Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI PRODUKSI ISLAM II


Disusun untuk memenuhi tugas Ekonomi Mikro Islam
DOSEN PENGAMPU:

Afrik Yunari, M.Sy

Disusun oleh:

Kelompok 8 ES 3B

Anindhita Yuniar Wijaya (12402183047)

Dewi Rahmatunisa (12402183065)

Faridatul Laili (12402183079)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

OKTOBER 2019
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................1
C. Tujuan ........................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Dampak Sistem Bunga dan Bagi Hasil dalam Analisis Biaya...................2
B. Minimalisasi Biaya Untuk Produksi dalam Jumlah yang Sama ................8
C. Maksimalisasi Produksi Tanpa Kenaikan Biaya .......................................9
D. Penentuan Posisi Laba dan Maksimalisasinya dalam Islam....................10
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................14
B. Saran.........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Produksi merupakan proses menghasilkan barang dan jasa, kemudian


dikonsumsi oleh para konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Tanpa produksi
maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Produksi
merupakan salah satu rantai kegiatan ekonomi yang apabila produksi ditiadakan
maka pemenuhan kebutuhan konsumen tidak akan terpenuhi.

Produksi mempunyai peranan penting dalam menentukan taraf hidup


masyarakat. Al-Qur’an juga telah meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap
produksi. Dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw banyak dicontohkan
bagaimana umat Islam diperintahkan untuk bekerja keras dalam mencari
penghidupannya dengan baik. Dalam produksi Islam, proses produksi ditujukan
untuk menghasilkan barang untuk kemaslahatan umat bukan untuk mencari laba
sebesar-besarnya. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka harus dipahami
beberapa hal dalam produksi islami yang akan diuraikan dalam makalah ini.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana dampak sistem bunga dan bagi hasil dalam analisis biaya ?
2. Bagaimana minimalisasi biaya untuk produksi dalam jumlah yang sama ?
3. Bagaimana maksimalisasi produksi tanpa kenaikan biaya?
4. Bagaimana penentuan posisi laba dan maksimalisasinya dalam Islam?

TUJUAN

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang dampak sistem bunga dan bagi
hasil dalam analisis biaya.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang minimalisasi biaya untuk
produksi dalam jumlah yang sama.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang maksimalisasi produksi tanpa
kenaikan biaya.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang penentuan posisi laba dan
maksimalisasinya dalam Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dampak Sistem Bunga dan Bagi Hasil dalam Analisis Biaya

Karakteristik dari sistem bunga dalam analisis biaya produksi adalah adanya
biaya bunga yang harus dibayarkan oleh produsen bersifat tetap. Sehingga biaya
bunga akan menjadi bagian dari fixed cost, dengan kata lain, berapapun jumlah
output yang diproduksi bunga tetap harus dibayar. Konsekuensi lebih lanjut,
keberadaan biaya bunga akan meningkatkan total biaya (TC Tci).

Dengan menggunakan sistem bagi hasil ini tidak terjadi. Naiknya total cost
akan mendorong Break Event Point dari titik Q ke Qi. Secara grafis efek kenaikan
biaya bunga dalam analisis biaya dapat dilihat sebagai berikut:

Untuk mengilustrasikan perbedaan dampak dari penggunaan bunga dan


sistem bagi hasil dapat digambarkan pada tabel ini.

Seorang petani yang menanam padi menghadapi kendala pasar beras sebagai
berikut; harga jual beras yang diminta pasar adalah Rp2000,00 per satu kg, bila
dua kg, maka penerimaannya dari penjualan beras adalah Rp4000,00 dan
seterusnya.

2
Adanya beban bunga yang harus dibayar produsen sama sekali tidak akan
memengaruhi kurva penerimaan. Oleh karena itu, total kurva penerimaan (TR)
dalam sistem bunga adalah TRi = TR

Berbeda dengan sistem bunga, pada sistem bagi hasil, kurva fixed cost tidak
terpengaruh, tetapi pemberlakuan sistem ini akan berpengaruh terhadap kurva TR
(total revenue). Misalkan pada saat masa tanam, si petani membutuhkan sejumlah
dana dari seorang shahibul maal. Diasumsikan antara petani dan shahibul maal
membuat kesepakatan bahwa nisbah hasil adalah 70:30 dari penerimaan (70%
untuk petani, 30% untuk pemodal/shahibul maal). Contoh, bila terjual satu kg,
maka bagi hasil yang diterima petani adalah Rp1.400,00, sedangkan porsi bagi
hasil untuk shahibul maal adalah Rp600,-. Bila dua kg maka Rp2.800 untuk
petani dan seterusnya.

Jumlah terjual Penerimaan (Rp) Bagi hasil (Rp)


(kg)

1 2.000 1.400

2 4.000 2.800

3 6.000 4.200

4 8.000 5.600

5 10.000 7.000

6 12.000 8.400

Dst Dst Dst

Jadi bila dalam sistem bunga yang berubah adalah kurva TC yaitu kurva TC
akan paralel ke kiri atas, sedangkan dalam sistem bagi hasil yang berubah adalah
kurva TR akan berputar ke arah jarum jam dengan titik 0 sebagai sumbu
putarannya. Semakin besar nisbah bergeser bagi hasil yang diberikan kepada
pemodal maka kurva TR itu semakin mendekati horizontal sumbu X.

3
Titik BEP adalah titik impas, yaitu ketika kurva TR berpotongan dengan
kurva TC, atau secara metematis titik BEP terjadi ketika TR=TC. Dengan
berputarnya kurva total penerimaan dari TR menjadi TRrs, titik BEP yang tadinya
terjadi pada jumlah output Q sekarang menjadi pada jumlah output Qrs.

Dari sisi BEP, kita tidak dapat menjawab pertanyaan apakah penggunaan
sistem bunga akan membawa perilaku produsen untuk berproduksi pada tingkat
output yang lebih kecil, lebih besar atau sama dengan tingkat output sistem bagi
hasil?

Di kedua sistem ini, kita mendapatkan bahwa Qi > Q dan Qrs > Q. Apakah Qi
> Qrs atau Qi < Qrs atau Qi = Qrs ditentukan dari berapa besar bunga
dibandingkan dengan berapa besar nisbah bagi hasil. Perbedaannya adalah pada
penyebabnya, bila Qi disebabkan naiknya TC, kg.adalah lebih besar dari 10maka
Qrs disebabkan berputarnya TR. Yang adalah kedua sistem, baik sistem bunga
maupun revenue sharing akan menggeser Q menjadi lebih besar. Kenapa bisa
demikian? Logika sederhanyanya begini, bila si petani dalam memproduksi padi
tanpa menggunakan sumber modal dari pihak lain maka si petani akan
berproduksi dan menjual berasnya pada jumlah yang menyebabkan atau paling
sedikit memberikan keuntungan. Contoh keuntungan baru akan didapat apabila
jumlah beras yang diproduksi minimal 100 kg. Namun, apabila si petani tersebut

4
menggunakan sumber dana (baik dengan sistem bunga maupun bagi hasil) maka
tuntutan untuk memenuhi keuntungan minimal adalah 100 kg. Tuntutan ini
sebagai konsekuensi atas pembayaran bunga dan bagi hasil yang harus dibagi ke
pihak lain. Misalkan, dengan adanya konsekuensi pembayaran bunga atau bagi
hasil, keuntungan minimal baru akan didapat apabila jumlah beras yang
diproduksi minimal 120 kg. Dengan demikian, karena adanya konsekuensi
pembayaran kepada pihak ketiga, maka produsen akan terdorong untuk
memproduksi barang pada jumlah yang lebih besar.1

Revenue Sharing vs Profit Sharing

Dalam akad muamalat Islam, dikenal akad mudharabah, yaitu akad antara si
pemodal dengan si pelaksana. Antara si pemodal dengan si pelaksana harus
disepakati nisbah bagi hasil yang akan menjadi pedoman pembagian bila usaha
tersebut menghasilkan untung. Namun, bila usaha tersebut malah menimbulkan
kerugian, maka si pemodal yang akan menanggung sesuai penyertaan modalnya,
dalam hal ini 100%. Akan tetapi, bila kerugian tersebut disebabkan karena
kelalaian atau ia melanggar syarat yang telah disepakati bersama, maka kerugian
menjadi tanggung jawab si pelaksana.

1
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Depok: RajaGrafindo, 2015), hal. 139-142

5
Selain menyepakati nisbah bagi hasil, mereka juga harus menyepakati siapa
yang akan menanggung biaya. Dapat saja disepakati bahwa biaya ditanggung oleh
si pelaksana atau ditanggung oleh si pemodal. Bila yang disepakati adalah biaya
yang ditanggung oleh si pelaksana, ini berarti yang dilakukan adalah bagi
penerima (revenue sharing). Sedangkan bila disepakati adalah biaya ditanggung
oleh si pemodal, ini berarti yang dilakukan adalah bagi untung (profit sharing).

Berputarnya TR kearah jarum jam dengan titik 0 sebagai sumbu putarannya,


adalah keadaan yang menggambarkan akad revenue sharing seperti yang tampak
pada gambar diatas.

Bila yang disepakati adalah mudharabah yang biaya-biaya ditanggung oleh si


pemodal, atau dengan kata lain, dengan sistem bagi untung (profit sharing), maka
kurva total penerimaan berputar ke arah jarum jam dengan titik BEP sebagai
sumbu putarannya. Tingkat produksi sebelum titik BEP tercapai (Q < Qps) adalah
keadaan dimana total biaya lebih besar daripada total penerimaan (TC > TR).
Dalam keadaan ini, belum ada keuntungan yang dapat dibagihasilkan. Sesuai
kesepakatan bahwa biaya ditanggung oleh si pemodal, maka kerugian itu menjadi
beban si pemodal. Itu disebabkan kurva total penerimaan TR berputar kea rah
jarum jam dengan titik BEP sebagai sumbu putarnya.

6
Perbedaan kedua antara sistem revenue sharing dengan sistem profit sharing
dalam akad mudharabah adalah pada berapa jauh kurva TR berputar. Dalam
sistem revenue sharing, kurva TR akan berputar sampai mendekati garis
horizontal sumbu X. Sedangkan dalam sistem profit sharing, kurva TR hanya
akan berputar di dalam “mulut buaya” TR dan TC, yaitu area yang
menggambarkan besarnya keuntungan. Dalam sistem profit sharing, TR tidak
dapat berputar melewati TC, karena pada area itu sudah tidak ada lagi keuntungan
yang akan dibagihasilkan.

Jauh putaran Objek yang Sumbu


dibagihasilkan putaran

Revenue Sharing TR Titik 0

Sampai mendekati sumbu X

Profit Sharing TR-TC Titik BEP

Di antara kurva TR dan TC

Profit & Loss Sharing TR-TC Titik 0

Di antara kurva TR dan TC;

Diantara kurva TC dan TR

Dalam muamalat Islam, sebenarnya akad mudharabah merupakan salah satu


bentuk dari akad musyarakah. Bila dalam akad mudharabah ditentukan bahwa
penyertaan si pelaksana harus nihil, sehingga penyertaan si pemodal harus 100%,
maka dalam akad musyarakah tidak ditentukan seperti itu sehingga yang terjadi
adalah penyertaan dari dua orang pemodal.

Antara dua orang pemodal ini harus disepakati nisbah bagi hasil yang akan
menjadi pedoman pembagian bila usaha tersebut menghasilkan untung. Namun,
bila usaha tersebut malah menimbulkan kerugian, maka pemodal yang akan
menanggung sesuai penyertaan modalnya. Misalnya si A modal penyertaannya

7
100 juta, sedangkan si B 200 juta. Mereka sepakat nisbah bagi hasilnya 50:50.
Bila usaha mereka untung 10 juta, maka masing-masing pemodal mendapatkan 5
juta. Bila usaha mereka rugi 9 juta, maka si A menanggung 3 juta dan si B
menanggung 6 juta.

Secara grafis keadaan merugi digambarkan dengan “mulut buaya bawah”


yaitu area sebelum tercapainya BEP (Q < Qps); sedangkan keadaan telah
mengalami keuntungan digambarkan dengan “mulut buaya atas”, yaitu area
setelah tercapainya BEP. Bagi untung yang terjadi pada “mulut buaya atas” tidak
perlu simetris dengan bagi rugi yang terjadi pada “mulut buaya bawah” karena
bagi untung berdasarkan nisbah, sedangkanbagi rugi berdasarkan penyertaan
modal masing-masing.2

B. Minimalisasi Biaya untuk Memproduksi Jumlah yang Sama

Untuk melihat ini, kita menggunakan kurva total biaya yang


membandingkan antara total cost sistem bunga dengan total cost sistem untuk
hasil. Total cost sistem bunga akan lebih tinggi dari total cost sistem bagi hasil.
Secara grafis, total cost system bagi hasil diselesaikan dengan TC pada gambar di
bawah ini. Sedangkan total cost sistem bunga digambarkan dengan TCi.

Ambillah titik mana saja pada titik X sebagai titik yang menggambarkan
tingkat produksi yang sama (Q yang sama). Kemudian tariklah garis vertikal
sampai memotong TC dan TCi. Untuk masing-masing perpotongan antara garis
vertikal dengan TCi, dan TCrs/ps’ tariklah garis horizontal ke sumbu Y. Ternyata
untuk tingkat produksi yang sama (Q yang sama), total biaya sistem bagi hasil
TCrs/ps selalu lebih kecil dibandingkan total biaya dengan sistem bunga (TCi).
Jadi menurut kriteria ini, produksi dengan sistem bagi hasil lebih efisien
dibandingkan sistem bunga. 3

2
Ibid., hal. 142-144
3
Ibid, hal. 145

8
Pada jumlah produk yang sama (Q), TCrs = TCps < TCi

C. Maksimalisasi Produksi Tanpa Kenaikan Biaya

Untuk melihat ini, kita gunakan kurva total cost yang membandingkan
antara total cost sistem bunga dengan total cost sistem bagi hasil. Total cost
sistem bunga akan lebih tinggi daripada total cost sistem bagi hasil. Dari analisa
kurva yang menunjukkan biaya yang sama, jumlah produksi yang dihasikan
sistem bagi hasil lebih efisien dibandingkan sistem bunga.4 Secara grafis, total
cost sistem bagi hasil digambarkan dengan TC. Sedangkan total cost sistem bunga
digambarkan dengan TCi.

Ambillah titik mana saja pada sumbu Y sebagai titik yang


menggambarkan total biaya yang sama (TC yang sama), tentunya ambil titik yang
di atas garis FCi. Kemudian tariklah garis horizontal dengan TC dan TCi, tariklah
garis vertical ke bawah ke sumbu X. Ternyata untuk total cost yang sama (TC
yang sama), jumlah produksi sistem bagi hasil (Q) selalu lebih besar dibandingkan
jumlah produksi dengan sistem bunga (Qi). Jadi menurut kriteria ini, produksi
dengan sistem bagi hasil lebih efisien dibandingkan sistem bunga.5

4
Rokhmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta:Alim’s Publishing, 2016), hal. 88
5
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro...., hal. 146

9
D. Penentuan Posisi Laba dan Maksimalisasinya dalam Islam

Dalam Bahasa Arab, laba berarti pertumbuhan dalam dagang. Jual beli
adalah ribh dan perdagangan adalah rabihah yaitu laba atau hasil dagang.
Seseorang yang berdagang akan mendapatkan laba dari hasil perdagangannya
tersebut. Keuntungan/laba terkadang disamakan dengan konsep lainnya yaitu
pertumbuhan atau pertambahan. Termasuk dalam konsep pertumbuhan adalah
riba. Tetapi terdapat perbedaan antara riba dengan ribhun atau laba. Dalam istilah
fiqih, pertumbuhan diistilahkan dengan nama (pertumbuhan) adalah pertumbuhan
pada pendapatan atau pada harta dalam jangka waktu tertentu. Jadi laba yang
dimaksud disini adalah suatu pertambahan pada nilai yang terdapat antara harga
beli dan harga jual. Keuntungan total merupakan penerimaan total (TR) dikurangi
biaya total (TC). Keuntungan total akan mencapai maksimum apabila selisih
positif antara TR dengan TC mencapai angka terbesar. Secara sistematis laba
dapat dirumuskan π = TR-TC, perusahaan dikatakan memperoleh keuntungan
apabila selisihnya positif (π>0) dimana TR harus lebih besar dari TC. Menurut
para ulama Malikiyah, nama (laba/keuntungan) terbagi menjadi 3 yaitu:

a. Ar-Ribh at-Tijari (laba usaha) dari hubungan antara laba dan ribh tijari
dapat diartikan sebagai pertambahan pada harta yang telah

10
dikhususkan untuk perdagangan sebagai hasil dari proses barter dan
perjalanan bisinis.
b. Al-Ghallah, yaitu pertambahan yang terdapat pada barang dagangan
sebelum penjualan.
c. Al-Faidah, yaitu pertambahan pada barang milik ayng ditandai dengan
perbedaan antara harga waktu pembelian dan harga penjualan, yaitu
sesuatu yang baru dan berkembang dari barang-barang kepemilikan.

Dalam Islam, tujuan utama seorang produsen bukan memaksimalkan laba,


tetapi bagaimana agar produksi yang dilakukan bisa mendatangkan maslahah
(manfaat) bagi diri sendiri dan orang lain. Karena itu laba yang diperoleh
diarahkan untuk memenuhi kedua hal tersebut.

Terkait dengan hal ini Sidiq mengembangkan konsep laba berimbang.


Laba berimbang adalah tingkat laba yang berada diantara batas laba tertinggi,
yaitu tingkat laba yang dibenarkan yang tidak melanggar prinsip dan hukum Islam
dan laba terendah yaitu tingkat laba yang memungkinkan seorang produsen untuk
menjalankan perusahaannya. Ringkasnya laba berimbang adalah yang bisa
memberikan satisfaction bagi produsen dari sisi perolehan laba serta sisi
mempertahankan dan mengembangkan perusahaan dalam bingkai syariah.

Dengan paradigma tersebut, produsen dalam ekonomi Islam akan berusaha


untuk:

1. Memenuhi keperluan pribadi, keluarga, dan perusahaan.


2. Memberikan bantuan langsung kepada masyarakat melalui zakat dan
sedekah.
3. Membantu masyarakat melalui sumbangan tidak langsung, yaitu dalam
bentuk memproduksi barang-barang keperluan dasar dalam jumlah yang
banyak, dan memproduksi barang-barang kebutuhan sekunder dengan
harga yang murah sehingga orang-orang miskin dapat memperbesar
kuantitas pembelian untuk barang-barang tersebut.

11
4. Mengkaji ulang input-input yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang-barang mewah dan emnggunakannya untuk mendistribusikan
barang-barang yang berguna bagi masyarakat.
5. Menyediakan barang dengan harga yang relatif murah namun berkualitas
baik.6

Produsen Islam mempunyai kewajiban social untuk memaksimalkan


output, bukan memaksimalkan laba, tentu saja dengan mempertimbangkan
penggunaan input dan output yang dihasilkan. Produsen Islam yang bijaksana
akan lebih berupaya untuk meningkatkan kebaikan dan kemudahan daripada
memberikan kesulitan kepada orang lain melalui pengambilan laba berlebihan.
Memproduksi dalam jumlah banyak, terutama barang-barang keperluan dasar
adalah sesuatu yang perlu diapresiasi, karena kuantitas yang banyak akan
memudahkan masyarakat untuk mendapatkan barang-barang kebutuhannya,
terlebih jika harganya tidak tinggi.

Walaupun produsen dalam ekonomi Islam dituntut untuk memperbesar


output, tetapi di sisi yang lain Islam melarang pemborosan baik dalam
penggunaan maupun pengeluaran input. Dalam pengeluaran, pemborosan dapat
dikaitkan dengan penggunaan input, terlebih jika input diperoleh secara cuma-
Cuma. Jika air merupakan input produksi, maka penggunaannya sekalipun tanpa
biaya seperti air hujan dan air sungai, pemborosan tetap dilarang, terlebih jika air
tersebut dibeli, maka penghematan secara tidak langsung akan menghemat biaya
produksi

Produsen dalam ekonomi Islam juga tidak boleh mencari laba secara
monopoli yang dilakukan dengan menurunkan kuantitas output dan menaikkan
harga, atau mencari laba di pasar persaingan sempurna dengan membuang-buang
biaya iklan yang sebenarnya tidak begitu diperlukan. Choudury sebagaimana
dikemukakan Surtahman Kastin Hasan menawarkan satu bentuk persaingan yang
disebut dengan persaingan kerjasama, yaitu dengan memasarkan output lebih
besar (Qpl) dari pada output di pasar persaingan sempurna (Qps) dan monopoli

6
Husen Syahatah, Pokok Pemikiran Akuntansi Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,
2001), hal. 156

12
(Qm) dan juga menawarkan harga yang lebih rendah (Ppl) daripada harga
dipersaingan sempurna (Pps) dan monopoli (Pm), yang ingin disampaikan dalam
hal ini adalah bahwa ukuran-ukuran laba yang diterapkan dalam ekonomi
konvensional tidak seharusnya disamakan dengan ukuran yang dipergunakan
dalam ekonomi Islam. Sebagai institusi sosial adalah wajar jika perusahaan Islam
mempertimbangkan ukuran-ukuran dalam ekonomi konvensional, dimana
perusahaan dianggap berhasil jika berproduksi dengan biaya minimum, namun
perusahaan Islam dianggap sukses jika berhasil tujuan-tujuan yang telah
ditentukan khususnya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas 7

7
Fahmi Medias, Ekonomi Mikro Islam, (Magelang: UNIMMA press, 2018), hal. 77-79

13
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Karakteristik dari sistem bunga dalam analisis biaya produksi adalah


adanya biaya bunga yang harus dibayarkan oleh produsen bersifat tetap. Sehingga
biaya bunga akan menjadi bagian dari fixed cost, dengan kata lain, berapapun
jumlah output yang diproduksi bunga tetap harus dibayar. . Pada sistem bagi hasil,
kurva fixed cost tidak terpengaruh, tetapi pemberlakuan sistem bagi hasil ini akan
berpengaruh terhadap kurva TR (total revenue). Pada sistem bagi hasil, kurva
fixed cost tidak terpengaruh, tetapi pemberlakuan sistem bagi hasil ini akan
berpengaruh terhadap kurva TR (total revenue).

Dalam akad muamalat Islam, dikenal akad mudharabah, yaitu akad antara
si pemodal dengan si pelaksana. Antara si pemodal dengan si pelaksana harus
disepakati nisbah bagi hasil yang akan menjadi pedoman pembagian bila usaha
tersebut menghasilkan untung. Selain menyepakati nisbah bagi hasil, mereka juga
harus menyepakati siapa yang akan menanggung biaya. Dapat saja disepakati
bahwa biaya ditanggung oleh si pelaksana atau ditanggung oleh si pemodal. Bila
yang disepakati adalah biaya yang ditanggung oleh si pelaksana, ini berarti yang
dilakukan adalah bagi penerima (revenue sharing). Sedangkan bila disepakati
adalah biaya ditanggung oleh si pemodal, ini berarti yang dilakukan adalah bagi
untung (profit sharing).

Minimalisasi dalam produksi islam dapat menggunakan kurva total biaya


yang membandingkan antara total cost sistem bunga dengan total cost sistem
untuk hasil. Total cost sistem bunga akan lebih tinggi dari total cost sistem bagi
hasil. Maksimalisasi tanpa kenaikan biaya kita gunakan kurva total cost yang
membandingkan antara total cost sistem bunga dengan total cost sistem bagi hasil.
Total cost sistem bunga akan lebih tinggi daripada total cost sistem bagi hasil.
Dari analisa kurva yang menunjukkan biaya yang sama, jumlah produksi yang
dihasikan sistem bagi hasil lebih efisien dibandingkan sistem bunga.

14
Dalam Islam, tujuan utama seorang produsen bukan memaksimalkan laba,
tetapi bagaimana agar produksi yang dilakukan bisa mendatangkan maslahah
(manfaat) bagi diri sendiri dan orang lain. Karena itu laba yang diperoleh
diarahkan untuk memenuhi kedua hal tersebut.

SARAN

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi


pembaca. Pada saat penyusunan makalah kelompok ini kami menyadari bahwa
banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kami
meminta kritik dan saran agar kami dapat lebih baik lagi kedepannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman A. 2015. Ekonomi Mikro Islam. Depok: RajaGrafindo.

Medias, Fahmi. 2018. Ekonomi Mikro Islam. Magelang: UNIMMA press.

Subagiyo, Rokhmat. 2016. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta:Alim’s Publishing.

Syahatah, Husen. 2001 Pokok Pemikiran Akuntansi Islam. Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana.

16

Anda mungkin juga menyukai