Anda di halaman 1dari 6

UJIAN TENGAH SEMESTER

Untuk Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah


Entrepreneurship and Business Ethics

Dosen Pengampu:
Sri Palupi Prabandari, SE, MM, Ph.D

Oleh:
Wisnu Sukmanegara 186020202011001

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
UBER: THE (RISE AND) FALL IN INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Uber merupakan perusahaan transportasi berbasis aplikasi yang berdiri pada tahun 2009 di San Fransisco,
Amerika Serikat. Uber berkembang pesat di Amerika dan menguasai sebagian besar pasarnya. Setelah ekspansi
ke beberapa negara di Amerika Selatan dan beberapa negara di Asia, pada akhir 2014 Uber pun menginjakkan
kakinya di Indonesia.
Uber merupakan salah satu perusahaan transportasi aplikasi pertama di dunia, dan dengan visi misi ekspansi
global. Perjalanan ini tidak mulus di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada
tahun 2018 Uber Indonesia diakuisisi oleh Grab yang juga merupakan competitornya selain Gojek. Akan diulas
dan dianalisis tajam mengapa Uber gagal di Indonesia.
Pada tahun 2014 sebuah artikel di Techinasia.com, sebuah media teknologi di Asia; memuat prediksi
kemungkinan kegagalan Uber di Indonesia, dan juga kemungkinan bagaimana bisa bertahan dan sukses di
Indonesia.
Berikut beberapa prediksi (2014) mengapa Uber akan gagal di Indonesia:
a. Banyaknya pilihan
Di Jakarta warga menggunakan transjakarta dan bis kota lain, ada yang menggunakan kendaraan pribadi
roda 2 dan 4, serta ada pula yang menggunakan taksi (misal bluebird, express, taxiku).
b. Penetrasi Smartphone masih rendah dan 3G di Indonesia masih jelek.
Uber menggunakan platform aplikasi pada smartphone untuk membuat pesanan. Dan di Indonesia,
penetrasi pemasaran smartphone masih lemah. Disamping itu, sinyal 3G masih belum stabil. Taksi
konvensional memiliki call center untuk reservasi, namun tidak dengan Uber.
c. Pembayaran
Salah satu kelebihan Uber adalah metode pembayaran mudah tanpa uang tunai (penggunaan kartu kredit).
Namun di Indonesia, persentasi pemilik kartu kredit masih sedikit. Sehingga Uber dituntut menerima
pembayaran dengan kartu debit, virtual kredit, atau bahkan model prepaid / saldo.
Berikut beberapa prediksi (2014) mengapa Uber akan berhasil di Indonesia:
a. Uber adalah merk lifestyle
b. Permasalahan teknologi di Jakarta masih dapat diperbaiki
Masyarakat sudah mulai bermigrasi dari ponsel lama ke smartphone android (karena tersedia pula android
yang terjangkau). Terkait permasalahan sinyal kurang stabil, dapat diatasi dengan proses booking lebih awal
ataupun membuat sebuah call center.
c. Masyarakat Indonesia kelas atas memiliki kredit card
Meskipun persentase pemilik kartu kredit masih rendah, namun persentase ini meningkat, karena
masyarakat mulai menggunakan kartu kredit untuk belanja online dari ecommerce luar negeri, missal
amazon, ebay, dll. Meskipun transaksi tunai masih yang utama, namun Uber memiliki mangsa pasar pemilik
kartu kredit yang prospek.
d. Uber memiliki uang banyak
Kompetitor Uber yakni GrabTaxi adalah threat terbesar bagi mereka. Namun GrabTaxi masih berskala
regional / local. Uber memiliki sokongan kuat secara intern, dan juga Google di sisi mereka, sehingga mereka
memiliki dana kuat. Jika goyah pun, mereka memiliki ruang untuk bermanufer.

B. LANDASAN TEORI
Ekspansi Uber secara global; terutama di negara – negara berkembang dapat disinergikan dengan beberapa
teori literature berikut:
- Deeksha A. Singh pada artikelnya berjudul A resource – based perspective to international entrepreneurship,
menyatakan bahwa perlu diperhatikannya permasalahan kewirausahaan internasional dari perspektif
perusahaan – perusahaan negara berkembang.
o Multi National Enterprise (MNE) di negara berkembang di wilayah Asia Pasifik memiliki konfigurasi
sumber daya yang khusus karena perkembangan tingkat ekonomi, sumber daya, dan struktur pasar
negara tersebut
- Shivganesh Bhargava (2008) menyatakan bahwa skill teknologi dan pemasaran meningkatkan advantages
yang diperoleh dari biaya tenaga kerja yang lebih rendah untuk perusahaan ekonomi berkembang dan
meningkatkan peluang keberhasilan mereka di pasar internasional
Dalam menghadapi kekhususan konfigurasi resource di negara berkembang, perusahaan perlu memiliki kesiapan
manajemen untuk bisa beradaptasi di negara tersebut:
- Risk management includes all activities that are related to the treatment of risks, such as planning,
identification, analysis, compila- tion of proactive and reactive strategies, monitoring and control of risks.
- Organizational barrier:
 Lack of Management Commitment
 Lack of Permanent Indicators
 Resistance to Change
Pada poin analisa pembahasan akan diulas sejauh mana Uber memiliki kesiapan dan kemampuan pada risk
management dan dalam menghadapi barrier nya.
Konsep literature lain yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan persaingan. Dalam hal ini persaingan
Uber dengan threats nya tidak dapat dibatasi hanya di bidang transportasi. Sih Yuliana Wahyuningtyas (2016)
menyatakan bahwa jaringan transportasi online dapat dianggap melayani fungsi yang sama atau sebagai
pengganti taksi konvensional dari sudut pandang konsumen. Di sisi lain, jaringan transportasi online juga dapat
dianggap sebagai pasar yang terpisah.

C. ANALISA PEMBAHASAN
Uber masuk di Jakarta, Indonesia pada tahun 2014 akhir, dengan konsep “taksi online” dan metode
pembayaran dengan kartu kredit. Sementara di Jakarta tersedia moda transportasi umum berupa: taksi,
transjakarta, bus kota, kereta, bajaj, angkutan kota, dan ojek. Di sisi lain, Gojek berdiri di Indonesia pada tahun
2010 dan pada awal 2015 meluncurkan aplikasi android dan ios; sedangkan Grab berdiri di Malaysia pada tahun
2012 dengan aplikasi my teksi.
Ilustrasi diatas merupakan tantangan Uber saat masuk di Indonesia, belum lagi faktor sosio-ekonomi
masyarakat dan faktor pemerintah yang harus dihadapi Uber. Untuk mengatakan bahwa Uber sempat dapat
berhasil di Indonesia cukup sulit. Karena pada dasarnya Uber belum berhasil menjadi market leader di Indonesia.
Ada beberapa artikel media yang mengungkapkan faktok penyebab “kegagalan” Uber di Indonesia:
1. Knowledge.insead.edu
a. As Grab became prominent, Uber split its focus by expanding rapidly outside of Asia. Its strategy shifted
from winning at all costs to maintaining its position as a major player that would neither gain nor lose
market share in Southeast Asia.
b. In 2013 and 2014, Grab entered the Philippines, Thailand, Vietnam and Indonesia, each time beating
Uber by a few months. Grab drew US$250 million in funding from Softbank in a relatively early large-
scale investment. With US$4 billion in new funding, Grab overtook Uber as the leader in a region where
Uber spent just US$700 million. Grab returned to capital markets frequently, suggesting that its strong
expansion strategy entailed unpredictable and growing funding needs.
c. What differed from Uber, though, was an early focus on becoming a super app giving access to a variety
of interconnected services, based on a common financial infrastructure, the Go-Pay digital wallet. Go-Jek
leveraged the large Indonesian population and outsized opportunity to provide various services solving
difficult local problems. From 2015, Go-Jek expanded across Indonesia and started adding services such
as shopping, massage, beauty and cosmetics, house cleaning and ticketing.
d. Although investment in Go-Jek has been significant, including US$2.1 billion from primarily American and
Singaporean investors, Go-Jek fundraised less than Grab, choosing mostly to leverage its operating
revenue and debt. It made itself an integral part of Indonesians’ lives with a wide array of innovative
services – including auto repairs, mobile payments and even a non-bank digital wallet.
2. Business-standar.com
a. Uber and its competitors will be forced to invest in the locals rather than compete against them.
Multinational ride-sharing companies like Uber will have to become regional players expert in local
preferences, and in managing the governments who regulate them.
b. Compared with Grabm Taxi Holdings Pte. Ltd., the dominant ride-sharing company in Southeast Asia, it
consistently had fewer cars available and was perpetually behind in offering localized services.
c. Grab offered a cash payment option as early as 2012 in order to expand the service to the millions of
Southeast Asians who don't have credit cards. Uber, which entered the market in 2013, didn't
d. But the biggest threat to Uber -- and anyone else aspiring to create a multinational ride-sharing company
-- is growing concern about data privacy. In the course of its brief history, Uber has been plagued by
several scandals related to its handling of user data.
3. Berbagai artikel media:
a. Kerugian keuangan pada tahun 2016 yakni USD 2,8 miliar dan pada tahun 2017 sebesar 4,5 miliar
(detik.com).
b. Akuisisi oleh Grab terhadap Uber di Asia Tenggara sebagai bagian dari rencana Uber untuk Go Public
pada 2019; lanjutan dari penjualan saham Uber di Cina (2016) dan Rusia (2018)
c. Uber seringkali menghadapi kesulitan ketika terjadi perang tarif. Selain itu, regulasi pemerintah lokal
juga memberi tekanan tersendiri bagi ekspansi perusahaan transportasi online seperti Uber (detik.com).
d. di Indonesia, dengan adanya peraturan penentuan tarif minimum dan maksimum bagi penyedia
transportasi online. Ini merupakan sebuah serangan langsung terhadap bisnis inti transportasi Uber yang
menerapkan model bisnis harga dinamis. Selain itu, kebijakan pembatasan jumlah kendaraan, uji lisensi
kendaraan, dan keharusan membentuk korporasi menjadi sebuah hambatan bisnis transportasi online
seperti Uber selama ini (detik.com).
e. Mereka sulit berkompetisi dengan pemain lokal selain juga harus berurusan dengan hambatan aturan
dibeberapa negara. Uber masuk ke beberapa negara saat pemain lokal sudah menjiplak model bisnis
mereka dan berhasil. Sehingga saat Uber masuk, kondisinya justru terbalik karena pasar di negara
tersebut sudah mengenal model bisnis tersebut dan tidak terlalu kagum dengan apa yang dilakukan oleh
Uber.
f. Kesulitan pengemudi untuk menggunakan smartphone dimana smartphone adalah bagian yang krusial
yang harus dikuasai untuk menjalankan usaha ini. Atau kesulitan pengemudi untuk mendapatkan
smartphone karena untuk kebanyakan pengemudi, smartphone adalah barang mahal.
g. Uber pada saat masuk Indonesia, tetap mengharuskan pengguna membayar menggunakan kartu kredit,
agar transaksi dapat langsung diterima ke negara pengembang Uber.
Di Indonesia, penggunaan kartu kredit yang digunakan sebagai moda pembayaran jadi masalah karena
belum sepenuhnya bisa diterima oleh penumpang pun tidak segera dicarikan solusinya. Uber masuk ke
Indonesia di tahun 2014 namun pembayaran tunai baru dibuka pada tahun 2016.
Bahkan Gojek dan Grab melihat kelemahan fatal ini menjadi sebuah peluang: menciptakan pembayaran
lokal misal GoPay maupun voucher / saldo Grab (sebelum OVO), yang bisa ditop up di minimarket
maupun secara cash.
Saat Uber meluncurkan pembayaran cash maupun debet pada 2016; pelanggan sudah nyaman dengan
Gojek dan Grab.
h. "Di Cina, Rusia, dan sekarang Asia Tenggara, Uber ditekuk oleh pesaing setempat yang memiliki
pengetahuan dan koneksi lokal yang lebih baik." John Colley, dari Warwick Business School.
i. "Salah satu bahaya potensial, dari strategi global kita adalah bahwa kita menghadapi terlalu banyak
pertempuran di banyak medan dengan terlalu banyak pesaing." Dara Khosrowshahi, CEO Uber.
Dia juga mengungkapkan betapa banyak kekeliruan strategi global yang mungkin dilakukan Uber.
j. Uber memasuki Asia Tenggara di tahun 2013 dengan menggunakan strategi yang sama dengan di
Amerika Serikat. Ketidakmampuan Uber memenuhi kebutuhan penumpang menjadi alasan utama
kenapa layanan transportasi ini di tinggalkan orang. Grab sudah mulai menyediakan pelayanan
menggunakan sepeda motor sejak 2014, sepeda motor merupakan kendaraan yang populer di kawasan
Asia Tenggara yang padat karena bisa menerobos kemacetan lalu lintas. Sementara itu, Uber baru
menyediakan layanan sepeda motor di tahun 2016. Artinya, Uber membutuhkan waktu 4 tahun untuk
beradaptasi dengan lingkungan Asia Tenggara, mungkin karena keterlambatan mereka inilah makanya
mereka di tinggal pelanggan.
Secara umum faktor kegagalan Uber di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa faktor:
- Keuangan internal
a. Kerugian keuangan 2 tahun berturut-turut
b. Sampai pada merger nya dengan Grab, Uber masih dengan metoda “bakar duit” karena persaingan
- Kompetisi
a. Uber masuk Indonesia saat Gojek dan Grab sudah berada di Indonesia
b. Kalah pada perang harga dengan Gojek dan Grab, karena mereka juga punya investor yang kuat
c. Kalah cepat dengan Gojek dan Grab pada metode pembayaran
d. Gojek cukup sigap merambah Gocar, Grab sigap merambah Grabbike; namun Uber terlambat
merambah Ubermotor
e. Pada perkembangannya, Uber di Indonesia kalah fitur dengan Grab; apalagi dibandingkan Gojek
dengan Gofood, Gomassage, Goclean, dll
f. Satu lagi yang mempengaruhi lemahnya Uber sebelum kalah adalah persebaran dan sosialisasi.
Gojek dan Grab cukup massive dan cepat persebarannya di beberapa wilayah Indonesia; dan juga
iklan dan promo yang besar-besaran.
- Regulasi
Peraturan pemerintah ini meregulasi segala bentuk transportasi online, termasuk Grab dan Gojek. Namun
mereka merespon dan beradaptasi dengan cepat, sedangkan Uber belum cukup siap
- Demografis sosio-ekonomi
a. Gojek dengan tagline nya sebagai karya anak bangsa masih cukup memikat masyarakat Indonesia.
Grab dapat meredam kefanatikan itu dengan berbagai promo dan perang harga. Sedangakn Uber
belum cukup amunisinya.
b. Kembali ke kebiasaan pembayaran, persentasi masyarakat Indonesia yang memiliki kartu kredit
masih relative kecil; dan ketika Uber memfasilitasi pembayaran tunai dan debet; para pelanggan
menilai sudah terlambat.
Pada poin literature, dibahas terkait entrepreneurship international, risk management, dan barrier. Uber
sebagai salah satu startup pioneer di bidang transportasi online tetap mengukuhkan diri di negara asalnya, dan
mengembangkannya ke berbagai negara. Saat ini Uber masih menguasai pasar di Amerika, Brazil, dan negara
Amerika Selatan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegagalan Uber di Indonesia dan negara lainnya seperti
Cina, Rusia, dan Asia Tenggara lainnya adalah bagian dari resiko dan tantangan ketika sebuah perusahaan
mengekspansi ke negara lain.
Namun sudut pandang secara luas juga dapat dilihat. Tentu saja Uber internasional sudah memiliki tim ahli
dalam mengevaluasi resiko dan barrier dan mengambil keputusan.
- Uber bukan jual barang atau jasa; namun Uber membuat platform; Uber tidak diakuisisi Grab namun
memperkuat platform mereka (Rhenald Kasali (guru besar Ekonomi UI), 2018). Platform bukan hanya 1
produk; mereka bisa menjadi lembaga keuangan, asuransi, mengantar makanan, pengobatan, pendidikan,
dll.
- Persaingan yang terlalu ketat di Asia Tenggara pun juga menjadi salah satu alasan bagi SoftBank dalam
mempercepat proses transaksi antara Uber dan Grab (detik.com).
- Akuisisi oleh Grab terhadap Uber di Asia Tenggara sebagai bagian dari rencana Uber untuk Go Public pada
2019; lanjutan dari penjualan saham Uber di Cina (2016) dan Rusia (2018). (detik.com)
Ketika Uber “kalah”, berbagai alternative strategi sudah disiapkan. Uber di Cina merger dengan Didi, di Rusia
dengan Yandex, di Indonesia dan Asia Tenggara dengan Grab. Uber menjual sebagian besar sahamnya (bukan
semua) ke perusahaan-perusahaan tersebut. Artinya jika perusahaan tersebut untung, Uber pun untung; dan
Uber tetap memiliki resource dan platform yang semakin kuat dengan “keterlibatan” secara terbatas di
perusahaan tersebut.
Dan meski tampak “kalah” di banyak negara, namun target Uber untuk masuk IPO pada tahun 2019 tetap
menjadi kenyataan. Ini menunjukkan valuasi sebenarnya dari Uber sendiri.

D. KESIMPULAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi, revolusi industry 4.0, perkembangan teknologi yang sangat pesat
dalam beberapa tahun terakhir berdampak pada perekonomian mikro maupun makro.
Pada bab pendahuluan disebutkan beberapa prediksi di tahun 2014 bagaimana uber bisa gagal di Indonesia.
Namun setelah fakta yang terjadi; hanya faktor penetrasi smartphone dan lemahnya sinyal; yang tidak sesuai. Ini
menunjukkan bahwa perkembangan teknologi yang amat pesat, harga terjangkau, menjadikan Indonesia salah satu
mangsa terbesar di bidang teknologi.
Sedangkan untuk prediksi banyaknya opsi konsumen, memang tepat namun yang terjadi jauh lebih dari yang
diprediksi. Taksi konvensional gulung tikar, aplikasi ride sharing banyak bermunculan dengan berbagai nilai
tambahnya. Terkait dengan pembayaran yang awalnya hanya menerima kartu kredit; ini juga menjadi salah satu
faktor Uber tidak menjadi pilihan utama bagi konsumen.
Persaingan usaha tidak cukup dianalisa pada produk / jasa maupun kategori produk / jasa, namun sudah
harus memperhatikan di level kompetisi general maupun kompetisi budget. Uber di negara asalnya pada awalnya
hanya bersaing dengan taksi. Di Indonesia, Uber harus bersaing dengan taksi, ojek, transportasi umum, taksi online,
ojek online. Uber sebagai salah satu pioneer ride sharing di dunia, berhadapan dengan gojek yang memegang
kearifan local Indonesia, yang memiliki fitur dan layanan jauh lebih maju seperti pesan antar makanan, jasa cuci
mobil, jasa pijat, jasa pembersihan rumah, dll. Belum lagi fitur teknologi uang digital pada layanan ride sharing di
Indonesia yang diprakarsai gojek dengan gopay nya dan Grab yang kemudian menggunakan OVO.
Uber mungkin tampak kalah di beberapa negara, namun target Uber untuk go public pada tahun 2019 tetap
tercapai. Persaingan Uber dengan berbagai competitor di berbagai negara belum akan berakhir; karena baik Uber
maupun competitor maupun new entry nantinya, akan bersaing dalam kekuatan platform yang memenuhi
kebutuhan manusia.

Anda mungkin juga menyukai