Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORBSI,

DISTRIBUSI, METABOLISME DAN EKSKRESI OBAT

A. PENDAHULUAN
Setelah masuk ke tubuh melalui cara tertentu , misal melalui oral, parenteral, anal,
dermal atau cara lainnya, obat akan mengalami proses absorbs, distribusi, metabolism dan
ekskresi. Selain proses diatas, kemungkinan obat akan mengalami modifikasi fisika yang
melibatkan bentuk sediaan atau formulasi obat, dan modifikasi kimia yang melibatkan
perubahan struktur molekul obat, dan hal ini dapat mempengaruhi respons biologis.
Setelah diabsorbsi, obat masuk ke cairan tubuh dan didistribusikan ke organ-organ
dan jaringan-jaringan , seperti otot, lemak, jantung dan hati. Sebelum mencapai reseptor, obat
melalui bermacam-macam sawar membrane, pengikatan oleh protein plasma, penyimpanan
dalam depo jaringan dan mengalami metabolisme.
Permukaan sel hidup dikelilingi oleh cairan sel yang bersifat polar. Molekul obat
yang tidak terlarut dalam cairan tersebut tidak Dapat diangkut secara efektif kepermukaan
reseptor sehingga tidak dapat menimbulkan respon biologis. Oleh karena itu molekul obat
memerlukan beberapa modifikasi kimia dan enzimatik agar dapat terlarut , walaupun sedikit,
dalam cairan luar sel. Yang penting adalah harus ada molekul obat yang tetap utuh atau
dalam bentuk tidak terdisosiasi pada waktu mencapai respond an jumlahnya cukup untuk
dapat menimbulkan respon biologis.

Tiga fasa yang menetukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah :

1. Fasa farmasetik, yang melibatkan proses pabrikasi , pengaturan dosis, formulasi, bentuk
sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini berperan dalam
ketersediaan obat untuk dapat diabsorbsi ke tubuh.
2. Fasa farmakokinetik, yang meliputi proses absorbs , distribusi, metabolism dan ekskresi
obat (ADME) . fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan
sasaran (target) atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respons bioligis.

1
3. Fasa farmakodinamik, yaitu fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan
sasaran. Fasa ini berperan dalam timbulnya respons biologis obat.

Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah , kemungkinan mengalami proses-


proses sebagai berikut :

1. Obat disimpan dalam depo jaringan


2. Obat terikat oleh protein plasma , terutama albumin
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respon biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu :
a. obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolism akan menghasilkan
senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis (
bioaktivasi)
b. obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif,
kemudian diekskresikan (bioinaktivasi)
c. obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
(biotoksifikasi)
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.

Setelah masuk ke system peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang
tetap utuh dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar obat akan berubah
atau terikat pada biopolymer. Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat
mencapai reseptor disebutr sisi kehilangan (site of loss).

B. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORBSI


OBAT

Proses absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas


farmakologis obat. Kegagalan ata kehilangan obat selama proses absorpsi akan
mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.

1. Absorpsi Obat melalui Saluran Cerna

2
Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan
didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dulu harus mengalami proses absorpsi pada
saluran cerna.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat pada saluran


cerna antara lain:

 Bentuk sediaan
 Sifat kimia fisika
 Cara pemberian
 Faktor biologis
 Faktor-faktor lain seperti umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan
senyawa lain dan adanya penyakit tertentu.

Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung pada ukuran partikel
molekul obat, kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi.

Suatu obat yang bersifat basa lemah , seperti amin aromatic (Ar-NH2),
aminopirin , asetanilid, kafein dan kuinin, bila diberikan melalui oral dalam lambung
yang bersifat asam (pH 1-3,5) , sebagian besar akan menjadi bentuk ion (Ar-NH3+),yang
mempunyai kelarutan dalam lemak sangat kecil sehingga sukar menembus membrane
lambung . bentuk ion tersebut kemudian masuk ke usus halus yang bersifat agak basa
(pH 5-8) dan berubah menjadi bentuk tidak terionisasi (Ar-NH2),bentuk ini mempunyai
kelarutan dalam lemak besar sehingga mudah terdifusi menembus membrane usus.

C. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES DISTRIBUSI


OBAT

Pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara menembus membran biologis
melalui proses difusi. Mekanisme difusi dipengaruhi oleh struktur kimia, sifat kimia fisika
obat dan sifat membran biologis.

Proses difusi dibagi menjadi dua yaitu difusi pasif dan difusi aktif.

3
1. Difusi pasif
a. Difusi pasif melalui pori
b. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran
c. Difusi pasif dengan fasilitas
2. Difusi aktif
a. Sistem pengangkutan aktif
b. Pinositosis
c. Interaksi obat dengan biopolimer

Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul obat secara serentak didistribusikan


ke seluruh jaringan dan organ tubuh.

Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh bervariasi dan tergantung pada
faktor-faktor sebagai berikut:

 Sifat kimia fisika obat, terutama kelarutan dalam lemak


 Sifat membran biologis
 Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan organ tubuh
 Ikatan obat dengan sisi kehilangan
 Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat
 Masa atau volume jaringan

1) Struktur Membran Biologis

Membran biologis mempunyai dua fungsi utama, yaitu:

 Sebagai penghalang dengan sifat permeabilitas yang khas


 Sebagai tempat untuk reaksi biotransformasi energi

a. Komponen Membran Sel

 Lapisan Lemak Bimolekul


 Protein
 Mukopolisakarida

4
b. Model Membran Sel

 Model Struktur Membran Davson-Danielli (1935)

Struktur membran sel terdiri daru dua bagian dalam adalah bagian lapisan lemak
bimolekul dan bagian luar adalah satu lapisan protein, yang mengapit lapisan lemak
bimolekul. Protein ini bergabung dengan bagian polar lemak melalui kekuatan
elektrostatik.

 Model Struktur Membran Robertson (1964)

Memperjelas model membran biologis Davson-danielli yaitu daerah polar molekul


lemak secara normal berorientasi pada permukaan sel dan diselimuti oleh satu lapis
protein pada permukaan membran.

 Model Struktur Membran Singer dan Nicholson (1972)

Disebut model cairan mosaik dimana struktur membran terdiri dari lemak bimolekul
dan protein globular yang tersebar diantara lemak bimolekul tersebut.

2) Interaksi obat dengan biopolymer

a. Interaksi tidak khas

Interaksi tidak khas adalah interaksi obat dengan biopolymer, yang hasilnya tidak
memberikan efek yang berlangsung lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur
molekul obat maupun biopolymer. Interaksi ini bersifat terpulihkan , ikatan kimia yang
terlibat pada umumnya mempunyai kekuatan yang relative lemah. Interaksi tidak khas
tidak menghasilkan respons biologis.

 Interaksi obat dengan asam nukleat


 Interaksi obat dengan mukopolisakarida
 Interaksi obat dengan jaringan lemak

5
 Pengaruh lain-lain dari interaksi tidak khas
b. Interaksi khas
Interaksi khas adalah interaksi yang menyebabkan perubahan struktur makromolekul
reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal, yang diamati
sebagai respons biologis.

 Interaksi obat dengan enzim biotransformasi


 Interaksi obat dengan reseptor

D. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES


METABOLISME OBAT
Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan melalui dua jalur, yaitu :

1. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respon biologis.
2. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolism menjadi obat
aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis (bioaktivasi).

secara umum tujuan metabolism obat adalah mengubah obat menjadi metabolit
tidak aktif dan tidak toksik ( bioinaktivasi atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan
kemudian diekskresikan dari tubuh.

Hasil metabolism beberapa obat bersifat lebih toksik disbanding dengan senyawa
induk (biotoksifikasi), da nada pula hasil metabolism obat yang mempunyai efek
farmakologis berbeda dengan senyawa induk. Contoh :

a. Bioaktivasi dan Bioinaktivasi

Protonsil rubrum, suatu antibakteri turunan sulfonamide , dalam tubuh mengalami


reduksi menjadi sulfonamide yang aktif sebagai antibakteri ( bioaktivasi ) dan kemudian
terasetilasi membentuk asetilsulfonamid yang tidak aktif ( bioinaktivasi).

b. Bioaktivasi dan biotoksifikasi

6
Obat analgesic turunan para-aminofenol, seperti asetanilid dan fenasetin, di tubuh
mengalami metabolism membentuk parasetamol (asetaminofen) , yang aktif sebagai
analgetik (bioaktivasi). Senyawa-senyawa di atas kemudian di metabolisasi lebih lanjut
menjadi para-aminofenol, turunan-turunan anilin, N-oksida dan hidroksilamin, yang
diduga sebagai penyebab terjadinya methemoglobin (biotoksifikasi).
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat
Factor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain adalah factor
genetic atau keturunan, perbedaan spesies dan galur, perbedaan jenis kelamin, perbedaan
umur, penghambatan enzim metabolisme, induksi enzim metabolism dan factor lain-lain.

1. Factor genetic dan keturunan

Perbedaan individu pada proses metabolism sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam
system kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa factor genetic atau keturunan ikut
berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolism obat.

Contoh : isoniazid , suatu obat antituberkulosis, terutama melalui proses N-asetilasi.

2. Perbedaan spesies dan galur


Pada proses metabolism obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur
kemungkinan sama atau sedikit berbeda. Tetapi kadang-kadang ada perbedaan yang
cukup besar pada reaksi metabolismenya. Pengamatan pengaruh perbedaan spesies dan
galur terhadap metabolism obat sudah banyak dilakukan, yaitu pada tipe reaksi metabolic
atau perbedaan kualitatif dan pada kecepatan metabolism atau perbedaan kuantitatif.
Contoh : fenilasetat, pada manusia terkonjugasi dengan glisin dan glutamin, sedang pada
kelinci dan tikus terkonjugasi dengan glisin saja.
3. Perbedaan jenis kelamin
Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap
kecepatan metabolism obat. Banyak obat dimetabolisis dengan kecepatan yang sama baik
pada tikus betina maupun tikus jantan. Tikus betina dewasa ternyata metabolisis beberapa
obat dengan kecepatan yang lebih rendah disbanding tikus jantan.

7
Contoh : N-demetilasi aminopirin, oksidasi heksobarbital dan glukuronidasi, O-
aminofenol
Hal ini menunjukkan bahwa selain perbedaan jenis kelamin, metabolism juga tergantung
pada macam substrat.
4. Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati yang
diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka terhadap
obat.

5. Penghambatan Enzim Metabolisme

Pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa yang menghambat
kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek obat,
memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan
toksisitas.

6. Induksi Enzim Metabolisme

Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu atau proses induksi enzim
mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma
sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih singkat.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena dapat meningkatkan
metabolisme dan pembentukan metabolit reaktif.

7. Faktor lain-lain

Diet makanan, keadaan kekurangan gizi, ganguan keseimbangan hormon, kehamilan,


pengikatan obat oleh protein plasma, distribusi obat dalam jaringan dan keadaan
patologis hati.

F. Tempat Metabolisme Obat

Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan organ-organ
seperti hati, ginjal, paru dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat

8
utama metabolisme obat oleh karena mengandung lebih banyak enzim-enzim metabolisme
dibanding organ lain. Setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk
keperedaran darah dan kemudian ke hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang
membawa obat atau senyawa organik asing melewati sel-sel hati secara perlahan-lahan dan
termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut dalam air kemudian diekskresikan melalui
urin.

G. Jalur Umum Metabolisme Obat dan Senyawa Organik Asing

Reaksi metabolisme obat dan senyawa organik asing ada dua tahap, yaitu:

1. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisme


2. Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi

9
a. Reaksi fasa I

1) Reaksi oksidasi:

 Oksidasi gugus aromatik, ikatan rangkap, atom C benzilik dan alilik, atom C dari
gugus karbonil dan imin.
 Oksidasi atom C alifatik dan alisiklik
 Oksidasi sistem C-N, C-O dan C-S
 Oksidasi alkohol dan aldehid
 Reaksi oksidasi lain-lain

2) Reaksi fasa I dapat dicapai dengan :

 Secara langsung memasukkan gugus fungsional, contoh : hidroksilasi senyawa


aromatik dan alifatik
 Memodifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam struktur molekul, contoh :
reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alkohol
 Fasa I dapat menghasilkan suatu gugus fungsional yang mudah terkonjugasi atau
mengalami reaksi fasa II. Tujuan reaksi fasa II adalah mengikat gugus fungsional
hasil metabolit reaksi fasa I dengan senyawa endogen yang mudah terionisasi dan
bersifat polar.

b. Reaksi fasa II

1) Reaksi konjugasi:

 Konjugasi asam glukuronat


 Konjugasi sulfat
 Kinjugasi dengan glisin dan glutamin
 Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat

2) Reaksi asetilasi
3) Reaksi metilasi

10
H. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES EKSKRESI
OBAT
1. Ekskresi obat melalui Paru
Obat yang diekskresikan melalui paru terutama obat yang digunakan secara inhalasi. Sifat
fisik yang menentukan kecepatan ekskresi obat melalui paru adalah koefisien partisi
darah/udara.
2. Ekskresi obat melalui Ginja
Ekskresi obat melalui Ginjal melibatkan tiga proses:
 Penyaringan Glomerulus
 Absorpsi Kembali secara Pasif pada Tubulus Ginjal
 Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal

3. Ekskresi Obat melalui Empedu

Obat dengan berat molekul lebih dari 150 dan obat yang telah dimetabolisis menjadi
senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati, melewati empedu menuju ke
usus dengan mekanisme pegangkutan aktif. Obat tersebut biasanya dalam bentuk
terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sulfat atau glisin. Di usus bentuk terkonjugat
tersebut secara langsung diekskresikan melaui tinja, atau dapat mengalami proses
hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat non polar,
sehingga diabsorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati, dimetabolisis, dikeluarkan
lagi melaui empedu menuju ke usus,demikian seterusnya sehingga merupakan suatu
siklus yang dinamakan siklus enterohepatik. Siklus ini menyebabkan masa kerja obat
menjadi lebih panjang.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Siswandono.2002. KIMIA MEDISINAL ; Airlangga University Press ; Jakarta


2. http/fase-fase kerja obat/
3. http/hubungan struktur obat/
4. Arnov. 2010. Aspek Stereokimia Tentang Kerja Obat. Dari
http://arnovtea.blogspot.com/2010/09/aspek-stereokimia-tentang-kerja-obat.html
5. Hendra. 2010. Hubungan Struktur Stereokimia Ikatan Kimia. Dari http://hendriapt.files.
wordpress.com%2F2010%2F03%2Fhubungan-struktur-stereokimia-ikatan-kimia.pptx
6. F.UNAND. Kimia Medicinal. Dari http://farmasi.unand.ac.id%2FRPKPS_KIMIA_
MEDISINAL_I.pdf
7. F.UNAIR. Kimia Farmasi. Dari http://f.unair.ac.id%2Femodule%2Fkimiafarmasi%2F
Kelarutan.pdf
8. Aptfi. Kimia Medisinal. Dari http://Faptfi.or.id%2Ffiles%2FFile%2Frpkps-kimia-
medisinal.pdf
9. http://belajarkimiamedisinal.blogspot.com/ kimia medicinal
10. http://pharmaciststreet.blogspot.com/2013/01/hubungan-struktur-aspek-stereokimia-dan.html
11. http://aptfi.or.id/files/File/rpkps-kimia-medisinal.pdf
12. Siswandono. 1998. Prinsip-Prinsip Rancangan Obat. Surabaya: Airlangga University Press

12

Anda mungkin juga menyukai