Anda di halaman 1dari 12

NAMA : ANEL DENINTA PUTRI

NO. BP : 1941013038
KELAS : B

A. Pengertian Eliksir
1. Menurut Formularium nasional hal 313; Ilmu meracik obat hal 95 Eliksir adalah sediaan
berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap, mengandung selain obat, juga
zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat pengawet, zat warna dan zat
wewangi ; digunakan sebagai obat dalam.

2. Farmakope Indonesia Ed. III 1976, hal 8:


Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, mengandung
selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau pemanis lainnya, zat warna, zat
wewangi dan zat pengawet; digunakan sebagai obat dalam.
Sebagai pelarut utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan
obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilenglikol; sebagai pengganti gula dapat
digunakan sirop gula.

3. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel) hal 341


Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan untuk penggunaan
vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan.

B. Tujuan Pembuatan Eliksir


1. Meningkatkan kelarutan zat berkhasiat
2. Agar homogenitas lebih terjamin
3. Zat berkhasiat lebih mudah terabsorbsi dalam keadaan terlarut
4. Sediaan berasa manis dan aroma lebih sedap
5. Dapat digunakan oleh orang yang sukar menelan obat seperti anak-anak dan orang tua.

C. Kelebihan dan kekurangan Eliksir


Kelebihan :
1. Karena sifatnya hidroalkohol, eliksir lebih mampu mempertahankan komponen-komponen
larutan yang larut dalam air dan alcohol daripada sirup (Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi (Ansel) hal 341)
2. Pembuatannya mudah
3. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingg a dapat digunakan untuk bayi, anak-
anak, dan orang tua.
4. Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan.
5. Kemudahan penyesuaian dosis dan pemberian terutama pada anak-anak. (Dispensing of
Pharmaceutical Student, hal 67; Disp of med, hal 502)
6. Dosis selalu seragam (bentuk larutan) sehingga tidak perlu pengocokan.
7. Dosis dapat diubah sesuai kebutuhan penggunaannya (dari sendok takar yang digunakan).
8. Waktu absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat (tidak butuh desintegrasi dahulu).
9. Anak-anak dan beberapa orang dewasa yang sukar menelan tablet atau kapsul, akan lebih
mudah menelan sediaan larutan.
10. Sediaan larutan dapat dengan mudah diberi bahan pewangi, pemanis, atau pewarna untuk
meningkatkan penampilan

Kekurangan :
1. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental karena
mengandung kadar gula yang lebih rendah sehingga kurang efektif dalam menutupi rasa
obat dibanding dengan sirup (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel) hal 341)
2. Stabilitas dalam bentuk larutan lebih jelek dibanding bentuk tablet atau kapsul terutama
bila bahan mudah terhidrolisis.
3. Larutan mudah ditumbuhi mikroorganisme.
4. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien menakar.
5. Obat cairan memerlukan wadah yang besar sehingga merepotkan dibawa-bawa.
6. Beberapa obat yang mengandung bau yang kurang menyenangkan sukar ditutupi.
7. Memerlukan alat sendok untuk pemberian dosisnya.

D. Komponen Eliksir (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel) hal 341-342)


1. Zat Aktif
Merupakan zat utama atau zat berkhasiat dalam sediaan eliksir
2. Pelarut
Cairan yang dapat melarutkan zat aktif (zat pembawa). Sebagai pelarut utama digunakan
etanol dan air yang dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan obat. Disamping etanol
dan air, dapat juga digunakan gliserin dan propilenglikol.
3. Pemanis
Zat tambahan yang member rasa manis pada sediaan eliksir. Contohnya sukrosa, sirup
sukrosa, sorbitol, gliserin dan/atau pemanis buatan seperti sakarin
4. Pengawet
5. Pewarna
Zat tambahan untuk meningkatkan penampilan sediaan eliksir.
6. Perasa
Zat tambahan yang berguna untuk menambah kelezatan
E. Jenis-jenis Eliksir (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel) hal 342)
1. Medicated Eliksir
Mengandung bahan berkhasiat obat dan pemilihan cairan pembawa zat aktif obat dalam
sediaan eliksir harus mempertimbangkan kelarutan dan kestabilannya dalam air dan
alkohol.
2. Non medicated Eliksir
Sebagai zat tambahan yang ditambahkan pada sediaan dengan tujuan meningkatkan rasa.
Tidak mempengaruhi atau menghilangkan khasiat zat aktif. Eliksir ini juga bisa digunakan
sebagai bahan pelarut yang mengandung bahan aktif obat.

F. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Pembuatan Elixir :


1. Ketercampuran zat aktif dengan pelarut campur ataupun zat tambahan untuk menghindari
terjadinya pengendapan. Dasar pemilihan pelarut campur: toksisitas, kelarutan, konstanta
dielektrik pelarut, ketercampuran bahan.
2. Untuk penambahan sirup simpleks lebih dari 30 % harus diperhatikan terjadinya cap
locking pada tutup botol sediaan. Karena itu perlu diberikan anti cap locking. Contoh anti
cap locking yaitu gliserin, sorbitol dan poliol lainnya. Penambahan gliserin sebagai anti
cap locking harus diperhatikan karena gliserin dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan diare.
3. Untuk meningkatkan penerimaan perlu diberikan peningkat rasa dengan penambahan
pemanis dalam sediaan, disamping itu ditambahkan rasa dan warna yang sesuai. Antara
warna dan essens yang ditambahkan harus ada kesuaian.
4. Untuk sediaan oral pemilihan zat aktif perlu memperhatikan pemerian (rasa dan bau).
5. Pemanis yang digunakan : gula, sirup simpleks, sorbitol, siklamat, aspartam.
6. Karena ada komponen air dalam sediaan maka perlu ditambahkan pengawet. Pengawet
yang dapat digunakan :
- Nipagin-nipasol = 9 : 1 (0,18 : 0,02)
- Asam benzoat dengan konsentrasi 0,01-0,1%
(Sumber : Handbook of Exicipient, 2003, hal 50,390)
7. Sediaan eliksir yang baik harus mempunyai viskositas yang cukup (aliran yang baik) untuk
memudahkan penuangan. Tetapi biasanya pelarut campur yang digunakan sudah cukup
kental untuk memudahkan penuangan.
G. Alur Produksi Eliksir

1. Penimbangan (Arga Wahyu, 2017)


Semua aktivitas penimbangan bahan baku dan material pengemas dilakukan oleh bagian
pharmacy. Aktivitas penimbangan diawali dengan penerbitan Work Order (WO) diserahkan
kepada personil gudang sebagai dasar untuk melakukan proses penimbangan (hal 21).
2. Pencampuran (compounding) (Arga Wahyu, 2017)
Pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan dilakukan dalam tangki pencampuran
(mixing tank). Tahapan awal proses compounding adalah pembuatan larutan eliksir dari bahan aktif
dan pelarut (etanol dan air), kemudian ditransfer ke dalam mixing tank dengan pengaduk
(agitator). Bahan tambahan yang telah dilarutkan kemudian dialirkan melalui filter dengan ukuran
tertentu menggunakan pompa ke dalam compounding tank. Selama dilakukan penambahan bahan,
agitator mixing tank dinyalakan dengan skala kecepatan tertentu secara konsisten. Setelah semua
bahan tambahan dimasukkan kedalam mixing tank, dilakukan homogenisasi menggunakan
homogenizer, jika sudah homogen kemudian ditransfer ke dalam holding tank menggunakan
pompa dan filter dengan ukuran tertentu (hal 26). In Process Control dari proses compounding
terdiri dari pengujian pH, organoleptis, kadar zat aktif, kelarutan, dan
pengambilan sampel final blend untuk analisis dilakukan secara random yang mewakili bagian
atas, tengah dan bawah dari tangki. Sampel yang telah diambil tidak boleh dikembalikan ke
wadah/tangki penampungan dan pengambilan sampel dilakukan oleh operator/QC inspector yang
telah terkualifikasi (hal 9).

Mixing tank dan agigator


Heating Tank: Tanki heating diciptakan khusus Pompa peristaltik adalah alat yang digunakan
terhadap suatu produk cairan atau liquid yang untuk mentrasfer liquid atau cairan dengan volume
memerlukan air panas. untuk memanaskan air yang konstant.

Area compounding merupakan ruangan bersih (grey area), hanya personil tertentu yang
diizinkan memasuki ruang grey area. Personil masuk ke ruang grey area menggunakan pintu
airlock, melakukan gowning grey area dan mensanitasi tangan dengan alkohol 70% (hal 8).

3. Pengisian (filling) (Arga Wahyu, 2017)


Sebelum proses filling dilakukan, sampel dari holding tank diambil oleh operator produksi
yang terkualifikasi atau oleh QC inspector dan diberi label under test. Sampel kemudian
diserahkan ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan terhadap appearance, pH, viscosity, dan
kadar. Setelah hasil pengujian final blend dinyatakan approved oleh QC, proses filling ke dalam
botol dilakukan secara in-line terhadap proses packaging (capping, labeling dan secondary
packaging). Setiap kali proses filling berjalan (IPC) pada awal proses dilakukan pemeriksaan
meliputi pengujian kebocoran botol (leak test), pengujian volume isi boto/keseragaman volumel
(pour out volume), dan pengujian partikel asing (foreign matter test) (hal 26). Ruang liquid filling
merupakan area
bersih (grey area).

Mesin Filling Liquid


4. Pengemasan (packaging) (Arga Wahyu, 2017)
Proses pemeriksaan terhadap kemasan (primer dan sekunder) dilakukan selama proses
packaging berlangsung. Contoh pemeriksaan dapat berupa posisi label, lem karton dan pelipatan
flap serta kebenaran dan kejelasan hasil cetak HET, lot number dan manufacturing date. Apabila
selama proses filling dan packaging ditemukan penyimpangan (deviation) terhadap hasil
pemeriksaan, maka proses filling lot tersebut dihentikan dan setiap tahapan yang telah dilakukan
dikarantina terlebih dahulu. Investigasi kemudian dilakukan terhadap deviation yang terjadi (hal
26).
Ruangan yang digunakan dalam proses pengemasan merupakan wilayah black area (hal
13).

Conveyor Table Top Chain : berfungsi


untuk mengangkut atau memindahkan
Mesin Feeder Belt Blister untuk memberi produk bentuk botol atau cup dari satu
code produksi atau nomor seri atau tanggal tempat ketempat lain.
expired

H. Evaluasi Sediaan Eliksir


IN PROCESS CONTROL (IPC)
1) Evaluasi organoleptik
Tujuan : Memeriksa kesesuaian warna, bau dan rasa larutan sedapat mungkin
mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama
formulasi.
Prinsip : pemeriksaan bau, rasa, warna menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan rasa memenuhi spesifikasi formulasi (disesuaikan
dengan spesifikasi formulasi sediaan yang dibuat)

2) Penetapan PH (FI IV hal 1039-1040)


Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi (disesuaikan dengan
spesifikasi formulasi sediaan yang dibuat)

3) Penetapan Bobot Jenis (FI ed IV, hal 1030)


Tujuan : menjamin sediaan memiliki bobot jenis untuk spesifikasi produk yang
akan dibuat
Prinsip : membandingkan bobot zat uji di udara terhadap bobot air dengan volume
dan suhu yang sama
Penafsiran Hasil :
Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :
dt = w3 – w1
w2 – w1
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t
w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan

4) Evaluasi kejernihan (FI ed IV, hal 998)


Tujuan : memastikan larutan terbebas dari pengotor
Prinsip : membandingkan kejernihan larutan uji dengan larutan Padanan, dilakukan
di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung dengan
latar belakang hitam
Penafsiran Hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air
atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut
di atas.

5) PenetapanViskositas
Tujuan : mengetahui harga viskositas suatu sediaan
Alat : Viscometer Hoeppler
Prinsip : mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada
temperatur tetap
Penafsiran hasil :
viskositas cairan dihitung dengan rumus : η = B (ρ1 – ρ2 ) t
keterangan : η = viskositas cairan
B = konstanta bola
ρ1= bobot jenis bola
ρ2= bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu

6) Uji Volume terpindahkan (FI IV hal 1089)


Tujuan : Sebagai jaminan bahwa larutan oral yang dikemas dalam wadah dosis
ganda, dengan volume yang tertera di etiket tidak lebih dari 250 ml, jika
dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume sediaan seperti
tertera di etiket.
Prinsip : mengukur kesesuaian volume sediaan dengan yang tertulis pada etiket jika
dipindahkan dari wadah asli
Penafsiran hasil:
 Volume rata-rata campuran larutan atau sirup yang diperoleh dari 10
wadah tidak kurang dari 100%, dan
 Tidak satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume pada etiket.
 Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada
etiket akan tetapi tidak satu wadah pun volumenya kurang dari 95% atau
B adalah tidak lebih dari 1 wadah, volume kurang dari 95% tetapi tidak
kurang dari 90% volume tertera pada etiket dilakukan uji tambahan
terhadap 20 wadah tambahan.
Persyaratan : Volume rata-rata larutan atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah
tidak kurang dari 100% dari yang tertera di etiket, dan tidak lebih dari 1 dari
30 wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% dari yang
tertera di etiket.

EVALUASI SEDIAAN AKHIR


Sediaan akhir yang dihasilkan diuji berdasarkan persyaratan sesuai yang tertera pada
farmakope dan atau buku resmi lainnya.

Evaluasi fisik
1. Organoleptik
2. Penetapan pH
3. Penetapan Bobot Jenis
4. Evaluasi kejernihan
5. Penetapan Viskositas

Evaluasi kimia
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar
3. Penetapan kadar etanol
Untuk eliksir umumnya menggunakan metoda kromatografi gas-cair (FI IV hal 1036)
Tujuan : menetapkan kadar etanol dalam sediaan eliksir
Prinsip : penentuan kadar etanol dengan menggunakan metode kromatografi gas- cair
Perhitungan kadar : (2Ru/RsD)
Keterangan D adalah faktor pengenceran larutan uji 1, Ru dan Rs berturut- turut adalah
perbandingan respon puncak etanol dan asetonitril dalam larutan uji II dan larutan baku
II.
Penafsiran Hasil : bobot jenis ditentukan untuk mendapatkan persentase volume etanol
dalam larutan, sesuai Tabel Bobot Jenis dan Kadar etanol (FI IV, hal 1221-1223)
Evaluasi biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV, hal 854-855)
Tujuan : Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk
parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip : Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula
pada suhu 20-25 C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
 Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlah awal.
 Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang
dari jumlah awal.
 Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.

2. Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk zat aktifnya antibiotik) (FI
IV, hal 891-899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan
larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam
sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.

Penafsiran hasil :
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log
dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga
KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang
berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar.

3. Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV, hal 939-942)
Khusus Pengawet :
Metode I: Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol, Fenol, Nipagin-Nipasol)
Metode II: Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk
zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera
memang ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti yang tertera
pada etiket ± 20%.
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Anonim. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Departemen Kesehatan Ri : Jakarta.

Ansel HC. 1998 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh
Farida Ibrahim. UI-Press: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Hidayat, Arga Wahyu. 2017. Praktek Kerja Profesi Di PT. Pfizer Indonesia Periode Bulan
Agustus – September 2017. Universitas Indonesia : Depok.

Anda mungkin juga menyukai