Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN PUISI

MENGKAJI PUISI “KRAWANG-BEKASI” KARYA CHAIRIL ANWAR

(SEBUAH PENDEKATAN STRUKTURALISME GENETIK)

Dosen Pengampu: Dra. Sri Suhita M.Pd & Marlina M.Pd

Disusun oleh:

Resti Siti Balqis (1201617004)

Kelas 2 PB 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
PENDAHULUAN

Karya sastra tidak terbatas pada daya khayal atau imajinasi semata
melainkan pencerminan dan pengaruh dari kehidupan nyata penciptanya. Karya
sastra yang salah satunya adalah puisi merupakan hasil karya seseorang yang
bersifat inspiratif yang mewakili makna yang tersirat dari ungkapan sang
pengarang. Setiap puisi memiliki makna yang abstrak dan memberikan imajinasi
atau suatu khayalan kepada pembacanya.

Menurut Sapardi (1979: 1), “Karya sastra adalah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.
Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
kenyataan sosial.”

Menurut Waluyo (1991), “Puisi adalah bentuk karya sastra yang


mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur
fisik dan struktur batinnya.” Dalam puisi ada unsur pembangun puisi yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik terdiri atas tema, amanat, nada, perasaan,
akulirik, alusi, gaya bahasa, citraan, rima, tipografi, dan enjambemen. Unsur
ekstrinsik terdiri atas latar belakang pengarang, pandangan hidup pengarang,
kemasyarakatan, dan latar belakang cerita.

Menurut Goldmann dalam (Fananie,2000: 118), “Strukturalisme genetik


adalah hubungan genetik yang merupakan keterikatan antara pandangan dunia
penulis dalam sebuah karya dengan pandangan dunia pada ruang dan waktu
tertentu.” Strukturalisme genetik dipahami sebagai sebuah pandangan yang
menitikberatkan pada pentingnya pandangan-pandangan pengarang di dalam karya
sastra. Dasar pemahamannya ialah konteks karya sastra tidak bisa dilepaskan
begitu saja dari kelas-kelas sosial yang ada.

Menurut Ratna (2004: 123) secara definitif Strukturalisme genetik adalah


analisis struktur dengan memberikan perhatian pada asal-usul karya sastra.
Strukturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian pada anailisis unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari kajian unsur instrinsik sebagai data
dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan
realitas masyarakatnya

Memilih pendekatan Strukturalisme genetik karena dalam puisi


“Krawang Bekasi” Karya Chairul Anwar memiliki nilai kesejarahan dalam di
bidang sastra. Puisi ini menyatakan bahwa para pahlawan yang tak dikenal yang
telah berjuang di antara karawang-bekasi tidak bisa berjuang lagi karena telah
gugur. Para pahlawan ingin untuk generasi muda Indonesia untuk meneruskan
semangat juang kemerdekaan.

Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Puisi dan
untuk mengetahui kesan dari para pembaca puisi, agar dapat mengkaji dan
menganalisis puisi menggunakan pendekatan strukturalisme genetik dalam proses
pembelajaran.
METODE

Langkah-langkah dalam penelitian strukturalisme genetik yaitu


(1) Memilih puisi yang memuat peristiwa historis dan fakta-fakta historis, (2)
Mencari referensi terkait strukturalisme genetik, (3) Mencari data-data berupa fakta
pendukung terkait peristiwa dan latar belakang pengarang sebagai bahan rujukan
penguat analisis (4) Mencari dan menentukan peristiwa apa yang direpresentasikan
penyair dalam setiap larik dalam puisi.

PEMBAHASAN

 Hakikat Puisi
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,


terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi


Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa


Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan


atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi


Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami


Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat


Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami


yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
1948
1. Tema
Tema yang diangkat pada puisi “Krawang-Bekasi” yaitu tentang
perjuangan.
2. Amanat
Amanat dalam puisi ini adalah para generasi muda harus menghargai
perjuangan para pahlawan, dan harus bekerja keras untuk mencapai cita-cita
yang diharapkan.
3. Nada
Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Pada puisi
“Krawang-Bekasi” ini adalah rendah hati dan tegas.
4. Perasaan
Perasaan yang ada pada puisi “Krawang-Bekasi’ ini adalah sangat tegas dan
lugas tanpa basa-basi salam suatu perjuangan.

 Biografi Pengarang
Chairil Anwar (Medan, 26 Juli 1922 — Jakarta, 28 April 1949)
adalah penyair legendaris yang sering disalahpahami, tidak sedikit orang
yang menjulukinya sebagai penyair religius, antara lain, karena sajak Doa,
yang memang amat religius. atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang"
(dalam karyanya berjudul Aku ) sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi
modern Indonesia karya-karyanya berupa 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10
puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.
Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal.
Ayahnya bernama Toeloes dan ibunya Saleha. Chairil masuk sekolah
Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang
pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan
pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Pada usia
sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah
dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra.
Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris,
bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan
membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M.
Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan
Edgar du Perron.
Chairil terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya
di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia 20 tahun.
Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil
ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati
tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkannya. Puisinya beredar di atas kertas murah selama masa
pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan tahun 1945.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak
dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam
Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950,
kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya,
yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia
bisa menginjak usia 27 tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil
Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC. Dia dikuburkan
di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.

 Analisis puisi Krawang-Bekasi dengan Pendekatan Strukturalisme Genetik


KRAWANG-BEKASI
(1) Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.

(2) Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,


terbayang kami maju dan mendegap hati ?

(3) Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi


Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

(4) Kami mati muda.


Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

(5) Kami sudah coba apa yang kami bisa


Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu
nyawa

(6) Kami cuma tulang-tulang berserakan


Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

(7) Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
(8) Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

(9) Kenang, kenanglah kami


Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

(10) Kami sekarang mayat


Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

(11) Kenang, kenanglah kami


yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
1948

 Bait (1) : para pahlawan dimakamkan sepanjang jalan Karawang-Bekasi


seakan mengatakan bahwa para pahlawan sudah tidak bisa berteriak lagi.
 Bait (2) : tetapi para pahlawan merasa yakin bahwa tidak ada yang lupa
terhadap deru semangat saat maju ke medan perang.
 Bait (3) : para pahlawan berharap agar pada malam-malam sepi dan hening,
keberadaanya tetap dikenang sebagai sosok yang tiada henti berjuang untuk
kemerdekaan bangsa Indonesia.
 Bait (4) : walaupun para pahlawan mati muda, tetapi semangatnya tetap
membara.
 Bait (5) : para pahlawan berusaha sekuat tenaga , tetapi kematian telah
mendatang, sehingga tidak dapat lagi membuat perhitungan atas gugurnya 4
sampai 5 ribu sahabatnya.
 Bait (6) : bahwa hanya tulang-tulang belulang yang berserakan,dapat
menentukan nilai dari tulang-tulang tersebut.
 Bait (7) : semangat perjuangan begitu bergelora, walau kemudian terpaksa
mati muda. Tetapi semangat kepahlawanan mereka tidak pernah padam.
 Bait (8) : Para pahlawan berharap agar pada malam-malam sepi dan hening,
keberadaanya tetap dikenang sebagai sosok yang tiada henti berjuang untuk
kemerdekaan bangsa Indonesia.
 Bait (9) : kenang, kenanglah kami, adalah sebagian ungkapan yang
dituliskan oleh Chairil Anwar sebagai bentuk harapan yang tulus.
Pengharapan para pahlawan tidak pernah berbatas dan tetap berharap untuk
dapat menjaga Bung Karno, Bung hatta, dan Bung Sjahrir.
 Bait (10) : meskipun telah berbaring dalam pemakaman, tetapi para
pahlawan tetap memberikan semangat perjuangan yang tidak ada habisnya.
 Bait (11) : walaupun sebenarnya, para pahlawan telah menjadi
tulang-belulang yang berserakan antara Karawang-Bekasi.
KESIMPULAN

Strukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan memberikan


perhatian pada asal-usul karya sastra. Strukturalisme genetik sekaligus memberikan
perhatian pada anailisis unsur intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari kajian
unsur instrinsik sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan
menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya

Dalam mengapresiasi puisi metode yang dapat dilakukan


bermacam-macam. Teori strukturalisme genetik ialah sebuah teori yang
menjelaskan struktur tersebut dengan memperhatikan relevansi konsep homologi,
kelas sosial yang dimaksud goldman adalah kelas yang mempertahankan relevansi
struktur. Pada puisi “Krawang-Bekasi” memiliki makna perjuangan yang sangat
mendalam. para pahlawan berharap agar pada malam-malam sepi dan hening,
keberadaanya tetap dikenang sebagai sosok yang tiada henti berjuang untuk
kemerdekaan bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas.


Jakarta: Depdikbud

Waluyo, Herman. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University


Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Belajar

Anda mungkin juga menyukai