Anda di halaman 1dari 8

DRAFT LAPORAN PENELITIAN

FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN TANAMAN KAYU APU (Pistia stratiotes) dan


MELATI AIR (Echinodorus palaefolius) DALAM MENURUNKAN PARAMETER
BOD dan KEKERUHAN LIMBAH DRAINASE STIESIA
Kevin Daffa (563)1 ; Cindy Putri (566)2 ; Cici Kholifah (574)3 ; Robitul Rokhmi (579)4 ;
Sarah Puspita (586)5.

1. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok bagi keberlangsungan hidup, oleh karena itu sumber
daya air harus dilindungi. Peningkatan populasi menyebabkan pencemaran air merupakan
hal yang tak terelakan sejalan dengan semakin besarnya limbah dosmetik dan limbah non
dosmetik yang dihasilkan seperti pabrik dan industri. Pencemaran lingkungan air oleh
logam berat dapat membahayakan kehidupan, pencemaran ini dapat berasal dari limbah
kegiatan industri, seperti pertambangan, produsen pupuk, baterai, kertas, plastik dan
sebagainya. Logam berat tersebut dapat terakumulasi melalui rantai makanan bahkan pada
konsentrasi rendah menjadi ancaman bagi kehidupan air serta hewan, tanaman hidup, dan
kesehatan manusia. Logam berat beracun seperti timbal, merkuri, kadmium, kromium,
tembaga, spesies arsenik merupakan ancaman bagi kesehatan [1]. Logam timbal (Pb) dan
tembaga (Cu) tidak dapat terurai oleh proses alam. Sumber timbal terbesar yang masuk ke
lingkungan berasal dari produksi baterai, penyepuhan logam, industri percetakan dan
sebagainya [2]. Timbal adalah limbah industri yang dapat masuk melalui tanah, udara, dan
air. Timbal yang ada di dalam air dapat masuk ke dalam organisme di perairan, dan jika
air tersebut merupakan sumber air konsumsi masyarakat maka timbal tersebut tentunya
akan masuk ke dalam tubuh manusia. Menurut WHO standar Pb bagi manusia adalah 0,15
mg/L jika melebihi dan secara konstan masuk ke tubuh akan memperlambat
perkembangan fisik dan mental bayi dan anak-anak, untuk dewasa akan merusak ginjal
dan menyebabkan tekanan darah tinggi [3]. Tembaga merupakan logam yang juga banyak
digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, elektroplating, dan
pertambangangan [4].
Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan
merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan, namun kadar tembaga yang
berlebihan dapat mengakibatkan air menjadi berasa jika diminum dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada hati [5]. Pada konsentrasi tertentu sekitar 0,002 g/L
menjadi karsinogenik bagi makhluk hidup. Asupan yang berlebihan dapat menyebabkan
iritasi kulit, kanker kulit, dan kerusakan hati. Batas kandungan tembaga yang
diperbolehkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam air minum 2 mg/L [6]. Oleh
karena itu, upaya pengurangan kadar timbal dan tembaga pada tanah ataupun perairan
perlu dilakukan. Beberapa teknik yang dilakukan untuk mengurangi kandungan logam dari
perairan yang tercemar oleh logam berat seperti pertukaran ion, penguapan, pemisahan
membran, dan lain-lain. Namun teknik ini terlalu mahal terhadap perlakuan logam berat
yang kadarnya kecil dalam air [7]. Sehingga diperlukan metoda yang lebih mudah, murah,
efisien dan ramah lingkungan. Salah satu cara mengurangi bahan kimia yang ada di dalam
limbah cair adalah dengan fitoremediasi atau bioremediasi [8]. Pemanfaatan tanaman air
sebagai fitoremediator logam berat akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian. Tanaman
air yang dapat berfungsi sebagai fotoremidiator logam Pb antara lain kayu apu (Pistia
stratiotes) [9], genjer (Limnocharis flava L) [10], enceng gondok (Eicchornia crassipes)
[11]. Sedangkan untuk remediasi tembaga digunakan tanaman Salvinia molesta dan
Hydrilla verticillata [12]. Berdasarkan penelitian terdahulu melati air dapat menurunkan
kandungan BOD dan COD pada limbah UPT Puskesmas Janti Koto Malang [13], melati
air (Echinodorus palaefolius) dapat menurunkan kadar fosfat BOD, COD, dan derajat
keasaman pada limbah laundry [14]. Namun pemanfaatan melati air sebagai fitoremidiator
Pb dan Cu belum ada dilaporkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan
pemanfaatan melati air sebagai fitoremediator ion logam Pb dan Cu dalam larutan dengan
mempelajari pengaruh konsentrasi ion logam terhadap penurunan kadar ion logam dalam
media tumbuh dan akumulasi logam pada tanaman melati air. Penurunan kadar ion logam
dalam larutan diukur dengan metoda spektrofotometri serapan atom.
Dari latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan tanaman
untuk memperbaiki kualitas limbah cair industri tekstil, khususnya dalam penyerapan
terhadap logam berat kromium (Cr) dengan judul “Penggunaan Tanaman Air Kayu Apu
(Pistia stratiotes) dan Melati Air (Echinodorus palaefolius) dalam Memperbaiki Kualitas
Limbah Drainase Stiesia.”
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2020 di Laboratorium Teknik Lingkungan
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya, Jl. Arief Rahman Hakim No.100 Surabaya. Alat
utama yang digunakan ialah satu toples ukuran diameter 21 dan tinggi 19 cm dan satu
buah ember dengan ukuran diameter 27 dan tinggi 20 cm berserta kelengkapannya, alat-
alat pengumpul dan penampung limbah cair rumah tangga. Adapun bahan penelitian
adalah tanaman air dan limbah rumah tangga. Tanaman air terdiri dari dua jenis yaitu
melati air (Echinodorus palaefolius) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Tanaman melati air
didapatkan disekitar kampus ITATS, sedangkan kayu apu didapatkan dengan membeli di
toko bunga.
Tahap pertama yaitu aklimatisasi kedua tanaman tersebut selama 3 hari pada toples
dan ember dengan komposisi tanaman air kayu apu diaklimatisasi di dalam toples dengan
penambahan air PDAM sebanyak kurang lebih 3 liter dan tanaman melati air di
aklimatisasi didalam ember dengan penambahan air PDAM sebanyak kurang lebih 3 liter.
Tujuan aklimatisasi ini untuk menyesuaikan fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme
terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya.
Limbah cair rumah tangga yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari sumber
permukiman daerah Kampus Stesia, limbah tersebut ditempatkan di 2 bak. Selanjutnya
pemberian limbah pada tanaman yang sebelumnya sudah di aklimatisasi selama 3 hari
pada bak 1, 2 ,3 dan 4. Pada bak 1 dan 2 berisi air PDAM dimana pada bak 1 dan 2 akan
digunakan sebagai perbandingan dengan bak 3 dan 4 yang di isi air limbah. Pengambilan
sampel air limbah dan air PDAM pada setiap percobaan dilakukan selama 7 hari berturut-
turut. Contoh-contoh tersebut dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kualitas fisik
dan kimia setelah melalui proses fitoremidiasi. Kualitas fisik yang diukur meliputi
kekeruhan. Kualitas kimia meliputi BOD.

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil percobaan fitoremediasi yang menggunakan sampel limbah
Drainase Stiesia, dengan menggunakan 2 jenis tanaman yaitu tanaman Kayu Apu (Pistia
stratiotes) dan tanaman Melati Air (Echinodorus palaefolius) yang bertujuan untuk
menurunkan zat kontaminan dengan mengukur nilai BOD dan kekeruhan. Sampel awal
Drainase Stiesia dilakukan pengujian dan di dapatkan nilai BOD sebesar 6,68 mg/l serta
nilai kekeruhan sebesar 0,9 NTU, dimana hasil uji lab sampel awal limbah Drainase
Stiesia tidak melebihi Baku Mutu Air Limbah pada peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat- syarat Dan Pengawasan Kualitas Air yaitu
BOD yang terkandung adalah maksimal 100 mg/l dan Kekeruhan sebanyak 25 NTU.
Kemudian dari hasil proses fitoremediasi dengan waktu kontak selama 7 hari diperoleh
hasil pada tabel berikut :
Tabel Hasil Pengukuran Nilai BOD dan Kekeruhan

Kekeruhan
Waktu Tanaman BOD (mg/l)
(NTU)
Kayu Apu 7,53 0,5
hari 1
Melati Air 3,36 0,36
Kayu Apu 14,21 0,09
hari 2
Melati Air 15,08 0,00
Kayu Apu 15,29 0,50
hari 3
Melati Air 13,01 0,36
Kayu Apu 13,44 0,00
hari 4
Melati Air 16,29 0,00
Kayu Apu 25,54 0,24
hari 5
Melati Air 15,94 0,07
Kayu Apu 19,33 0,00
hari 6
Melati Air 24,04 0,00
Kayu Apu 15,09 0,23
hari 7
Melati Air 14,46 0,03
Sumber : Hasil Pengukuran

Nilai BOD (mg/L)


50
45
40
Nilai BOD (mgg/l)

35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7
Melati Air 3,36 15,08 13,01 16,29 15,94 24,04 14,46
Kayu Apu 7,53 14,21 15,29 13,44 25,54 19,33 15,09

Gambar 1. 1 Grafik Nilai BOD


Nilai Kekeruhan (NTU)
0,6

0,5
Nilai Kekeruhan (NTU)
0,4

0,3

0,2

0,1

0
1 2 3 4 5 6 7
Kayu Apu 0,5 0,09 0,5 0,00 0,24 0,00 0,23
Melati Air 0,36 0,00 0,36 0,00 0,07 0,00 0,03

Gambar 1. 2 Grafik Nilai Kekeruhan

Berdasarkan tabel yang di bantu dengan penjelasan grafik pada grafik diatas dapat di
lihat bahwa dua jenis tanaman yang di gunakan bahan fitoremediasi yaitu tanaman Kayu
Apu dan Melati Air terdapat perbedaan setelah di lakukan pengukuran BOD dan
Kekeruhan selama 7 hari. Untuk nilai BOD pada tanaman kayu Apu pada hari ke-1
mengalami kenaikan yang awalnya 6,68 mg/l menjadi 7,53 mg/l, trend kenaikan pada
tanaman Kayu Apu ini sampai hari ke-3 yang nilai BOD nya naik menjadi 15,29 mg/l.
Namun pada hari ke-4 justru mengalami penurunan yang awalnya di hari ke-3 15,29 mg/l
turun menjadi 13,44 mg/l. pada hari ke-5 sampai hari ke-7 ada yang mengalami kenaikan
dan ada juga yang mengalami penurunan serta menghasilkan nilai BOD akhir yakni di hari
ke-7 sebesar 15,09 mg/l. Sedangkan nilai kekeruhan tanaman Kayu Apu pada hari ke-1
sebesar 0,5 NTU dan terjadi kenaikan maupun penurunan seiring berjalannya waktu
selama 7 hari, untuk nilai kekeruhan hari ke-7 lebih kecil dari hari ke-1 yaitu 0,23<0,5
NTU yang menandakan tanaman Kayu Apu ini mampu memperkecil nilai kekeruhan
dalam artian mampu menjernihkan air. Untuk tanaman Melati Air nilai BOD pada hari ke-
1 mengalami penurunan yang awalnya 6,68 mg/l turun menjadi 3,36 mg/l, namun pada
hari ke-2 nilai BOD tanaman Melati Air mengalami kenaikan dari 3,36 mg/l naik menjadi
15,08 mg/l seiring berjalannya waktu dari hari ke-3 sampai hari ke-7 mengalami naik
turun seperti yang tertera di tabel maupun grafik dan memiliki nilai BOD akhir pada
tanaman Melati Air ini di hari ke-7 sebesar 14,46 mg/l. Sedangkan nilai kekeruhan pada
tanaman Melati Air di hari ke-1 mengalami penurunan dari sampel awal yang awalnya
sebesar 0,9 NTU turun menjadi 0,36 NTU. Pada tabel maupun Grafik di atas menunjukan
naik turun nilai kekeruhan pada tanaman Melati Air. Pada hari ke-7 memiliki nilai
kekeruhan sebesar 0,03 NTU yang jauh turun dari nilai kekeruhan sampel awal, yang
artinya tanaman Melati Air ini mampu menurunkan kadar kekeruhan suatu perairan.

4. Kesimpulan
Pada percobaan Fitoremediasi kali ini yang menggunakan limbah drainase Stiesia dan
menggunakan 2 jenis tanaman air (Kayu Apu dan Melati Air) maka dapat di simpulkan :
1. Kualitas limbah Drainase Stiesia sebelum di lakukan percobaan nilai BOD dan
Kekeruhannya sebesar 6,68 mg/l dan 0,9 NTU.
2. Kualitas limbah Drainase Stiesia setelah dilakukan percobaan menggunakan tanaman
Kayu Apu di peroleh nilai BOD dan Kekeruhannya pada hari ke-7 sebesar 15,09 mg/l
dan 0,23 NTU. Sedangkan pada tanaman Melati Air di peroleh nilai BOD dan
Kekeruhannya pada hari ke-7 sebesar 14,46 mg/l dan 0,03 NTU.
3. Kualitas limbah Drainase Stiesia sebelum dan sesudah dilakukan percobaan hasilnya
tetap tidak melebihi Baku Mutu Air Limbah pada peraturan Menteri Kesehatan Nomor
: 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat- syarat Dan Pengawasan Kualitas Air
yaitu BOD yang terkandung adalah maksimal 100 mg/l dan Kekeruhan sebanyak 25
NTU.
4. Tanaman Kayu Apu maupun Tanaman Melati Air dapat menurunkan kadar BOD dan
Kekeruhan yang artinya tanaman ini bagus untuk suatu perairan.
Lampiran

Gambar 1. 3 Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes)

Gambar 1. 4 Tanaman Melati Air (Echinodorus palaefolius)


Gambar 1. 5 Proses Pengukuran Nilai Kekeruhan

Gambar 1. 6 Proses Pengukuran Nilai BOD

Anda mungkin juga menyukai