Oleh kelompok 6
Akbar Riziq ()
Abstrak
PENDAHULUAN
Karya sastra tidak terlepas dari pengarangnya. Ada banyak sastrawan yang
sudah menciptakan berbagai macam karya sastra. Pada Angkatan ’66 ini terdapat
banyak sastrawan yang menginspirasi diantaranya Chairil Anwar, Taufiq Ismail,
dan _________ . Dengan menggunakan kritik sastra mimetik dapat diperoleh
hubungan antara sastrawan dengan kehidupan manusia di dunia.
KARAWANG-BEKASI
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Pada bait kedua ini penekanan makna terdapat pada larik ke tiga Kami
mati muda yaitu menggambarkan insan-insan atau tokoh yang rela mati muda
demi perjuangan kemerdekaan. Diantara barisan pahlawan yang gugur di medan
perjuangan terdapat pula mereka yang masih berusia muda harus kehilangan
nyawa, hanya tersisa tulang-belulang yang berlumur debu. Mereka juga meminta
kesadaran serta simpati insan atau pemuda masa kini untuk tetap mengenang
mereka dan melanjutkan perjuangan untuk membela tanah air.
Pada bait ke delapan berisi tentang para pejuang yang sudah gugur di
medan perang meminta untuk diberikan arti maksutnya untuk dihargai bahwa
mereka telah gugur karena ikut berjuang untuk mempertahankan Kemerdekaan
dan untuk mencapai sebuah impian dan harapan hari Kemerdekaan. Sedangkan
pada bait ke sembilan berisi tentang keinginan prajurit muda dan pejuang yang
ditujukan kepada pemuda dan mereka yang masih hidup untuk tetap mengenang
para pejuang yang telah gugur yang tinggal tulang-tulang berlumur debu. Pada
larik Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi menggambarkan bahwa
para prajurit dan pejuang yang sedang berjuang untuk merebut Kemerdekaan
Bangsa Indonesia dan melepaskan diri dari penjajahan, kemudian para prajurit
dan pejuang itu tewas dalam pertempuan “Karawang-Bekasi”.
Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Datang ke Salemba
Sore itu.
siang tadi’
Pada penggalan puisi di atas tiga anak kecil yang mewakil kan golongan
manusia suci yang tidak tahu apa-apa tentng peristiwa tersebut. Tiga anak kecil
tersebut masih suci dan lugu yang hanya mengerti bahwa itu adalah kejadian yang
menyedihkan dan kejadian yang tragis dalam peristiwa demokrasi. Tetapi mereka
bertigs sudah mampu menyatakan rasa duka cita mereka terhadap peristiwa
gugurnya mahasiswa yang tertembak mati oleh sang penguasa pada saat itu.
Ketiga anak kecil tersebut membawa karangan bungan dalam langkah malu-malu.
Tanda kedukaan mereka diperlihatkan dengan adanya lambang “pita hitam pada
karangan bunga” yang mereka bawa.
Datang ke Salemba
Sore itu.
Tiga anak kecil tersebut dating ke salemba. Yang dimaksud salemba pada
saat itu adalah kampus Universitas Indonesia Salemba, yang merupakan tempat
mahasiswa dalam melakukan aksi demokrasinya pada waktu itu. Sebenarnya tiga
anak kecil adalah simbol Tritura yang disuarakan oleh rakyat karena Indonesia
sudah terlau lama tunduk pada pemerintahan Soekarno dan takut untuk berubah ,
itulah mengapa dalam puisi dilambangkan “dalam langkah malu-malu” sementara
Salemba sendiri merupakan simbol dari perjuangan rakyat , karena pada waktu itu
tempat itu dijadikan pangkalan atau markas. Selain itu juga menjadi tempat
dimakamkannya jenazah Arif Rahman Hakim.
Pada bait kedua menggambarkan Tiga anak kecil yang membawa karangan bunga
yang berpita hitam. Pita hitam dalam karangan bunga tersebut menggambarkan
perasaan duka citaa mereka terhadap kakak mereka (orang yang dianggap kakak).
Kata-kata tersebut lebih bersifat sugestif (bahasa yang menyaran dan
memengaruhi pikiran pembaca). Agar ikut merasakan rasa duka cita terhadap
kejadian pada waktu itu.
siang tadi
Kakak dalam puisi tersebut ditunjukan kepada Alm. Arif Rahman Hakim
yang telah tertembak mati siang tadi, yaitu dalam tragedi demonstrasi.
Puisi ini tidak hanya sekedar imajinasi sorang penyair tetapi mengangkat sebuah
realita kehidupan, yaitu sebuah peristiwa yang terjadi pada masa orde lama yang
telah memakan korban seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim
yang telah tertebak mati dalam sebuah aksi demonstrasi untuk mencapai keadilan.
Dalam puisi ini memiliki kata-kat yang familiar akan tetapi membutuhkan
kontemplasi yang mendalam. Artinya para pembaca diajak untuk merenungi
tragedy saat itu. Diksi yang dipilih oleh Taufik Ismail sangat unik dan lebih
condong ke makna konotasinya.
Adapun kelemahan yang terdapat di dalam puisi tersebut adalah jika dilihat
secara tersurat, kita akan melihat setiap kata maupun kalimat pada tiap barisnya
adalah kata atau kalimat yang sangat dekat dengan kita. Namun, jika ditilik atau
dilihat lebih mendalam dari segi penafsiran dan analisis maka kita akan cukup
merasakan kesulitan dalam menganalisisnya karena di dalamnya menggunakan
kata-kata berkonotasi yang cukup rumit apalagi jika tidak mengetahui latar
belakang ditulisnya puisi ini.
Dalam pendekatan mimetik memang benarkah puisi ini muncul sebab peristiwa
yang benar-benar terjadi di kehidupan nyata lebih tepatnya pada zaman reformasi.
PENUTUP
DAFTAR RUJUKAN
Sefia, Ayum Yayah dan Septiaji, Aji. 2018. “Kritik Sastra Mimetik” dalam
Doglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Vol. 2 No.
1 (hlm. 1-3). Majalengka: Universitas Majalengka.