( NOISE )
1.Frekuensi
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah
getaran per detik dengan satuan Herz
(Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang
sampai ditelinga setiap detiknya. Sesuatu
benda jika bergetar menghasilkan bunyi
atau suara dengan frekuensi tertentu yang
merupakan ciri khas dari benda tersebut.
Biasanya suatu kebisingan terdiri atas
campuran sejumlah gelombang sederhana
dari aneka frekuensi. 2. Intensitas
Intensitas atau arus energi
per satuan luas biasanya
dinyatakan dalam suatu
satuan logaritmis yang
disebut Decibel (dB) yaitu
kekuatan bunyi dengan
frekuensi 1.000 Hz yang
tepat dapat didengar telinga
normal.
KARAKTERISTIK BUNYI PADA
KEBISINGAN
KEBISINGAN BUNYI AMBIEN : MERUPAKAN TOTAL KEBISINGAN
YANG TERJADI PADA SUATU AREA, HASIL KEBISINGAN YANG
SUMBERNYA DEKAT MAUPUN JAUH
KEBISINGAN BUNYI LATAR : TINGKAT KEBISINGAN PADA SUATU
AREA, TANPA ADANYA SUMBER NOIS YANG MUNCUL MENONJOL,
KEBISINGAN LATAR BELAKANG DAPAT DITERIMA TANPA
MENIMBULKAN GANGGUAN BERARTI DAN UMUMNYA BERADA PADA
TINGKAT MAKSIMUM 40dB
KEBISINGAN TOTAL : TINGKAT KEBISINGAN BER FLUKTUASI DALAM
6 Db DALAM KONDISI SLM YANG DIPASANG PADA POSISI SLOW
RESPON DAN PENGUKURANNYA DAPAT TERBACA SLM TERPASANG
PADA SLOW RESPONS SETELAH 10 DETIK
EFEK KEBISINGAN PADA MANUSIA (PSIKOLGIS DAN FISIOLOGIS)
http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf
http://slideplayer.info/slide/3182996/
Kebisingan didefiniskan sebagai suara yang tak dikehendak, misalnya
yang merintangi terdenganya suara-suara, musik dsb, atau yang
menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.
Gangguan Pendengaran
Adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan
dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahamu
pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising
itu sendiri dapat ditentukan menggunkan parameter percakapan sehari-
hari. GRADASI PARAMETER
Bising merupakan semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor
718/MENKES/PER/XI/1987 menyebutkan pembagian tingkat kebisingan menurut
empat zona (Wiyadi 1996) :
1. Zona A (Kebisingan antara 35 dB sampai 45 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan atau sosial dan sejenisnya.
2. Zona B (Kebisingan antara 45 dB sampai 55 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan
sejenisnya.
3. Zona C (Kebisingan antara 50 dB sampai 60 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan
sejenisnya.
4. Zona D (Kebisingan antara 60 dB sampai 70 dB)
Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bus dan
sejenisnya.
Tingkat bising yang terjadi pada masing masing kawasan berbeda beda. Untuk
itu perlu diketahui sumber - sumber kebisingapn yang terjadi di sekitar zona dan
bagaimana cara menangganinya karena hampir semua aspek kehidupan modern
menimbulkan bising utamanya pada zona B yang di peruntukkan bagi perumahan,
tempat pendidikan, dan rekreasi.
Sumber Kebisingan Zona B
1. Perumahan
Permasalahan yang saat ini menjadi isu di lingkungan perumahan adalah
peningkatan pencemaran udara dan kebisingan. Sumber kebisingan yang
dominan di lingkungan perumahan adalah berasal dari lalu-lintas kendaraan
bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia semakin tahun semakin
meningkat, akibatnya lingkungan perumahan di perkotaan menjadi bising.
Kebisingan sendiri terkait dengan kepadatan lalu lintas. Kondisi ini ditambah
dengan penyediaan sarana jalan yang tidak memadai menjadikan lingkungan
perumahan menjadi jalan pintas ke jalan umum. Hal ini semakin menimbulkan
kebisingan di lingkungan perumahan. Kebisingan lalu lintas berasal dari suara
yang dihasilkan dari kendaraan bermotor, terutama dari mesin kendaraan,
knalpot, klakson, serta akibat interaksi antara roda dengan jalan. Kendaraan berat
seperti (truk, bus) dan mobil penumpang merupakan sumber kebisingan utama di
jalan raya. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kebisingan lalu lintas
antara lain kecepatan kendaraan, volume lalu lintas, gradien jalan dan jenis
permukaan jalan.
2. Tempat pendidikan
Dalam proses kegiatan belajar mengajar sebuah sekolah maupun perguruan tinggi diperlukan
suasana yang tenang dan nyaman sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan sesuai
harapan. Namun kondisi tersebut sulit untuk diciptakan karena ada saja sumber kebisingan
suara yang di timbulkan oleh transportasi seperti kendaraan bermotor. Suara sepeda motor
yang ngebut tanpa memikirkan keselamatan pengguna jalan yang lain, suara klakson serta
suara knalpot motor. Kesulitan pengaturan kebisingan knalpot untuk motor karena konsumen
banyak yang mengganti knalpot mereka dengan bukan standar pabrikan.
Kebisingan di sekolah dapat dipengaruhi oleh lokasi pendirian gedung sekolah yang dekat
dengan sumber kebisingan seperti jalan raya, bandar udara, pasar dan sebagainya.
Sedangkan intensitas kebisingan tersebut dipengaruhi oleh jarak, waktu keberlangsungan dari
peningkatan emisi suara di suatu tempat dan begitu pun untuk lingkungan sekolah.
3. Tempat rekreasi
Saat ini banyak sekali ditemukan tempat tempat publik yang memiliki tingkat kebisingan
yang di bawah batas aman 80 desibel. Misalnya pada tempat rekreasi yang sering orang
orang kunjungi yaitu mal mal di kota besar. Hasil yang di peroleh rata rata tingkat
kebisingan yang di hasilkan adalah 94,4 128 desibel. Sementara ambang batas yang
diperkenankan hanya 70 dBA. Tentu saja kondisi ini sangat memprihatinkan bagi masyarakat
khususnya anak anak yang sering menghabiskan waktu berjam jam di tempat hiburan
tersebut. Perubahan perilaku menjadi mudah marah dan agresif, sehingga menjadi pemicu
tindak kekerasan yang kerap terjadi di ruang-ruang publik sebagai akibat dari kebisingan. Hal
tersebut diakibatkan oleh makin meningkatnya sumber-sumber polusi kebisingan di sekitar
kita, antara lain: meningkatnya penggunaan perangkat pengeras suara di ruang - ruang
publik kebisingan yang berasal dari mal, paparan suara bioskop, pertunjukan musik seperti
musik rock, pengeras suara di tempat tempat hiburan seperti ketika menggelar hajatan, di
rolling coster dan lain lain yang tidak mengindahkan ambang batas kebisingan serta
penataan akustik dari bangunan yang tidak memenuhi syarat.
Pengaruh Kebisingan Zona B
1. Perumahan
Pengaruh kebisingan di lingkungan perumahan terhadap kesehatan masyarakat
antara lain gangguan komunikasi, gangguan psikologis, keluhan dan tindakan
demonstrasi, gangguan belajar, gangguan istirahat, gangguan sholat,
gangguan tidur dan gangguan lainnya. Dimana dominan sumber kebisingan di
lingkungan perumahan berasal dari lalu-lintas transportasi. Penduduk yang
tinggal di sekitar jalan raya (intensitas bising antara 65,3-76,1 dBA)
mempunyai risiko dan menderita ketulian pada frekuensi percakapan sebesar
26 kali lebih besar dari penduduk yang tidak terpapar kebisingan (53 dBA); dan
penduduk yang tinggal di pemukiman bising sekitar rel kereta api (63,3-69,9
dBA) mempunyai risiko menderita ketulian pada frekuensi percakapan 8 kali
lebih besar dari penduduk yang tidak terpapar kebisingan (< 55 dBA).
2. Tempat Pendidikan
Pengaruh yang nyata terhadap intensitas bising (bunyi) di lingkungan pendidikan antara lain penurunan
daya ingat / memori jangka pendek. Semakin tinggi intensitas kebisingan akan semakin menurun
memori jangka pendek terhadap seseorang utamanya bagi pelajar. Selain itu dapat menurunkan prestasi
belajar, berkurangnya konsentrasi belajar, dan juga menyebabkan masalah bersuara pada guru. Guru
yang mengajar di sekolah yang terpapar bising memiliki risiko kelelahan bersuara 3,4 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan guru di sekolah yang tidak terpapar bising, dan guru dengan intensitas suara yang
tinggi saat mengajar akan mengalami kelelahan bersuara 3,2 kali lebih sering dibandingkan guru dengan
intensitas suara rendah. Lingkungan sekolah yang bising menyebabkan guru harus berbicara dengan
suara yang keras agar dapat didengar sehingga berdampak pada kualitas suara.
Manifestasi kelelahan bersuara antara lain berupa penurunan kualitas suara, perubahan tinggi rendahnya
suara, kelelahan otot-otot pernapasan yang berperan pada produksi suara dan kelelahan neuromuskuler.
Gejala kelelahan bersuara yang sering ditemukan pada
guru antara lain: rasa kering di tenggorok, suara serak, cepat lelah saat bersuara dan terasa sakit saat
berbicara. Gejala ini secara langsung berhubungan dengan pemakaian suara yang berlebihan, faktor
lingkungan dan hidrasi selama berbicara
3. Tempat Rekreasi
Pengaruh yang disebabkan di tempat trekreasi dapat menimbulkan gangguan pendengaran yang dapat
diartikan sebagai perubahan pada tingkat pendengaran berakibat kesulitan dalam melaksanakan
kehidupan normal , biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar gradasi gangguan
pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari
sebagai berikut :
1. Tinnitus
Merupakan kondisi dimana telinga terus menerus berdenging akibat kebisingan yang beberapa jam dan
kembali ke pendengaran normal, tetapi juga dapat menjadi kondisi yang berlangsung lama.
2. Kehilangan pendengaran
Kondisi ini merupakan perasaan sedikit tuli yang bersifat sementara akibat suara yang begitu keras.
Pendengaran akan pulih dari trauma ini selama beberapa waktu dan jika kondisi ini terus berulang akan
menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
3. Tuli permanen
Kondisi ini dapat terjadi secara bertahap dan disebabkan oleh paparan kebisingan yang terus-menerus.
a. Tidak mendengarkan suara yang terlalu keras hingga di atas 100 desibel tanpa pelindung telinga
selama lebih dari 15 menit.
b. Hindari paparan suara yang terlalu keras hingga lebih dari 110 desibel. Paparan rutin yang
berlangsung lebih lama dari 1 menit dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen meskipun
baru sekali terpapar suara sekeras itu.
c. Gunakan pelindung telinga ketika menggunakan mesin-mesin yang mengeluarkan suara berisik
seperti pemotong rumput. Suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85-90 desibel juga berpotensi
merusak telinga.
d. Menjaga volume TV, radio dan handphone pada tingkat yang wajar.
e. Minimalkan penggunaan peralatan rumah tangga yang berisik dan pastikan mengenakan telinga
ketika harus menggunakannya.
3. Tempat Rekreasi
Untuk itu penanganan yang dapat dilakukan adalah :
1. Dengan membuat silence zone atau daerah tenang bebas suara klakson dan suara mesin motor atau
mobil. Pemerintah bisa menetapkan satu kawasan sebagai area percontohan misalnya pada taman
kota. Di wilayah yang sudah ditetapkan sebagai silence zone tidak boleh ada kendaraan bermotor yang
lewat. Hanya pejalan kaki atau pengguna sepeda saja yang boleh melintas. Silence zone dengan istilah
yang berbeda-beda sudah diterapkan di negara-negara maju. Mereka ingin menikmati hidup di kota
besar tanpa harus terkena polusi dan kebisingan yang mengganggu. Jalur jalan dan taman di kawasan
silence zone bisa dinikmati masyarakat yang membutuhkan ketenangan. Mereka bisa bersantai
bersama keluarga tanpa ada gangguan. Daerah ini bisa menjadi area rekreasi dan wisata gratis.
2. Pentingnya untukmemperhatikan perencanaan sistem interior seperti ventilasi pada auditorium di
gedung bioskop dan tempat pertunjukan, guna menghindari tingkat gangguan kebisingan yang
berlebihan.
3. Duduk sejauh mungkin dari panggung atau pengeras suara ketika menyaksikan pertunjukan musik.
4. Memakai earplug ( sumbat telinga) yang akan mencegah ini akan mengurangi kebisingan 10 30 dB.
5. Gunakan ear muffs atau penutup telinga; ini akan mengurangi kebisingan 20 40 dB.
6. Gunakan helm; ini akan mengurangi kebisingan 5 15 Db.
7. Jauhi sumber suara (speaker) jika anda seorang dugem sejati.
8. Peran orang tua dibutuhkan untuk mengawasi anak-anaknya agar tidak terlalu sering pergi ke pusat
arena permainan.
Ambang batas kebisingan di tempat rekeasi :
Tingkat kebisingan di tempat terbuka dan di lahan bervegetasi pada kawasan
Taman Monas sebagai tempat rekreasi telah rnelewati batas maksimum yang
diperkenankan (50 dBA-60 dBA), ditetapkan oleh Gubernur DKI dan telah melewati
nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup
dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/MENLH/II/1996 sebagai
tempat rekeasi 70 dBA.
KESIMPULAN
1. Bising merupakan semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
2. Tingkat bising yang terjadi pada masing masing kawasan berbeda beda.
Untuk itu perlu diketahui sumber - sumber kebisingan yang terjadi di sekitar
zona dan bagaimana cara menangganinya karena hampir semua aspek
kehidupan modern menimbulkan bising.
3. Fluktuasi tingkat kebisingan yang di peruntukan pada kawasan pemukiman,
tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya saat ini di perkirakan sudah
melewati baku mutu lingkungan dimana penyumbang tingkat kebisingan
terbesar adalah bersumber dari arus kendaraan bermotor.
4. Penerapan peraturan perundangan tentang kebisingan dan dampaknya secara
tegas dan konsisten. Selain itu melakukan pembinaan dan pengawasan
dengan melakukan penyuluhan dan pemantauan kebisingan dan dampaknya
secara berkala yang melibatkan lintas program dan sektor terkait.
5. Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu
diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber bising,
penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan bukit
buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung
diri sehingga kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka
Croome, D.J., and Mashrae, 1977, Noise Buildings and People, Pergamon
Press, Oxford.
Departement of Transport,1988, Calculation of Road Traffic Noise Levels,
HMSO, London
Menteri Lingkungan Hidup, 1996, Kep-48/MENKLH/1996 tentang Baku
tingkat kebisingan peruntukan kawasan/lingkungan.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004, Pedoman Prediksi
Kebisingan Akibat Lalu Lintas Pedoman Teknis No. 10-2004-B.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2005, Mitigasi Dampak
Kebisingan Akibat Lalu Lintas Jalan Pedoman Teknis No. 16-2005-B.
Hidayati, Nurul, 2007, Pengaruh Arus Lalu Lintas Terhadap Kebisingan (Studi
Kasus Beberapa Zona Pendidikan di Surakarta), Dinamika Teknik Sipil,
Volume 7, Nomor 1, hal. 45 54
Sharp,C. and Jenning,T., 1976, Transport and the Environment, Leicester
University Press, Leicester. 300