Anda di halaman 1dari 2

KURNIA NOVIYANTI

2015-050-106

Putusan Nomor 1531 K/Pid.Sus/2010

Penyalahgunaan psikotropika merupakan kejahatan yang dapat membahayakan


penghidupan dan kehidupan masyarakat. Psikotropika digunakan dalam ilmu kesehatan.
Digunankan sebagai obat bius sebelum melakukan operasi (pembedahan) serta dalam ilmu
pengetahuan, namun terdapat beberapa masyarakat yang mengalihkan fungsinya sebagai obat
yang dapat dikonsumsi untuk menenangkan diri, menghilangkan stress. Bahaya dari
penyalahgunaan psikotropika dapat merusak otak, jantung, hati, dan lain lain. Dalam hal ini
aparat penegak hukum mulai dari polisi, jaksa, serta hakim berperan memberantas dan
mencegah penyalahgunaan tersebut, namun harus sesuai dengan fakta yang sesungguhnya.

Permohonan kasasi terdakwa judex facti salah menerapkan hukum pembuktian tentang
pengertian saksi. Pertimbangan hakim dalam putusan bebas Nomor 1531 k/pid.sus/2010 yang
menyatakan polisi tidak dapat dipakai sebagai alat bukti keterangan saksi tidak sesuai dengan
KUHP yang menyatakan polisi tidak dapat dipakai sebagai alat bukti keterangan saksi, sebab
KUHP tidak mengatur bahwa polisi tidak dapat dijadikan saksi, selama polisi memenuhi
ketentuan menjadi saksi yaitu, mendengar, melihat, dan mengalami sendiri, polisi dapat menjadi
saksi.

Putusan MA Nomor 1531 K/Pid.Sus/2010 atas nama terdakwa Ket San. PN Sambas
menghukum Ket San karena memiliki dan membawa narkotika. Pengadilan Tinggi Kalimantan
Barat menguatkan putusan itu. Tetapi Mahkamah Agung membatalkannya, salah satu
pertimbangan utama Mahkamah Agung dalam putusannya adalah perihal kedudukan dua polisi
yang menangkap Ket San yang kemudian juga hadir sebagai saksi di persidangan. Mahkamah
Agung menyatakan bahwa keterangan saksi dua orang anggota polisi tersebut tidak dapat
diterima dan kebenarannya sangat diragukan. Dalam pertimbangan, hakim agung menyatakan
bahwa keterangan dua orang polisi saksi verbalisasi tidak dapat diterima dan kebenarannya
sangat diragukan. Menurut hakim, kdua saksi verbalisan punya konflik kepentingan karena
posisi itu membuat mereka berkehendak agar perkara itu berhasil dibawa kepengadilan.
Dimana seharusnya keterangan seorang saksi itu harus bebas, netral, objektif, dan jujur.
Keterangan dua orang polisi tersebut tidak dapat diterima karena mengandung konflik
kepentingan mengingat posisinya sebagai polisi membuat mereka berkehendak agar perkara
yang ditanganinya akan berhasil di pengadilan dalam arti berujung pada penghukuman bagi
terdakwa. Mengingat tidak ada saksi lain yang melihat Ket San menyimpan atau melemparkan
narkotika di tempat ditemukannya narkotika tersebut. Mahkamah Agung berpendapat bahwa
kuat dugaan terdapat unsur rekayasa didalam kasus ini dengan cara menempatkan atau lebih
tepatnya menjatuhkan narkotika didekat kaki terdakwa.

Apabila polisi yang dimaksud merujuk pada polisi pada umumnya, bearti putusan ini
mengandung konsekuensi bahwa semua anggota kepolisian tidak dapat diterima
kedudukannya sebagai saksi di persidangan. Keterangan saksi yang akan diberikan oleh
seorang polisi akan dinyatakan tidak dapat diterima semata-mata hanya karena statusnya
sebagai polisi. Sekalipun polisi yang melakukan penangkapan belum tentu sama dengan polisi
yang melakukan penyelidikan ataupun penyidikan, tidak jarang polisi yang melakukan
penangkapan adalah bagian dari operasi yang lebih besar. Dalam situasi normal, polisi penyidik
tentu memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa kasus yang disidiknya akan berpeluang
besar beakhir pada penghukuman terhadap pelaku. Dengan demikian, kehadirannya sebagai
saksi di persidangan dalam arti memberikan keterangan saksi sebagai alat bukti, patut
dipertanyakan objektivitasnya.

Terdapat 2 (dua) alasan pertama, putusan ini berpotensi memutus mata rantai rekayasa
kasus narkotika yang kerap terjadi dan alasan kedua, dapat menghentikan kelaziman praktik
penghukuman di kasus narkotika yang hanya mengandalkan keterangan saksi polisi penyidiki.

Putusan Nomor 2517 K/Pid.Sus/2012

Pengadilan Negeri Langsa dan Mahkamah Agung membebaskan Fitri dari tuduhan,
melanggar Pasal 114 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (!) Undang Undang No 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Pengadilan Negeri Langsa memutuskan melepaskan terdakwa dari segala
tuntutan hukum. Hakim juga memerintahkan agar fitri segera dikeluarkan dari tahanan, namun
jaksa menuntutnya empat tahun penjara. Hakim Mahkamah Agung yang mengadili kasasi jaksa
rupanya pandangan yang sama. pada tingkat kasasi, hakim mahkamah agung menolak atas
argumentasi penuntut umum, atau dengan kata lain menolak permohonan kasasi penuntut
umum dari Kejaksaan Negeri Langsa.

Hakim PN Langsa tidak langsung begitu percaya argumentasi yang disampaikan oleh
polisi dan jaksa. Hakim menegaskan terdakwa tidak dapat dipertanggungjawaban karena
faktanya terdakwa disuruh untuk melakukan perbuatan membeli sabu-sabu diluar
kemampuanya. Terdakwa melakukan perbuatan itu karena disuruh seorang polisi yang
menyamar. Terdakwa melakukan perbuatan itu (membeli sabu-sabu) karena disuruh. Sehingga
menurut majelis kasasi, bahwa pada diri terdakwa tidak terdapat kesalahan, karena tidak dapat
dipidana sesuai dengan asas geen straf zondar schuld (tiada mungkin orang dipidana jika tidak
ada kesalahan).

Putusan Sorrells v. US

Mahkamah Agung Amerika pada tahun 1932 dalam kasus Sorrells vs US, 287 U.S 435
mendefinisikan sebagai “mahkamah kemudian mengeaskan bahwa sesuatu yang dianggap
penjebakan bila adanya tindakan aktif dari penyidik untuk membuat seseorang melakukan
kejahatan.

Terdakwa didakwa atas dua tuduhan (1) karena memiliki dan (2) karena menjual, pada
13 Juli 1930, setengah gallon wiski yang melanggar Undang-Undang Larangan Nasional (27
USCA). Setelah persidangan ia mengandalkan pertahanan jebakan. Pengadilan menolak
mempertahankan pembelaan, menolak mosi untuk mnegarahkan putusan yang mendukung
terdakwa dan juga menolak untuk menyerahkan masalah jebakan kepada juri. Pengadilan
memutuskan bahwa sebagai masalah hukum tidak ada jebakan. Putusan bersalah mengikuti,
mosi dalam penangkapan, dan untuk menyisihkan putusan sebagai bertentangan dengan
hukum dan bukti, ditolak, dan terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama delapan belas bulan.
Pengadilan banding sirkuit menguatkan putusan, dan pengadilan ini memberikan surat perintah
certiori terbatas pada pertanyaan apakah bukti cukup untuk pergi ke juri pada masalah jebakan.

Anda mungkin juga menyukai