Appendicitis Perforasi PDF
Appendicitis Perforasi PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Anatomi19, 24
kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang
sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%,
preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%,
limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu
sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu,
berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis
merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end
arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami
ganggren.
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
Enterobius vermikularis.26
limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.27
lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi
lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis.28 Obstruksi
distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu.
Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks.
Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki
luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel
dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi
sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi
fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema
warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding
appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan
didapat 38.143 orang (58%) laki-laki dan 27.532 orang (42%) perempuan.14
serta kelompok umur 15-24 tahun 41 orang (41,4%), 25-34 tahun 38 orang (38,4%),
35-44 tahun 15 orang (15,2%), 45-54 tahun 3 orang (3,0%), 55-64 tahun 1 orang
appendicitis didapat proporsi kulit putih 81%, kulit hitam 12%, dan lainnya 7%.30
Penelitian Salari (2007) di Iran pada 400 penderita appendicitis didapat 287 orang
(71,7%) laki-laki dan 113 orang (28,3%) perempuan, serta kelompok umur
5-14 tahun 58 orang (14,5%), 15-19 tahun 114 orang (28,5%), 20-24 tahun 99 orang
(24,8%), 25-34 tahun 102 orang (25,5%), dan ≥35 tahun 27 orang (6,8%).31
1.000 penduduk di pedesaan, 9 per 1.000 penduduk di periurban, dan 18 per 1.000
appendicitis dari 100 menjadi 52 per 100.000 penduduk periode tahun 1975-1991.34
dari 8,2 menjadi 9,5 per 100.000 penduduk periode tahun 1987-1994.35
dari 19,7 menjadi 9,6 per 10.000 penduduk periode tahun 1973-1993.36 Penelitian
a. Faktor Host
a.1. Umur
Appendicitis dapat terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa
muda. Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi pada usia
10-19 tahun dengan Age Specific Morbidity Rate (ASMR) 23,3 per 10.000
penduduk.37 Hal ini berhubungan dengan hiperplasi jaringan limfoid karena jaringan
(SSMR) pria : wanita yaitu 8,8 : 6,2 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,4 : 1.14
Penelitian Gunerhan (2008) di Turki didapat SSMR pria : wanita yaitu 154,7 : 144,6
15-20% terjadi pada perempuan karena munculnya gangguan yang sama dengan
a.3. Ras
Faktor ras berhubungan dengan pola makan terutama diet rendah serat dan
kulit putih : kulit hitam yaitu 15,4 : 10,3 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,5 : 1.37
Penelitian Richardson et al (2004) di Afrika Selatan, IR kulit putih : kulit hitam yaitu
Serikat dengan desain Case Control pada anak umur 5-17 tahun didapat penderita
ruptur appendicitis 1,66 kali lebih besar pada anak keturunan Asia (Odds Ratio [OR]:
1,66; 95% Confidence Interval [CI] : 1,24-2,23) dan 1,13 kali lebih besar pada anak
kulit hitam (OR: 1,13; 95% CI: 1,01-1,30) dibandingkan anak bukan penderita ruptur
appendicitis.38 Penelitian Smink (2005) di Boston dengan desain Case Control pada
anak umur 0-18 tahun didapat penderita ruptur appendicitis 1,24 kali lebih besar pada
anak kulit hitam (OR: 1,24; 95% CI: 1,10–1,39) dan 1,19 kali lebih besar pada anak
hispanik (OR: 1,19; 95% CI: 1,10–1,29) dibandingkan anak bukan penderita ruptur
appendicitis.39
di usus besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
Eschericia coli, Splanchicus sp, Lactobacilus sp, Pseudomonas sp, dan Bacteriodes
splanicus. Bakteri penyebab perforasi yaitu bakteri anaerob 96% dan aerob 4%.9
c. Faktor Environment
berikut:
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks
jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks
dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas
di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan
pelvic.
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,
khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini
Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang
kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara
2.6.2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan
2.6.3. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi.
2.6.4. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat
nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa
2.6.5. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan
karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan
appendicitis, diantaranya:
2.7.1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas
2.7.3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh
meningkat.
2.7.4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis
akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
2.7.5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim
akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis
2.7.8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi
2.7.9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai
2.8. Komplikasi
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.24 Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
2.8.1. Abses
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
2.8.2. Perforasi
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal
sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.19 Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
2.8.3. Peritonitis
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding
kolon.45
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan
makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang
sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip
a. Diagnosa Appendicitis
a.1.1. Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan
a.1.2. Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing
(Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan
terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg
Sign).
a.1.4. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk
rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang
a.2.1. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
a.2.3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
a.2.7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis,
antibiotik sistemik.47
b.2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan
a. Umur adalah usia penderita appendicitis sesuai dengan yang tercatat pada
Sturges:
1. 4-11 tahun
2. 12-19 tahun
3. 20-27 tahun
4. 28-35 tahun
1. <29 tahun
2. >29 tahun
b. Jenis kelamin adalah ciri tertentu penderita appendicitis sesuai dengan yang
1. Laki-laki
2. Perempuan
c. Suku adalah ras atau etnik penderita appendicitis sesuai dengan yang tercatat
1. Batak
2. Jawa
3. Minang
4. Aceh
5. Melayu
6. Lain-lain
1. Islam
2. Kristen
3. Hindu
4. Budha
5. Konghucu
appendicitis sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang dikategorikan
menjadi:
1. Belum/Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Akademi/ PT
sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang dikategorikan menjadi:
3.2.3. Keluhan adalah gejala yang dialami penderita appendicitis sehingga berobat
ke rumah sakit sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang
dikategorikan menjadi:
3.2.4. Lama rawatan rata-rata adalah jumlah hari perawatan penderita appendicitis
sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dan kemudian dihitung nilai
rata-rata.
sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang dikategorikan menjadi:
1. Appendicitis akut
2. Appendicitis infiltrat
3. Appendicitis abses
4. Appendicitis perforasi
5. Appendicitis kronis
penanganan appendicitis sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang
dikategorikan menjadi:
1. Konservatif
2. Operasi
dikategorikan menjadi:
dari rumah sakit sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang
dikategorikan menjadi:
1. Sembuh
2. Pulang berobat jalan (PBJ)
3. Pulang atas permintaan sendiri (PAPS)
4. Meninggal