Lapkas Internship Obsgyn
Lapkas Internship Obsgyn
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. J (RM 04.86.58)
Tanggal Lahir/Umur : 04 Februari 2003 /16 Tahun
Alamat : Minanga
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Bangsa : WNI
Agama : Islam
Tanggal MRS : 16 Juni 2019
B.ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kejang-kejang
Riwayat penyakit Sekarang : Pasien datang dibawa oleh keluarga
dengan keluhan kejang-kejang. Kejang
seluruh badan. Pasien mengalami kejang
5x selama ± 2 menit dirumah, sebelum di
bawa ke RS dan saat di RS.
Nyeri perut ingin melahirkan(+)
Pelepasan lendir campur darah (+)
Pelepasan air dari jalan lahir (-)
BAB dan BAK biasa
Riwayat penyakit dahulu :Riwayat hipertensi disangkal, DM
disangkal, Riwayat kejang sebelum
kehamilan disangkal.
Riwayat penyakit keluarga : (-)
1
Riwayat obstetrik ginekologi : ANC sebanyak 1x di dokter puskesmas
pada trimester 1
Suntik TT 1x
Menikah 1x selama 1 tahun
Menarche 12 tahun
HPHT 2 September 2018
TTP 9 Juni 2019
Riwayat KB (-)
Riwayat persalinan : -
Riwayat kebiasaan : Alkohol (-), merokok (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Somnolen
Tanda vital : TD : 160/110 mmHg
Nadi : 115x/menit
Respirasi : 26x/menit
Suhu badan : 37,0oC
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 150 cm
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil isokor
Conj. anemis (-/-)
Sclera ikterik (-/-)
Hidung : Rhinore (-/-), epistaksis (-/-), secret (-/-)
Mulut : Sianosis (-)
Gigi : Caries (-)
Telinga : Serumen (-/-), cairan (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
2
Thoraks : Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop
(-)
Pulmo: Sp. vesikuler, ronki (-/-), wheezing
(-/-)
Abdomen : Inspeksi : Cembung
Palpasi :
Leopold I: teraba bagian bulat, lunak, tidak
melenting
Leopold II: teraba tahanan memanjang di
sebelah kiri adalah punggung dan teraba
bagian – bagian kecil pada bagian kanan
Leopold III : teraba bagian, bulat, keras,
melenting
Leopold IV: bagian terbawah janin kepala
Hodge II.
Perkusi : Shifting dullness (-)
Auskultasi : BU (+)
Ekstremitas : Edema ekstremitas bawah (+/+), akral
hangat, CRT < 2 detik
Status Obstetrik
Persentasi : Kepala
BJJ : 155 dpm
His : 4x10’ (30-35”)
Tinggi fundus uteri : 30 cm
TBBA : (30 cm – 12) x 155 = 2790 gr
Pemeriksaan Dalam:
Pembukaan 4 cm, ketuban intak, Kepala Hodge II
3
Pemeriksaan CTG (16/06/2019)
4
KIMIA
Berat Jenis 1005 – 1030 1015
pH 5–8 6
Leukosit - +1
Nitrit - +
Protein - +3
Glukosa - -
Keton - +2
Urobilinogen - -
Billirubin - -
Darah/eritrosit - +2
D. RESUME
G10A0 16 tahun hamil 41-42 minggu dibawa oleh keluarga ke UGD RSUD
Banggai Laut dengan keluhan kejang
Pasien mengalami kejang 5x dirumah dan dirumah sakit
Nyeri perut ingin melahirkan(+)
Pelepasan lendir campur darah (+)
Pelepasan air dari jalan lahir (-)
5
Pemeriksaan Dalam:
Pembukaan 4 cm, ketuban intak, Kepala Hodge II
Diagnosis :
G1P0A0 16 tahun hamil 41-42 minggu inpartu kala I fase aktif + Eklampsia
Gravidarum
janin intrauterine tunggal hidup letak kepala
Sikap :
Pastikan Airway, Breathing, dan Circulation baik (Berikan Oksigen via
nasal cannul 2-4 lpm, Bila kejang miringkan pasien ke kiri, dan bed bagian
kepala agak dinaikkan untuk mencegah aspirasi)
Stabilisasi hemodinamik
Magnesium sulfat sesuai protokol (Magnesium sulfat 4gr yang dilarutkan
dengan 10 ml akuades diberikan intravena secara perlahan, dilanjutkan
dengan Magnesium sulfat 6gr dilarutkan dalam RL 500 cc, diberikan 28
tpm sampai 24 jam post partum atau setelah kejang terakhir).
Pemeriksaan darah lengkap dan hemostasis
CTG
Observasi tanda vital & BJJ
SCTP CITO
6
E. FOLLOW UP
16/6/2019
Laportan operasi :
- Insisi ±10 cm
- Injeksi oxytocyn 20 IU IM
- Operasi selesai
7
- Inj. Ranitidin 50 mg / 8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Asam Traneksamat 500mg /8 jam
- Balans Cairan /24 jam
- Cek Hb 6 jam post Operasi
- Rawat di ICU
- Terapi lain sesuai TS Anestesi
17/7/2019
S: Kejang (-)
O: KU = Baik
Abd = BU + N / Flatus +
L. Op = V. Kering
TFU = Sepusat
Kontraksi = Baik
Lochia = Kruenta
8
- Inj. Ranitidin 50 mg / 8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Asam Traneksamat 500mg /8 jam
- Mobilisasi bertahap
18/6/2019
S: Kejang (-)
O: KU = Baik
Abd = BU + N / Flatus +
L. Op = V. Kering
9
Kontraksi = Baik
Lochia = Kruenta
P: - IVFD RL 28tpm
- Rawat luka
- Mobilisasi bertahap
19/6/2019
S: Kejang (-)
O: KU = Baik
Abd = BU + N / Flatus +
10
Ext = Edema -/-
L. Op = V. Kering
Kontraksi = Baik
Lochia = Kruenta
- Nifedipine 10 mg / 8 jam
- Rawat Jalan
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
peningkatan angka obesitas dan penundaan kehamilan.5,6 Penderita dengan
hipertensi dalam kehamilan memiliki insidens terjadinya eklampsia, partus
prematur, perdarahan, edema paru, gagal ginjal dan stroke.5
Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi
kronik (sebelum 20 minggu), preeklampsia & eklampsia (setelah 20 minggu),
hipertensi gestasional, dan hipertensi kronik dengan superimposed.5-7 Hipertensi
sendiri didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistol ≥ 140 mmHg atau
diastol ≥ 90 mmHg. Hasil ini dilakukan pada dua kali pemeriksaan dengan jarak
lebih dari 6 jam dan kurang dari 1 minggu.6 Preeklampsia merupakan hipertensi
pada kehamilan yang di sertai dengan tanda-tanda kegagalan organ yang terjadi
diatas minggu ke 20, biasanya pada trimester ketiga.8
Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberikan
gejala atau tanda yang khas sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang.
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai
dengan kejang menyeluruh atau koma. Sama halnya dengan preeklampsia,
eklampsia dapat terjadi pada ante, intra, dan postpartum.9
Eklampsia terjadi karena adanya mekanisme imunologi yang kompleks dan
aliran darah ke plasenta yang berkurang dan karena penyempitan pembuluh darah.
Hal ini mengakibatkan suplai zat makanan yang dibutuhkan janin berkurang.10
Penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan didasarkan pada gejala yang
ditimbulkan oleh penderita. Hasil pemeriksaan yang teliti diikuti observasi tentang
tanda klinik yang timbul dapat mempengaruhi keputusan untuk melakukan
penatalaksanaan. Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan
kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif, dan saat
yang tepat untuk persalinan.11
A. PREEKLAMPSIA
1. Definisi
Preeklampsia didefinisikan adanya (1) tekanan darah sistolik lebih atau
sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih atau sama
dengan 90 mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan jarak paling tidak 4
13
jam dari pemeriksaan yang sebelumnya normal. Preeklampsia dapat
didefinisikan juga (2) tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160
mmHg atau tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 110 mmHg.
Sebagai tambahan dari kriteria berdasarkan tekanan darah, proteinuria
lebih atau sama dengan 0,3 gram urin 24 jam, protein atau kreatinin ratio
0,3 atau lebih tinggi, atau pemeriksaan dipstick urin proteinuria +1 atau
lebih (bila tidak ada pemeriksaan proteinurin kuantitatif).12,13
Preeklampsia dengan gejala berat didefinisikan sebagai minimal
adanya satu dari gejala berikut:3,4,5,12,13,14
a. TDS ≥ 160 mmHg atau TDD ≥ 110 mmHg, pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak 4 jam pada pasien bed rest (kecuali
sudah diberikan terapi anti hipertensi)
b. Kelainan fungsi hati yang ditandai dengan peningkatan enzim hati
(dua kali lipat dari nilai normal), nyeri epigastrium yang menetap
dan tidak berespon dengan pemberian obat.
c. Insufisiensi ginjal yang progresif (serum kreatinin >1.1 mg/dL atau
peningkatan dua kali dari kadar normal tanpa adanya kelainan
ginjal).
d. Gejala cerebral atau gangguan visual yang baru pertama dialami
e. Edema pulmonal
f. Trombositopenia (PLT < 100,000/ul)
Pada pasien yang baru pertama kali hipertensi tanpa proteinuria, munculnya
salah satu dari beberapa kriteria berikut dapat didiagnosis dengan
preeklampsia :3,5,7,12,13,14
Trombosit <100.000/ul
a. Serum Kreatinin diatas 1.1 mg/dL atau peningkatan dua kali tanpa
ada kelainan ginjal yang lain
b. Kadar enzim hati meningkat dua kali dari kadar normal
c. Edema pulmonal
d. Gejala cerebral atau visual
14
Eklampsia didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan
dengan penyebab lain pada perempuan dengan preeklampsia.
2. Faktor Resiko
Faktor resiko pada preeklampsia dan Odd ratio adalah sebagai
berikut:3,5,6,12,13
a. Nulliparitas (3:1)
b. Usia lebih dari 35 tahun (3:1)
c. Ras kulit hitam (1.5:1)
d. Riwayat penyakit keluarga (5:1)
e. Penyakit ginjal kronis (20:1)
f. Sindrom Antifospolipid (10:1)
g. Diabetes Mellitus (2:1)
h. Kehamilan kembar (4:1)
i. BMI tinggi (3:1)
3. Tanda dan Gejala3,5,8,12,13,14
Manifestasi klinis preeklampsia sangat beragam, sehingga tidak semua
pasien mengeluhkan gejala yang sama. Preeklampsia tanpa gejala berat dapat
asimtomatik. Banyak kasus terdeteksi melalui ANC yang rutin.
Pasien dengan preklampsia gejala berat menunjukan kegagalan organ dan
memiliki keluhan berikut :
a. Sakit kepala
b. Gangguan visual, penglihatan kabur, skotomata, dan silau
c. Perubahan status mental
d. Kebutaan, dapat kortikal atau retinal
e. Dyspnea
f. Edema, onset cepat atau edema facial.
g. Nyeri kuadran kanan atas atau ulu hati
h. Kelemahan yang disebabkan anemia hemolitik
i. Klonus yang mengindikasikan meningkatnya resiko kejang
15
4. Diagnosis4,8,12,13,14
Semua wanita yang baru pertama kali mendapat hipertensi harus menjalani
beberapa tes sebagai berikut :
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. SGOT/SGPT
c. Kreatinin serum
d. Asam urat
e. Pemeriksaan proteinuria
Bila dicurigai terjadinya Sindroma HELLP maka harus dilakukan
pemeriksaan berikut :
a. Hapusan darah tepi
b. Serum LDH
c. Bilirubin Indirect
Pemeriksaan tambahan :
a. USG : Transabdominal untuk menilai status janin dan
mengevaluasi bila ada restriksi pertumbuhan janin. USG Doppler
untuk mengidentifikasi aliran darah
b. CTG : Untuk menilai dan memonitor kesejahteraan janin
5. Terapi,5,7,12,13,14
Terminasi adalah satu-satunya cara untuk menyembuhkan preeklampsia.
Pasien dengan preeklampsia tanpa gejala berat diinduksi setelah usia kehamilan
37 minggu. Sebelum diinduksi pasien harus dirawat dan dimonitor secara ketat di
rumah sakit karena rentan menjadi perburukan preeklampsia atau komplikasi
preeklampsia. Pada kehamilan yang belum aterm dilakukan pematangan paru
sebagai persiapan terminasi.
Pada pasien dengan preeklampsia gejala berat, terminasi harus
dipertimbangkan setelah kehamilan mencapai 34 minggu. Pada kasus ini tingkat
keparahan preeklampsia harus menjadi prioritas dibandingkan resiko kelahiran
16
prematur. Pada kasus darurat observasi tekanan darah dan kejang harus menjadi
prioritas.
Kriteria terminasi pada pasien preeklampsia dengan gejala berat yang dirawat
ekspektan adalah sebagai berikut :4,6,12,13,14
a. Gawat janin pada pemeriksaan NST atau gangguan aliran darah
arteri umbilikalis pada USG Doppler
b. Ruptur membran
17
c. Tekanan darah tidak terkontrol (tidak respon terhadap pemberian
terapi)
d. Oligohidramnion dengan AFI <5 cm
e. IUGR
f. Oliguria (<500 mL/ hari)
g. Peningkatan serum kreatinin paling tidak 1.5mg/dL
h. Edema pulmonal
i. Nafas pendek atau nyeri dada dengan saturasi <94%
j. Sakit kepala yang berat dan menetap
k. Nyeri kuadran kanan atas
l. Terjadi sindroma HELLP
m. Eklampsia
n. Trombosit < 100.000
o. Robekan placenta
p. Koagulopati yang tidak jelas penyebabnya
18
f. Lorazepam atau diazepam dan fenitoin dapat digunakan sebagai
lini kedua untuk kejadian kejang yang berulang dengan dosis
lorazepam (Ativan;2-4 mg IV dalam 2-5 menit) atau diazepam
(Vallium 5-10 mg IV secara lambat) , fenitoin loading dose (15
mg/kgBB).
Penatalaksanaan Postpartum12,13,14
a. Magnesium sulfat profilaksis dilanjutkan hingga 24 jam post
partum
b. Pemeriksaan enzim hati dan trombosit harus membaik sebelum
memulangkan pasien
c. Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan nidefipin atau
labetalol
d. Bila pasien dipulangkan dengan terapi tekanan darah, pemeriksaan
kembali tekanan darah harus dilakukan paling tidak 1 minggu
setelah dipulangkan
e. Pada pasien yang tidak ada hipertensi kronik sebelumnya,
umumnya tekanan darah kembali ke normal setelah 12 minggu
postpartum
f. Pasien harus secara hati-hati di monitor karena dapat terjadi
preeklampsia ulangan hingga 4 minggu post partum, dan eklampsia
yang bisa muncul hingga 6 minggu setelah terminasi.
6. Patofisiologi12,13,14
a. Faktor Imunologi
Faktor imunologi telah lama dipertimbangkan sebagai penyebab
preeklampsia. Terjadi disregulasi toleransi maternal terhadap placenta dan
antigen janin. Maladaptasi imun maternal-fetal ditandai dengan kelainan
antara sel NK dan fetal human leukocyte antigen (HLA)-C.
19
Disfungsi endotel yang terjadi sebagian disebkan oleh peningkatan
leukosit dalam sirkulasi maternal, yang dibuktikan dengan peningkatan T
helper tipe 1.
20
c. Faktor Angiogenik pada Preeklampsia
Faktor Proangiogenik yang disekresi oleh plasenta meliputi
Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan placental growth factor
(PIGF). Faktor angiogenik meliputi soluble fms-like tyrosine kinase I
receptor (sFlt-1), atau yang dikenal juga sebagai soluble VEGF receptor
type I , dan soluble endoglin
VEGF dan PIGF
VEGF dan PIGF merangsang angiogenesis melalui interaksi
dengan reseptor VEGF. Meskipun kedua faktor tersebut diproduksi oleh
plasenta, kadar PIGF lebih meningkat secara signifikan pada kehamilan.
Taylor et al mendapatkan kadar serum PIGF menurun pada pasien yang
akan mengalami preeklampsia. Penuruanan kadar serum terjadi pada awal
trimester dua pada ibu hamil yang berkembang menjadi preeklampsia dan
IUGR. Penelitian lain mendapatkan terjadi penurunan kadar PIGF serum
sebelum berkembangnya preeklampsia. Hal ini disebabkan berkurangnya
aliran darah plasenta sehingga mengakibatkan iskemia.
Menurut penelitian yang dilakukan Korish pada tahun 2012
Pemberian magnesium sulfat meningkatkan aliran darah plasenta dan
memperbaiki iskemia yang terjadi, sehingga mengurangi produksi sFlt-1.15
21
Gambar 3. Faktor Angiogenik14
d. Faktor genetik pada preeklampsia
22
Terjadinya preeklampsia melibatkan banyak gen. Lebih dari 100
maternal dan paternal gen telah dipelajari untuk dihubungkan dengan
preeklampsia.
Resiko preeklampsia berkorelasi positif dengan keluarga dekat. Studi
menunjukkan 20-40% resiko pada anak perempuan, dan 11-37% resiko
bila ada saudara kandung yang mengidap preeklampsia.
e. Faktor lain
Substansi lain yang diduga berkaitan dengan preeklampsia tetapi
tidak terbukti menyebabkan preeklampsia yaitu necrosis factor,
interleukins, molekul lipid, dan syncytial knots.
7. Pencegahan5,7,12,13,14
Terminologi umum pencegahan dibagi menjadi 3 yaitu: primer, sekunder,
dan tersier. Pencegahan primer artinya menghindari terjadinya penyakit.
Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia berarti memutus proses
terjadinya penyakit yang sedang berlangsung sebelum timbul gejala atau
kedaruratan klinis karena penyakit tersebut. Pencegahan tersier berarti pencegahan
dari komplikasi yang disebabkan oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini
juga merupakan tatalaksana.
a) Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat
dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari atau mengontrol penyebab-
penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti
preeklampsia belum diketahui.
Pencegahan primer dilakukan dengan skrining faktor resiko dan
pemeriksaan ultrasonografi doppler pada setiap wanita hamil sejak
awal kehamilannya
b) Pencegahan sekunder
i. Istirahat
23
Berdasarkan telaah 2 studi kecil yang didapat dari Cochrane,
istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan risiko
preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas.16
ii. Restriksi garam
Telaah sistematik 2 penelitian melibatkan 603 wanita pada 2
RCT menunjukkan restriksi garam (20-50 mmol/hari)
dibandingkan diet normal tidak ada perbedaan dalam
pencegahan preeklampsia, kematian perinatal, perawatan unit
intensif, dan skor apgar <7 pada menit kelima. (Evidence II,
Rekomendasi C).16
iii. Obat antitrombotik (aspirin dosis rendah, aspirin/dipyridamole,
aspirin+heparin, aspirin + ketanserin)
Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg/hari)
direkomendasikan untuk prevensi preeklampsia pada wanita
dengan risiko tinggi. (Evidence II, Rekomendasi A).16
iv. Suplementasi kalsium
Hasil metaanalisis dari 13 uji klinis yang melibatkan 15.730
pasien didapatkan rerata resiko peningkatan tekanan darah
menurun dengan suplementasi kalsium (1.5-2 gram kalsium
elemental/hari) bila dibandingkan dengan plasebo (12 uji klinis,
15.470 pasien). Suplementasi kalsium minimal 1gr/hari
direkomendasikan pada wanita dengan asupan kalsium yang
rendah (Evidence I, Rekomendasi A)16
v. Suplementasi antioksidan
Cochrane melakukan metaanalisis 10 uji klinis yang
melibatkan 6533 wanita. Sebagian besar uji klinis
menggunakan antioksidan kombinasi vitamin C (1000 mg) dan
E(400 IU). Kesimpulan yang didapat adalah pemberian
antioksidan tersebut tidak memberikan perbedaan bermakna
bila dibandingkan dengan kelompok kontrol pada kejadian
preeklampsia atau terhadap luaran primer lainnya, seperti
24
preeklampsia berat, kelahiran preterm (sebelum 37 minggu),
bayi kecil masa kehamilan, dan mortalitas perinatal. Pemberian
vitamin C dan E tidak direkomendasikan untuk diberikan
dalam pencegahan preeklampsia (Evidence IA, Rekomendasi
A).16
B. EKLAMPSIA
1. Definisi7,8,12,13,14
Eklampsia yang merupakan komplikasi dari preklampsia dengan gejala
berat sering didefiniskan dengan kejang umum yang tidak disebabkan oleh
penyebab lain yang terjadi pada masa kehamilan atau wanita postpartum yang
menunjukkan gejala preeklampsia.
Kebanyakan kasus eklampsia terjadi pada trimester ketiga kehamilan, dengan
dengan persentase 80% kejang terjadi saat inpartu atau kurang dari 48 jam setelah
terminasi.
2. Kejang Eklampsia7,8,12,13,14
Eklampsia menyebabkan kejang yang terjadi sekali atau lebih dengan lama
kejang yang berlangsung secara umum 60-74 detik. Wajah menjadi distorsi,
dengan mata protrusi, dan mulut berbusa dapat terjadi.
Kejang eklampsi dapat dibagi menjadi 2 fase, Fase pertama berlangsung 15-20
detik dan mulai dengan muka tegang. kemudian badan menjadi kaku dan
kontraksi otot secara umum. Fase kedua berlangsung sekitar 60 detik. dimulai dari
dagu, kemudian otot wajah dan alis, dan menyebar ke seluruh tubuh. Otot menjadi
kontraksi dan relaksasi dalam waktu yang cepat. Keadaan tidak sadar bertahan
sampai waktu yang berbeda-beda setelah fase kedua. Periode hiperventilasi
muncul setelah kejang tonik-klonik sebagai kompensasi tidak terjadinya
pernafasan dan asam laktat yang diproduksi pada fase kejang. Komplikasi kejang
yang dapat terjadi adalah, lidah tergigit, trauma kepala, patah tulang, dan aspirasi.
25
3. Efek terhadap organ7,8,12,13,14
Preeklampsia atau eklampsia mengakitabkan abnormalitas pada beberapa
organ yaitu hematologi, hati, ginjal, sisterm kardiovaskular dan sistem saraf pusat.
a. Kardiovaskular
Eklampsia berhubungan dengan kelainan kardiovaskular seperti
vasospasme umum, peningkatan resistensi perifer, dan meningkatnya
stroke work index ventrikel kiri.
Penelitian pospektif observational yang dilakukan oleh Vaught
yang melibatkan 63 wanita dengan preeklampsia dengan gejala berat
dilaporkan lebih tingginya tekanan sistolik, fungsi abnormal diastolik yang
tinggi, menurunnya global right ventricular longitudinal systolic strain,
meningkatnya remodeling jantung kiri, dan tingginya kejadian edema
pulmonal pada pasien peripartum dibandingkan dengan ibu hamil yang
sehat.
b. Hematologi
Masalah hematologi yang berkaitan dengan eklampsia adalah
menurunnya volume plasma, meningkatnya viskositas darah,
hemokonsentrasi, dan koagulopati.
c. Ginjal
Eklampsia berhubungan dengan kelainan ginjal yang
mengakibatkan menurunnya laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal,
kelainan ekskresi asam urat, dan proteinuria
d. Hati
Gangguan hati yang terjadi akibat eklampsia meliputi nekrosis
periporta, kerusakan hepatoseluler, dan hematom subkapsular.
26
Gambar 5. Gambaran perdarahan dan nekrosis periportal14
e. SSP
Eklampsia dapat menyebabkan gangguan seperti overperfusi
cerebral yang disebabkan hilangnya kontrol autoregulasi, edema cerebral,
dan perdarahan cerebral.
Gambar 6. Gambaran autopsi otak pasien eklampsia yang mengalami perdarahan otak14
27
4. Patofisiologi Eklampsia7,8,12,13,14
a. Inhibisi perkembangan uterovaskular
Terjadi banyak perubahan uterovaskular pada seseorang yang
hamil. Hal ini terjadi karena interaksi antara ibu dan janin yang
menghasilkan perubahan vaskularisasi sistemik dan lokal. Pada pasien
eklampsia perkembangan arteri uteroplasenta terganggu.
28
Studi juga menemukan bahwa meningkatnya aktifitas leukosit
menyebabkan terjadi stres oksidatif, inflamasi, dan disfungsi sel endotel.
5. Evaluasi7,8,12,13,14
Preeklampsia dapat sangat cepat berkembang menjadi eklampsia.
Berikut insiden terjadinya tanda dan gejala sebelum kerjang,
a. Nyeri kepala (83%)
b. Hiper refleks (80%)
c. Proteinuria yang mencolok (52%)
d. Edema umum (49%)
e. Gangguan penglihatan (44%)
f. Nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium (19%)
Studi yang dilakukan Cooray et al menemukan bahwa tanda dan gejala yang
paling sering terjadi mendahului kejang eklampsia adalah gejala neurologis
seperti sakit kepala dengan atau tanpa gangguan visual, tanpa memperhatikan
derajat hipertensinya. Oleh karena itu pasien harus di monitoring ketat setelah
terdapat gejala-gejala tersebut.
Berikut ciri-ciri Preeklampsia yang sudah berkembang menjadi eklampsia
a. Kejang atau postictal state (100%)
b. Nyeri kepala (80%), biasanya lokasi di frontal
c. Edema umum (50%)
d. Gangguan penglihatan, seperti kabur dan fotofobia (40%)
e. Nyeri perut kanan atas dengan mual (20%)
f. Amnesia atau perubahan status mental
6. Penatalaksanaan7,8,12,13,14
Kejang eklampsia adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa
dan membutuhkan terapi yang tepat untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu. Terminasi adalah satu-satunya cara untuk mengatasi eklampsia
29
i. Pastikan Airway,Breathing, dan Circulation baik
ii. Posisikan pasien dalam posisi left lateral decubitus untuk
mengurangi resiko terjadinya aspirasi, dan juga
meningkatkan aliran darah uterus.
iii. Lindungi pasien dari cedera akibat kejang seperti menaikan
penutup bed, menggunakan pelindung lidah, dan suction air
liur jika perlu.
iv. Setelah kejang berakhir, segera pasang IV line.
30
C. Peringkat bukti (hierarchy of evidence)
Levels of evidence ditentukan berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan
oleh Oxford Center for Evidence-based Medicine Levels of Evidence yang
dimodifikasi untuk keperluan praktis, sehingga peringkat bukti adalah sebagai
berikut;
IA metaanalisis, uji klinis
IB uji klinis yang besar dengan validitas yang baik
IC all or none
II uji klinis tidak terandomisasi
III studi observasional (kohort, kasus kontrol)
IV konsensus dan pendapat ahli
D. Derajat rekomendasi
Berdasarkan peringkat bukti, rekomendasi/simpulan dibuat sebagai berikut:
1) Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level IA atau IB
2) Rekomendasi B bila berdasar pada bukti level IC atau II
3) Rekomendasi C bila berdasar atas bukti level III atau IV
31
BAB III
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus pasien merupakan seorang wanita dengan usia 16 tahun.
Menurut kelompok umur, kejadian preeklampsia/eklampsia banyak terjadi pada
ibu kurang dari 20 dan lebih dari 35 tahun. Ibu usia muda atau tua berpengaruh
dua sampai tiga kali lipat terhadap derajat preeklampsia/eklampsia dibandingkan
dengan ibu usia reproduktif. Preeklampsia sering terjadi pada masa awal dan akhir
usia reproduktif yang diduga berhubungan dengan proses imunologis pada ibu.
Usia wanita yang paling aman untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun
karena merupakan usia reproduksi yang sehat. Risiko terjadinya preeklampsia
meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu. Umur ibu kurang dari 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun merupakan faktor predisposisi dari preeklampsia serta
risiko komplikasi medis yang dapat membahayakan ibu dan janin.10 Masih
terdapat kontroversi tentang Ibu usia muda, Duckitt melaporkan bahwa usia muda
tidak meningkatkan resiko secara bermakna (Evidence II, 2004) .16 Pada kasus ini
kehamilan pasien adalah kehamilan pertama (primigravida) dan belum pernah
mengandung sebelumnya (nulliparitas). Duckitt melaporkan nulipara memiliko
resiko hampir 3 kali lipat (Evidence II).16 Intoleransi plasenta dan janin pada
kehamilan pertama akan mendekatkan ibu pada resiko preeklampsia/eklampsia.
Pada kasus pasien datang dengan keluhan utama kejang 5x selama ± 2 menit
dirumah dan dirumah sakit. Pada anamnesis tidak ada riwayat penyakit hipertensi
sebelumnya dan kejang sebelum kehamilan. Kemudian setelah dilakukan
pemeriksaan fisik, tekanan darah 160/110, terdapat edema pada kedua tungkai dan
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria +3. Menurut kepustakaan,
eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia yang disertai
kejang menyeluh dan koma. Kriteria diagnosis preeklampsia yaitu adanya
peningkatan tekanan darah ≥ 140 mmHg sistol dan/atau ≥ 90 mmHg diastol pada
dua kali pemeriksaan, atau tekanan darah sistol ≥160 mmHg dan/ atau diastol
≥110 mmHg, beserta proteinuria minimal 0,3 g/L dalam 24 jam atau +1 dipstick
setelah 20 minggu kehamilan, sedangkan eklampsia merupakan terjadinya kejang
32
pada pasien yang sebelumnya memiliki gejala preeklampsia.12,13,14,19 Pada kasus
ini diagnosis eklampsia dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pada kasus, dari pemeriksaan laboratorium nilai hematokrit 30.6%,
Sedangkan asam urat, serum kreatinin, dan SGOT/SGPT tidak dilakukan
pemeriksaan. Berdasarkan penelitian yang dlakukan oleh Gana tahun 2010,
terdapat hubungan kadar hematokrit dan asam urat pada kejadian
preeklampsia/eklampsia. Hal ini menunjukkan bahwa kadar hematokrit akan
meningkat pada preeklampsia/eklampsia karena adanya hemokonsentrasi akibat
volume plasma yang menurun disebabkan oleh vasospasme. Hemokonsentrasi
juga meningkatkan viskositas darah yang menyebabkan perfusi jaringan semakin
berkurang pada seluruh organ baik ke otak, jantung, paru, ginjal, maupun jaringan
fetoplasenta.18 Pada kasus ini hematokrit tidak meningkat secara nyata. Menurut
penelitian yang dilakukan Powers pada tahun 2006 menyimpulkan manifestasi
awal dari pemeriksaan laboratorium yang dapat terjadi pada preeklampsia adalah
hiperurisemia.14 Pada tahun yang sama Cnossen14 et al melaporkan bahwa
penggunaan kadar asam urat untuk mendiagnosis preeklampsia nilai
sensitivitasnya antara 0-55%, dan spesifitasnya adalah 77-95%. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Noormartany dkk menyatakan bahwa kadar asam
urat serum pada preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan kehamilan
normal. Pada preeklampsia/eklampsia terjadi perburukan patologis fungsi
sejumlah organ serta sistem yang diakibatkan vasospasme dan iskemia. Hal ini
menyebabkan perubahan fungsi ginjal dan penurunan aliran darah ginjal, serta
penurunan kecepatan filtrasi glomerulus. Akibatnya, akan meningkatkan kadar
asam urat serum yang dapat terjadi sebelum gejala klinis timbul dan sebagai
resiko penyulit kehamilan, baik pada ibu maupun pada janin. Nilai hematokrit dan
kadar asam urat dapat digunakan sebagai pemeriksaan serial pada ibu hamil mulai
trimester pertama disetiap pelayanan antenatal.19 Hal ini membuat pemeriksaan
kadar asam urat pada pasien preeklampsia masih kontroversial, tetapi bila ada
fasilitas maka pemeriksaan kadar asam urat dapat dilakukan. Pemeriksaan
33
kreatinin,SGOT, dan SGPT dapat dilakukan untuk menentukan derajat keparahan
dan komplikasi yang terjadi pada pasien preeklampsia.13,14
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan CTG namun tidak dilakukan
pemeriksaan USG. Dalam kasus preeklampsia/eklampsia pemeriksaan CTG
dilakukan untuk menentukan status kesejahteraan janin, dan USG diperlukan
untuk menentukan bila terjadi komplikasi preeklampsia terhadap janin, seperti
IUGR.12,13,14 Keadaan gawat darurat yang dialami pasien ini menyebabkan
terbatasnya waktu untuk dilakukan pemeriksaan secara lengkap.
Pada laporan kasus ini, pemeriksaan ANC dilakukan sebnyak 1 kali pada
trimester pertama. Trimester I dilakukan pemeriksaan sebanyak 1x di dokter
puskesmas, trimester II dan III tidak dilakukan pemeriksaan, hasil pemeriksaan
pada trimester I dalam batas normal akan tetapi pada trimester II dan III tidak ada
hasil pemeriksaan sehingga tidak dapat terkontrol kesehatan ibu maupun janin.
Menurut kepustakaan, jadwal pemerikasaan kehamilan kunjungan antenatal untuk
pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali
selama kehamilan dalam waktu, yaitu sampai dengan kehamilan trimester I (<14
minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester II (14-28 minggu) satu kali
kunjungan, dan kehamilan trimester III (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-
36) dua kali kunjungan.20
Pada kasus ini penanganan awal yang dilakukan yaitu pemberian
Magnesium sulfat sesuai protokol dengan dosis penuh dan tindakan sectio
saesarea. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada
preeklampsia (Evidence I, Rekomendasi A). Pemberian dosis penuh magnesium
sulfat secara intravena atau intramuskular direkomendasikan sebagai prevensi dan
terapi eklampsia (Evidence II, Rekomendasi A). Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan sebelum memberikan Magnesium sulfat yaitu pernafasan
>16x/menit, refleks patella +/+, Diuresis cukup >100cc/4jam, dan tersedia
antidotum Ca Gluconas.7,12,13,14 Pasien dengan pemberian Magnesium sulfat harus
dievaluasi tiap 4 jam. Saat Pemberian Magnesium sulfat pada pasien
preeklampsia/eklampsia memiliki berbagai macam efek yang menguntungkan,
antara lain adalah berguna untuk mengontrol kejang. Magnesium sulfat
34
merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat dibandingkan diazepam,
atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya kejang/eklampsia atau kejang berulang
(Evidence IA, Rekomendasi A)16
35
perawatan intensif juga ditemukan lebih sedikit pada penggunaan magnesium
sulfat.16
Magnesium sulfat yang diberikan secara intravena pada ibu hamil akan
secara cepat melewati plasenta dan mencapai keseimbangan di dalam serum janin
dan cairan amnion. Duffy dkk pada tahun 2012 melaporkan penurunan detak
jantung janin namun tetap dalam batas normal, dan sedikit memperpanjang waktu
deselerasi. Mereka melaporkan tidak adanya efek yang merugikan. Nelson dan
Schendel juga melaporkan dalam 5 penelitian RCT mendapatkan bahwa
magnesium sulfat memliki efek neuroprotektif pada bayi prematur ataupun
matur.14
36
Selain efek menguntungkan apabila berlebihan dalam sirkulasi magnesium
juga dapat berakibat buruk. Refleks patella menghilang ketika magnesium plasma
level mencapai 10 mEq/L atau sekitar 12 mg/dL. Menghilangnya refleks patella
merupakan tanda bahaya terjadinya toksisitas magnesium. Pada saat kadar plasma
menyentuh angka 10 mEq/L keatas maka pernafasan akan melemah, pada angka
12 mEq/L atau lebih tinggi maka dapat terjadi lumpuhnya pernafasan dan
berhentinya nafas. Diuresis harus dipertimbangkan sebelum pemberian
Magnesium sulfat dikarenakan magnesium di ekskresi oleh ginjal, apabila GFR
menurun maka kadar Magnesium dalam sirkulasi akan berlebihan.12,13,14,21 Bila
terjadi intoksikasi magnesium sulfat, terapi dengan kalsium glukonas atau kalsium
klorida 1gr intravena.16
37
sakit pasien masih kejang dan kesadaran yang buruk, sehingga lebih dipilih teknik
anestesi umum.
Pada kasus ini pasien dipulangkan pada tanggal 19 Juni 2019, dengan
keluhan (-), KU : cukup, Kes : CM, TD : 120/80 mmhg. Preeklampsia dan
eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab
yang sama. Oleh karena itu, diperlukan pencegahan dan edukasi terhadap pasien
preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan selanjutnya untuk mencegah
kejadian pada kehamilan berikutnya dapat dilakukan nasehat yang berkaitan
dengan pasien dianjurkan melakukan ANC secara rutin minimal 4x selama
kehamilan, dibutuhkan peran serta keluarga sebagai faktor pendukung akan
memberikan yang terbaik untuk calon anggota keluarga yang baru,
mempersiapkan segala kebutuhan ibu hamil termasuk gizi seimbang dengan status
gizi yang baik, dan beristirahat cukup.25,26
38
DAFTAR PUSTAKA
2. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan. 2014.
4. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I. Danforth’s Obstetrics and
Gynecology. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
5. Reece EA, Hobbins JC. Clinical Obstetrics, The Fetus & Mother. 3rd ed.
Massachusetts: Blackswell Publishing; 2007. p. 683-99.
39
12. Lim K Hak, Steinberg G. Preeclampsia. Medscape. (Diakses tanggal 1 Agustus
2019); Diunduh dari : https://emedicine.medscape.com/article/1476919-
overview#a7
13. Ross M. Eclampsia. Medscape. (Diakses tanggal 1 Agustus 2019); Diunduh dari :
https://emedicine.medscape.com/article/253960-overview#a3
15. Aida K. Magnesium sulfate therapy of preeclampsia: an old tool with new
mechanism of action and prospect in management and prophylaxis. Japanese
society of hypertension. 2012;35:1005-1011.
17. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Edisi Kempat. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
18. Gana VY. Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklampsia. 2010:1-63.
20. Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Pusat
safemotherhood
21. Census.gov. International Data Base. (Diakses pada 1 Agustus 2019); Diunduh
dari : http://www.census.gov/population/international/ /country.php
22. Putra An, Hasibuan HS, Fitriyanti Y. Hubungan Persalinan Preterm pada
Preeklampia Berat dengan Fetal Outcome di RSU Islam Harapan Anda Tegal.
JKKI;6(3):113-20.
40
&dq=pilihan+anestesi+pada+eklampsia&source=bl&ots=uevhDAMXVA&sig=
ACfU3U0rmswgt2ib4KdSG0s-
IF6YEUcp6w&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwi7kNLShrvkAhUQcCsKHdn0C_g
Q6AEwCXoECAkQAQ#v=onepage&q=pilihan%20anestesi%20pada%20eklam
psia&f=false
25. Canzoneri BJ, Lewis DF, Groome L, Wang Y. Increased Neutrophil Numbers
Account for Leukocytosis in Women with Preeclampsia. American Journal of
Perinatology. 2009;26(10):729-32.
41