Anda di halaman 1dari 3

Siapa Dyah?

Nama saya Dyah Sakanti Anjaningrum, anak tunggal dari 3 bersaudara. Saya lahir pada
hari rabu tanggal 24 Desember 1997. Ayah seorang seorang ABRI yang sering berpindah-
pindah tugas. Saya lahir di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah dikarenakan saat itu ayah saya
dinas di kesatuan Brimob Polda Sulawesi Tengah. 4 tahun hidup di asrama yang penuh dengan
bisingnya suara tembakan membuat saya bisa tidur dalam keadaan apapun dan dimanapun.
Makan merupakan sebuah pelarian terbaik buat saya. Entah itu sedang sedih, lelah ataupun
senang.

Pada pertengahan tahun 2002 awal dari saya harus hidup nomaden atau berpindah
pindah. Ayah saya pindah tugas dikarena sebelah matanya harus diangkat akibat kecelakaan
saat beliau sedang menjinakkan bom disalah satu gereja. Akhirnya saya pindah kekampung
halaman ayah saya di Kabupaten Malang –Provinsi Jawa Timur.

Pada tahun 2004 saya kembali pindah ke Gorontalo, kampung halaman ibu saya. Ayah
saya tetap berada di Malang karena harus bekerja. Saya hidup dengan nenek saya hingga
akhirnya beliau terserang stroke. Menginjak bangku taman kanak-kanak kecil saya di
Gorontalo, namun pada kenaikan tingkat ke kelas B saya kembali pindah ke Malang, hingga
akhirnya menginjakan kaki di bangku kelas 1 sekolah dasar.

Tahun selanjutnya saat kenaikan kelas 2 sekolah dasar, saya kembali pindah ke
Gorontalo karena memang saya tidak bisa jauh dari nenek saya. Saya hidup terpisah dengan
saudara laki-laki saya. Saat awal kelas 4 SD saya terserang sakit infeksi saluran pencernaan
atau usus buntu. Saat itu saya harus dioperasi dengan jangka waktu operasi usus buntu cukup
lama. Saya harus berada di ruang operasi dengan perut terbedah selama 5 jam. Dengan total 1
bulan harus menginap di rumah sakit. Alasan sakit menjadikan saya harus dipindahkan sekolah
lagi pada kenaikan kelas 4. Saya kembali bersekolah di Malang hingga akhirnya lulus sekolah
dasar.

Pada akhirnya kelas 3 SMP kembali berpindah ke Gorontalo sebab harus mengikuti ibu
dan keinginan dari nenek saya. Saat itu saudara bungsu saya baru berumur 6 bulan dan saudara
laki-laki saya 10 tahun. Pada momen ini untuk pertama kalinya saya ke Gorontalo setelah 4
tahun terakhir tidak menginjakkan kaki disana. Awal mula akhirnya saya bisa naik pesawat
yang bisa ditempuh hanya 1 hari. Tidak lagi terombang ambing dilautan lepas selama 3 hari 2
malam dengan harus berdesak-desakan.
Pada akhirnya saya menginjakan kaki menuju remaja. Masa putih abu-abu saya
habiskan di Gorontalo. Dari awal masuk hingga akhirnya dinyatakan lulus. Masa SMA saya
cukup penuh petualangan. Dimana masih kelas 1 namun saya bisa terpilih menjadi Wakil Ketua
Osis dan Wakil Ketua Forum Anak Kabupaten Pohuwato. Begitu kelas 2 SMA saya
dipercayakan menjadi Ketua Osis. Saya sangat minat dibidang debat-mendebat. 2 kali berturut-
turut menjadi pembicara terbaik di kabupaten dan pembicara terbaik ke 4 di tingkat provinsi.

Awal kelas 3 saya dipercayakan menjadi wakil dari Provinsi Gorontalo untuk menjadi
Duta Anak pada pertemuan Forum Anak Nasional pada tahun 2015 di bulan Agustus. Sangat
menyenangkan dimana saya bisa berdiskusi dengan remaja-remaja cerdas pejuang hak-hak
anak dari seluruh Indonesia. Berdiskusi dengan orang-orang hebat, salah satunya ibu Yohana
yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sangat banyak ilmu dan
pengalaman.

Pada puncak Hari Anak 2015 pada akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Istana
Kepresidenan Bogor dan bertemu langsung dengan Presiden Republik Indonesia, Pak Jokowi.
Senang bisa berinteraksi langsung dengan beliau. Bisa banyak berbicara tentang berbagai
masalah anak yang dihadapi di daerah masing-masing.

Lulus dari sekolah menengah atas, saya mengawali cerita masuk kuliah dengan
mendaftar SNMPTN di Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Gorontalo. Namun saya
hanya lolos di Teknik Geologi UNG. Mencoba kembali keberuntungan di SBMPTN saya
kembali hanya lolos di UNG jurusan Teknik Sipil. Karena satu-satunya jurusan yang saya
inginkan hanyalah PWK atau Perencanaan Wilayah dan Kota membuat saya mengakhiri
pencarian di ITN Malang. Walaupun banyak berita miring, belum lagi gunjingan dari orang-
orang disekitar tak membuat saya menyerah. Semua karena dukungan penuh dari Orang Tua.

PWK menjadi impian saya dari kelas 2 SMA. Saya suka ketika saya harus bepikir keras
tentang bagaimana kita harus menata disekitaran kita, bagaimana kita harus merencanakan
masa depan. Ditambah dengan lapangan kerja yang masih sangat luas di Gorontalo membuat
saya terus termotivasi untuk tetap berjuang di kampus teknologi tercinta ini.

Anda mungkin juga menyukai