperkuat perilaku yang diinginkan membuatnya lebih mungkin untuk terulang)
dan menemukan dukungan dalam ilmu saraf (misalnya, ketika suatu tindakan sering
38

diulang,koneksi saraf di otak yang terkait dengan tindakan itu diperkuat, membuatnya lebih
mungkin untuk terulang di masa depan); implikasi dari prinsip dasar ini adalah bahwa
kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan mempertimbangkan kinerja masa depan yang
diinginkan.Semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang untuk tugas belajar, semakin
besar kemungkinan orang tersebut menguasai tugas tersebut.

1.1.5 Mendefinisikan Teknologi Pendidikan


Istilah “teknologi pendidikan” secara luas digunakan dalam profesi pendidikan maupun
di masyarakat umum. Sepertinya tidak perlu definisi istilah yang umum digunakan seperti itu.
Namun, asumsi seperti itu dapat dibuat untuk penggunaan sehari-hari istilah "filsafat" dan
banyak istilah lain yang mengidentifikasi bidang pengejaran ilmiah. Seperti yang terjadi di
sebagian besar kasus tersebut, berbagai komunitas profesional dan ilmiah telah memberikan
definisi khusus dari istilah tersebut sebagai cara untuk memperjelas tujuan dan ruang lingkup
disiplin. Dalam hal ini, kita mulai dengan definisi yang diberikan oleh Association for
Educational Communications and Technology (lihat www.aect.org): “studi dan praktik etis
untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan menciptakan,
menggunakan, dan mengelola proses dan sumber daya teknologi yang sesuai.” (Januszewski
& Molenda, 2008, hal. 1).
Dalam penjabaran definisi AECT, kami mencatat bahwa merancang, mengadaptasi,
menyesuaikan, menerapkan, menguji, menyebarkan, dan mengevaluasi sumber daya,
kegiatan, dan pembelajaran dan alat instruksional dimaksudkan untuk memfasilitasi
pembelajaran, kinerja, dan instruksi termasuk dalam ruang lingkup disiplin. Selain itu, kami
menekankan pengertian praktik dalam definisi karena dua alasan. Pertama, secara langsung
diselaraskan dengan derivasi dasar Yunani dari istilah pertama, techné, yang melibatkan
pengertian keterampilan. Kedua, di seluruh volume ini akan ada penekanan pada penggunaan
teknologi yang efektif untuk mendukung atau memfasilitasi pembelajaran, kinerja, dan
pengajaran. Gagasan itu selaras terutama dengan istilah kedua, logos, yang melibatkan
gagasan akal. Dalam istilah biasa, orang kemudian dapat mengatakan bahwa teknologi
pendidikan melibatkan penggunaan teknologi yang beralasan dan efektif untuk mendukung
atau memfasilitasi pembelajaran, kinerja, dan pengajaran.
38

Tabel 1.1 Elaborasi Teknologi Pendidikan

Singkatnya, penggunaan teknologi, alat, teknik, sumber daya, dan proses yang efektif
untuk mendukung pembelajaran, kinerja, dan instruksi itulah yang menjadi fokus disiplin
yang disebut teknologi pendidikan. Tabel 1.1 memberikan gambaran tentang diskusi ini.

1.1.6 Mendefinisikan Teknologi Pendidikan


Belajar adalah proses alami yang berkelanjutan yang terjadi dalam situasi yang
terorganisir serta dalam kegiatan sehari-hari. Dengan demikian, sejarah pembelajaran
bertepatan dengan sejarah manusia. Pengajaran juga memiliki sejarah panjang yang kira-kira
bertepatan dengan sejarah keluarga dan suku manusia. Berbagai alat dan teknik telah
digunakan untuk mendukung pengajaran dan pembelajaran sepanjang zaman, sehingga dapat
disimpulkan bahwa teknologi pendidikan memiliki sejarah yang sangat panjang (Spector &
Ren, 2015).
Adalah umum untuk membagi sejarah manusia ke dalam periode atau zaman yang luas
seperti periode primitif, periode pertanian, periode industri, era informasi, dan era masyarakat
cerdas yang muncul.Pada awal sejarah manusia, ada kemungkinan bahwa benda-benda nyata
digunakan untuk mendukung pembelajaran. Misalnya, seorang penatua yang mengajar anak
kecil berburu mungkin menggunakan tombak yang sebenarnya untuk membantu anak belajar
membidik dan melempar, mungkin awalnya ke pohon daripada ke binatang. Sempoa adalah
alat penghitung awal yang digunakan untuk melacak inventaris, dan penggunaannya harus
dilatih karena tanggung jawab dialihkan dari satu orang ke orang lain.
Penemuan mesin cetak Gutenberg pada abad kelima belas memungkinkan untuk
berbagi informasi dan pengetahuan dengan kelompok individu yang jauh lebih luas daripada
sebelumnya. Penggunaannya telah menyebar luas di Eropa pada abad keenam belas, dan buku
menjadi sumber utama yang digunakan dalam banyak pengaturan pendidikan.Perlu dicatat
bahwa butuh seratus tahun atau lebih agar teknologi mesin cetak dapat diadopsi secara luas.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan smartphone untuk diadopsi secara luas? Mesin cetak
mengubah pembelajaran dan pengajaran serta pengaturan sosial, politik, dan ekonomi
38

meskipun butuh beberapa ratus tahun untuk transformasi itu terjadi. Apakah efek
transformatif serupa mungkin terjadi karena teknologi baru dan yang muncul?
Pada abad kesembilan belas, media non-teks tiba dengan penemuan daguerreotype
(kamera awal) pada tahun 1839 dan transmisi nirkabel elektromagnetik gelombang (radio
awal) dan kinetoskop (gambar bergerak) pada tahun 1890-an (Spector & Ren, 2015). Abad
ke-20 adalah saat teknologi untuk mendukung pembelajaran, kinerja, dan instruksi meningkat
pesat, dengan televisi dan animasi pada paruh pertama abad ini dan komputer serta Internet
pada paruh kedua abad ini. Jelas bahwa teknologi berubah. Teknologi berubah pada tingkat
yang terus meningkat. Apakah laju perubahan yang cepat ini akan terus berlanjut?
Teknologi mengubah apa yang dilakukan orang. Banyak yang mengatakan bahwa
mesin cetak mengubah pendidikan. Sebelum pengenalan buku cetak, pendidikan terbatas pada
kelompok kecil orang-orang yang dipilih secara khusus, dan pelatihan dilakukan dalam
pengaturan satu-ke-satu atau satu-ke-beberapa, biasanya di tempat kerja atau di hadapan
seorang guru/mentor. Buku membawa informasi kepada massa dan memungkinkan adanya
kelompok yang lebih besar yang terlibat dalam pendidikan dan untuk melengkapi pelatihan
dengan materi yang dapat dipelajari di luar tempat kerja. Pembelajaran formal menjadi lebih
standar dan juga lebih tersedia. Dari Akademi Plato yang didirikan di Athena sekitar tahun
387 SM dengan sejumlah kecil siswa hingga Universitas Martin Luther Halle-Wittenburg
yang didirikan pada tahun 1502, terjadi perubahan dari sekelompok kecil siswa yang
mengikuti pengajaran lisan satu guru ke lembaga publik dengan siswa mengikuti beberapa
guru dan menggunakan teks standar.
Teknologi mengubah apa yang dapat dilakukan orang. Sebagai teknologi baru muncul,
menjadi mungkin untuk mewakili informasi dan pengetahuan dalam berbagai bentuk,
termasuk gambar, grafik, animasi, dan film. Berbagai mode representasi telah muncul. Selain
itu, berbagai bentuk komunikasi juga telah muncul. Selain modalitas komunikasi tatap muka
satu-ke-satu dan satu-ke-banyak, ada berbagai bentuk komunikasi digital, termasuk ruang
obrolan Internet, konferensi video, forum diskusi, jejaring sosial, dan banyak lagi.

Gambar 1.2 Ekspansi teknologi pendidikan


yang cepat
38

1.2 Ruang Lingkup Teknologi Pendidikan


Cakupan teknologi pendidikan cukup besar karena melibatkan penerapan dan praktik
penggunaan teknologi (dalam bentuk alat, teknik, sumber daya, proses, dll.) untuk
mendukung, memfasilitasi, dan meningkatkan pembelajaran, kinerja, dan pengajaran.

1.2.1 Penilaian Kebutuhan


Penilaian kebutuhan adalah cara untuk mengidentifikasi gejala dan kemungkinan
penyebab yang mendasari sehingga menghasilkan pernyataan yang jelas tentang masalah
yang akan ditangani. Penting untuk menghabiskan waktu dan usaha dalam menentukan
masalah dan kebutuhan terkait untuk menghindari pengerjaan ulang yang tidak perlu atau
memecahkan masalah yang salah. Misalnya kasus terhadap hasil penelitian bahwa dari 73%
siswa SMA yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi ternyara 53% diantaranya putus di tahun
kedua, karena tidak siap menghadapi kerasnya perkuliahan.

1.2.2 Persyaratan dan Analisis Kelayakan


Setelah masalah dan kebutuhan telah diidentifikasi, tujuan atau sasaran dari upaya
dapat diidentifikasi. Tujuan-tujuan ini juga membentuk dasar untuk menentukan sejauh mana
upaya berhasil setelah solusi dikembangkan dan disebarkan. Sekarang mungkin untuk mulai
mempertimbangkan pendekatan solusi dan solusi. Analisis kebutuhan menciptakan kerangka
kerja untuk pendekatan solusi.

1.2.3 Desain/Desain Ulang


Merancang dan merencanakan kegiatan pembelajaran, memilih dan mengurutkan
sumber daya, membuat unit instruksi, dan menentukan penilaian formatif dan sumatif adalah
tugas khas yang harus diselesaikan saat kursus sedang dirancang. Selama fase desain suatu
upaya, atau terkadang lebih awal, biasanya merupakan ide yang baik untuk membuat rencana
implementasi untuk memandu pengembangan dan penerapan serta rencana evaluasi yang
mencakup evaluasi formatif dan sumatif.

1.2.4 Pengembangan
Setelah desain ditentukan, dimungkinkan untuk mulai mengembangkan dan
mengimplementasikan kursus. Rencana implementasi dapat memandu proses ini. Proses
pengembangan ini kemungkinan akan melibatkan ahli konten dan sejumlah spesialis
38

(misalnya, spesialis media, programmer, dan spesialis sistem). Pada titik pengembangan
kursus ini, sejumlah kendala mungkin harus diatasi dan kompromi dibuat, yang harus
didokumentasikan. Konsekuensi UUPS lainnya adalah bahwa sumber daya jarang memadai
untuk melakukan apa yang menurut Anda dan tim harus dilakukan. Kompromi seringkali
diperlukan. Namun, yang jarang dijanjikan adalah tujuan yang dimaksudkan dari upaya
tersebut.

1.2.5 Penerapan
Sebelum penerapan skala penuh di seluruh sekolah atau basis yang lebih besar,
umumnya bijaksana untuk mencoba kursus dengan sekelompok kecil siswa yang
representatif, termasuk siswa yang berprestasi tinggi dan mereka yang tidak berprestasi baik.
Kemungkinan uji coba lapangan seperti itu akan menghasilkan kebutuhan untuk membuat
perubahan dalam desain dan/atau pengembangan kursus. Sekali lagi, ini adalah langkah dalam
pendekatan penelitian desain dan harus didokumentasikan dengan baik, seperti halnya setiap
langkah dalam proses yang berkembang ini.

1.2.6 Manajemen
Kemungkinan penekanan akan bergeser dari teknolog pendidikan ke administrator
sistem dan ahli konten yang akan memantau kemajuan dan melaporkan masalah kembali ke
tim teknologi pendidikan jika terjadi. Rencana harus dibuat untuk (a) memantau kemajuan
siswa, (b) mengumpulkan dan melaporkan hasil kinerja siswa, persepsi, dan reaksi, dan (c)
melacak siswa setelah kelulusan. Dalam beberapa kasus, diperlukan rencana pengelolaan;
untuk upaya skala besar, rencana seperti itu disarankan bahkan jika tidak diperlukan.

1.2.7 Evaluasi
Rencana evaluasi biasanya mencakup rencana evaluasi formatif (misalnya, kesetiaan
studi implementasi yang biasanya mendokumentasikan kemajuan dan mencakup wawancara
dan observasi) dan rencana evaluasi sumatif (misalnya, studi dampak). Seperti disebutkan
sebelumnya, rencana evaluasi sering dikembangkan di awal upaya.

1.2.8 Dukungan
Dukungan untuk upaya teknologi pendidikan berjalan sepanjang proses. Mencegah
persyaratan dan kebutuhan dukungan penambangan terjadi di awal proses. Mengidentifikasi
38

personel kunci dan melatih mereka dimulai sejak dini dan berlanjut sepanjang desain,
pengembangan, dan penerapan.
1.2.9 Pelatihan
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan kemudian membantu menyiapkan dan
mengimplementasikan materi dan sesi pelatihan adalah penting dalam memastikan
keberhasilan proyek teknologi pendidikan yang inovatif. Tenaga pengajar dan staf pendukung
jelas perlu dilatih untuk mendukung kursus baru dengan baik

1.3 Dimensi Teknologi Pendidikan


Teknologi pendidikan tidak hanya merupakan perusahaan multi-disiplin tetapi juga
multifaset, memiliki sejumlah dimensi untuk dipertimbangkan mengingat proses yang dibahas
di atas dan peran yang akan dibahas di bawah. Salah satu hal yang membuat teknologi
pendidikan menjadi profesi yang menarik adalah keragaman orang, masalah, kebutuhan,
teknologi, dan solusi yang terlibat.

1.3.1 Komunikasi/Koordinasi
Ketika melakukan penelitian untuk membangun kompetensi bagi para profesional yang
terlibat dalam berbagai aspek teknologi pendidikan, Dewan Standar Internasional untuk
Pelatihan, Kinerja dan Instruksi (ibstpi) menemukan bahwa bidang keterampilan yang paling
kritis adalah komunikasi (lihat berbagai standar yang ada di http:/ /ibstpi.org/). Kompetensi
komunikasi meliputi keterampilan lisan, tulisan, dan pendengaran serta kemampuan untuk
menggunakan berbagai modalitas komunikasi dan bentuk representasi secara efektif. Seiring
dengan keterampilan komunikasi yang efektif, keterampilan koordinasi yang terkait
(misalnya, berkolaborasi, berkompromi, mengelola, memimpin). Sayangnya, sangat sedikit
upaya yang dilakukan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dan koordinasi di
banyak program akademik di mana penekanannya cenderung pada penguasaan materi
pelajaran.

1.3.2 Konten/Sumber Daya


Dengan munculnya Internet, sumber daya yang dapat diakses oleh ahli teknologi
pendidikan dan pakar konten untuk dimasukkan ke dalam lingkungan belajar sangatlah
besar.Salah satu cara untuk menangkap kompleksitas dimensi ini adalah dalam hal hierarki
yang dimulai dengan sumber daya informasi di dasar piramida (lihat Gambar 1.3). Informasi
yang telah ditentukan dapat diandalkan dan akurat dapat dianggap sebagai pengetahuan dan
38

kandidat untuk dimasukkan di antara sumber belajar.

Gambar 1.3 Hirarki


sumber daya. Diadaptasi dari Spesctor (2015)

1.3.3 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak


Selain harus berurusan dengan begitu banyak sumber belajar, ahli teknologi pendidikan
harus mengenal, memahami, dan/atau mengelola berbagai macam perangkat dan perangkat
lunak terkait. Jika seseorang hanya berfokus pada komputer untuk dijadikan sebagai
perangkat pengantar atau pendukung utama, maka masih banyak hal yang harus diperhatikan,
antara lain berbagai workstation, komputer pribadi, komputer tablet, komputer genggam, dan
sebagainya dengan berbagai pengoperasian. sistem, perangkat lunak, konfigurasi jaringan,
sistem berbasis cloud, dan banyak lagi. Bisa dikatakan bahwa harga kompetensi sebagai
teknolog pendidikan adalah pengembangan profesional yang hampir konstan.

1.3.4 Implementasi
Teknologi pendidikan tidak hanya perlu mengetahui dan memahami bagaimana orang
belajar dan sumber daya serta perangkat yang dapat mendukung pembelajaran, mereka juga
perlu mengetahui bagaimana melakukan berbagai hal untuk membuat dukungan pembelajaran
menjadi nyata dan efektif (Hartley et al., 2010). Dalam beberapa kasus, ini dapat berupa
transfer yang dapat diandalkan sumber daya berbasis teks ke dalam bentuk visual. Dalam
kasus lain, mungkin memerlukan penyertaan dukungan untuk forum diskusi dan ruang
obrolan. Dalam kasus lain, dukungan mungkin memerlukan pengumpulan dan analisis
tindakan dan masukan pembelajar. Secara umum, teknolog pendidikan perlu memahami apa
yang dilakukan guru, siswa, dan personel pendukung untuk menyediakan alat dan teknologi
38

yang tepat guna membantu mereka lebih efektif dan produktif dalam berbagai aktivitas
mereka.

1.3.5 Media dan Format Representasi


Seiring dengan ledakan sumber daya yang tersedia di Internet telah muncul berbagai
macam format representasi. Seperti yang ditunjukkan oleh garis waktu teknologi pendidikan,
teks, gambar, audio, dan video terjadi dominan pada abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-
20.Di dalam masing-masing kategori media tersebut terdapat berbagai macam jenis, seperti
foto hitam putih, grafik beserta teks, dan sebagainya. Dengan munculnya komputasi dan
Internet, cara dan sarana untuk merepresentasikan sumber daya pengetahuan tumbuh secara
dramatis.

1.4 Perspektif Teknologi Pendidikan


Seperti yang dirujuk sebelumnya, karya Hartley dan rekan (2010) dalam mengembangkan
kurikulum untuk domain luas teknologi pembelajaran lanjutan menghasilkan pekerjaan dasar
penting yang berkaitan dengan pemahaman pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang
dibutuhkan teknologi pendidikan. Pekerjaan mereka melibatkan banyak survei profesional
dan akademisi, tinjauan terperinci dari literatur penelitian dan praktik, wawancara, dan diskusi
kelompok fokus selama periode tiga tahun. Karena tujuannya adalah untuk membuat
kerangka kurikulum, maka dianggap tepat untuk mengadopsi kerangka kompetensi. Sebagai
hasilnya disusun, lima kelompok kompetensi terkait muncul:
1. Ranah kompetensi pengetahuan seperti yang sudah jelas pada poin diskusi ini, seorang
teknolog pendidikan harus memiliki pengetahuan yang berkembang dengan baik di
sejumlah bidang, termasuk psikologi pembelajaran, interaksi manusia-komputer, psikologi
sosial, desain instruksional, perangkat lunak engineering, integrasi teknologi, dan
sebagainya.
2. Domain kompetensi proses—memahami apa yang mungkin berkaitan dengan berbagai
perangkat dan perangkat lunak sangat penting bagi seorang teknolog pendidikan. Menjaga
pemahaman terkini tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan serta berapa biayanya
dan dengan keahlian apa yang diharapkan dari seorang profesional teknologi pendidikan.
3. Domain kompetensi aplikasi—teknolog pendidikan seringkali bertanggung jawab untuk
mewujudkan sesuatu, seperti mengambil spesifikasi untuk lingkungan belajar atau kursus
dan menerjemahkan spesifikasi tersebut menjadi kenyataan;
38

4. Domain kompetensi pribadi dan sosial—pekerjaan teknolog pendidikan ditawarkan dalam


konteks tim yang melibatkan orang-orang dengan latar belakang dan keahlian yang
berbeda; seperti yang ditunjukkan sebelumnya, keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan
koordinasi yang efektif sangat penting untuk kesuksesan sebagai praktisi profesional.
5. Bidang kompetensi inovasi dan kreativitas—teknologi dan pendekatan baru dalam
pembelajaran menciptakan kebutuhan bagi para profesional untuk menjadi fleksibel dan
kreatif dalam memanfaatkan sumber daya dan teknologi yang tepat untuk mencapai hasil
yang diinginkan.

1.5 Teknologi yang Muncul dan Perubahan Konteks


Salah satu keyakinan dasar yang memandu buku ini melibatkan perubahan. Belajar
dicirikan oleh perubahan yang stabil dan terus-menerus dalam apa yang diketahui dan dapat
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Memantau perubahan dan kemajuan
pembelajaran adalah salah satu hal yang perlu dipahami oleh para teknolog pendidikan,
seperti halnya guru dan peserta didik. Teknologi berubah, seperti yang ditunjukkan dalam
pembahasan sebelumnya tentang sejarah teknologi pendidikan. Perubahan teknologi terjadi
pada tingkat yang meningkat, seperti disebutkan sebelumnya. Selain itu, ada perubahan dalam
cara pembelajaran formal dikonseptualisasikan dan diorganisir. Dunia teknolog pendidikan
didominasi oleh perubahan, dan berbagai hal yang berubah itu saling mempengaruhi. Sebuah
teknologi baru dapat memperkenalkan pendekatan baru untuk mengajar. Berikut beberapa
komentar tentang teknologi baru dan konteks yang berubah.

1.5.1 Teknologi Baru


Apa saja teknologi yang muncul? Dalam kategori perangkat dan perangkat keras,
printer 3D dan perangkat komputasi yang dapat dipakai menjadi pertimbangan. Printer tiga
dimensi sudah memiliki dampak yang terkait dengan gerakan yang disebut ruang pembuat,
dimana peserta didik terlibat dalam penggunaan printer 3D untuk membuat dan menguji objek
atau artefak dalam konteks pembelajaran sambil melakukan dan pembelajaran berbasis
desain. Perangkat yang dapat dikenakan seperti jam tangan pintar dan layar yang dipasang di
kepala yang mendukung Internet ada dan pasti akan menemukan jalan mereka ke dalam
berbagai situasi pembelajaran dan instruksional.

1.5.2 Mengubah Konteks


38

Apa kemungkinan dampak dari teknologi baru dan yang muncul pada pembelajaran
dan konteks pembelajaran? Beberapa membayangkan dunia di mana setiap orang memiliki
akses ke kumpulan pengetahuan dan kebijaksanaan umat manusia bersama dengan perangkat
dan mekanisme pembelajaran dan pembelajaran otomatis; beberapa bahkan meramalkan
hilangnya sekolah dan guru di dunia seperti itu. Kami tidak berbagi visi tertentu tentang masa
depan, meskipun kami dengan jelas mengakui bahwa lingkungan belajar formal berubah
seiring dengan peningkatan sumber daya dan lingkungan belajar informal. Perubahan nyata
dalam konteks formal melibatkan pertumbuhan pesat pembelajaran online. Pendekatan
pedagogis juga berubah. Sejak diperkenalkannya simulasi interaktif pada akhir abad
sebelumnya, penekanan pada belajar dengan melakukan semakin meningkat, kadang-kadang
juga disebut sebagai pembelajaran otentik atau pembelajaran situasional. Augmented dan
virtual reality dan lingkungan imersif telah secara signifikan meningkatkan kekuatan simulasi
interaktif. Akibatnya, aplikasi tersebut diharapkan terus berubah dan mempengaruhi
bagaimana pengetahuan dan keahlian dikembangkan.

1.6 Peran Teknolog Pendidikan


Berikut ini adalah tinjauan singkat tentang jabatan, peran, dan tanggung jawab yang
terkait dengan profesional teknologi pendidikan; itu tidak dimaksudkan untuk menjadi
lengkap atau komprehensif dari berbagai peran di mana teknolog pendidikan ditempatkan
• Perancang instruksional: bertanggung jawab untuk merencanakan, menganalisis,
merancang, mengembangkan, memodifikasi, menerapkan, mengevaluasi, dan/atau
mengelola berbagai kursus, sistem instruksional, dan lingkungan pembelajaran.
• Manajer proyek instruksional : bertanggung jawab untuk memimpin proyek
pengembangan instruksional, mengarahkan program pendidikan, dan/atau
• Administrator sistem : bertanggung jawab untuk mengelola dan mendukung sistem
pendidikan, sistem manajemen konten, sistem manajemen pembelajaran, dan/atau
lingkungan jaringan yang digunakan untuk mendukung pembelajaran dan pengajaran
• Evaluator : bertanggung jawab atas evaluasi formatif dan sumatif pelajaran, kursus,
program, sistem pembelajaran, dan/atau lingkungan pembelajaran • Instruktur bertanggung
jawab memimpin unit pengajaran, membimbing siswa, dan/atau memberikan bimbingan
belajar dan umpan balik dalam konteks formal konteks belajar.

Terminologi seringkali merupakan komponen penting untuk mendapatkan


kompetensi dalam domain tertentu. Oleh karena itu, kami telah menyertakan definisi istilah-
38

istilah kunci di setiap bab dalam upaya untuk menggunakan istilah-istilah tersebut seperti
kebanyakan ahli teknologi pendidikan. Cara lain untuk merepresentasikan kompleksitas
teknologi pendidikan adalah dengan model Robert Tennyson (1995) Fourth-Generation
Instructional Systems Development (ISD) (lihat Gambar 1.4). Perhatikan bahwa dalam
konteks ini, pengertian "pembangunan" mencakup seluruh siklus hidup perencanaan,
pelaksanaan, pengelolaan, dan evaluasi upaya pendidikan.

Gambar 1.4 Model ISD Generasi Keempat Tennyson (digunakan dengan izin)

II. PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS TEKNOLOGI


2.1 Pendahuluan
Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar oleh individu untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari
tidak terampil menjadi terampil untuk melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar
memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun juga bagaimana
melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya
menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu
sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan
lingkungan.Dalam proses merancang dan mengembangkan instruksionalsistem,lingkungan
38

belajar dan kegiatan belajar, terdapat beberapa teori belajar yang relevan dan perspektif
psikologis diantaranya yaitu teori behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme,
konektivisme, dan humanisme.

2.2 Teori Pembelajaran


Dalam teori psikologi belajar didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi secara terus-
menerus dalam kinerja manusia atau potensi kinerja (Lohr & Chang, 2005). Menurut Spector
(2016), perubahan tersebut dapat mencakup kemampuan,sikap, keyakinan, pengetahuan, dan
keterampilan seseorang. Namun, konsep danprinsip utama pembelajaran bervariasi dengan
teori pembelajaran di usia yangberbeda. Teori pembelajaranmerupakan kerangka kerja
konseptual yangmenggambarkan bagaimana pengetahuan diserap, diproses, dan
dipertahankan selamapembelajaran (Simandan, 2013). Berikut beberapa teori pembelajaran
menurut beberapa ahli:

2.2.1 Behaviorisme
Behaviorisme dielaborasi oleh Watson, antara lain. Watson adalah seorang psikolog
Amerika yang penelitiannya diterbitkan pada awal abad ke-20.Perwakilan utama
behaviorisme termasuk John B. Watson (1878–1958), Burrhus F.Skinner (1904–1990), dan
Edward L. Thorndike (1874–1949). Behaviorisme berfokus pada hal-hal yangdapat diamati
secara langsung untuk menjelaskanpembelajaran (Spector, 2016).Apa yang diamati secara
langsung dan diyakini palingrelevan dengan pembelajaran adalah hal-hal langsung yang
diperoleh di lingkungan pembelajar, danpaling dekat bersebelahan dalam waktu dan tempat
dengan pembelajaran yangditargetkanyang disebut kondisi stimulus untuk belajar. Respon
pembelajar terhadapstimulus juga dapat diamati secara langsung dan berfungsi sebagai
indikatorpembelajaran (Spector, 2016). Pola penguatan yang berbeda (yaitu, terus menerus
atau intermiten) telah terbuktimemiliki dampak yang berbeda terhadap hasil belajar (Ferster &
Skinner, 1957).Behaviorisme juga menekankan pentingnya lingkungan selama pembelajaran
individu.Menurut teori behaviorisme, mengajar adalah mengendalikan
belajarlingkunganuntuk mencapai hasil yang diinginkan, dan metode utama untuk
mengendalikanperilaku belajar adalah memperkuat respon yang benar.
Gagasan utama behaviorisme meliputi sebagai berikut:
 Proses belajar adalah upaya dan kesalahan bertahap sampai sukses konsisten.
 Kunci keberhasilan belajar tergantung pada penguatan.
 Belajarmelibatkan rangkaian stimulus-respons.
38

Edward L. Thorndike (1905) mengembangkan teori pembelajaran stimulus-respons


(SR). Dalam teori stimulus-respons, pengetahuan didefinisikan sebagai kumpulan respons
khusus pembelajar terhadap rangsangan yang direpresentasikan dalam tujuan perilaku
(Koehler & rekan, 2014). Edward L. Thorndike mencatat bahwa respons(atau perilaku)
diperkuat atau dilemahkan oleh konsekuensi perilaku: (1) responsterhadap stimulus diperkuat
bila diikuti oleh efek penghargaan yang positif, dan (2)respons terhadap stimulus menjadi
lebih kuat. dengan latihan dan pengulangan.

Dampak pada pengajaran


Burrhus F. Skinner (1953)mengusulkan pengkondisian operan. Pengondisian operan
adalah jenis pembelajaran di mana kekuatan perilaku dimodifikasi oleh konsekuensi perilaku,
seperti hadiah atau hukuman. Dalam pengkondisian operan, rangsangan hadir ketika suatu
perilaku dihargai atau dihukum untuk mengendalikan perilaku itu. Misalnya, seorang anak
mungkin belajar membuka kotak untuk memasukkan permen ke dalamnya, ataubelajar
menghindari menyentuh kompor yang panas; kotak dan kompor adalahrangsangan
diskriminatif. Menurut pengkondisian operan, kemungkinan perilakuyang terjadi dalam
skenario ini ditingkatkan oleh penguatan. Belajar dipahami sebagai pendekatan langkah demi
langkah atau berturut-turut dari perilaku parsial yang dimaksudkan dengan menggunakan
hadiah dan hukuman.

Instruksi terprogram didasarkan pada pengkondisian operan Skinner. Ini adalah


metodepenyajian materi pelajaran baru bagi siswa dalam urutan langkah-langkah terkontrol
yang dinilai.

 Menurut instruksi terprogram, buku teks dibagi menjadi bingkai-bingkai kecil dan
langkahlangkah kecil, dan setiap bingkai memiliki tujuan masing-masing. Peserta didik
dapatmencapai tujuannya melalui prosedurpembelajaran tertentu.

 Siswa mengerjakan materi yang diprogram sendiri dengankecepatan mereka


sendiri.Setelah setiap langkah, kita dapat menguji pemahaman mereka dengan
menjawabpertanyaan ujian atau mengisi diagram. Mereka kemudiansegera diperlihatkan
jawabanyang benar atau diberi informasi tambahan (The Columbia Encyclope dia, 2001).

 Instruksi bersifat mandiri, dan pembelajar diminta untuk aktif dengan menyelesaikan
latihandan tes dan melanjutkan berdasarkan umpan balik dari instruksi.
38

Hakikat Behaviorisme
Behaviorisme adalah perubahan tingkah laku lahiriah yang disebabkan oleh lingkungan.
Dampak pada pengajaran adalah bahwa hasil yang diinginkan dapatdicapaimelalui
pengendalian lingkungan belajar, sedangkan tindakan utamapengendalianpembelajaran
meliputi pemberian stimulus, pemberian latihan, umpanbalik dan penguatan, seperti
penguatan respon yang benar.

2.2.2 Kognitivisme
Psikologi kognitivisme dimulai pada akhir 1950-an dan menjadi dominan pada akhir
1970-an dan awal 1980-an. Perwakilan utama antara lain adalah Jean Piaget (1896–1980),
Jerome S. Bruner (1915–2016), David P. Ausubel (1918–2008), dan Robert M. Gagné (1916–
2002).Untuk menjelaskan beberapa perilaku manusia, para psikolog beralih untuk menyelidiki
pemrosesan informasi dalampikiran yang dianggap sebagai kotak hitam yang tidak dapat
diamati oleh parabehavioris (Spector, 2016). Orang tidak lagi dipandang sebagaikumpulan
tanggapanterhadap rangsangan eksternal seperti yang dipahami oleh para behavioris,
tetapisebagai pengolah informasi.

Gagasan utama
Dalam psikologi kognitif, belajar dikonseptualisasikan sebagai perolehan pengetahuan.
Pelajar akan menyerap informasi, melakukan operasikognitif diatasnya, dan menyimpannya
dalam ingatan.Menurut kognitivisme, belajar bukanlah urutan stimulus-respons, tetapi
pembentukan struktur kognitif. Peserta didiktidak hanya sekedar menerima rangsangan secara
mekanis dan bereaksi secara pasif,melainkan peserta didik memproses rangsangan dan
menentukan respon yang tepat.Kognitivisme berakar pada psikologi kognitif dan teori
pemrosesan informasi.
Cara terbaik untuk memperkenalkan kognitivisme menurut Anderson (1983) adalah
dengan menggunakan modelpemrosesan informasi ACT-R. Teori pemrosesan informasi
melibatkan bagaimana orang menerima, menyimpan, mengintegrasikan, mengambil, dan
menggunakaninformasi. Ide dasar dari teori pemrosesan informasi adalah bahwa pikiran
manusiaseperti komputer atau pemroses informasi.Model ini mengusulkan bahwa
informasidiproses dan disimpan dalam tiga tahap, yaitu (1) memori sensorik, (2) memori
jangka pendek,dan (3) memori jangka panjang. Mereka diasumsikan menerima informasi
darilingkungan dan mengubahnya untuk disimpan dan digunakan dalam memori dankinerja
(Huitt, 2003).
38

Lingkungan pelajar mengaktifkan reseptor (indera), daninformasi kemudian


ditransmisikan melalui memori sensorik ke memori jangkapendek dalam pola yang dipilih
dan dikenali (7 plus atau minus 2 potongan informasi). Informasi disimpan dalam memori
jangka pendek selama sekitar 20-30 detik (kecualidilatih), dan kemudian, informasi yang
diperoleh diubah oleh proses yang dikenal sebagai pengkodean semantik ke bentuk yang
memasuki memori jangka panjang(Kognitivisme dan Model Pembelajaran Gagne, 1970).
Dengan memori sensorik, pembelajarmelihat pola-pola terorganisir di lingkungan dan
memulai proses pengenalan dan pengkodean pola-pola ini.
Memori jangka pendek (memori kerja) memungkinkan pembelajar
menyimpaninformasi secara singkat dalam pikiran untuk lebih memahaminya
danmenghubungkannyadengan informasi lain yang sudah ada dalam memori jangkapanjang.
Sedangkan memori jangka panjang memungkinkan pelajar untuk mengingat dan
menerapkaninformasi lama setelah itu awalnya dipelajari.

Dampak pengajaran
Adapun dampak dari pembelajaran kognitivisme adalah sebagai berikut:
(1) Dalam desain instruksi berbantuan komputer, orang mulai memperhatikan proses
psikologisinternal peserta didik dan kemudian mulai mempelajari dan
menekankankarakteristik psikologis dan struktur kognitif peserta didik.
(2) Pendidik tidak lagi menganggap belajar sebagai respon pasif pembelajar terhadap
rangsangan eksternal, tetapi menganggap belajar sebagai melibatkan sikap, kebutuhan,
minat, hobi, dan struktur kognitif.
(3) Tugas guru adalah berusaha membangkitkan minat dan motivasi peserta didik kemudian
memadukan isi pengajaran yang ada dengan pengetahuan dan pengalamanasli peserta
didik.

Tabel 2.1 Peristiwa Instruksional dan Proses Mental Internal (Gagné, Taruhan,Golas,
&Keller, 2005)

Peristiwa Instruksional Proses Mental Internal


1. Mendapatkan perhatian Rangsangan mengaktifkan reseptor
2. Menginformasikan kepada pesdik tentang Menciptakan tingkat harapan untuk belajar
tujuan
3. Merangsang mengingat kembali pengetahuan Pengambilan dan aktivasi memori jangka pendek
sebelumnya
4. Menyajikan isinya Persepsi selektif konten
5. Memberikan bimbingan untuk belajar Pengkodean semantik untuk penyimpanan memori
jangka panjang
6. Mendapatkan “latihan kerja” Menanggapi pertanyaan untuk meningkatkanenkode
dan verifikasi
7. Berikan umpan balik yang informatif Penguatan dan penilaian kinerja yang benar
8. Nilai tes kinerja, jika pelajaran telah dipelajari Pengambilan dan penguatan konten sebagai
evaluasi akhir
9. Tingkatkan retensi dan transfer Pengambilan dan generalisasi keterampilan yang
dipelajari ke situasi baru
38

2.2.3 Konstruktivisme

Konstruktivisme muncul pada 1970-an dan 1980-an sebagai perpanjangan


darikognitivismeyang mencakup penekanan pada konstruksi mental internal danpengaruh
orang lain pada pembelajaran individu. Gagasan utamanya didasarkan padakarya John Dewey
(1859–1952) dan Lev Vygotsky (1896–1934).
Gagasan utama
Konstruktivisme berpendapat bahwa belajar adalah proses mengkonstruksi
representasipsikologis internal dalam proses interaksi dengan lingkungan. Membantu peserta
didik melibatkan membantu mereka untuk memahamisifat, keteraturan,dan hubungan batin
antara hal-hal yang berkaitan (Chen & Liu, 2011). Elemen dasar konstruktivisme
meliputikonteks, kolaborasi, percakapan, dan pembuatanmakna.
Dari konstruktivisme, belajar dapat dipahami dengan cara berikut.
(1) Pembelajaran harus atau harus berpusat pada peserta didik.
(2) Pembelajaran adalah proses dimana pembelajar membangun representasi
psikologisinternal secara aktif.
(3) Proses pembelajaran terdiri dari dua aspek: reorganisasi dan rekonstruksi
pengetahuanlama dan konstruksi pengetahuan baru yang bermakna.
(4) Belajar bukan hanya perilaku individual, tetapi juga perilaku sosial dan
berpusatpadabahasa; pembelajaran membutuhkan komunikasi dankerjasama.
(5) Pembelajaran melibatkan penekanan pada situasi pembelajaran dan mementingkan
penciptaan situasi yang bermakna untuk mendukung pembelajaran.
(6) Pembelajaran yang efektif membutuhkan sumber daya yang tepat untuk mendukung
makna kontruksi.

Dampak pada pengajaran


Menurut konstruktivisme, guru tidak boleh mengajar dengancara tradisional, tetapi
harusmendorong siswa untuk bekerja sama atau berinteraksi dengan teman sebaya. Siswa
harusmemproses informasi dan membangun maknapengetahuan secara aktif, bukan
mendengarkanguru secara pasif. Adapun dampak konstruktivisme pada pengajaran adalah
sebagai berikut:
(1) Perhatikan rancangan skenario pembelajaran. Guru harus merancang
skenariopembelajaran multidimensi, sehingga peserta didik dapat memahami konsep
prinsipdariberbagai aspek, dan kemudian mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah,pengambilan keputusan, dan inovasi.
38

Dari konstruktivisme, belajar dapat dipahami dengan cara berikut.


(2) Menekankan peran aktif pembelajar. Fokus pada pengembangan
keterampilanmanajemendiri siswa untuk merangsang keadaan psikologis yang diperlukan
dan pengetahuansebelumnya untuk belajar.
(3) Memperhatikan kontribusi konsep kesalahan terhadap pembelajaran. Teori kognisi terletak
memperlakukan tujuan dan proses sebagai kesatuan. Oleh karena itu, konsepyang salah
sekalipun dihasilkan dalam proses pembelajaran, juga memiliki kontribusi positif
terhadap konstruksi seluruh struktur pengetahuan.

Konstruktivisme sosial
Konstruktivisme dapat dilihat secara sederhana sebagai konstruktivisme
individual/kognitif,sedangkan konstruktivisme sosial mengakui peran bahasa dan lainnya
dalam kegiatan pembelajaran.Gagasan utamanya adalah bahwa belajar adalah proses
konstruksi makna.Konstruktivisme individu terutama dikembangkan atas dasar pemikiran
Piaget.Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, belajar adalah proses dimana pembelajar
membentuk,memperkaya, dan menyesuaikan struktur kognitif mereka melalui
interaksipengetahuan dan pengalaman baru dan lama. Dua proses kognitif utama yang terlibat
adalahasimilasi (menggunakan konstruksi mental atau skema yang ada dalam situasi baru)
danakomodasi (mengubah skema yang ada atau membuat yang baru berdasarkan situasi baru).

Konstruktivisme sosial berfokus pada mekanisme sosial dan budaya di balik


konstruksipembelajaran dan pengetahuan. Pandangan dasarnya adalah bahwa belajar adalah
prosespartisipasi budaya, dan peserta didik berpartisipasi dalam kegiatan praktis masyarakat
untukmempelajari pengetahuan terkait melalui dukungan budayatertentu.Pengetahuan tidak
hanya dibangun selama interaksi antara individu dan lingkungan fisik,tetapi juga interaksi
budaya sosial (Chen & Liu, 2011). Perwakilan utama konstruktivisme sosial adalah Lev
Vygotsky. Vygotsky pada teori konstruktivis sosial menyoroti beberapa aspek-aspek sebagai
berikut:

(1) Interaksi sosial dan budaya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran
proses.
(2) Pengetahuan dibangun bersama dan bahwa individu dapat belajar dari satu sama lain.
(3) Pembelajar harus terlibat dalam proses pembelajaran. Belajar terjadi dengan bantuan
orang lain.
38

Berdasarkan penelitian sosio-konstruktivisme, Vygotsky (1987) mengedepankan Zone


of Proximal Development (ZPD). ZPD ini adalah “Serangkaian tugas yang terlalu sulit untuk
dikuasai seorang individu sendirian, tetapi dapat dikuasai dengan bantuan atau bimbingan
orang dewasa atau teman sebaya yang lebih terampil (Vygotsky, 1987).” Bagian lain dari teori
ini adalah scaffolding, yang menekankan untuk memberikan jumlah bantuan yangtepat kepada
pembelajar pada waktu yang tepat. Jika pelajar dapat melakukan tugasdengan beberapa
bantuan, maka dia lebih dekatuntuk menguasainya. Teori-teori ini memiliki pengaruh penting
dan pencerahan padapengajaran, dan beberapa metode pengajaran baru telah terbentuk,
seperti instruksi berlabuh, pembelajaran kooperatif, daninstruksi timbal balik.

2.2.4 Teori Belajar Lainnya


Selain behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme, masih banyak teori belajar
lain yang berperan penting dalam memandu kegiatan belajar mengajar,seperti connectivism
dan humanism.

2.2.4.1 Konektivisme
Selama dua puluh tahun terakhir, teknologi telah mengubah cara kita hidup, cara
kitaberkomunikasi, dan cara kita belajar. Dengan perkembangan teknologi
informasi,sepertijejaring sosial dan komputasi awan, konektivitas telah dikedepankan dan
semakin mendapatperhatian. Perwakilan utama termasuk George Siemens danStephen
Downes.

Gagasan utama
Konektivisme merupakan hipotesis pembelajaran yang menekankanperan kontekssosial
dan budaya. Ini adalah integrasi prinsip-prinsip dari teori chaos, jaringan, dankompleksitas
dan pengaturan diri. Aspek sentral dariconnectivism adalah metafora jaringan dengan node
dan koneksi (Siemens, 2005).Dalam metafora ini, simpul adalahsegala sesuatu yang dapat
dihubungkan ke simpul lain seperti organisasi, informasi, data, perasaan, dan gambar. Dalam
pengertian ini,connectivism mengusulkan untuk melihatstruktur pengetahuan sebagai jaringan
danpembelajaran sebagai proses pengenalan pola (AlDahdouh, Osório, Caires & Susana,
2015). Menurut connectivism, belajar adalah menciptakan jaringan (Gambar 2.1). Nodeadalah
entitas eksternal, yang dapat digunakan untuk membentuk jaringan. Node dapat berupaorang,
organisasi, perpustakaan, situs Web, buku, database, atau sumberinformasilainnya. Tindakan
pembelajaran adalah menciptakan jaringan nodeeksternal, tempat kamimenghubungkan
informasi dan sumber pengetahuan.Pembelajaran yang terjadi di kepalakita adalah jaringan
38

internal (saraf). Jaringanpembelajaran kemudian dapat dianggapsebagai struktur yang kita


buat agar tetapterkini dan terus memperoleh pengalaman,membuat, dan
menghubungkanpengetahuan baru (eksternal). Jaringan belajar dapatdipersepsikan sebagai
strukturyang ada di dalam pikiran kita (internal) dalam menghubungkan dan menciptakan
pola pemahaman (Siemens, 2006).

Gambar 2.1 Pembelajaran sebagai pembentukan jaringan. Didaptasi dari Siemens (2006)

2.2.4.2 Humanisme
Humanisme muncul pada tahun 1950-an dan menjadi populer setelahtahun 1960-an.
Psikolog humanistik percaya bahwa sekolah harusmengintegrasikan konsep dan praktik
pendidikan moral ke dalam berbagai kegiatan pengajaran dan membantu siswa
mengembangkan kepribadian yangsehat. Perwakilan utama termasuk Abraham Maslow
(1908–1970) dan CarlRogers (1902–1987).

Gagasan utama
Humanisme adalah suatu cara pandang yang menitikberatkan pada nilaiindividu dan
kebebasan pribadi. Menurut humanisme, setiap orang memilikikemampuan untuk
mengembangkan potensi dan motivasinya sendiri. Individudapat dengan bebas memilih arah
dan nilai perkembangannya sendiri. Humanisme berfokus pada pengembangan manusia
secara keseluruhan, menekankan martabat dan nilai manusia, dan memperhatikan kesehatan
danintegritas manusia. Humanisme menyelidiki terutama bagaimana menciptakanlingkungan
yang baik bagi peserta didik untuk memahami dunia dari sudut pandang mereka dan
mengembangkan pemahaman tentang dunia, yangbertujuan untuk mencapai realisasi diri
tingkat tertinggi.

2.3 Pembelajaran dengan Peningkatan Teknologi


Teori dan teknologi pembelajaran terhubung dan terjalin oleh pemrosesan informasi
danperolehan pengetahuan (Spector & rekan, 2014). Untuk memahami pembelajaran
denganpeningkatan teknologi, penting untukmelihat teknologi yang digunakan dalam periode
38

sejarah yang berbeda ketika teori pembelajaran yang berbeda muncul dan menjadi populer
(Gambar 2.2).

(1) Dari tahun 1920-an hingga 1960-an, behaviorisme diusulkan dan


menjadidominan.Beberapa teknologi diadopsi dalam proses pengajaran, seperti mesin
pengajaran otomatis,chemo-card, dll.Pada tahun 1924, psikolog Sidney L. Pressey
merancang mesin pengajaran pertama, yang cocok untuk pembelajaran hafalan dan
latihan (Gbr. 2.2). Mesin tersebut terutama digunakan untuk pengujian otomatis siswa. Ini
juga mencakup prinsip membiarkan siswa mengatur langkah mereka sendiri, tanggapan
positif, dan umpan balik tepat waktu. Mesin pengajaran otomatis mencakup dua mode
operasi yaitu kuis dan pembelajaran. Dia percaya bahwa “mesin pengajaran adalah unik
di antara alat bantu instruksional, karena siswa tidak hanya secara pasif mendengarkan,
melihat, atau membaca tetapi juga merespons secara aktif. Selain itu, siswadapat
mengetahui apakah tanggapannya benar atau salah, dan catatan dapatdisimpan untuk
membantu memperbaiki materi.” Pada tahun 1930, J. Peterson merancang kartu
kemoyang dapat mendukung penilaian otomatis dan umpan balik tepat waktu.

Gambar 2.2 Garis Waktu Teori Pembelajaran dan Teknologi

(2) Kognitivisme menjadi dominan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Banyak
perkembanganteknologi pendidikan awal terjadi di lingkungan universitas, dan ini sering
dikaitkan dengan berbagai teknologi komputer, seperti PLATO (Programmed Logic for
Automated Teaching Operations) danLogo. PLATO adalahsistem instruksi berbantuan
komputer umum pertama yang dikembangkan pada1960-an di University of Illinois. Ini
mengembangkan banyak alat untuk mendukung desain, pengembangan, dan penyebaran
lingkungan belajar. Banyak konsep moderndalam komputasi multi-
penggunadikembangkan di PLATO, termasuk forum, papan pesan, pengujian online,
email, ruang obrolan,bahasa gambar, pesan instan, berbagi layar jarak jauh, dan
38

permainan multi-pemain.Pada tahun 1970-an, bahasapemrograman Logo diperkenalkan


untuk mendukung banyak kegiatan pengajaran,dan beberapa orang berpikir itu akan
merevolusi pengajaran dan pembelajaran di sekolah (Spector, 2016). Pada tahun 1980,
Seymour Papert memperkenalkan Logo.Itu adalah bahasa pertama yang dirancang khusus
untuk memungkinkan anak-anakbelajar dengan penemuan.

(3) Sejak tahun 1980-an, konstruktivisme mulai dominan. Multimedia interaktif, Internet,
danteknologi modern lainnya diterapkan dalam pengajaran dan pembelajaran. Dalam
lingkungan belajar yang didukung teknologi, pembelajar dapatmembangun pengetahuan
mereka secara aktif dalam interaksi dengan lingkungan danmelalui reorganisasi struktur
mental mereka.

(4) Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, MOOC, jejaring sosial, komputasi
awan (cloud computing), dan lainnya banyak digunakan dalam proses belajar mengajar.
Hubungan antara manusia dan manusia,manusia dan pengetahuan, pengetahuan dan
pengetahuan berubah dari ideal menjadi kenyataan.MOOCs digunakan dalam pendidikan
jarak jauh yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2006 danmuncul sebagai mode
pembelajaran yang populer pada tahun 2012 (Lewin, 2013). Ini adalah kursus online yang
ditujukan untuk partisipasi tanpa batas dan akses terbuka melalui Web (Kaplan &
Haenlein, 2016). Analitik pembelajaran adalah penggunaan data cerdas, data yang
dihasilkan pembelajar, danmodel analisis untuk menemukaninformasi dan hubungan
sosial untuk memprediksi dan menasihati pembelajaran orang (Sie Mens, 2010).

Teknologi informasi telah menjadi alat pendidikan yang penting, dan tidak hanya kaya
akan sumberdaya informasi, tetapi juga dapat memperluas kapasitas manusia dan memperluas
lingkungan sosial pendukung pembelajaran. Sejarah perkembanganteknologi dan teori
pembelajaran mencerminkan sebuah evolusi dari pembelajaranindividu menuju pembelajaran
komunitas, dari pembelajaran berbasis konten menujupendekatan berbasis proses, dari media
terisolasi menuju penggunaan terpadu, darimedia presentasi menuju media interaktif, dari
setting pembelajaran yang bergantung pada tempatdan waktu menuju pembelajaran di mana-
mana, dan dari alat tetap ke perangkat genggam.Ke depan, dengan berkembangnya teknologi
informasi,teori-teori pembelajaran akan terus diperbaiki dan dikembangkan. Teori-teori
desain instruksional akan lebih matang dan lebih ilmiah. Praktek teknologi pendidikan
akanmempromosikan pengembangan berkelanjutan dari teoripembelajaran dan
akanmempromosikan satu sama lain.
38

Kesimpulan
1. Teori belajar adalah kerangka konseptual yang menggambarkan bagaimanapengetahuan
diserap, diproses, dan dipertahankan selama belajar. Dalam proses merancang dan
mengembangkan sistem instruksional, lingkungan belajar dan kegiatan belajar yang
relevan dengan teori belajar dan perspektif psikologis meliputibehaviorisme,
kognitivisme, konstruktivisme, konektivisme, danhumanisme.
2. Gagasan utama behaviorisme meliputi: (1) Proses belajar adalah upaya dankesalahan
bertahapsampai keberhasilan yang konsisten tercapai, (2) Kuncikeberhasilan belajar
tergantung padapenguatan, dan (3) Pembelajaran melibatkanrangkaian stimulus-respons.
3. Sembilan kegiatan instruksional meliputi: mendapatkan perhatian,menginformasikan
peserta didiktentang tujuan, merangsang mengingat kembali pengetahuan sebelumnya,
menyajikan konten,memberikan bimbingan untuk belajar,memperoleh “praktik” kinerja,
memberikan umpan balik yanginformatif, menilai teskinerja, dan meningkatkan retensi
dan transfer.
4. Konstruktivisme percaya bahwa belajar adalah proses membangun representasi
psikologis internal dalam proses interaksi dengan lingkungan. Konstruktivisme
menekankan konstruksi yang berpusat pada peserta didik, situasional, kolaboratif,
danbermakna.
5. Teknologi informasi telah menjadi alat pendidikan yang penting, dan tidak hanya kaya
akan sumber daya informasi, tetapi juga dapat memperluas kapasitas manusiadan
memperluas lingkungan sosialpendukung pembelajaran. Sejarah perkembangan teknologi
dan teori pembelajaran mencerminkan sebuah evolusi dari pembelajaran individu menuju
pembelajaran komunitas, dari pembelajaran berbasis konten menuju pendekatan berbasis
proses, dari media terisolasi menuju penggunaan terpadu, dari media presentasi menuju
media interaktif, dari setting pembelajaran yang bergantung pada tempatdan waktu
menuju pembelajaran di mana-mana, dan dari alat tetap ke perangkat genggam.
6. Teknologi dan teori belajar memiliki interaksi. Teori dan teknologi pembelajaran
terhubungdan terjalin oleh pemrosesan informasi dan perolehan pengetahuan.Dengan
pesatnyaperkembangan teknologi informasi, MOOC, jejaring sosial,komputasi awan, dll.
banyak digunakan dalam proses belajar mengajar.
38

III. HUBUNGAN TUJUAN PEMBELAJARAN, PEDAGOGI, DAN TEKNOLOGI


3.1 Pendahuluan

Pendekatan yang konsisten secara teoritis untuk desain pembelajaran adalah


menghubungkan teori pedagogis dengan fitur pembelajaran yang diinginkan, dan kemudian
memetakan kegiatan dan alat yang relevan bersama dengan sumber daya manusia dan teknis
terhadap tujuan pembelajaran dan pendekatan pedagogik yang sesuai.

3.2 Menghubungkan Strategi Pembelajaran dengan Tujuan Pembelajaran

Menurut Gagné (1985), ada lima macam hal yang dapat dipelajari pada tahap
menganalisis intruksi perencanaan pembelajaran sebelum menentukan strategi dan tujuan
pembelajaran, yakni: (a) informasi verbal (misalnya, fakta, seperti dalam mengetahui
sesuatu), (b) strategi kognitif (misalnya, memilih proses untuk mengatasi masalah). situasi,
seperti mengetahui mengapa dan kapan), (c) keterampilan intelektual (misalnya,
menggunakan aturan untuk memecahkan masalah, seperti bagaimana dalam mengetahui suatu
masalah), (d) keterampilan motorik (misalnya, mengendarai sepeda, seperti : melakukan
dengan baik), dan (e) sikap (misalnya, ketertarikan pada sains, seperti tertarik atau
cenderung).

Poin utama dalam menentukan strategi dan tujuan pembelajaran adalah bahwa jenis
hal yang akan dipelajari merupakan aspek penting dari perencanaan pembelajaran karena
berkaitan dengan tujuan pembelajaran, kegiatan, hasil, dan penilaian. Jenis hal yang akan
dipelajari dapat membantu seseorang mengidentifikasi kemungkinan metode dan strategi
instruksional. Tentu saja ada aspek lain yang harus dipertimbangkan, termasuk peserta didik,
pengetahuan awal mereka, dan pengaturan di mana pembelajaran akan berlangsung (lihat,
misalnya, Eckel, 1993; Spector, Johnson, & Young, 2014).
Sebuah strategi instruksional adalah pendekatan deskripsi untuk instruksional atau
kegiatan pembelajaran tertentu. Strategi instruksional berkaitan erat dengan jenis hal yang
akan dipelajari.

Ada banyak strategi instruksional yang telah dikembangkan oleh para ahli teori
instruksional selama bertahun-tahun selain strategi ekspositori umum dan inkuiri yang
disebutkan sebelumnya.
a. Membiasakan praktek—cocok untuk mempelajari informasi verbal untuk sesuatu yang
harus diingat.
38

b. Instruksi tutorial—cocok untuk mempelajari prosedur sederhana atau cara menavigasi


dalam sistem perangkat lunak tertentu
c. Instruksi eksplorasi—cocok untuk mempromosikan pemahaman tentang fenomena baru
bagi pelajar.
d. Simulasi interaktif—cocok untuk mempromosikan penalaran kritis tentang sistem yang
dinamis dan kompleks.
e. Pertanyaan Sokrates—cocok untuk membantu pembelajar mengaitkan sesuatu yang baru
dan tampaknya asing dengan sesuatu yang sudah dipahami.
f. Ceramah—cocok untuk memperkenalkan topik baru dan menciptakan motivasi dan
landasan yang tepat untuk topik tersebut.

Tentu masih banyak lagi strategi yang bisa diterapkan dengan berbagai cara. Pada
tingkat kursus, pendekatan umum mungkin merupakan strategi pengalaman, tetapi pada
tingkat unit kuliah mungkin efektif untuk memperkenalkan konsep-konsep dasar, dan pada
tingkat aktivitas, wacana kolaboratif berbasis kasus atau simulasi interaktif mungkin efektif.
Yang penting adalah menyelaraskan strategi dengan jenis hal yang akan dipelajari.
Menentukan strategi yang tepat untuk tugas tertentu merupakan aspek penting dari desain
instruksional, seperti yang telah disebutkan. Perancang memperhitungkan berbagai strategi
yang disarankan oleh teori instruksional dan teori pembelajaran yang relevan, bersama dengan
sesuatu hal yang akan dipelajari dan melibatkan peserta didik, dan kemudian menjelaskan
bagaimana menggunakan strategi tersebut untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

Jenis jenis pendekatan pedagogik


Mastery learning (Pembelararan tingkat penguasaan)
Model mastery learning didasarkan pada asumsi bahwa semua siswa dalam suatu kelas dapat
belajar dan mencapai tingkat penguasaan jika waktu yang cukup, pengajaran yang memadai,
dan bantuan tepat waktu diberikan kepada mereka sesuai dengan kebutuhan, minat, dan
kemampuan mereka (Schwartz & Beichner, 1998).

Programmmed Learning (Pembelajaran Terprogram)


Secara umum, pembelajaran yang dilakukan atau instruksi yang diberikan oleh mesin
pengajaran atau buku teks terprogram disebut sebagai pembelajaran atau instruksi terprogram.

Simulaton (pembelajaran dnegan simulasi)


38

Simulasi digunakan sebagai teknik untuk memberikan pelatihan kepada siswa. Jenis kegiatan
instruksional seperti menyediakan alat belajar yang kuat bagi mereka (Schwartz & Beichner,
1998).

Direct Teaching (Pengajaran Langsung)


Pengajaran langsung adalah pedagogi yang menjadikan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan akademik sebagai tujuan utamanya.Hal ini juga dapat digunakan untuk
mengembangkan strategi pembelajaran di berbagai bidang konten (Schwartz & Beichner,
1998).

Berpikir Induktif
Model berpikir induktif adalah contoh pembentukan konsep berdasarkan memungkinkan
siswa untuk menyimpulkan aturan umum atau pola berdasarkan beberapa contoh dan non-
contoh; pendekatan ini dikembangkan oleh Hilda Taba (1971).

Pencapaian Konsep
Model pencapaian konsep memfasilitasi jenis pembelajaran yang disebut sebagai
pembelajaran konseptual berbeda dengan pembelajaran hafalan informasi faktual atau kosa
kata.

Penyelenggara Tingkat Lanjut


Seperti yang dikatakan Ausubel, advance organizer adalah sarana utama untuk memperkaya
atau memperkuat struktur kognitif pelajar dan meningkatkan kemungkinan pembelajaran atau
retensi pengetahuan atau informasi baru.

Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok adalah pendekatan pedagogis yang memungkinkan kelas untuk bekerja
secara aktif dan kolaboratif dalam kelompok kecil dan memungkinkan siswa untuk
mengambil peran aktif dalam menentukan tujuan dan proses pembelajaran mereka sendiri.

Strategi Pertemuan Kelas


Model pertemuan kelas adalah pendekatan multiguna untuk manajemen kelas dengan
menyisihkan waktu bagi siswa untuk mendiskusikan masalah kelas sebagai kelompok.

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Projek


38

Pembelajaran berbasis projek adalah pendekatan pedagogis yang mendorong pembelajaran


aktif dalam batasan yang ditetapkan oleh guru.

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri


Pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri adalah metode dimana siswa mempelajari
pengetahuan yang didorong oleh pertanyaan spesifik atau masalah yang kompleks.

Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif secara luas didefinisikan sebagai situasi di mana dua orang atau
lebih berusaha untuk belajar bersama (Dillenbourg, 1999) atau untuk mencapai tujuan
bersama (Johnson & Johnson, 1986).

Membangun Pengetahuan Kolaboratif


Membangun pengetahuan kolaboratif berfokus pada masalah dan kedalaman pemahaman;
dibutuhkan langkah-langkah penciptaan, pengujian, dan peningkatan artefak konseptual
dalam kelompok.

3.3 Jenis Teknologi untuk Penggunaan Pendidikan


Menurut Rogers (1995), teknologi adalah desain untuk tindakan instrumental yang
mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab-akibat yang terlibat dalam mencapai hasil
yang diinginkan. Yang lain mendefinisikan teknologi sebagai penerapan pengetahuan secara
sistematis untuk memecahkan masalah yang dihargai oleh suatu kelompok atau masyarakat.
Dalam kedua kasus tersebut, tujuan teknologi adalah untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Sebuah teknologi dapat memiliki dua komponen: (1) aspek perangkat keras, yang terdiri dari
alat yang mewujudkan teknologi sebagai benda material atau fisik, dan (2) aspek perangkat
lunak, yang terdiri dari basis informasi untuk alat tersebut. Beberapa teknologi kekurangan
satu atau kedua komponen ini dan mungkin hanya terdiri dari prosedur standar atau
pendekatan algoritmik tujuan umum.

Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan bukanlah intervensi homogen tetapi mengacu pada berbagai
modalitas, alat, dan strategi untuk belajar. Efektivitasnya, oleh karena itu, tergantung pada
seberapa baik itu membantu guru dan siswa mencapai tujuan instruksional yang diinginkan
(Bruce & Levin, 1997).Bruce & Levin (1997) menjelaskan cara baru mengklasifikasikan
38

penggunaan teknologi pendidikan, berdasarkan divisi empat bagian yang disarankan tahun
lalu oleh John Dewey (1938): penyelidikan, komunikasi, konstruksi, dan ekspresi.

Prinsip Pemilihan Penggunaan Teknologi untuk Pendidikan


Mayer (2009) mengusulkan beberapa prinsip pembelajaran multimedia untuk
memandu pemilihan teknologi , yaitu sebagai berikut:
(1) Prinsip Kepatutan
• Teknologi harus mendukung tujuan umum dan khusus kelas serta sesuai dengan tingkat
yang dimaksud, termasuk tingkat kosa kata, kesulitan konsep, metode pengembangan, daya
tarik minat.
• Teknologi harus menjadi dasar atau pelengkap kurikulum.
(2) Prinsip Keaslian
• Teknologi harus menyajikan informasi yang akurat, terkini, dan dapat diandalkan.
(3) Prinsip Biaya
• Substitusi dan trade-off solusi alternatif harus dipertimbangkan.
(4) Prinsip Kepentingan
• Teknologi harus menarik minat pembelajar, harus merangsang keingintahuan, atau
memuaskan kebutuhan pembelajar untuk mengetahui.
• Teknologi harus memiliki kekuatan untuk memotivasi, mendorong kreativitas, dan
tanggapan imajinatif di antara pengguna.
(5) Prinsip Organisasi dan Keseimbangan
• Teknologi harus diatur dengan baik dan kontennya seimbang.
• Tujuan materi harus dinyatakan atau dirasakan dengan jelas.
• Harus ada organisasi yang logis, jelas, dan sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran
seperti penguatan, transfer, dan penerapan dalam materi.

KESIMPULAN
Jenis strategi pembelajaran harus dipilih tergantung pada tujuan pembelajaran dan
domain pembelajaran; teknologi harus selaras dengan strategi instruksional. Untuk mencapai
tujuan pembelajaran, peserta didik terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Jenis pembelajaran
dan pedagogi harus dipertimbangkan ketika memilih teknologi yang tepat.
Pendekatan pedagogis yang relevan dengan pemilihan teknologi meliputi
pendekatan praktik dan umpan balik, pendekatan representasional, pendekatan kolaborasi,
38

pendekatan berbasis proyek, pendekatan berbasis inkuiri, dan pendekatan pembelajaran


informal dan otonom. Asas pemilihan penggunaan teknologi pendidikan meliputi asas
kesesuaian, asas keaslian, asas biaya, asas kepentingan, dan asas organisasi dan
keseimbangan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teknologi informasi telah menjadi alat pendidikan yang penting, dan tidak hanya kaya
akan sumberdaya informasi, tetapi juga dapat memperluas kapasitas manusia dan memperluas
lingkungan sosial pendukung pembelajaran. Teknologi pendidikan terus mengalami
perkembangan dan sesuai dengan perkembangan teori belajar dari masa ke masa. Pemilihan
teknologi harus sesuai dan selaras dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran atau strategi
instruksional untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B. Saran
Untuk dapat menyesuaikan antara suatu teknologi yang akan digunakan dalam suatu
kegiatan pembelajaran, sebaiknya untuk para pengajar harus mengetahui dan memahami
berbagai teori pembelajaran. Hal ini sangat penting karena masing-masing teori pembelajaran
memiliki teknologi sendiri yang sesuai untuk penerapannya dalam mencapai tujuan
pembelajaran pada peserta didik.
38
DAFTAR PUSTAKA

AlDahdouh, A. A, Osório, A. J., & Portugal, S. C. (2015). Understanding


knowledgenetwork,learning and connectivism. International Journal of Instructional
Technology and Distance Learning, 12(10), 1–19.

Anderson, J. R. (1983). The architecture of cognition. Cambridge, MA: Harvard University


Press.

Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A taxonomy for learning, teaching and
assessing: A revision of bloom’s taxonomy of educational objectives. London:
Longman. Ausubel, D. P. (1968). Educational psychology: A cognitive view.
London: Holt Rinehart and Winston.

Benjamin, L. T. (1988). A history of teaching machines. American Psychologist, 43(9), 703–


712.

Bloom, B. S. (1971). Mastery learning. New York: Holt, Rinehart, & Winston.

Bruce, B. C., & Levin, J. A. (1997). Educational technology: media for inquiry,
communication, construction, and expression. Journal of Educational Computing
Research, 17(1), 79–102. https://doi.org/10.2190/7HPQ-4F3X-8M8Y-TVCA.Class
Meetings - Teacher Vision. (n.d.). Retrieved from https://www.teachervision.com/
classroom-management/class-meetings. Collaborative learning. (2017, June 5). In
Wikipedia. Retrieved from https://en.wikipedia.org/w/ index.php?
title=Collaborative_learning&oldid=783993063.

Bransford, J. D., Sherwood, R. D., Hasselbring, T. S., & Kinzer, C. (86). K., Williams, SM
(1990). Anchored instruction: Why we need it and how technology can help.
Cognition, education and multimedia. Hillsdale, NJ: Erlbaum Associates.

Chen, Q., & Liu, D. (2011). Educational Psychology. Beijing: Higher Education
Publication.Cognitivism and Gagne’s Model of Learning. (1970). Retrived from
http://faculty.coe.uh.edu/ smcneil/cuin6373/idhistory/cognitivism.html.

Dewey, J. (1938). Experience and education. New York: Kappa Delta Pi.

Dijkstra, E. W. (1972). The humble programmer. Communications of the ACM, 15(10), 859–
866.

Dillenbourg, P. (1999). What do you mean by collaborative learning? In P. Dillenbourg (Ed.),


Collaborative- learning: cognitive and computational approaches (pp. 1–19). Oxford:
Elsevier.

Eckel, K. (1993). Instruction language: Foundations of a strict science of instruction.


Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications.

Ferster,C. B., & Skinner, B. F. (1957). Schedules of reinforcement. New York: Appleton-
Century-Crofts.

34
38

Gagné, R. M. (1985). The Conditions of Learning (4th ed.). New York: Holt, Rinehart &
Winston.

Johnson, D., & Johnson, R. (1986). Circles of learning. Edina, MN: Interaction Book
Company.

Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (1996). Cooperation and the use of technology. Handbook
of research for educational communications and technology: A project of the
Association for Educational Communications and Technology, 1017–1044.

Gagné, R. M. (1985). The conditions of learning and theory of instruction (4th ed.). New
York: Holt, Rinehart & Winston.

Gagné, R. M., & Merrill, M. D. (1990). Integrative goals for instructional design. Educational
Technology Research and Development, 38(1), 23–30.

Gagné, R. M., Wager, W. W., Golas, K. C., & Kelle, J. M. (2005). Principle of instructional
design (5th ed.). Belmont, CA: Thomson Learning Inc.

Gravemeijer, S. McKenney, & N. Nieveen (Eds.), Educational design research (pp. 86–109).
London: Routledge.

Hartley, R., Kinshuk, Koper, R., Okamoto, T., & Spector, J. M. (2010). The education and
training of learning technologists: A competences approach. Educational Technology
& Society, 13(2), 206–216. Retrieved from
http://www.ifets.info/journals/13_2/17.pdf.

Huang, R., & Liu, H. (2001). Systematic view of collaborative learning. Modern educational
technology, 11(1), 30–34.

Huitt, W. (2003). The information processing approach to cognition. Educational psychology


interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University.

Januszewski, A., & Molenda, M. (Eds.). (2008). Educational technology: A defifinition with
commentary. New York, NY: Routledge. Retrieved from
http://www.aect.org/publications/ EducationalTechnology/.

Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2016). Higher education and the digital revolution: about
moocs, spocs, social media, and the cookie monster. Business Horizons, 59(4), 441–
450.

Koehler, M. J., Mishra, P., Kereluik, K., Shin, T. S., & Graham, C. R. (2014). The
technological pedagogical content framework. In J. M. Spector, M. D. Merrill, J.
Elen, & M. J. Bishop (Eds.), Handbook of research on educational communications
and technology (4th ed., pp. 101–111). New York: Springer.

Lewin, T. (2013). Universities Abroad Join Partnerships on the Web. Retrieved from
https://www. edx.org/news/new-york-times/universities-abroad-join-partnerships.

Lionni, L. (1970). Fish is Fish. NY: Alfred Knopf.


38

Lohr, L., & Chang, S. L. (2005). Psychology of learning for instruction. Educational
Technology Research and Development, 53(1), 108–110.

Mayer, R. E. (2009). Multimedia learning (2nd ed.). New York: Cambridge University Press.

Merrill, M. D., Tennyson, R. D., & Posey, L. O. (1992). Teaching concepts: An instructional
design guide (2nd ed.). Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications.

Merrill, M. D. (2002). First principles of instruction. Educational Technology Research and


Development, 50(3), 43–59.

Merrill, M. D. (2007). The future of instructional design: The proper study of instructional
design. In R. A. Reiser & J. V. Dempsey (Eds.), Trends and issues in instructional
design and technology (2nd ed., pp. 336–341). Upper Saddle River, NJ: Pearson
Education Inc.

Merrill, M. D. (2013). First principles of instruction. Identifying and designing effective,


effificient, and engaging instruction. San Francisco, CA: Wiley & Sons.

Palincsar, A. S., & Brown, A. L. (1986). Reciprocal teaching: Teaching reading as thinking.
Oak Brook, IL: North Central Regional Educational Laboratory.

Reeves, T. C. (2006). Design research from the technology perspective. In J. V. Akker, K.

Rogers, E. (1995). The diffusion of innovations (4th ed.). New York: Free Press.

Rogers, E. M. (2003). Diffusion of innovations (5th ed.). New York: Free Press.

Rossett, A. (2009). First things fast: A handbook for performance analysis (2nd ed.). San
Francisco, CA: Wiley & Sons. TheSAGE Encyclopedia of educational technology.
Thousand Oaks, CA: Sage.

Sardamalia, M., & Bereiter, C. (2014). Knowledge building: Theory, pedagogy, and
technology. In K. Sawyer (Ed.), Cambridge Handbook of the Learning Sciences.

Sharan, Y., & Sharan, S. (1990). Group investigation expands cooperative learning.
Educational Leadership, 47(4), 17–21.

Schwartz, J. E., & Beichner, R. J. (1998). Essentials of educational technology. Allyn &
Bacon.

Siemens, G. (2005). Connectivism: learning as network-creation. Astd Learning News.

Siemens, G. (2006). Knowing knowledge. Retrieved from http://www.elearnspace.org/


KnowingKnowledge_LowRes.pdf.

Siemens, G. (2010). What are learning analytics. Nordic Journal of Digital Literacy.

Simandan, D. (2013). Introduction: Learning as a geographical process. The Professional


Geographer, 65(3), 363–368.
38

Skinner, B. F. (1953). Science and human behavior. New York: The Free press.

Spector, J. M. (2015). Foundations of educational technology: Integrative approaches and


interdisciplinary perspectives (2nd ed.). New York, NY: Routledge.

Spector, J. M., & Ren, Y. (2015). History of educational technology. In J. M. Spector (Ed.),
Spector, J. M. (2016). Foundations of educational technology: Integrative
approaches and interdisciplinary perspectives (2nd ed.). New York: Routledge.

Spector, J. M., Merrill, M. D., Elen, J., & Bishop, M. J. (2014). Handbook of research on
educational communications and technology (4th ed.). New York: Springer. The
Columbia Encyclopedia. (2001). sixth edition. New York: Columbia University
Press.

Suchman, J. R. (1964). The Illinois studies in inquiry training. Journal of Research in Science
Teaching, 2(3), 230–232. http://doi.org/10.10.

Taba, H., Durkin, M. C., Fraenkel, J. R., & NcNaughton, A. H. (1971). A teacher’s handbook
to elementary social studies: An inductive approach (2nd ed.). Reading, MA:
Addison-Wesley.

Tennyson, R. D. (1995). Instructional systems development: The fourth generation. In R. D.


Tennyson & A. E. Barron (Eds.), Automating instructional design: Computer-based
development and delivery (pp. 33–78). New York: Springer.

Thorndike, E. L. (1898). Animal intelligence: An experimental study of the associative


processes in animals. Psychological Monographs: General and Applied, 2(4), i–109.

Thorndike, E. L. (1905). The elements of psychology. New York: A. G. Seiler. Vygotsky, L.


S. (1987). The collected works of l. s. vygotsky: problems of general psychology.
(Vol. 1). Cognition & Language, i(2), 3–17.

Watson, J. B. (1930). Behaviorism (Revised edition). Chicago: University of Chicago Press.

Anda mungkin juga menyukai