Disusun oleh:
Kelas 2 PB 1
2018
PENDAHULUAN
Karya sastra tidak terbatas pada daya khayal atau imajinasi semata
melainkan pencerminan dan pengaruh dari kehidupan nyata penciptanya. Karya
sastra yang salah satunya adalah puisi merupakan hasil karya seseorang yang
bersifat inspiratif yang mewakili makna yang tersirat dari ungkapan sang
pengarang. Setiap puisi memiliki makna yang abstrak dan memberikan imajinasi
atau suatu khayalan kepada pembacanya.
Menurut Sapardi (1979: 1), “Karya sastra adalah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.
Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
kenyataan sosial.”
Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Puisi dan
untuk mengetahui kesan dari para pembaca puisi, agar dapat mengkaji dan
menganalisis puisi menggunakan pendekatan strukturalisme genetik dalam proses
pembelajaran.
METODE
PEMBAHASAN
Hakikat Puisi
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Biografi Pengarang
Chairil Anwar (Medan, 26 Juli 1922 — Jakarta, 28 April 1949)
adalah penyair legendaris yang sering disalahpahami, tidak sedikit orang
yang menjulukinya sebagai penyair religius, antara lain, karena sajak Doa,
yang memang amat religius. atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang"
(dalam karyanya berjudul Aku ) sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi
modern Indonesia karya-karyanya berupa 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10
puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.
Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal.
Ayahnya bernama Toeloes dan ibunya Saleha. Chairil masuk sekolah
Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang
pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan
pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Pada usia
sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah
dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra.
Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris,
bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan
membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M.
Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan
Edgar du Perron.
Chairil terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya
di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia 20 tahun.
Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil
ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati
tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkannya. Puisinya beredar di atas kertas murah selama masa
pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan tahun 1945.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak
dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam
Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950,
kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya,
yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia
bisa menginjak usia 27 tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil
Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC. Dia dikuburkan
di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.
(7) Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
(8) Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Belajar