PENDAHULUAN
Maksud tata cara perencanaan umum ini dimaksudkan sebagai pegangan untuk
survey, penyelidikan, desain, penyiapan tanah, pelaksanaan, operasi dan pemelihara
anserta pemantauan drainase perkotaan, proses perencanaan drainase perkotaan yang
berlandaskan pada konsep pembangunan yang terlanjutkan (pembangunan yang berwawasan
lingkungan) khususnya dalam rangka konservasi sumber daya air agar air permukiman dapat cepat
dialirkan dan diresapkan.
1
Adapun tujuan dari perencanaan drainase kota Surabaya ini adalah membuat
suatu sistem drainase yang dapat mengatasi permasalahan yang selama ini ada, dan
memberikan acuan rekomendasi bagi penataan ruang di wilayah yang bersangkutan
dengan mempertimbangkan aspek potensi dan daya dukung dari lingkungan.
Ruang lingkup wilayah yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah gambaran
umum daerah perencanaan, definisi drainase, fungsi dan tujuan drainase, jenis-jenis
saluran drainase, definisi dan jenis perencanaan drainase perkotaan, analisa
hidrologim dan desain saluran drainase kota Surabaya.
BAB II
2
2.1. Luas Batas Wilayah dan Administrasi
Luas wilayah Kota Surabaya adalah 52.087 Hektar, dengan luas daratan 33.048
Hektar atau 63,45% dan luas wilayah laut yang dikelola oleh Pemerintah Kota
sebesar 19.039 Hektar atau 36,55%. Secara Topografi Kota Surabaya 80% dataran
rendah, dengan ketinggian 3 – 6 meter di atas permukaan air laut, kecuali di bagian
selatan terdapat dua bukit landai di daerah Lidah (Kecamatan Lakarsantri) dan
Gayungan dengan ketinggian 25 – 50 meter di atas permukaan air laut. Wilayah
Surabaya berbatasan dengan beberapa kabupaten, yaitu :
3
Secara geografis, Kota Surabaya terletak diantara 07˚09`00“
sampai dengan 07˚21`00“ Lintang Selatan dan 112˚36`- 112˚54`
Bujur Timur. Luas wilayah Surabaya meliputi daratan dengan luas
333,063 km² dan lautan seluas 190,39 km². Di sebelah Utara dan
Timur berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Sidoarjo, dan di sebeah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Gresik.
Jika dilihat dari ketinggian air laut, sebagian besar wilayah Kota
Surabaya merupakandataran rendah dengan ketinggian 3 - 6 meter di
atas permukaanlaut, sebagian lagi pada sebelah Selatan merupakan
kondisiberbukit-bukit dengan ketinggian 25 - 50 meter di atas
permukaan laut.
Curah hujan di Kota Surabaya selama tahun 2014 sebesar 161 mm.
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2014 yaitu sebesar
302 mm dan yang terendah terjad pada bulan Agustus, September
sebesar 0,00 mm.
4
Jenis batuan yang terdiri dari 4 jenis yang pada dasarnya merupakan tanah
liat atau unit – unit pasir. Sedangkan jenis tanah, sebagian besar berupa tanah
alluvial, selebihnya tanah dengan kadar kapur yang tinggi (daerah perbukitan).
Sebagaimana daerah tropis lainnya, Surabaya mengenal 2 musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau dengan temperatur berkisar maksimum 30℃ dan
minimum 25℃.
2.3.1 Hidrologi
2.3.2 Klimatologi
2.4. Demografi
5
Keberadaan penduduk sangat penting di dalam proses pembangunan, oleh
karena itu penduduk akan menjadi beban bagi daerah apalagi daerah apabila tidak
dikelola dengan baik dan sebaliknya akan menjadi modal potensial apabila mampu
dikelola dengan baik. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
Kota Surabaya memiliki penduduk yang ber-NIK hingga akhir tahun 2015 sebesar
2.943.528 jiwa dan 325.850 jiwa yang masih dalam proses finalisasi status
kependudukan di 31 wilayah kecamatan. Perkembangan penduduk dipengaruhi
oleh faktor kelahiran, kematian dan migrasi. Oleh karenanya, program – program
terkait dengan penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan, perumahan,
lingkungan, pemberdayaan, keluarga berencana, sanitasi dan air bersih dapat
diarahkan ke wilayah – wilayah yang padat penduduk sehingga dapat meningkatkan
kualitas lingkungan, sosil maupun ekonomi warganya.
6
dan kawasan pertahanan keamanan. Pola ruang eksisting pada Kawasan Budidaya
yang ada di Kota Surabaya dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Kawasan Pertanian
Kawasan Pertanian yang terdiri dari bidang pertanian tanaman pangan, dan
tersebar di wilayah Surabaya Barat, seperti di Kecamatan Lakarsantri, Pakal,
Sambikerep, dan beberapa wilayah di Surabaya Timur, seperti di Kecamatan
Gununganyar, Tambaksari, Rungkut, serta di beberapa wilayah lainnya,
kecuali di wilayah Surabaya Pusat yang sudah tidak ada kawasan
pertaniannya.
2. Kawasan Perikanan
Kawasan Perikanan di wilayah Kota Surabaya terbagi dalam 2 kategori yaitu
Perikanan Darat (perikanan budidaya) dan Perikanan Tangkap (laut).
Wilayah yang menjadi basis kawasan perikanan di Kota Surabaya ini
sebagian besar berada di wilayah Surabaya Utara, Timur dan Barat, meliputi
Kecamatan Mulyorejo, Sukolilo, Bulak, Kenjeran, Krembangan dan
Asemrowo.
3. Kawasan Penggaraman
Kebijaksanaan yang ditetapkan untuk kawasan penggaraman adalah
mengalihfungsikan ke penggunaan lahan fungsi yang lainnya terutama
untuk kawasan Pelabuhan. Kawasan tersebut berada di 3 kecamatan yaitu
Kecamatan Benowo, Asemrowo, dan Tandes. Perkembangan fisiknya
makin lama makin menyusut. Perkembangan kawasan industri yang pesat di
sekitar wilayah tersebut menjadikan kawasan penggaraman banyak yang
beralih fungsi menjadi kawasan industri.
4. Kawasan Perindustrian
Kawasan Perindustrian untuk Kota Surabaya terdiri dari 2 (dua) kategori
yaitu :
1. Kawasan Industri, yang terdiri dari Industrial Estate dan Komplek
Industri. Kawasan initersebar di beberapawilayahyaitu :
a. Surabaya Utara yaitu kawasan industry strategis berupa industry
perkapalan (PT. PAL) yang terletak di Kawasan Pelabuhan;
b. Surabaya Timur, di PT. SIER (Kecamatan Rungkut, Tenggilis
Mejoyo, dan Gununganyar);
7
c. Surabaya Selatan, di kompleks industry Warugunung
Kecamatan Karangpilang;
d. Surabaya Barat, seperti di kompleks industry Margomulyo
(KecamatanTandes);
2. Industri Non Kawasan, kawasan ini merupakan kegiatan Industri
Individu dan Sentra-sentra Industri, berupa industri kecil yang dapat
dikembangkan di wilayah permukiman dan sentra-sentra industry
pinggiran kota yang meliputi industripangan dan sandang, mebelkayu,
rotan, barang-barang elektronika serta barang yang mempunyai nilai
seni;
Kawasan industry ini terhampar di sekitar 1.915,90 Ha di Kota
Surabaya, dan terkonsentrasi di wilayah Surabaya Barat (68,47%),
khususnya di KecamatanAsemrowo dan Benowo.
5. Kawasan Perumahan
Kawasan Perumahan adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk
perumahan dan berfungsi sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana lingkungan. Jenis perumahan yang terdapat di Kota
Surabaya dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :
1. Perumahan Formal yaitujenisperumahan yang didirikan oleh
pengembang dan/ataupemerintah;
2. Perumahan Informal adalahperumahan yang
dibangundenganswadayamasyarakatsepertirumahperkampungan;
Kawasan perumahan ini terhampar di sekitar 13.185,14 Ha di seluruh
wilayah Kota Surabaya (lihat Tabel 2.7), dengan konsentrasi utamanya
terdapat di wilayah Surabaya Timur, khususnya di Kecamatan Mulyorejo
(806,01 Ha).
6. Kawasan Perdagangan
Kawasan Perdagangan di Kota Surabaya memiliki karakteristik antara lain :
1. Perdagangan dengan skala pelayanan regional dan kota yang lebih
dikenal dengan Central Bussiness District (CBD), antara lain berada
di KembangJepun, PabeanCantikan, Kapasan, Slompretan, Bubutan,
Tegalsari dan Genteng. Pusat kegiatan perdagangan grosir dengan
tingkat pelayanan regional terletak di Kembang Jepun, Pabean
Cantikan, Kapasan dan Slompretan yang dapat disebut sebagai Old
CBD karena kawasan tersebut secara historis memiliki fungsi dan
8
kegiatan yang sama. Sedangkan kegiatan perdagangan di Bubutan,
Genteng, Tegalsari yang merupakan perluasan Old CBD yang akan
diarahkan untuk pengembangan skala pelayanan kota dan kegiatan
campuran (Mixed Use). Jenis perdagangan yang akan dikembangkan
pada kawasan ini adalah kegiatan perdagangan yang sifatnya campur
anantara perdagangan grosir dan campuran;
2. Kawasan perdagangan baru yang juga termasuk sebagai Central
Bussiness District (CBD) dengan skala kota, seperti di kawasan
Mayjen Sungkono, kawasan segidelapan Darmo, kawasan Kaliasin,
kawasan Kertajaya, kawasan Wonokromo, kawasan Kutisari, dan
kawasan Mulyorejo;
3. Pusat-pusat perdagangan yang spesifik dan bersifat tradisional yang
menjadi “ciri khas” Kota Surabaya, di antaranya pasar Pabean, pasar
Blauran dan kawasan perdagangan onderdil kendaraan bermotor di
Kedungdoro. Kawasan diharapkan agar tetap dipertahankan karena
memiliki karakteristik khusus t ersebut;
7. Kawasan FasilitasUmum (Fasum)
9
Surabaya, Universitas Negeri Surabaya dan beberapa Perguruan
Tinggi Swasta terkemuka lainnya.
3. Fasilitas Perkantoran, yang pada umumnya diutamakan untuk
pelayanan administrasi pemerintahan. Kota Surabaya yang juga
berfungsi sebagai ibukota provinsi maka penyediaan fasilitas
perkantoran bukan hanya untuk kebutuhan skala kota saja melainkan
untuk kebutuhan skala regional, yang konsentrasinya sebagai berikut:
a. Skala Kota, terkonsentrasi di Kawasan Pemerintah Kota
Surabaya di Jl. Jimerto;
b. Skala Regional, terpusat di dua kawasanyaitu di kompleks
Kantor GubernurJawa Timur di Jl. Pahlawan dan Kantor Dinas
Provinsi dan Kantor Wilayah (Perwakilan Pusat) di Jl. Gayung
Kebonsari dan Jl. Ahmad Yani;
4. Fasilitas Peribadatan, berupa masjid, mushola/langgar, gereja,
vihara, klenteng, dengan skala pelayanan tingkat kota sampai dengan
lingkungan yang penyebarannya tersebar di sekitar kawasan
permukiman;
5. Fasilitas Peribadatan, berupa masjid, mushola/langgar, gereja,
vihara, klenteng, dengan skala pelayanan tingkat kota sampai dengan
lingkungan yang penyebarannya tersebar di sekitar kawasan
permukiman;
6. Bangunan Umum, berupa gedung pertemuan, gedung serbaguna,
gedung kesenian, gedung pertunjukan, pos keamanan, pos pemadam
kebakaran dan lainnya, dengan skala pelayanan tingkat kota sampai
dengan lingkungan yang penyebarannya tersebar di sekitar kawasan
permukiman;
7. Fasilitas Olahraga, meliputi fasilitas olahraga ruang tertutup (berupa
GOR) dan ruang terbuka/out door (lapangan) yang di antaranya
digunakan untuk jenis olahraga bola volley, tenis lapangan,
bulutangkis, renang, basket, sepak bola dan lainnya. Skala
pelayanannya dari tingkat kota sampai dengan lingkungan yang
penyebarannya tersebar di sekitar kawasan permukiman.
10
8. Kawasan Khusus
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Umum
12
c. Dapat mengurangi genangan-genangan air yang menyebabkan
bersarangnya nyamuk malaria dan penyakit-penyakit lain, seperti demam
berdarah, disentri serta penyakit lain yang disebabkan kurang sehatnya
lingkungan pemukiman.
13
2. Drainase Buatan (Artifical Drainage).
C. Menurut Fungsi
1. Single Purpose
2. Multi Purpose
D. Menurut Konstruksi
1. Saluran Terbuka
Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang
terletak didaerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun
14
untuk drainase air non-hujan yang tidak membahayakan
kesehatan/ mengganggu lingkungan.
2. Saluran Tertutup
A. Siku
B. Paralel
15
C. Grid Iron
D. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah
lebih besar, letak saluran utama ada di bagian terendah (lembah) dari suatu
daerah (alam) yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak
cabang saluran yang ada (saluran cabang), dimana saluran cabang dan
saluran utama merupakan suatu saluran alamiah.
E. Radial
16
3.1.6. Sistem Jaringan Drainase
Yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan mengalirkan air dari
suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada umumnya sistem
drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama
(major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran
yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal
atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai
dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi
yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.
𝑅0 𝑟𝐴 𝑟𝐵 𝑟𝑛
ro = x x x … x 𝑅𝑛
𝑛 𝑅𝐴 𝑅𝐵
Keterangan:
r = CH pada tahun yang tidak lengkap
R = CH pada tahun yang lengkap
n = jumlah stasiun yang lengkap
18
dan cuaca, letak mengakibatkan volume dalam bentuk tertentu berubah, tetapi
secara keseluruhan air tetap. Siklus air secara alami berlangsung cukup
panjang dan cukup lama. Sulit untuk menghitung secara tepat berapa lama air
menjalani siklusnya, karena sangat tergantung pada kondisi geografis,
pemanfaatan oleh manusia dan sejumlah faktor lain. Siklus air atau siklus
hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti
dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui
kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
19
3.2.4. Analisa Curah Hujan Rata-rata Daerah Aliran
Metode Aritmatik
Dengan menggunakan metode Aritmatik, curah hujan rata-rata
DAS dapat ditentukan dengan menjumlahkan curah hujan dari semua
tempat pengukuran untuk suatu periode tertentu dan membaginya
dengan banyaknya stasiun pengukuran. Metode ini dapat dipakai pada
daerah datar dengan jumlah stasiun hujan relatif banyak, dengan
anggapan bahwa di DAS tersebut sifat hujannya adalah merata
(uniform) Secara sitematis dapat ditulis sebagai berikut:
20
nnilai curah hujan rata-rata DAS. Prosedur hitungan dari metode ini
dilukiskan pada persamaan-persamaan berikut:
𝐴𝑛
Wn = 𝐴
RB = XB . I3
𝑋𝐶 𝐼4+𝐼5
RC = RD = 𝑋𝐷 . ( )
2
Keterangan:
21
I1 dan i+1: bersarnya isohyet
A1: Luas daerah yang dibatasi oleh 2 isohyet
A : Luas daerah aliran
n : Bamyak daerah yang dibatasi oleh 2 isohyet
22
hujan.Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga
(Boerema, 1938), yaitu pola Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal.
Keterangan :
I : intensitas hujan (mm/jam)
R24 : curah hujan harian maksimum (mm/24jam)
23
untuk mota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan
persamaan sebagai berikut :
54 RT +0,007RT2
IT = Ic +0,3 Rt
Keterangan :
IT : intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun)
RT : tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari)
b) Metode Gumbel
B. Persegi
Biasanya saluran ini terbuat dari pasangan batu dan beton.
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air
hujan dengan debit yang besar.
C. Segitiga
Saluran sangat jarang digunakan tetapi mungkin digunakan
dalam kondisi tertentu.
25
D. Setengah Lingkaran
Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit
yang kecil. Bentuk saluran ini umum digunakan untuk saluran–
saluran penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat.
27
o Sistem Drainase Lokal (minor urban drainage)
Sistem drainase lokal ( Minor ) adalah suatu jaringan sistem
drainase yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti kompleks
permukiman, daerah komersial, perkantoran dan kawasan industri, pasar
dan kawasan parawisata. Sistem ini melayani area sekitar kurang lebih 10
Ha.Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggungjawab
masyarakat, pengembang atau instansi pada kawasan masing-masing.
o Sistem Drainase Utama ( Major Urban Drainage )
Sistem Jaringan Utama (Major Urban Draiange) adalah sistem
jaringan drinase yang secara struktur terdiri dari saluran primer yang
menampung aliran dari saluran – saluran sekunder.Saluran sekunder
menampung aliran dari saluran-saluran tersier.Saluran tersier menampung
aliran dari Daerah Alrannya masing-masing.Jaringan Drainase Lokal
dapat langsung mengalirkan alirannya ke saluran Primer, sekunder
maupun tersier.
o Pengendalian Banjir (flood control)
Pengendalian Banjir adalah upaya mengendalikan aliran
permukaan dalam sungai maupun dalam badan air yang lainnya agar tidak
maluap serta limpas atau menggenagi daerah perkotaan.Pengendalian
banjir merupakan tanggung jawab pemerintah Propinsi atau Pemerintah
Pusat. Konstruksi / Bangunan air pada sistem Flood Control antara lain
berupa : -Tanggul - Bangunan Bagi - Pintu Air - Saluran Flood Way
Berdasarkan fisiknya, sistem drainase terdiri atas saluran primer,
sekunder, tersier dst.
o Sistem Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang menerima masukan aliran dari
saluran-saluran sekunder.Saluran primer relatif besar sebab letak saluran
paling hilir.Aliran dari saluran primer langsung dialirkan ke badan air.
o Sistem Saluran Sekunder
Saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air
dari saluran-saluran tersier dan meneruskan aliran ke saluran primer.
o Sistem Saluran Tersier
Saluran drainase yang menerima aliran air langsung dari saluran-
saluran pembuangan rumah-rumah. Umumnya saluran tersier ini adalah
saluran kiri kanan jalan perumahan. Skematik dari minor dan mayor
28
drainase perkotaan untuk kota-kota air seperti Palembang, Banjarmasin
dan Pontianak agak sulit menentukan dan membedakan mana sungai dan
saluran drainase.Sebab aliran yang dipengaruhi pasang laut yang tinggi
terkadang berputar arah alirannya.
3.3.4. Prinsip-prinsip Pengaliran
Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang.
Caranya yaitu dengan pembuatan saluran drainase yang dapat
menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut.
Sistem saluran drainase di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih
besar yaitu ke badan air atau sungai.
Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu
hujan, air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang
agar tidak menimbulkan genangan-genangan yang dapat menggnggu
aktivitas di perkotaan dan bahkan dapat menimbulkan kerugian sosial
ekonomi terutama yang menyangkut aspek-aspek kesehatan lingkungan
pemukiman kota.
Fungsi dari drainase antara lain adalah :
1. Membebaskan suatu wilayah terutama pemukiman yang padat dari
genangan air, erosi dan banjir.
2. Meningkatkan kesehatan lingkungan, bila drainase lancar maka
memperkecil resiko penyakit yang ditransmisikan melalui air
(water borne disease) dan penyakit lainnya.
3. Dengan sistem drainase yang baik tata guna lahan dapat
dioptimalkan dan juga memperkecil kerusakan-kerusakan struktur
tanah untuk jalan dan bangunan-bangunan lainnya.
4. Dengan sistem drainase yang terencana maka dapat dioptimalkan
pengaturan tata-air; yang berfungsi mengendalikan keberadaan air
yang berlimpah pada musim penghujan dan kekeringan pada musim
kemarau.
29
3.3.5. Perhitungan Limpasan Hujan
Rumus Rasional
Untuk menyamakan satuan, rumus tersebut menjadi:
Q (m3/dt) = 0,278 .C . I. A
Keterangan:
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)
Q (l/dt) = 2,78 . C . I. A
Keterangan:
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah aliran (ha)
∑𝐶𝑖𝐴𝑖
Rumus: ∑𝐴
30
Keterangan:
31
32
33
3.4. Bangunan Pelengkap
Perlengkapan saluran dimaksudkan sebagai sarana pelengkap pada
sistem penyaluran air hujan, sehingga fungsi pengaliran dapat terjadi
sebagaimana yang direncanakan.Dalam hal ini diuraikan fungsi dan arti
pelengkap termasuk di dalamnya pemakaian rumus dan perhitungannya.
3.4.1. Sambungan Persil
Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari
rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan.Sambungan
ini dapat berupa saluran terbuka atau tertutup dan dibuat terpisah dsari
saluran air kotor.Agar kelancaran terjamin maka akhir sambungan persil
harus ada di atas maka air maksimum pada saluran air hujan di tepi jalan.
3.4.2. Street Inlet
Street Inlet ini adalah lubang di sisi-sisi jalan yang berfungsi
untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di
sepanjang jalan menuju ke dalam saluran.Sesuai dengan kondisi dan
penempatan saluran serta fungsi jalan yang ada, maka pada jenis
penggunaan saluran terbuka, tidak diperlukan street inlet, karena ambang
saluran yang ada merupakan bukaan bebas. Perlengkapan street inlet
mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Ditempatkan pada daerah yang rendah di mana limpasan air hujan
menuju ke arah tersebut.
Air yang masuk melalui street inlet haru dapat secepatnya menuju ke
dalam saluran.
Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air
hujan pada jalan yang bersangkutan.
3.4.3. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah merupakan bangunan perlintasan karena
adanya saluran yang melintasi jalan. Perencanaan gorong-gorong di
dasarkan atas besarnya debit pengaliran sesuai dengan keadaan saluran
dan sifat-sifat hidrolisnya.
34
3.5. Operasi dan Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja
saluran sesuai dengan desain rencana dimana besar kecilnya pekerjaan
didasarkan pada laporan hasil inspeksi (Balitbang PU, 2008, h.2).
Pemeliharaan adalah semua pekerjaan rutin dan berulang yang
diperlukan untuk memelihara suatu fasilitas, misalnya suatu saluran, struktur,
fasilitas penyimpanan, dll.Dalam kondisi seperti ini memungkinkan untuk
digunakan pada kapasitas aslinya atau kapasitas rancangannya dan efisiensinya.
Pemeliharaan dari pekerjaan drainase kota dapat dibedakan menjadi dua
kategori utama:
Pemeliharaan Pencegahan
Pemeliharaan Koreksi
Tindakan ini dilaksanakan untuk mencegah munculnya kembali
kegagalan dan kerusakan suatu fasilitas.Aktivitas ini diambil atas dasar dari
suatu analisa dari kegagalan sebelumnya. Pemeliharaan Koreksi bisa
meliputi: Pemeliharaan Khusus, Rehabilitasi, Perbaikan Kapasitas
(Normalisasi).
Pemeliharaan Keadaan darurat
Aktivitas ini meliputi pekerjaan mendesak dimana dibutuhkan sebagai
hasil dari kegagalan suatu komponen sistem saluran dalam kaitan dengan
runtuhnya dinding saluran, erosi, robohnya struktur, dll.
35
BAB IV
𝛴(𝑅1 − 𝑅)2
𝜎𝑥 = √
𝑁−1
13,1872
=√
5−1
= √3,2968
𝜎 = 1,815
𝑁 . 𝛴(𝑅1 − 𝑅)3
𝐶𝑠 =
(𝑁 − 1)(𝑁 − 2)(𝜎𝑥 )3
5 . (−34,1688)
=
4 .3 . (1,815)3
−170,844
=
12 . 5,979
−170,844
= = −2,381 𝐾 = 0,817 (𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙)
71,748
36
𝑋𝑇 = 𝑅1 + (𝐾𝑥 . 𝜎𝑥 )
= 5,12 + 1,482
= 6,602
𝑅𝑇 = 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑇
= 106,602
= 3.999.447,49
Ditanya : I ..?
90% . 𝑅𝑇
Dijawab : 𝐼=
4
90% . 3.999.447,49 1⁄24 𝑗𝑎𝑚
=
4
3.599.502,74
=
4
37