Anda di halaman 1dari 11

APLIKASI TEORI INTERTEKSTUAL PADA PUISI

KRAWANG-BEKASI KARYA CHAIRIL ANWAR DAN


THE YOUNG DEAD SOLDIERS DO NOT SPEAK DO
NOT SPEAK KARYA ARCHIBALD MACLEISH

Dias Esaliana (B0217022)


Fira Wandira (B0217028)
Mukhlis Nur Salim (B0217046)
PRINSIP INTERTEKSTUAL
• Prinsip intertekstual adalah prinsip memahami dan memberikan makna
pada teks yang bersangkutan sehingga teks dapat diprediksi sebagai teks
lisan dan teks tertulis reaksi, penyerapan, atau transformasi dari teks lain.
Teks tersebut lebih sekedar pengaruh, jiplakan, atau ambilan, tetapi cara
memperoleh makna sebuah teks dalam kontasnya dengan teks lain. Teks
yang dimaksud adalah dunia semesta ini, bukan hanya teks lisan dan teks
tertulis melainkan adat istiadat, kebudayaan, film, drama. Oleh karena itu,
teks tidak terlepas menjadi karya-karya yang menjadi latar penciptaan
(Pradopo, 2013: 132).
• Hubungan antar karya tidak sederhana yang dibayangkan. Kompleksitas
hubungan tergantung dari kompetensi pembaca, sesuai dengan
postrukturalisme, makin kaya pemahaman seseorang pembaca maka
makin kaya pula hubungan-hubungan yang dihasilkan. Adanya hubungan
intertekstual didasarkan pada aktivitas intertekstual melalui dua cara,
yaitu: (a) membaca dua karya atau leih secara berdampingan pasa saat
yang sama, (b) hanya membaca sebuah karya tetapi dilatar belakangi oleh
karya-karya yang lain yang sudah pernah dibaca sebelumnya (Ratna, 2011:
174)
• Dalam intertekstual, karya yang menjadi dasar penciptaan
karya lain dipandang sebagai bentuk hipogram. Menurut
Riffaterre dalam Setiawati (2017:14) Hipogram merupakan
karya yang menjadi latar penciptaan karya lain.. Hipogram
dapat berupa sumber ide, gagasan, wawasan dan lain
sebagainya. Hipogram merupakan induk karya baru, tetapi
tidak mencari keaslian sehingga tidak menganggap bahwa
lebih tua lebih hebat. Konsep hipogram tersebut yang
menjadi konsep penting dalam teori interktestual, yaitu
mengungkap dua buah karya, baik karya sastra maupun
karya seni. Karya baru atau karya yang menyerap dan
mentransformasikan hipogram itu disebut karya
transfomasi.
PEMBAHASAN
• Persamaan puisi Krawang-Bekasi dan puisi yang berjudul The
Young Dead Soldiers Do Not Speak Do Not Speak
– Tema dan konsep
• Kedua puisi tersebut memiliki kesamaan tema, yaitu tentang
kepahlawanan dan konsep yang sama pula, dimana keduanya
merepresentasikan gambaran prajurit/pahlawan yang telah
berjuang dan gugur, pahlawan atau prajurit yang dimaksudkan
dalam kedua puisi tersebut sama-sama memohon agar
perjuangannya kelak dapat diteruskan oleh bangsanya, dan tidak
berarti sia-sia. Hal tersebut terlihat pada puisi MacLiesch :
We leave you our deaths. Give them their meaning.
We were young, they say. We have died; remember us.
Kami wasiatkan kematian kami pada kalian. Berilah mereka makna.
Kami masih muda, ucap mereka. Kami telah mati; kenanglah kami.
• Dan makna yang sama dapat ditangkap pada puisi Chairil Anwar :
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Pemilihan beberapa frasa dan kalimat yang digunakan

Pemilihan kalimat yang digunakan dalam kedua tersebut


memiliki kemiripan salah satunya adalah penggunaan kata
mati muda, yang nampak pada kedua puisi tersebut
• Pada puisi The Young Dead Soldiers Do Not Speak Do Not
Speak
The Young Dead Soldiers Do Not Speak do not speak.
Prajurit-prajurit yang mati muda tak bicara.
• Pada puisi Krawang-Bekasi
Kami mati muda
Yang tinggal tulang diliputi debu
Penggunaan kemiripan kalimat juga terlihat dalam
penggunaan kalimat kenanglah kami. Hal ini terlihat dalam
kutipan puisi berikut:
• Pada puisi The Young Dead Soldiers Do Not Speak Do Not
Speak
We leave you our deaths. Give them their meaning.
We were young, they say. We have died; remember us.
Kami wasiatkan kematian kami pada kalian. Berilah mereka
makna.
Kami masih muda, ucap mereka. Kami telah mati; kenanglah
kami.
• Pada puisi Krawang-Bekasi:
Kenang, Kenanglah kami
Teruskan, Teruskan jiwa kami
Menjaga bung karno
Menjaga bung Hatta
Menjaga bung Syahrir
Selain itu, penggunaan imaji yang sama juga terdapat
dalam kutipan puisi berikut:
• Pada puisi The Young Dead Soldiers Do Not Speak Do
Not Speak :
The Young Dead Soldiers Do Not Speak do not speak.
Prajurit-prajurit yang mati muda tak bicara.
• Pada puisi Krawang-Bekasi pada baris pertama dan
kedua yaitu :
Kami yang kini terbaring antara Kerawang dan Bekasi
Tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi
• Dari data diatas dapat dilihat dari pemilihan kata do
not speak dan Tidak bisa teriak lagi keduanya sama-
sama menggunakan imaji dari penginderaan yang
sama.
Pemilihan sudut pandang
• Pemilihan sudut pandang dalam kedua puisi tersebut juga memiliki
kesamaan, hak tersebut terlihat dalam penggunaan frasa kami yang
merujuk kepada objek prajurit atau pahlawan yang digunakan dalam
kedua puisi tersebut. Hal tersebut nampak dalam kutipan puisi sebagai
berikut.
• Pada puisi The Young Dead Soldiers Do Not Speak
We leave you our deaths. Give them their meaning.
We were young, they say. We have died; remember us.
Kami wasiatkan kematian kami pada kalian. Berilah mereka makna.
Kami masih muda, ucap mereka. Kami telah mati; kenanglah kami.
• Pada puisi Krawang-Bekasi :
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
• Perbedaan puisi Krawang-Bekasi dan puisi The Young
Dead Soldiers Do Not Speak Do Not Speak
Hal yang melatarbelakangi diciptakannya puisi The
Young Dead Soldiers Do Not Speak Do Not Speak oleh
Archibald Macleish adalah adanya perang dunia II, puisi
tersebut diciptakan pada tahun 1941. Sedangkan pada puisi
Krawang-Bekasi karya Chairil Anwar hal yang melatar
belakanginya adalah adanya pemberontakan PKI di Madiun,
puisi Krawang-Bekasi diciptakan pada tahun 1948.
Chairil Anwar sebenarnya telah menciptakan sajak
baru sehingga terpengaruh dengan larik sajak yang dibuat
Archibald Macleish. Sajak Macleish memuat sajak yang lebih
umum tentang prajurit dengan nilai-nilai yang bisa diterima
dimana saja. Prajurit yang mati pada sajak itu tidak terikat
dengan waktu dan tempat, mereka bukan prajurit yang
merebut kemerdekaan dari bangsa lain. Sebaliknya, sajak
Chairil Anwar memuat sajak yang lebih khusus yang terikat
antara waktu dan tempat, yakni pada waktu merebut
kemerdekaan Indonesia.
Dengan demikian sajak ini tidak mengandung nilai-nilai
dengan mudah bisa diterima dimana dan kapan saja, ia terikat
pada sejarah. Nada yang tersirat dalam sajak Chairil Anwar itu
pun jelas berbeda dengan The Young Dead Soldiers Do Not
Speak . Karawang Bekasi menggambarkan suasana
mengobarkan semangat perjuangan, sedangkan sajak The
Young Dead Soldiers Do Not Speak memimpikan perdamaian.
Simpulan
Puisi The Young Dead Soldiers Do Not Speak dan Krawang-
Bekasi memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya, dari kedua
puisi tersebut, dapat disimpulkan persamaan dan perbedaan apabila
dilihat menggunakan teori intertekstualitas. Persamaan pertama dari
kedua puisi tersebut terdapat pada tema dan konsepnya yang sama-
sama mengisahkan tentang prajurit atau pahlawan yang ingin dikenang
dan menginginkan pengorbanannya tidak berakhir sia-sia, selain itu
persamaan nampak dalam pemakaian beberpa frasa yang dalam
bahasa Indonesia dan Inggris memiliki arti yang sama, persamaan yang
terakhir terletak pada penggunaan imaji yang terdapat pada kedua
puisi tersebut diatas.
Selain persamaan diatas, sebagai perbandingan dapat penulis
simpulkan adanya perbedaan pada aspek keterikatan waktu, pada puisi
The Young Dead Soldiers Do Not Speak tidak terikat pada waktu pada
kurun waktu yang ditentukan, sedangkan pada puisi Krawang-Bekasi
terikat pada gambaran waktu tertentu pada suatu peristiwa sejarah.

Anda mungkin juga menyukai