Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TENTANG KEBISINGAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Penyakit Akibat Kerja Semester VI

Pengampu : Drs. Hery Koesyanto, MS.

Disusun Oleh :

Kelompok

1. Yohanes Bahar A. 6411411226


2. Rahayu Maryani K. 6411411242
3. Siti Noor Kamalia 6411411244
4. Sri Muryati 6411411259
5. Ratna Wulandari 6411412055

Rombel 06

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014
A. DEFINISI KEBISINGAN

Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan frekuensi pendengaram baik secara kuantitatif (peningkatan ambang
pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran)
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.

Kebisingan didefinisikan sebagai “suara yang tak dikehendaki “, misalnya


yang yang merintangi terdengarnya suara – suara, musik dsb, atau yang
menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak
dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat
menmbulkan ketulian.

B. SUMBER KEBISINGAN

Sumber bising adalah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap


mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak.
Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan,
pembangunan, alat pembangkit tenaga,alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga.
Di industri, sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :

a. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas mesin.
b. Vibrasi
Kebisingan yang dittimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat
gesekan, benturan, atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi
pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain – lain.
c. Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam
kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas,
outlet pipa, gas buang, jet. Flare boom, dan lain – lain.
C. KATEGORI KEBISINGAN

Berdasarkan frekuensi tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga


bunyi maka bising dibagi dalam tiga kategori yaitu audible noise, occupational
noise, dan impuls noise (Gabriel JF, 1996)

1. Audible noise (bising pendengaran), bising ini disebabkan oleh frekuensi


bunyi atau 31,5 – 8.000 Hz.
2. Occupational noie (bising berhubungan dengan pekerjaan), bising yang
disebabkan oleh bunyi mesin ditempat kerja.
3. Impuls Noise (impact noise = bising impulsive), bising yang terjadi akibat
adanya bunyi yang menyentak. Misalnya pukulan palu, ledakan, mriam,
tambakan bedil dan lain –lain.

D. JENIS KEBISINGAN

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:

a. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini
relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut
– turut. Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini
juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja
(pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 hz). Misalnya gergaji serkuler, katup
gas.
c. Bising terputus – putus (Intermitten). Bising ini tidak terjadi secara terus –
menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas,
kebisingan di lapangan terbang.
d. Bising Impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam
waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya
tembakan, suara ledakan mercon, meriam.
e. Bising Impulsif Berulang
Sama dengan bising impulsif, hanya saja disini terjadi secara berulang –
ulang. Misalnya mesin tempa.

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :

a. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras.


Misalnya mendengkur.

b. Bising yang menutupi (Masking Noise) . Merupakan bunyi yang menutupi


pendengarn yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda
bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

c. Bising yang merusak (damaging/ injurious noise)

bunyi yang intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau
menurunkan fungsi pendengaran.

E. NILAI AMBANG BATAS KEBISINGAN

NAB kebisingan adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian


besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-
01/MEN/1978, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja ada;ah
intensitas tertingi dan merupakan nilai rata – rata yang masih dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetao untuk waktu
terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya.
Waktu maksimum untuk bekrja adalah sebagai berikut :

a. 82 dB : 16 jam per hari


b. 85 dB : 8 jam per hari
c. 88 dB : 4 jam per hari
d. 91 dB : 2 jam per hari
e. 97 dB : 1 jam per hari
f. 100 dB : ¼ jam per hari

NAB Kebisingan menurut SK Menteri Tenaga Kerja No : Kep-51/Men/1999


tentang NAB batas faktor fisik di tempat kerja :
Sedangkan menurut OSHA untuk batas waktu pemaparan bising yang
diperkenankan adalah

F. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN BAHAYA KEBISINGAN

Bahaya bising dihubungkan dengan beberapa faktor :

1. Intensitas
Intensitas bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan
logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang
yang dapat didengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi diukur dengan skala
logaritma dalam desibel (dB)
2. Frekuensi
Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 16
hingga 20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat dalm rentang 250 – 4.000 Hz.
Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya
3. Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan
kelihatannya berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai
telinga dalam. Jadi perlu untuk mengukur semua elemen lingkungan
akustik. Untuk tujuan ini digunakan pengukur bising yang dapat merekam
dan memadukan bunyi.
4. Sifat
Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi,
intermiten). Bising impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi dengan
durasi kurang 1 detik) sangat berbahaya.

G. GANGGUAN PENDENGARAN

Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang


berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal
memahami pembicaraan. Menurut ISO derajat ketulian sebagai berikut :

 Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal


 Jika peningkatan ambang dengar antara 26 – 40 dB, disebut tuli ringan
 Jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB, disebut tuli sedang
 Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB, disebut tuli berat
 Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB disebut tuli sangat berat

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan


fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan
terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu,
ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan
stress.
1. Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi,
basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian
kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, emosi dan lain –lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat
menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung
koroner, dan lain –lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan
mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum
berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan
mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,
karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya
akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja
4. Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti
kepala pusing, mual dan lain –lain.
5. Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising,
gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling seirus
karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian
ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila
bekerja terus menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan
menghilang secara menetap atau tuli.
Tuli dibagi menjadi beberapa yaitu sebagai berikut :
a. Tuli Sementara (Temporary Treshold Shift = TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi,
tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya
sementara. Biasanya waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila
kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup. Daya
dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar semula
dengar semula.
b. Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS)
Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya PTS
dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut :
 Tingginya level suara
 Lama pemaparan
 Spektrum suara
 Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka
kemungkinan terjadinya TTS akan lebih besar.
 Kepekaan individu
 Pengaruh Obat – Obatan
Beberapa obat dapat memperberat (pengaruh sinergestik)
ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara.
Misalnya quinine, aspirin, streptomycin, dan beberapa obat
lainnya.
 Keadaan kesehatan
H. MENGUKUR TINGKAT KEBISINGAN

Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound


level meter. Untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer.
Untuk menilai tingakt pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter
karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia
bekerja. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu
bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.

Sound level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM apabila
ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara
yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakkan meter
penunjuk.

Audiometer adalah alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran. Audiogra,


adalah chart hasil pemeriksaan audiometer. Nilai Ambang pendengaran adalah
suara yang paling lemah yang masih dapat didengar telinga.

I. PROGRAM KONSERVASI PENDENGARAN ( HEARING


CONSERVATION PROGRAM)

Program ini mencakup aktifitas berikut :

a. Survey Paparan Kebisingan

Identifikasi area dimana pekerja terekspose dengan level


kebisingan yang berbahaya. Pada daerah kerja yang telah ditetapkan tadi,
dilakukan penelitan tingkat kebisingan (analisis kebisingan).

Untuk mengukur tingkt intensitas digunakan Sound Level Meter,


tetapi bila ingin pengukuran lebih detail, maka menggunakan sound Level
Meter yang dilengkapi Octave Band Analyzer atau dengan menggunakan
Noise Dose Meter.\
b. Test Pendengaran

Terhadap karyawan yang bekerja di area tersebut, dilakukan


pemeriksaan pendengarannya secara berkala setahun sekali. Sebelum
diperiksa karyawan harus dibebaskan dari kebisingan di tempat kerjanya
selama 16 jam. Dalam usaha memberikan perlindungan secara maksimum
terhadap pekerja NIOSH menyarankan untuk melakukan pemeriksaan
audiometri sebagai berikut :

1). Sebelum bekerja atau sebelum penugasan awal di daerah yang


bising
2). Secara berkala (periodik / tahunan)
Pekerja yang terpapar kebisingan > 85 dB selama 8 jam sehari,
pemeriksaan dilakukan setiap 1 tahun atau 6 bulan tergantung
tingkat intensitas bising.
3) Secara khusus pada waktu tertentu
4) Pada akhir masa kerja.

Ada beberapa macam audiogram untuk pemeliharaan pendengaran yaitu :

1) Audiogram dasar (Baseline Audiogram), pada awal pekerja


bekerja dikebisingan.

2) Monitor ( Monitoring Audiogram), dilakukan kurang dari


setahun setelah audiogram sebelumnya.

3) Test Ulangan (Retest Audiogram)

4) Test Konfirmasi ( Confirmation Audiogram), dilakukan bagi


pekerja yang retest audiogramnya konsisten menunjukkan adanya
perubahan tingkat pendengaran.

5) Test Akhir ( Exit Audiogram), dilakukan bilamana pekerja


brhenti bekerja.
c. Pengendalian kebisingan

Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakuakn terhadap :

Terhadap Sumbernya dengan cara :

 Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan


lainnya.
 Substitusi alat
 Mengubah proses kerja

Terhadap Perjalanannya dengan cara :

 Jarak diperjauh
 Akustik ruangan
 Enclosure

Terhadap Penerimanya dengan cara :

 Alat Pelindung telinga


 Enclosure ( misal dalam control room)
 Administrasi dengan rotasi dan mengubah schedule kerja

Selain dari ketiga diatas, dapat juga dilakukan dengan melakukan :

a). Pengendalian secara teknis ( Engineering control) dengan cara :

 Pemilihan equipment/tools/ peralatan yang lebih sedikit


menimbulkan bising
 Dengan melakukan perawatan (Maintenance)
 Melakukan pemasangan penyerap bunyi
 Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik)
 Menghindari kebisingan

b). Pengendalian secara Administratif (Administrative control) dengan


cara :

 Melakukan shift kerja


 Mengurangi waktu kerja
 Melakukan trainning

Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan adalah dengan


menggunakan alat pelindung pendengaran (earplug, earmuff, dan helmet).
Pengendalian kebisingan dapat dilakukan juga dengan pengendalian secara
medis yaitu dengan cara pemeriksaan kesehatan secara teratur.

d. Alat Pelindung Pendengaran

Pemakaian alat pelindung diri merupakan pilihan terkahir yang


harus dilakukan. Alat pelindung diri yang dipakai harus mampu
mengurangi kebisingan hingga mencapai level TWA atau kurang dari itu,
yaitu 85 dB. Ada 3 janis alat pelindung pendengaran, yaitu :

 Sumbat telinga (Earplug), dapat mengurangi kebisingan 8 – 30 dB.


Biasanya digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB.
Beberapa tipe dari sumbat telinga antara lain : Formable type,
Costum molded ty\pe, Premoled type
 Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan 25 – 40 dB.
Digunakan untuk proteksi sampai dengan 110 dB.
 Helm (helmet), mengurangi kebisingan 40 – 50 dB
e. Pendidikan dan Motivasi

Semua pekerja yang berhak mengikuti progam konservasi


pendengaran, harus mendapatkan pendidikan dan training yang cukup
setiap tahun, baik yang terlibat langsung maupun tidak pada program
pemeliharaan pendengaran. Pendidikan dan edukasi pada dasarnya
sasarannya adalah perilaku pekerja.

Hal – hal yang relevan dan harus ada dalam program pendidikan ini
adalah sebagai berikut :

 Standart penanganan dampak kebisingan akibat kerja yang rasional


dan jelas.
 Dampak kebisingan terhadap pendengaran
 Policy / kebijakan perusahaan dengan pengontrolan yang baik yang
telah dilaksanakan maupun rencana kedepan
 Audiometri yaitu menjelaskan bagaimana peranan audiometri
dalam mencegah hilangnya pendengaran akibat kebisingan,
bagaimana melakukan test itu sendiri interpretasinya serta
implikasi yang timbul dari hasil test.
 Tanggung jawab individual, dengan diskusi mengenai sumber
kebisingan, bagaimana mengontrolnya serta usaha mencegahnya
agar tidak mengganggu kesehatan dikemudian hari.
f. Pencatatan dan pelaporan

Informasi yang harus tersimpan dalam pencatatan dan pelaporan yaitu :

a. Data hasil pengukuran kebisingan

 Departemen dan lokasi yang disurvey beserta hasilnya


 Alat yang dipakai serta kalibrasinya
 Daftar nama karyawan yang terpapar di atas 85 dBA
 Daftar area karyawan yang terpapar di atas 85 dBA

b. Data kontrol terikat / administrative

 Data instalasi kontrol teknik secara lengkap beserta evaluasinya


 Data perawatan mesin secara teratur
 Data karyawan yang mendapatkan perlakuan secara administrative

c. Data hasil Audiometri

 Data hasil pemeriksaan audiometri dari masing – masing karyawan


lengkap dengan nama, umur, job description, tanggal pelaksanaan
audiometri dsb.
 Pre – employment atau pre – exposure audiogram
 Termination atau exit audiogram
 Hasil review dari audiogram
 Nama teknisi yang melaksanakan audiometri serta sertifikasi yang
dimilikinya
d. Data Alat Pelindung Diri

 Tanggal mulai pemberian APD pada karyawan


 Merk dan ukuran APD yang dipakai
 Data pendidikan penggunaan dan perawatan APD
 Data hasil inspeksi penggunaan APD
 Kalkulasi efek penurunan level kebisingan dari APD yang dipakai,
untuk melihat efektivitas alat.

e. Data Pendidikan dan Pelatihan

 Isi program pendidikan dan pelatihan tahunan


 Nnama presenter serta metode pelatihan yang digunakan
 Nama – nama peserta pelatihan
 Hasil evaluasi pelatihan

f. Data Evaluasi Program

 Dokumentasi tahunan berkenaan pengukuran kebisingan, perfomance


dari APD, serta review hasil audiometri
 Data usulan perubahan atau tambahan dalam pedoman program
konservasi pendengaran
g. Evaluasi Program

 Mereview apakah program pemeliharaan pendengaran diatas sudah


dilakukan secara menyeluruh dan juga kulaitas pelaksanaan masing –
masing komponennya.
 Membandingkan baseline audiogram lainnya untuk menngukur
keberhasilan usaha pencegahan tersebut.
 Identifikasikan apakah ada daerah yang dikontrol lebih lanjut.
 Buat check list yang spesifik untuk masing – masing daerah kerja
untuk meyakinkan apakah semua komponen program telah ditindak
lanjuti sesuai standart yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai