Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem drainase adalah rangkaian kegiatan yang membentuk upaya


pengaliran air, baik air permukaan (limpasan/run off), maupun air tanah
(underground water) dari suatu daerah atau kawasan. Sistem drainase diperlukan di
daerah perkotaan yang dikembangkan karena adanya interaksi antara aktivitas
manusia dan siklus air alami. Interaksi ini memiliki dua bentuk utama: abstraksi air
dari siklus alam untuk menyediakan pasokan air bagi kehidupan manusia, dan
menutupi tanah dengan permukaan kedap air yang mengalihkan air hujan dari sistem
drainase alam setempat. Kedua jenis interaksi ini menghasilkan dua jenis air yang
membutuhkan drainase.

Semakin berkembangnya suatu daerah, lahan kosong untuk meresapkan air


secara alami akan semakin berkurang. Permukaan tanah tertutup oleh beton dan aspal
hal ini akan menambah kelebihan air yang tidak terbuang. Kelebihan air ini jika tidak
dapat dialirkan akan menyebabkan genangan. Untuk perencanaan saluran drainase
harus memperhatikan tata guna lahan daerah tangkapan air saluran drainase yang
bertujuan menjaga ruas jalan tetap kering walaupun terjadi kelebihan air, sehingga
air permukaan tetap terkontrol dan tidak mengganggu pengguna jalan. Sistem
drainase perkotaan sangat penting untuk menjamin kenyamanan penduduk kota
Surabaya, terdapat dan ada beberapa lokasi di kota Surabaya yang menjadi daerah
rawan genangan banjir.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud tata cara perencanaan umum ini dimaksudkan sebagai pegangan untuk
survey, penyelidikan, desain, penyiapan tanah, pelaksanaan, operasi dan pemelihara
anserta pemantauan drainase perkotaan, proses perencanaan drainase perkotaan yang
berlandaskan pada konsep pembangunan yang terlanjutkan (pembangunan yang berwawasan
lingkungan) khususnya dalam rangka konservasi sumber daya air agar air permukiman dapat cepat
dialirkan dan diresapkan.

1
Adapun tujuan dari perencanaan drainase kota Surabaya ini adalah membuat
suatu sistem drainase yang dapat mengatasi permasalahan yang selama ini ada, dan
memberikan acuan rekomendasi bagi penataan ruang di wilayah yang bersangkutan
dengan mempertimbangkan aspek potensi dan daya dukung dari lingkungan.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah gambaran
umum daerah perencanaan, definisi drainase, fungsi dan tujuan drainase, jenis-jenis
saluran drainase, definisi dan jenis perencanaan drainase perkotaan, analisa
hidrologim dan desain saluran drainase kota Surabaya.

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN

2
2.1. Luas Batas Wilayah dan Administrasi

Luas wilayah Kota Surabaya adalah 52.087 Hektar, dengan luas daratan 33.048
Hektar atau 63,45% dan luas wilayah laut yang dikelola oleh Pemerintah Kota
sebesar 19.039 Hektar atau 36,55%. Secara Topografi Kota Surabaya 80% dataran
rendah, dengan ketinggian 3 – 6 meter di atas permukaan air laut, kecuali di bagian
selatan terdapat dua bukit landai di daerah Lidah (Kecamatan Lakarsantri) dan
Gayungan dengan ketinggian 25 – 50 meter di atas permukaan air laut. Wilayah
Surabaya berbatasan dengan beberapa kabupaten, yaitu :

1. Sebelah Utara dan Timur : Selat Madura.

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo

3. Sebelah Barat : Kabupaten Gresik.

Secara Administrasi, Kota Surabaya dibagi menjadi 31 kecamatan, dan 154


kelurahan, 1368 Rukun Warga (RW) dan 9118 Rukun Tetangga (RT) Dengan luas
wilayah 326,36 km2, maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 7.613 jiwa per km2.

2.2. Kondisi Fisik Wilayah

2.2.1. Keadaan Geografi dan Geologi

2.2.1.1. Letak Geografi

3
Secara geografis, Kota Surabaya terletak diantara 07˚09`00“
sampai dengan 07˚21`00“ Lintang Selatan dan 112˚36`- 112˚54`
Bujur Timur. Luas wilayah Surabaya meliputi daratan dengan luas
333,063 km² dan lautan seluas 190,39 km². Di sebelah Utara dan
Timur berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Sidoarjo, dan di sebeah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Gresik.

Jika dilihat dari ketinggian air laut, sebagian besar wilayah Kota
Surabaya merupakandataran rendah dengan ketinggian 3 - 6 meter di
atas permukaanlaut, sebagian lagi pada sebelah Selatan merupakan
kondisiberbukit-bukit dengan ketinggian 25 - 50 meter di atas
permukaan laut.

2.2.1.2. Luas Penggunaan Lahan

Luas wilayah Kota Surabaya adalah 52.087 Hektar, dengan luas


daratan 33.048 Hektar atau 63,45% dan luas wilayah laut yang
dikelola oleh Pemerintah Kota sebesar 19.039 Hektar atau 36,55%.

2.2.1.3. Curah Hujan

Curah hujan di Kota Surabaya selama tahun 2014 sebesar 161 mm.
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2014 yaitu sebesar
302 mm dan yang terendah terjad pada bulan Agustus, September
sebesar 0,00 mm.

2.2.2. Keadaan Topografi

Topografi merupakan suatu pembahasan mengenai posisi suatu bagian


dan secara umum menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis
lintang dan garis bujur, dan secara vertikal yaitu ketinggian. Secara topografi,
sebagian wilayah Kota Surabaya merupakan dataran rendah dengan ketinggian
3 – 6 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan kurang dari 3 persen.
Wilayah barat Kota Surabaya memiliki kemiringan sebesar 12,77 persen dan
sebelah selatan sebesar 6,52 persen. Kedua wilayah tersebut merupakan daerah
perbukitan landai dengan ketinggian 25 – 50 meter di atas permukaan laut dan
pada kemiringan 5 – 15 persen.

4
Jenis batuan yang terdiri dari 4 jenis yang pada dasarnya merupakan tanah
liat atau unit – unit pasir. Sedangkan jenis tanah, sebagian besar berupa tanah
alluvial, selebihnya tanah dengan kadar kapur yang tinggi (daerah perbukitan).
Sebagaimana daerah tropis lainnya, Surabaya mengenal 2 musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau dengan temperatur berkisar maksimum 30℃ dan
minimum 25℃.

2.3. Hidrologi dan Klimatologi

2.3.1 Hidrologi

Kondisi hidrologi Kota Surabaya tidak berbeda dengan daerah di


sekitarnya. Selain didukung oleh air tanah, Kota Surabaya didukung dengan
beberapa sungai yang mengalirinya, serta dukungan dari sumber – sumber
mata air. Satu hal yang mungkin membedakan yaitu keberadaan waduk yang
terdapat di beberapa wilayah di Kota Surabaya.

2.3.2 Klimatologi

Kondisi klimatologi kota Surabaya secara makro memiliki kesamaan


dengan bebrapa wilayah lain di Indonesia yang berada di bagian selatan garis
khatulistiwa. Iklim di wilayah ini dipengaruhi oleh perbedaan yang signifikan
antara musim hujan dan kemarau. Musim hujan berlangsung antara bulan
November sampai April dan musim kemarau berlangsung antara bulam Mei
dan Oktober. Bulan November sampai Februari, musim angin dari utara
menjadi sebab naiknya curah hujan tinggi selama musim hujan. Angin pasat
dari arah tenggara membawa udara yang lebih dingin dari Australia selama
musi kemarau.

2.4. Demografi

5
Keberadaan penduduk sangat penting di dalam proses pembangunan, oleh
karena itu penduduk akan menjadi beban bagi daerah apalagi daerah apabila tidak
dikelola dengan baik dan sebaliknya akan menjadi modal potensial apabila mampu
dikelola dengan baik. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
Kota Surabaya memiliki penduduk yang ber-NIK hingga akhir tahun 2015 sebesar
2.943.528 jiwa dan 325.850 jiwa yang masih dalam proses finalisasi status
kependudukan di 31 wilayah kecamatan. Perkembangan penduduk dipengaruhi
oleh faktor kelahiran, kematian dan migrasi. Oleh karenanya, program – program
terkait dengan penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan, perumahan,
lingkungan, pemberdayaan, keluarga berencana, sanitasi dan air bersih dapat
diarahkan ke wilayah – wilayah yang padat penduduk sehingga dapat meningkatkan
kualitas lingkungan, sosil maupun ekonomi warganya.

Berdasarkan jenis kelamin, total penduduk perempuan sebesar 1.469.888 jiwa


dan penduduk laki – laki sebesar 1.473.640 jiwa. Berdasarkan kelompok usia
penduduk didominasi oleh usia 30 – 49 tahun. Penduduk Kota Surabaya didominasi
potensial yaitu mulai dari usia 25 – 59 tahun sebesar 1.571.942 jiwa atau 53,4%
dibanding usia sekolah mulai jenjang PAUD sampai dengan perguruan tinggi yaitu
usia 5 – 24 tahun sebesar 1.075.396 jiwa atau 36.5%, sedangkan penduduk usia
lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas sebesar 296.190 jiwa atau 10,1%. Komposisi
penduduk Kota Surabaya berdasarkan usia sekolah tahun 2015 yaitu usia 0 – 6
tahun sebanyak 275.069 jiwa, usia 7 – 12 tahun sebanyak 270.157 jiwa, usia 13 –
15 tahun sebanyak 138.173 jiwa dan usia 16 – 18 tahun sebanyak 128.721 jiwa.

2.5. Tata Guna lahan

Berdasarkan konsepsi Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang


penataan ruang yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan, Yang termasuk dalam kawasan budi daya adalah
kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan
peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan
pertambangan, kawasan peruntukan permukiman, kawasan peruntukan industri,
kawasan peruntukan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan,

6
dan kawasan pertahanan keamanan. Pola ruang eksisting pada Kawasan Budidaya
yang ada di Kota Surabaya dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Kawasan Pertanian

Kawasan Pertanian yang terdiri dari bidang pertanian tanaman pangan, dan
tersebar di wilayah Surabaya Barat, seperti di Kecamatan Lakarsantri, Pakal,
Sambikerep, dan beberapa wilayah di Surabaya Timur, seperti di Kecamatan
Gununganyar, Tambaksari, Rungkut, serta di beberapa wilayah lainnya,
kecuali di wilayah Surabaya Pusat yang sudah tidak ada kawasan
pertaniannya.

2. Kawasan Perikanan
Kawasan Perikanan di wilayah Kota Surabaya terbagi dalam 2 kategori yaitu
Perikanan Darat (perikanan budidaya) dan Perikanan Tangkap (laut).
Wilayah yang menjadi basis kawasan perikanan di Kota Surabaya ini
sebagian besar berada di wilayah Surabaya Utara, Timur dan Barat, meliputi
Kecamatan Mulyorejo, Sukolilo, Bulak, Kenjeran, Krembangan dan
Asemrowo.
3. Kawasan Penggaraman
Kebijaksanaan yang ditetapkan untuk kawasan penggaraman adalah
mengalihfungsikan ke penggunaan lahan fungsi yang lainnya terutama
untuk kawasan Pelabuhan. Kawasan tersebut berada di 3 kecamatan yaitu
Kecamatan Benowo, Asemrowo, dan Tandes. Perkembangan fisiknya
makin lama makin menyusut. Perkembangan kawasan industri yang pesat di
sekitar wilayah tersebut menjadikan kawasan penggaraman banyak yang
beralih fungsi menjadi kawasan industri.
4. Kawasan Perindustrian
Kawasan Perindustrian untuk Kota Surabaya terdiri dari 2 (dua) kategori
yaitu :
1. Kawasan Industri, yang terdiri dari Industrial Estate dan Komplek
Industri. Kawasan initersebar di beberapawilayahyaitu :
a. Surabaya Utara yaitu kawasan industry strategis berupa industry
perkapalan (PT. PAL) yang terletak di Kawasan Pelabuhan;
b. Surabaya Timur, di PT. SIER (Kecamatan Rungkut, Tenggilis
Mejoyo, dan Gununganyar);

7
c. Surabaya Selatan, di kompleks industry Warugunung
Kecamatan Karangpilang;
d. Surabaya Barat, seperti di kompleks industry Margomulyo
(KecamatanTandes);
2. Industri Non Kawasan, kawasan ini merupakan kegiatan Industri
Individu dan Sentra-sentra Industri, berupa industri kecil yang dapat
dikembangkan di wilayah permukiman dan sentra-sentra industry
pinggiran kota yang meliputi industripangan dan sandang, mebelkayu,
rotan, barang-barang elektronika serta barang yang mempunyai nilai
seni;
Kawasan industry ini terhampar di sekitar 1.915,90 Ha di Kota
Surabaya, dan terkonsentrasi di wilayah Surabaya Barat (68,47%),
khususnya di KecamatanAsemrowo dan Benowo.
5. Kawasan Perumahan
Kawasan Perumahan adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk
perumahan dan berfungsi sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana lingkungan. Jenis perumahan yang terdapat di Kota
Surabaya dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :
1. Perumahan Formal yaitujenisperumahan yang didirikan oleh
pengembang dan/ataupemerintah;
2. Perumahan Informal adalahperumahan yang
dibangundenganswadayamasyarakatsepertirumahperkampungan;
Kawasan perumahan ini terhampar di sekitar 13.185,14 Ha di seluruh
wilayah Kota Surabaya (lihat Tabel 2.7), dengan konsentrasi utamanya
terdapat di wilayah Surabaya Timur, khususnya di Kecamatan Mulyorejo
(806,01 Ha).
6. Kawasan Perdagangan
Kawasan Perdagangan di Kota Surabaya memiliki karakteristik antara lain :
1. Perdagangan dengan skala pelayanan regional dan kota yang lebih
dikenal dengan Central Bussiness District (CBD), antara lain berada
di KembangJepun, PabeanCantikan, Kapasan, Slompretan, Bubutan,
Tegalsari dan Genteng. Pusat kegiatan perdagangan grosir dengan
tingkat pelayanan regional terletak di Kembang Jepun, Pabean
Cantikan, Kapasan dan Slompretan yang dapat disebut sebagai Old
CBD karena kawasan tersebut secara historis memiliki fungsi dan
8
kegiatan yang sama. Sedangkan kegiatan perdagangan di Bubutan,
Genteng, Tegalsari yang merupakan perluasan Old CBD yang akan
diarahkan untuk pengembangan skala pelayanan kota dan kegiatan
campuran (Mixed Use). Jenis perdagangan yang akan dikembangkan
pada kawasan ini adalah kegiatan perdagangan yang sifatnya campur
anantara perdagangan grosir dan campuran;
2. Kawasan perdagangan baru yang juga termasuk sebagai Central
Bussiness District (CBD) dengan skala kota, seperti di kawasan
Mayjen Sungkono, kawasan segidelapan Darmo, kawasan Kaliasin,
kawasan Kertajaya, kawasan Wonokromo, kawasan Kutisari, dan
kawasan Mulyorejo;
3. Pusat-pusat perdagangan yang spesifik dan bersifat tradisional yang
menjadi “ciri khas” Kota Surabaya, di antaranya pasar Pabean, pasar
Blauran dan kawasan perdagangan onderdil kendaraan bermotor di
Kedungdoro. Kawasan diharapkan agar tetap dipertahankan karena
memiliki karakteristik khusus t ersebut;
7. Kawasan FasilitasUmum (Fasum)

Kawasan Fasilitas Umummerupakan kawasan yang berfungsi untuk


menunjang aktivitas masyarakat dalam kegiatan sehari-hari, seperti
beribadah, sekolah, pelayanan kesehatan, olah raga, dan sebagainya.
Beberapa fasilitas yang termasuk dalam kategori fasilitas umum (fasum) di
Kota Surabaya ini terdiri dari :

1. Fasilitas Kesehatan, untuk skala lingkungan antara lain berupa


rumah bersalin, apotek, tempat praktek dokter, klinik dan bidan. Selain
itu, juga terdapat fasilitas kesehatan yang memiliki tingkat pelayanan
regional sampai nasional, seperti RumahSakit Haji, Rumah Sakit
Husada Utama, Rumah Sakit Dr.Sutomo dan lain-lain.
2. Fasilitas Pendidikan, merupakan pemanfaatan ruang untuk
kebutuhan pelayanan pendidikan masyarakat disegala usia, mulai dari
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan Perguruan Tinggi
dan Akademi. Kondisi fasilitas pendidikan di Kota Surabaya ini
memungkinkan untuk tingkat pelayanan skala lingkungan sampai
dengan nasional, seperti keberadaan Perguruan Tinggi Negeri
Univeristas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

9
Surabaya, Universitas Negeri Surabaya dan beberapa Perguruan
Tinggi Swasta terkemuka lainnya.
3. Fasilitas Perkantoran, yang pada umumnya diutamakan untuk
pelayanan administrasi pemerintahan. Kota Surabaya yang juga
berfungsi sebagai ibukota provinsi maka penyediaan fasilitas
perkantoran bukan hanya untuk kebutuhan skala kota saja melainkan
untuk kebutuhan skala regional, yang konsentrasinya sebagai berikut:
a. Skala Kota, terkonsentrasi di Kawasan Pemerintah Kota
Surabaya di Jl. Jimerto;
b. Skala Regional, terpusat di dua kawasanyaitu di kompleks
Kantor GubernurJawa Timur di Jl. Pahlawan dan Kantor Dinas
Provinsi dan Kantor Wilayah (Perwakilan Pusat) di Jl. Gayung
Kebonsari dan Jl. Ahmad Yani;
4. Fasilitas Peribadatan, berupa masjid, mushola/langgar, gereja,
vihara, klenteng, dengan skala pelayanan tingkat kota sampai dengan
lingkungan yang penyebarannya tersebar di sekitar kawasan
permukiman;
5. Fasilitas Peribadatan, berupa masjid, mushola/langgar, gereja,
vihara, klenteng, dengan skala pelayanan tingkat kota sampai dengan
lingkungan yang penyebarannya tersebar di sekitar kawasan
permukiman;
6. Bangunan Umum, berupa gedung pertemuan, gedung serbaguna,
gedung kesenian, gedung pertunjukan, pos keamanan, pos pemadam
kebakaran dan lainnya, dengan skala pelayanan tingkat kota sampai
dengan lingkungan yang penyebarannya tersebar di sekitar kawasan
permukiman;
7. Fasilitas Olahraga, meliputi fasilitas olahraga ruang tertutup (berupa
GOR) dan ruang terbuka/out door (lapangan) yang di antaranya
digunakan untuk jenis olahraga bola volley, tenis lapangan,
bulutangkis, renang, basket, sepak bola dan lainnya. Skala
pelayanannya dari tingkat kota sampai dengan lingkungan yang
penyebarannya tersebar di sekitar kawasan permukiman.

10
8. Kawasan Khusus

Kawasan Khusus kawasan ini memiliki fungsinya yang khusus dan


mempunyai arti penting pada suatu wilayah tertentu. Keberadaan kawasan ini
di Kota Surabaya antara lain berupa :

1. Kawasan Militer, yang keberadaan dikaitkan dengan kepentingan


militer (TNI), seperti di Pangkalan Armatim TNI AL di Ujung -
Tanjung Perak Surabaya, berikut pengembangan kawasan pelabuhan
Tanjung Perak dan Industri PT. PAL. Disamping itu juga terdapat
kawasan di KecamatanKarangpilang;
2. Kawasan Pelabuhan, yaitu di pelabuhanTanjung Perak. Kawasan ini
termasuk sebagai kawasan khusus karena besarnya peran dan fungsi
Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pintu gerbang arus keluar masuknya
barang dan orang dari dan ke Surabaya dengan daerah lain dalam skala
Regional, Nasional dan Internasional;
3. Kawasan Industri Strategis, yaitu di sekitar PT.PAL (Ujung -
Tanjung Perak) yang merupakan industry galangan kapal di Surabaya.
Keberadaannya dianggap penting karena sangat berperandalam
mendukung fungsi kegiatan Maritim.

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Umum

3.1.1. Pengertian Drainase

Drainase atau pengatusan adalah pembuangan massa air secara alami


atau buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat.
Pembuangan ini dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras,
membuang, atau mengalihkan air. Irigasi dan drainase merupakan bagian
penting dalam penataan sistem penyediaan air di bidang pertanian maupun
tata ruang.

Saluran drainase sering kali dirujuk sebagai drainase saja karena


secara teknis hampir semua drainase terkait dengan pembuatan saluran.
Saluran drainase permukaan biasanya berupa parit , sementara untuk
bawah tanah disebut gorong-gorong di bawah tanah.

Drainase perkotaan adalah suatu ilmu dari drainase yang


mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan, yaitu merupakan
suatu sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang
meliputi pemukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah
sakit, lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, instalasi listrik
dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut, serta tempat-tempat
lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota yang berfungsi
mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga menimbulkan dampak
negatif dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia.

3.1.2. Tujuan Drainase

a. Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman.

b. Pengendalian kelebihan air permukaan dapat dilakukan secara aman,


lancar dan efisien serta sejauh mungkin dapat mendukung kelestarian
lingkungan.

12
c. Dapat mengurangi genangan-genangan air yang menyebabkan
bersarangnya nyamuk malaria dan penyakit-penyakit lain, seperti demam
berdarah, disentri serta penyakit lain yang disebabkan kurang sehatnya
lingkungan pemukiman.

d. Untuk memperpanjang umur ekonomis sarana-sarana fisik antara lain :


jalan, kawasan pemukiman, kawasan perdagangan dari kerusakan serta
gangguan kegiatan akibat tidak berfungsinya sarana drainase.

3.1.3. Fungsi Drainase

a. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari


genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan
infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.

b. Mengalirkan kelebihan air permukaan badan air terdekat secepatnya agar


tidak membanjiri/ menggenangi kota yang dapat merusak selain harta benda
masyarakat juga infrastruktur perkotaan.

c. Mengendalikan sebagiaan air permukaan akibat hujan yang dapat


dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.

d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.

3.1.4. Jenis-Jenis dan Pola-Pola Drainase

3.1.4.1. Jenis-Jenis Drainase

A. Menurut Cara Terbentuknya

1. Drainase Alamiah (Natural Drainage).

Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat


bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan
batu/ beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk
oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi yang lambat
laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.

13
2. Drainase Buatan (Artifical Drainage).

Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu


sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti
selokan pasangan batu/ beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan
lain sebagainya.

B. Menurut Letak Saluran

1. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage).

Yaitu saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah


yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa
alirannya merupakan analisa open channel flow.

2. Drainase Bawah Tanah (Sub Surface Drainage).

Yaitu saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air


limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan
tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan–alasan tertentu. Alasan
tersebut antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi
permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan
terbang, taman dan lain-lain.

C. Menurut Fungsi

1. Single Purpose

Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air


buangan, misalnya air hujan saja atau air jenis buangan yang
lain seperti limbah domestik, air limbah industri dan lain-lain.

2. Multi Purpose

Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air


buangan baik secara bercampur maupun bergantian.

D. Menurut Konstruksi

1. Saluran Terbuka

Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang
terletak didaerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun

14
untuk drainase air non-hujan yang tidak membahayakan
kesehatan/ mengganggu lingkungan.

2. Saluran Tertutup

Yaitu saluran yang pada umunya sering dipakai untuk aliran


air kotor (air yang mengganggu kesehatan/ lingkungan) atau
untuk saluran yang terletak ditengah kota
(Hasmar,Halim,H.A.2012,DrinaseTerapan,UIIPress,Yogyaka
ra).

3.1.5. Pola-Pola Drainase

Pembuatan saluran drainase disesuaikan dengan keadaan lahan dan


lingkungan sekitar, oleh karena itu dalam perencanaan drainase terdapat
banyak pola drainase, yang antara lain :

A. Siku

Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi


dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir
berada di tengah kota.

B. Paralel

Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan


saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek,
apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat
menyesuaikan diri.

15
C. Grid Iron

Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga


saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.

D. Alamiah

Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah
lebih besar, letak saluran utama ada di bagian terendah (lembah) dari suatu
daerah (alam) yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak
cabang saluran yang ada (saluran cabang), dimana saluran cabang dan
saluran utama merupakan suatu saluran alamiah.

E. Radial

Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala


arah. Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa saluran cabang
dari suatu titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi
daerah).

16
3.1.6. Sistem Jaringan Drainase

A. Sistem Drainase Mayor

Yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan mengalirkan air dari
suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada umumnya sistem
drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama
(major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran
yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal
atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai
dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi
yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.

B. Sistem Drainase Mikro

Sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan


mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang
termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan,
saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran
drainasekota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya
tidak terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk
hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan
yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung
sebagai sistem drainase mikro.

3.1.7. Kuantitas Air Hujan

Dalam Fase Siklus Hidrologi, kuantitas air tidak berubah, namun


wujudnya saja yang berubah. Kuantitas air di dunia seperti dibawah ini:

 Air di daratan 2,8


o Danau air tawar 0,009
o Danau air asin dan laut daratan 0,008
o Sungai 0,0001
o Kelembaban tanah dan air vadose 0,005
o Air tanah sampai kedalaman 4000 m 0,61
o Es dan glaciers 2,14
 Air di Atmosfir 0,001
 Air di Lautan 97,3
17
Kualitas air dapat diukur melalui beberapa pameter yaitu Parameter
Fisik, kimia, dan biologi. Jika kualitas air tidak terpenuhi dengan baik dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit. Kulitas air juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: Iklim (curah hujan, suhu, tekanan udara),
kandungan unsur kimia tanah (geologi), aktivitas manusia.

3.2. Analisa Hidrologi


3.2.1. Melengkapi Data Curah Hujan yang Hilang

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam


tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap , dan tidak mengalir. Satuan
curah hujan selalu dinyatakan dalm satuan milimeter atau inchi namun untuk
di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam santuan
milimeter (mm). Curah hujan dalam 1 (satu) milimeter memiliki arti dalam
luasan satu meter persgi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu
milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Intensitas curah hujan
adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu tertentu, yang biasanya
dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/tahum, dan sebagainya yang
berturut – turut sering disebut hujan jam – jaman, hujan harian, hujan tahunan,
dan sebagainya. Biasanya data yang sering digunakan untuk analisis adalah
nilai maksimum, minimum, dan nilai rata – ratanya. Untuk melengkapi data
curah hujan yang hilang dapat menggunakan rumus berikut:

𝑅0 𝑟𝐴 𝑟𝐵 𝑟𝑛
ro = x x x … x 𝑅𝑛
𝑛 𝑅𝐴 𝑅𝐵

Keterangan:
 r = CH pada tahun yang tidak lengkap
 R = CH pada tahun yang lengkap
 n = jumlah stasiun yang lengkap

3.2.2. Tes Konsistensi Data Hujan

Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai


bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume
air di permukaan bumi sifatnya tetap. Meskipun tetap dengan perubahan iklim

18
dan cuaca, letak mengakibatkan volume dalam bentuk tertentu berubah, tetapi
secara keseluruhan air tetap. Siklus air secara alami berlangsung cukup
panjang dan cukup lama. Sulit untuk menghitung secara tepat berapa lama air
menjalani siklusnya, karena sangat tergantung pada kondisi geografis,
pemanfaatan oleh manusia dan sejumlah faktor lain. Siklus air atau siklus
hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti
dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui
kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.

3.2.3. Tes Homogenitas

Pemahaman tentang perlunya dilakukan analisis homogenitas


merupakan suatu langkah awal untuk membenahi data sekaligus menerapkan
pengawasan kualitas (quality control) terhadap asset data iklim yang ada di
BMG.Selanjutnya perlu disadari bahwa merupakan suatu kewajiban ilmiah
untuk memberikan keterangan apakah suatu seri data telah teruji
homogenitasnya atau belum. Secara rinci keterangan tentang homogenitas
data seyogyanya meliputi:
1. Jenis parameter
2. Periode pengamatan data
3. Basis skala waktu (bulanan, mingguan, tahunan, dsb)
4. Jenis teknik (test) yang dipakai dalam uji homogenitas serta
penjelasannya.
5. Jumlah seri data yang homogen/ tidak homogen pada suatu stasiun
(berapa seri data yang ditemukan homogen/ tidak homogen)
6. Jumlah kasus, panjangnya periode dan variasi tahunan kasus tidak
homogen (jumlah kasus setiap bulannya) dalam satu seri data.
7. Ukuran penyimpangan dan faktor koreksi yang digunakan untuk
memperbaiki (meng-adjust) ketidak homogenan seri tersebut.
8. Faktor non-klimat yang diidentifikasi telah mengakibatkan ketidak
homogenan dalam suatu seri data (pemindahan instrumen, pergantian
waktu pengamatan, pergantian pengamat, kecenderungan/ trend
memanas/ mendingin secara perlahan-lahan misalnya karena dampak
perkotaan dan dampak perubahan tata guna lahan).

19
3.2.4. Analisa Curah Hujan Rata-rata Daerah Aliran

 Metode Aritmatik
Dengan menggunakan metode Aritmatik, curah hujan rata-rata
DAS dapat ditentukan dengan menjumlahkan curah hujan dari semua
tempat pengukuran untuk suatu periode tertentu dan membaginya
dengan banyaknya stasiun pengukuran. Metode ini dapat dipakai pada
daerah datar dengan jumlah stasiun hujan relatif banyak, dengan
anggapan bahwa di DAS tersebut sifat hujannya adalah merata
(uniform) Secara sitematis dapat ditulis sebagai berikut:

p = curah hujan rata-rata,


p1,p2,...,pn = curah hujan pada setiap stasiun,
n = banyaknya stasiun curah hujan.

Metode ini sangat sederhana dan mudah diterapkan, akan tetapi


kurang memberikan hasil yang teliti memngningat tinggi curah hujan
yang sesungguhnya tidak mungkin benar-benar merata pada seluruh
DAS. Utamanya di wilayah tropis termasuk Indonesia, sifat distribusi
hujan mmenurut ruang sangat bervariasi, sehingga untuk suatu
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang relatif besar, metode Aritmatik
tidak cocok untuk digunakan.
 Metode Thiessen
Dalam metode poligon thiessen, curah hujan rata-rata didapatkan
dengan membbuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-
tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian setiap
stasiun penakar hujan akan terletak pada suatu wilayah poligin
tertutup luas tertentu. Cara ini dipandang lebih baik dari cara rata-rata
aljabar (Arimatik), yaitu dengan memasukan faktor luas areal yang
diwakili oleh setiap stasiun hujan. Jumlah perkalian antara tiap-tiap
luas poigon dengan besar curah hujan di stasiun dalam poligon
tersebut dibagi dengan luas daerah seluruh DAS akan menghasilkan

20
nnilai curah hujan rata-rata DAS. Prosedur hitungan dari metode ini
dilukiskan pada persamaan-persamaan berikut:
𝐴𝑛
Wn = 𝐴

R = (WA.RA + WB.RB + … + Wn.Rn)


Keterangan:
Wn : Koef. Thiessen pada stasiun
An : Luas daerah tertentu
A : Total luas daerah
R : Curah hujan rata-rata
Rn : Curah hujan daerah tertentu
 Metode Isohyet
Metode ini menggunakan pembagian DAS dengan garis-garis yang
menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama besar
(isohyet). Curah hujan rata-rata di daerah aliran sungai didapatkan
dengan menjumlahkan perkalian antara curah hujan rata-rata di antara
garis-garis isohyet dengan luas daerah yang dibatasi oleh garis batas
DAS dan dua garis isohyet, kemudian dibagi dengan luas seluruh
DAS. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu apabila dikerjakan secara
manual, dimana setiap kali harus menggambarkan garis isohyet yang
tentunya hasilnya sangat tergantung pada masing-masin pembuat
garis. Unsur subyektivitas ini dapat dihindarkan dengan penggunaan
perangkat lunak komputer yang dapat menghasilkan gambar garis
isohyet berdasarkan sistem intrpolasi grid, sehingga hasilnya akan
sama untuk setiap input data di masing-masing stasiun hujan.Ilustrasi
hitungan hujan rata-rata DAS dengan menggunakan metode isohyet
dapat kita lihat pada Contoh Soal dan Penyelesaian. Persamaan dalam
hitungan hujan rata-rata dengan metode isohyet dapat kita rumuskan
seperti berikut:
𝐼1+𝐼2
RA = XA .( )
2
𝐴1
Xn = 𝐴

RB = XB . I3
𝑋𝐶 𝐼4+𝐼5
RC = RD = 𝑋𝐷 . ( )
2

Keterangan:

21
I1 dan i+1: bersarnya isohyet
A1: Luas daerah yang dibatasi oleh 2 isohyet
A : Luas daerah aliran
n : Bamyak daerah yang dibatasi oleh 2 isohyet

3.2.5. Analisa Hujan Aliran

Peredaran air dari laut ke atmosfer melalui penguapan, kemudian akan


jatuh pada permukaan bumi dalam bentuk hujan, yang mengalir didalam
tanah dan diatas permukaan tanah sebagai sungai yang menuju ke laut.
Panasnya air laut didukung oleh sinar matahari karna matahari merupakan
kunci sukses dari siklus hidrologi sehingga mampu berjalan secara terus
menerus kemudian dalam terjadinya air berevoporasi, lalu akan jatuh ke bumi
sebagai prespitasi dengan bentuk salju, gerimis atau atau kabut, hujan, hujan
es dan salju, dan hujan batu.

Setelah prespitasi, pada perjalanannya kebumi akan berevoporasi


kembali keatas atau langsung jatuh yang diinterepsi oleh tanaman disaat
sebelum mencapai tanah. Apabila telah mencapai tanah, siklus hidrologi akan
terus bergerak secara terus menerus dengan 3 cara yang berbeda yaitu sebagai
berikut:

 Evaporasi (Transpirasi) - Air di laut, sungai, daratan, tanaman. sbb.


kemudian akan kembali menguap ke atmosfer menjadi awan lalu
menjadi bintik-bintik air yang akan jatuh dalam bentuk es, hujan, salju.
 Infiltrasi (Perkolasi ke dalam Tanah) - Air bergerak melalui celah-
celah dan pori-pori serta batuan yang ada dibawah tanah yang dapat
bergerak secara vertikal dan horzontal dibawah permukaan tanah
hingga ke sistem air permukaan.
 Air Permukaan - Air yang bergerak diatas permukaan tanah yang dapat
kita lihat pada daerah urban.

3.2.6. Analisa Distribusi Hujan

Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena


keragamannnya sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut
tempat.Oleh karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada

22
hujan.Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga
(Boerema, 1938), yaitu pola Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal.

Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat


unimodal (satu puncak musim hujan yaitu sekitar Desember).Selama enam
bulan curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam
bulan berikutnya rendah (bisanya disebut musim kemarau).Secara umum
musim kemarau berlangsung dari April sampai September dan musim hujan
dari Oktober sampai Maret.

Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal,


yaitu dua puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober
saat matahari berada dekat equator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola
hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola
hujan pada tipe moonson.

3.2.7. Pemilihan Metode Perhitungan Intensitas Hujan

Dalam menghitung intensitas hujan di Kecamatan Tambaksari,


Surabaya kami menggunakan beberapa metode, antara lain:

a) Metode Van Breen


Penurunan rumus yang dilakukan oleh Van Breen di Indonesia
didasarkan atas anggapan bahwa lamanya durasi hujan yang terjadi di
Pulau Jawa selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari jumlah
curah hujan selama 24 jam. Dengan persamaan sebagai berikut
(Asy’ari, 2008)
90% 𝑋 𝑅24
I= 4

Keterangan :
I : intensitas hujan (mm/jam)
R24 : curah hujan harian maksimum (mm/24jam)

Dengan persamaan diatas dapat dibuat suatu kurva intensitas durasi


hujan diman Van Breen mengambil kota madiun sebagai basis untuk
kurva IDF. Kurva ini dapat memberikan kecederungan bentuk kurva
untuk daerah lainnya di Indonesia. Berdasarkan pola kurva Van Breen

23
untuk mota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan
persamaan sebagai berikut :
54 RT +0,007RT2
IT = Ic +0,3 Rt

Keterangan :
IT : intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun)
RT : tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari)
b) Metode Gumbel

3.3. Kriteria Perencanaan Drainase


3.3.1. Umum
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang
sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan
komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur
khususnya). Berikut beberapa pengertian drainase :
Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum,
drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga
diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas.
Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak
diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat
yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1)
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari
prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase
disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air
permukaan dan bawah permkaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain
itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan
tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain :
Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada
akumulasi air tanah.
24
Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.
3.3.2. Bentuk-bentuk dan Jenis Saluran
 Bentuk – bentuk Saluran
A. Trapesium
Pada umumnya saluran terbentuk trapesium terbuat dari tanah
akan tetapi tidak menutup kemungkinan dibuat dari pasangan
batu dan beton. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan
limpasan air hujan dengan debit yang besar.

B. Persegi
Biasanya saluran ini terbuat dari pasangan batu dan beton.
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air
hujan dengan debit yang besar.

C. Segitiga
Saluran sangat jarang digunakan tetapi mungkin digunakan
dalam kondisi tertentu.

25
D. Setengah Lingkaran
Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit
yang kecil. Bentuk saluran ini umum digunakan untuk saluran–
saluran penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat.

 Jenis Saluran Drainase Menurut Sejarah Terbentuknya


1. Drainase Alami
Drainase alami terbentuk secara natural tanpa adanya campur
tangan manusia.Pada umumnya, drainase alami juga tidak dilengkapi
oleh bangunan penunjang apapun.Sungai merupakan salah satu contoh
saluran air yang terbentuk dengan sendirinya.
2. Drainase Buatan
Drainase buatan ialah saluran air yang dibentuk oleh manusia
untuk tujuan tertentu.Itu sebabnya, guna mendukung fungsi drainase
tersebut, didirikan juga bangunan penunjang yang mempunyai
peranan khusus. Drainase buatan perlu dirancang berdasarkan analisa
tentang ilmu drainase untuk menentukan dimensi saluran yang ideal
dan debit air hujan. Contoh drainase buatan yaitu kanal, talang,
gorong-gorong, terjunan, got, dan terowongan air.
 Jenis Saluran Drainase Menurut Letak Saluran
1. Drainase Permukaan Tanah
Disebut drainase permukaan tanah sebab drainase ini terletak di
atas permukaan tanah.Manfaat drainase permukaan tanah yakni untuk
mengalirkan air limpasan permukaan sehingga mencegah terjadinya
genangan air.Oleh karena itu, analisa drainase dilaksanakan menurut
open channel flow.
2. Drainase Bawah Permukaan Tanah
Drainase ini dibuat di bawah permukaan tanah, atau dengan kata
lain ditanamkan. Penyebabnya antara lain untuk alasan estetika serta
alasan lokasi yang tidak memungkinkan dibangunnya drainase
permukaan tanah. Konstruksi drainase bawah permukaan tanah juga
biasanya dibangun di area perkebunan.
26
 Jenis Drainase Menurut Konstruksi
1. Drainase Terbuka
Drainase terbuka memiliki bentuk berupa saluran air yang
terbuka.Biasanya drainase terbuka dipakai untuk mendukung berbagai
fungsi saluran air terutama untuk menampung dan mengalirkan air
hujan. Drainase terbuka yang dibuat di pinggiran kota tidak perlu
dilapisi lining. Tetapi drainase yang dibangun di tengah kota harus
dilapisi pelindung seperti beton, pasangan batu, atau pasangan bata.
2. Drainase Tertutup
Drainase tertutup mempunyai konstruksi yang tertutup dari
luar.Drainase ini dibuat demikian karena air yang mengalir di
dalamnya berpotensi dapat mencemari lingkungan hayati.Kebanyakan
drainase tertutup sering diterapkan di daerah-daerah perkotaan
khususnya area perindustrian.Material yang paling sering dipakai
untuk membuat drainase tertutup ialah pipa PVC.

 Jenis Drainase Menurut Fungsi


1. Drainase Satu Fungsi
Drainase ini digunakan untuk menyalurkan satu macam air
buangan saja.Misalnya yaitu air hujan dan limbah cair.Pada umumnya,
saluran drainase satu fungsi dibuat dengan menggunakan konstruksi
tertutup dan diletakkan di bawah permukaan tanah.
2. Drainase Multifungsi
Drainase multifungsi adalah drainase yang berguna untuk
mengalirkan berbagai macam air buangan.Metode yang diaplikasikan
bisa dilakukan secara bercampuran maupun bergantian. Pembuatan
drainase multifungsi wajib memperhatikan antara dimensi dengan
kapasitas air yang akan dialirkan pada suatu waktu.
3.3.3. Jalur Saluran
Berdasarkan pembagian kewenangan pengelolaan dan fungsi
pelayanan untuk sistem drainase perkotaan menggunakan istilah sebagai
berikut :

27
o Sistem Drainase Lokal (minor urban drainage)
Sistem drainase lokal ( Minor ) adalah suatu jaringan sistem
drainase yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti kompleks
permukiman, daerah komersial, perkantoran dan kawasan industri, pasar
dan kawasan parawisata. Sistem ini melayani area sekitar kurang lebih 10
Ha.Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggungjawab
masyarakat, pengembang atau instansi pada kawasan masing-masing.
o Sistem Drainase Utama ( Major Urban Drainage )
Sistem Jaringan Utama (Major Urban Draiange) adalah sistem
jaringan drinase yang secara struktur terdiri dari saluran primer yang
menampung aliran dari saluran – saluran sekunder.Saluran sekunder
menampung aliran dari saluran-saluran tersier.Saluran tersier menampung
aliran dari Daerah Alrannya masing-masing.Jaringan Drainase Lokal
dapat langsung mengalirkan alirannya ke saluran Primer, sekunder
maupun tersier.
o Pengendalian Banjir (flood control)
Pengendalian Banjir adalah upaya mengendalikan aliran
permukaan dalam sungai maupun dalam badan air yang lainnya agar tidak
maluap serta limpas atau menggenagi daerah perkotaan.Pengendalian
banjir merupakan tanggung jawab pemerintah Propinsi atau Pemerintah
Pusat. Konstruksi / Bangunan air pada sistem Flood Control antara lain
berupa : -Tanggul - Bangunan Bagi - Pintu Air - Saluran Flood Way
Berdasarkan fisiknya, sistem drainase terdiri atas saluran primer,
sekunder, tersier dst.
o Sistem Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang menerima masukan aliran dari
saluran-saluran sekunder.Saluran primer relatif besar sebab letak saluran
paling hilir.Aliran dari saluran primer langsung dialirkan ke badan air.
o Sistem Saluran Sekunder
Saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air
dari saluran-saluran tersier dan meneruskan aliran ke saluran primer.
o Sistem Saluran Tersier
Saluran drainase yang menerima aliran air langsung dari saluran-
saluran pembuangan rumah-rumah. Umumnya saluran tersier ini adalah
saluran kiri kanan jalan perumahan. Skematik dari minor dan mayor
28
drainase perkotaan untuk kota-kota air seperti Palembang, Banjarmasin
dan Pontianak agak sulit menentukan dan membedakan mana sungai dan
saluran drainase.Sebab aliran yang dipengaruhi pasang laut yang tinggi
terkadang berputar arah alirannya.
3.3.4. Prinsip-prinsip Pengaliran
Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang.
Caranya yaitu dengan pembuatan saluran drainase yang dapat
menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut.
Sistem saluran drainase di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih
besar yaitu ke badan air atau sungai.
Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu
hujan, air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang
agar tidak menimbulkan genangan-genangan yang dapat menggnggu
aktivitas di perkotaan dan bahkan dapat menimbulkan kerugian sosial
ekonomi terutama yang menyangkut aspek-aspek kesehatan lingkungan
pemukiman kota.
Fungsi dari drainase antara lain adalah :
1. Membebaskan suatu wilayah terutama pemukiman yang padat dari
genangan air, erosi dan banjir.
2. Meningkatkan kesehatan lingkungan, bila drainase lancar maka
memperkecil resiko penyakit yang ditransmisikan melalui air
(water borne disease) dan penyakit lainnya.
3. Dengan sistem drainase yang baik tata guna lahan dapat
dioptimalkan dan juga memperkecil kerusakan-kerusakan struktur
tanah untuk jalan dan bangunan-bangunan lainnya.
4. Dengan sistem drainase yang terencana maka dapat dioptimalkan
pengaturan tata-air; yang berfungsi mengendalikan keberadaan air
yang berlimpah pada musim penghujan dan kekeringan pada musim
kemarau.

29
3.3.5. Perhitungan Limpasan Hujan

Rumus Rasional
Untuk menyamakan satuan, rumus tersebut menjadi:

Q (m3/dt) = 0,278 .C . I. A
Keterangan:
 C = koefisien pengaliran
 I = intensitas hujan (mm/jam)
 A = luas daerah aliran (km2)

Q (l/dt) = 2,78 . C . I. A
Keterangan:
 C = koefisien pengaliran
 I = intensitas hujan (mm/jam)
 A = luas daerah aliran (ha)

Rumus Rasional Modifikasi


Digunakan jika daerah aliran > 80 ha

Dipengaruhi oleh koefisien penampungan (Cs)

Q (m3/dt) =0,278 . Cs. C. I. A


 Cs = koefisien penampungan
 C = koefisien pengaliran
 I = intensitas hujan (mm/jam)
 A = luas daerah aliran (km2)
C rata-rata:

∑𝐶𝑖𝐴𝑖
Rumus: ∑𝐴

30
Keterangan:

 Ci = Koefisien pengaliran untuk bagiandaerah yang ditinjau


dengan satu jenis permukaan

 Ai = Luas bagian daerah

3.3.6. Perhitungan Dimensi Saluran


Penentuan dimensi diawali dengan penentuan bahan
 Saluran direncanakan dibuat dari beton dengan kecepatan aliran yang
diijinkan 1,50 m/detik.
 Bentuk penampang : segi empat, segitiga, melingkar.
 Kemiringan saluran memanjang yang diijinkan : sampai dengan 7,5
 Angka kekasaran permukaan saluran Manning n = 0,013
3.3.7. Perhitungan Kecepatan Saluran
Waktu Konsentrasi (Time of Concentration, tc)
Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus di bawah ini:
 tc = to + td
 to = waktu yang dibutuhkan untuk mengalir di permukaan untuk
mencapai inlet (overland flow time, inlet time)
 td = waktu yang diperlukan untuk mengalir di sepanjang saluran

31
32
33
3.4. Bangunan Pelengkap
Perlengkapan saluran dimaksudkan sebagai sarana pelengkap pada
sistem penyaluran air hujan, sehingga fungsi pengaliran dapat terjadi
sebagaimana yang direncanakan.Dalam hal ini diuraikan fungsi dan arti
pelengkap termasuk di dalamnya pemakaian rumus dan perhitungannya.
3.4.1. Sambungan Persil
Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari
rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan.Sambungan
ini dapat berupa saluran terbuka atau tertutup dan dibuat terpisah dsari
saluran air kotor.Agar kelancaran terjamin maka akhir sambungan persil
harus ada di atas maka air maksimum pada saluran air hujan di tepi jalan.
3.4.2. Street Inlet
Street Inlet ini adalah lubang di sisi-sisi jalan yang berfungsi
untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di
sepanjang jalan menuju ke dalam saluran.Sesuai dengan kondisi dan
penempatan saluran serta fungsi jalan yang ada, maka pada jenis
penggunaan saluran terbuka, tidak diperlukan street inlet, karena ambang
saluran yang ada merupakan bukaan bebas. Perlengkapan street inlet
mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
 Ditempatkan pada daerah yang rendah di mana limpasan air hujan
menuju ke arah tersebut.
 Air yang masuk melalui street inlet haru dapat secepatnya menuju ke
dalam saluran.
 Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air
hujan pada jalan yang bersangkutan.
3.4.3. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah merupakan bangunan perlintasan karena
adanya saluran yang melintasi jalan. Perencanaan gorong-gorong di
dasarkan atas besarnya debit pengaliran sesuai dengan keadaan saluran
dan sifat-sifat hidrolisnya.

34
3.5. Operasi dan Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja
saluran sesuai dengan desain rencana dimana besar kecilnya pekerjaan
didasarkan pada laporan hasil inspeksi (Balitbang PU, 2008, h.2).
Pemeliharaan adalah semua pekerjaan rutin dan berulang yang
diperlukan untuk memelihara suatu fasilitas, misalnya suatu saluran, struktur,
fasilitas penyimpanan, dll.Dalam kondisi seperti ini memungkinkan untuk
digunakan pada kapasitas aslinya atau kapasitas rancangannya dan efisiensinya.
Pemeliharaan dari pekerjaan drainase kota dapat dibedakan menjadi dua
kategori utama:
 Pemeliharaan Pencegahan

Ini meliputi semua aktivitas yang dilaksanakan untuk memelihara fungsi


optimum dari suatu fasilitas dan komponen-komponennya menurut suatu
program pro-jadwal/pre-scheduled. Pemeliharaan pencegahan meliputi:
Pemeliharaan Rutin, Pemeliharaan Berkala dan Pekerjaan Reparasi
(Overhauling alat-alat berat).

 Pemeliharaan Koreksi
Tindakan ini dilaksanakan untuk mencegah munculnya kembali
kegagalan dan kerusakan suatu fasilitas.Aktivitas ini diambil atas dasar dari
suatu analisa dari kegagalan sebelumnya. Pemeliharaan Koreksi bisa
meliputi: Pemeliharaan Khusus, Rehabilitasi, Perbaikan Kapasitas
(Normalisasi).
 Pemeliharaan Keadaan darurat
Aktivitas ini meliputi pekerjaan mendesak dimana dibutuhkan sebagai
hasil dari kegagalan suatu komponen sistem saluran dalam kaitan dengan
runtuhnya dinding saluran, erosi, robohnya struktur, dll.

35
BAB IV

PERHITUNGAN ANALISA HIDROLOGI

4.1. Analisa Curah Hujan Harian Maksimum

4.1.1. Metode Log Person

1. Nilai dimensi rata-rata :

𝛴(𝑅1 − 𝑅)2
𝜎𝑥 = √
𝑁−1

13,1872
=√
5−1

= √3,2968

𝜎 = 1,815

2. Nilai koefisien asimetri

𝑁 . 𝛴(𝑅1 − 𝑅)3
𝐶𝑠 =
(𝑁 − 1)(𝑁 − 2)(𝜎𝑥 )3

5 . (−34,1688)
=
4 .3 . (1,815)3

−170,844
=
12 . 5,979

−170,844
= = −2,381 𝐾 = 0,817 (𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙)
71,748

36
𝑋𝑇 = 𝑅1 + (𝐾𝑥 . 𝜎𝑥 )

= 5,12 + (0,817 × 1,815)

= 5,12 + 1,482

= 6,602

𝑅𝑇 = 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑇

= 106,602

= 3.999.447,49

4.2. Perhitungan Intensitas Hujan

4.2.1. Metode Van Breen

Diketahui : 𝑅𝑇 = 3.999.447,49 1⁄24 𝑗𝑎𝑚

Ditanya : I ..?
90% . 𝑅𝑇
Dijawab : 𝐼=
4
90% . 3.999.447,49 1⁄24 𝑗𝑎𝑚
=
4
3.599.502,74
=
4

= 899.875,685 𝑚𝑚⁄24 𝑗𝑎𝑚

4.2.2. Metode Bell

4.3. Pemilihan Rumus Intensitas Hujan

4.3.1. Metode Van Breen

4.3.2. Metode Bell

37

Anda mungkin juga menyukai