Anda di halaman 1dari 2

Tugas 2

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik


Nama : MUNTASIR
NIM : 030693539

Jawaban
Partisipasi dan Keterwakilan perempuan di dunia politik menjadi salah satu bentuk
kesetaraan jender dalam kerangka representasi politik secara umum. Kehadiran perempuan di
politik diharapkan dapat membuat isu-isu sosial, terutama yang berkaitan dengan
perempuan/Keadilan gender dan anak, dapat makin menjadi prioritas. Partisipasi perempuan
dalam bidang politik tercermin dari keterwakilan dan peran perempuan di Institusi
politik/publik seperti Legislatif (DPRD/DPR/DPD), Eksekutif (Kepala Pemerintahan
Nasional/Daerah) yang ada saat ini justru menunjukkan bahwa situasinya harus ditingkatkan,
baik secara kualitas dan kuantitas.
Secara Kuantitas Hasil Pemilu tahun 2014 mencatat hanya sekitar 17,32 persen perempuan di
parlemen, sedikit menurun dari Pemilu lima tahun sebelumnya yang sebesar 17,49 persen.
Demikian pula dengan jumlah anggota DPD perempuan yang menurun dari dari 26,52 persen
pada tahun 2009 menjadi 25,76 persen pada tahun 2014. Menurut catatan Perludem, Dalam
kerangka kontestasi politik daerah dapat dilihat Keterwakilan perempuan hanya 7,47% dalam
pilkada 2015, 7,17% di Pilkada 2017, dan sedikit meningkat 8,85% dalam Pilkada 2018.
Berdasarkan hasil pemilu tahun 2014 (data KPU), Untuk di Provinsi Jambi, terdapat 7 (13%)
orang perempuan dari 55 orang jumlah anggota DPRD Prov, 46 (12%) orang perempuan dari
375 orang anggota DPRD /Kab/Kota Se-Provinsi Jambi, 2 (28%) orang perempuan dari 7
orang anggota DPR dap\il jambi, kemudian 2 (50%) orang perempuan dari 4 orang anggota
DPD dapil Jambi. kemudian terdapat dua (2) orang duduk di eksekutif sebagai Bupati dan
Wakil Bupati dari 11 orang Bupati/Wakil Bupati Se-Provinsi Jambi. Dari gambaran data
jumlah perempuan di Legislatif tersebut, secara umum tingkat keterwakilan perempuan
masuk dalam katagori RENDAH sebagaimana di-kutip dari Peraturan Menteri
Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak RI Nomor 10 Tahun 2015 pada Lampiran
III, dengan Pengecualian Kabupaten Batanghari pada kategori SEDANG.
Kemudian pada pada Lampiran Kedua (II) nya (tabel 9, hal.32), jika dibandingkan
dibandingkan dengan dua (2) pemilu sebelumnya yaitu pemilu 2004 dan 2009 maka pola
pencapaian keterwakilan perempuan di DPRD se-Provinsi Jambi masuk dalam kategori tidak
stabil. Sehingga variasi keterwakilan seperti ini harus menjadi perhatian serius ke-depannya,
harus ada upaya intervensi khusus setidaknya untuk pencapaian di-angka 30%.
Terbukti kuota perempuan 30 persen dalam daftar caleg partai politik pada setiap daerah
pemilihan belum mampu mengakselarasi keterwakilan perempuan di-lembaga legislativ se-
provinsi Jambi. Padahal perbandingan jumlah penduduk antara laki dengan perempuan
hampir relatif seimbang jumlahnya. Persoalan GAPs kuantitas tersebut memunculkan
pertanyaan yang menarik, bagaimana jumlah perempuan dalam institusi politik/publik bisa
lebih sedikit bila dibanding jumlahnya sendiri secara keseluruhan.
Rendahnya keterlibatan perempuan dalam bidang politik setidaknya disebabkan oleh Faktor
Budaya dan faktor Aksessibilitas Perempuan terhadap Instrumen Politik. Secara budaya,
paradigma bahwa politik adalah domainnya laki – laki sangat dipengaruhi oleh budaya
Patriakhi yang masih kental di-tengah masyarakat. Sehingga patron patriakhi tersebut
mengkonstruksikan perempuan “terpinggir” dari jabatan-jabatan politik. Dan hal ini
diperberat lagi dengan beban ganda perempuan dalam tanggung jawab domestik rumah
tangga/keluarga, yang akan mempersempit ruang gerak perempuan itu sendiri.
Secara Prosedural, diruang-ruang politik perempuan masih rendah peluangnya untuk
berperan dalam pengambilan keputusan, meski jumlahnya sudah lebih banyak saat ini.
Pelibatan perempuan yang didasarkan pada kualitas harus mulai dilakukan dengan serius, jika
ingin tujuan peningkatakan keterwakilan dan kapasitas perempuan di pemerintahan dan ruang
politik tercapai. Jumlah perempuan itu setengah penduduk Indonesia. Perempuan harus ada di
posisi strategis, bukan hanya sebagai pelengkap. Karena Saat ini, perempuan dan laki-laki
ada pada posisi setara dalam konstestasi politik (pemilu).
Seharusnya para stakeholder politik (partai politik) lebih mempertimbangkan aspek kapasitas
dan kapabilitas perempuan di-bidang politik, jika ingin melibatkan mereka dalam pilkada
atau pemilihan legislatif. Hal itu lah yang belum terwujud hingga saat ini. Akibatnya,
representasi peran perempuan dalam berbagai pengambilan keputusan strategis, masih sangat
minim. Khususnya kebijakan terkait masalah perempuan.
Dalam sebagian besar kasus kontestasi perempuan di-bidang politik di-daerah provinsi Jambi
(Pemilu dan Pilkada), keterlibatan perempuan politik masih di-dominasi dan dalam rangka
pemenuhan kepentingan Dinasti/klan politik tertentu. Pemindahan kekuasaan masih dalam
satu keluarga/dinasti politik yang diakomodasi oleh sejumlah partai politik (parpol).
Popularitas tentu menjadi pertimbangan parpol dalam memilih kandidat perempuan dari
dinasti politik tertentu dalam kontestasi politik seperti pemilu atau pilkada.
Sumber : https://jambilink.com/2018/06/05/representasi-politik-perempuan-jambi/amp

Anda mungkin juga menyukai