Anda di halaman 1dari 10

Artikel Pendekatan Mimetik dalam Kritik Puisi

“Sebuah Jaket Berlumur Darah” Karya Taufik Ismail

Mata Kuliah Kritik Sastra

Dosen Pengampu :
Rahmah Purwahida, S.Pd. M.Hum.
Hestiyani Parai, M.Pd.

Oleh :
Restu Dwijean Fadilah - 1201621088
Shadrina Nadhilah - 1201621024

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


PENDEKATAN MIMETIK DALAM KRITIK PUISI

“SEBUAH JAKET BERLUMUR DARAH” KARYA TAUFIK ISMAIL

Shadrina Nadhilah1, Restu Dwijean Fadilah2, Rahmah Purwahida, S.Pd. M.Hum.3

Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Bahasa dan Seni,

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jakarta Timur, Indonesia.

Email: 1) shadrinanadhilah_1201621024@mhs.unj.ac.id
2)
restudwijeanfadilah_1201621088@mhs.unj.ac.id

Abstact
Poetry is a literary work that prioritizes the beauty of diction or words so that it is
interesting and can arouse the emotions of readers and listeners. The poem entitled "A
Jacket Stained With Blood" by Taufik Ismail is formed from a language structure that
is beautiful and simple but has a broad meaning and makes readers interested in his
work, therefore the beautiful and simple language structure makes this poem by Taufik
Ismail material. study. The aim of this research is to analyze the meaning of the poem
entitled "A Jacket Stained With Blood" by Taufik Ismail and convey the detailed content
of the meaning of the poem so that readers can understand the meaning conveyed
through this research. The method used in this research is a descriptive method. This
poem is dissected using a mimetic approach, namely an approach in literary criticism
regarding imitation or fiction of real life.
Keywords: Poetry, Mimetic Approach, A Bloodstained Jacket.

Abstrak
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang mengutamakan keindahan diksi atau kata-
kata agar menarik dan dapat menggugah emosi pembaca maupun pendengarnya. Puisi
yang berjudul “Sebuah Jaket Berlumuran Darah“ karya Taufik Ismail terbentuk dari
tatanan bahasa yang indah dan sederhana tetapi memiliki makna yang luas dan
membuat para pembaca tertarik akan karyanya, oleh sebab itu tatanan bahasanya yang
indah dan sederhana menjadikan puisi karya Taufik Ismail ini sebagai bahan penelitian.

1
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis makna dalam puisi yang berjudul
“Sebuah Jaket Berlumuran Darah“ karya Taufik Ismail dan menyampaikan isi secara
rinci dari makna puisi tersebut agar pembaca bisa mengetahui makna yang
tersampaikan melalui adanya penelitian ini. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode deskriptif. Puisi ini dibedah menggunakan pendekatan mimetik, yaitu
suatu pendekatan dalam kritik sastra mengenai tiruan atau rekaan atas kehidupan yang
sebenarnya.
Kata Kunci : Puisi, Pendekatan Mimetik, Sebuah Jaket Berlumur Darah.

PENDAHULUAN

Puisi adalah salah satu karya sastra yang mengutamakan majas dan irama yang
penyairnya mengungkapkan pikiran dan perasaan serta mengutamakan keindahan kata.
Puisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah jenis sastra yang
menggunakan bahasa yang terikat oleh irama, mantra, rima, serta pengaturan baris dan
stanza. Puisi merupakan karya sastra hasil perenungan seseorang dalam menuangkan
pikiran mengenai apa saja yang telah dan pernah atau mungkin akan terjadi di suatu
waktu dalam kehidupan.
Menurut Sayuti (2015) mempunyai penjelasan lebih mendalam tentang puisi
sebagai karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa secara khas. Puisi tidak terdiri
dari kalimat yang panjang, berparagraf, layaknya karya sastra lain seperti, cerpen,
prosa, novel dan sebagainya. Sebab itu puisi seringkali dianggap sebagai hasil
kontemplasi paling komplit dari sebuah produk sastra.
Wellek (1978) mengemukakan bahwa kritik sastra adalah studi karya sastra
yang konkret dengan penekanan pada penilaiannya. Pendapat tersebut pada dasarnya
sama dengan pendapat Thrall dan Hibbard (1960) yang mengatakan bahwa kritik sastra
merupakan keterangan, kebenaran analisis, atau judgment (penghakiman) atas suatu
karya sastra.
Menurut Ravertz, (2007: 12) mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’
yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra, mimetik diartikan sebagai
sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk
mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Dalam mimetik membahas

2
mengenai suatu unsur yang ada dalam karya sastra dengan unsur tertentu bersamaan
dengan yang terdapat dalam masyarakat. Sejauh mana unsur-unsur itu benar-benar
berfungsi dalam karya sastra, sejauh itu pula hubungan antara karya sastra dengan
masyarakat.
Menurut Luxemburg dalam Asriningsih (2016:75) pendekatan mimetik
merupakan kriteria yang mengaitkan karya sastra dengan kenyataan yang ditiru atau
tercermin di dalamnya. Kenyataan di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu
segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti
misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan,
perasaan, pikiran, dan sebagainya.
Pendekatan mimetik melihat puisi sebagai ilustrasi dunia, tiruan alam, dan
kehidupan di seluruh semesta ini. Kritik sastra menggunakan pendekatan mimetik akan
mengkaji seberapa puisi itu memperlihatkan dunia nyata dan kemungkinan adanya
intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra
adalah hubungan dialektis atau bertangga.Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi
kreasi tidak mungkin tanpa mimesis.

METODE

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif


kualitatif. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta yang dilakukan
dengan mengobservasi/pengamatan, wawancara, mempelajari dokumen-dokumen
yang kemudian fakta tersebut dianalisis. Wujud datanya berupa deskripsi terhadap
objek penelitian. Dengan kata lain, bentuk data pada penelitian ini berupa kata-kata,
kalimat, atau teks yang diperoleh dari hasil analisis. Melalui pendekatan mimetik yaitu
pendekatan yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan
kenyataan. Objek dalam penelitian ini yaitu puisi “Sebuah Jaket Berlumuran Darah”
karya Taufik Ismail.

3
PEMBAHASAN

Sebuah Jaket Berlumur Darah

Sebuah jaket berlumur darah

Kami semua telah menatapmu

Telah berbagi duka yang agung

Dalam kepedihan bertahun‐tahun

Sebuah sungai membatasi kita

Di bawah terik matahari Jakarta

Antara kebebasan dan penindasan

Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang

Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'

Berikrar setia kepada tirani

Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu

Kami semua telah menatapmu

Dan di atas bangunan‐bangunan

Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai kemana‐mana

Melalui kendaraan yang melintas

Abang‐abang beca, kuli‐kuli pelabuhan

4
teriakan‐teriakan di atas bis kota, pawai‐pawai perkasa

Prosesi jenazah ke pemakaman

Mereka berkata

Semuanya berkata

LANJUTKAN PERJUANGAN!

1966

Taufik Ismail selaku penyair membuat puisi “Sebuah Jaket Berlumur Darah” sebuah
bentuk karya sastra yang menggambarkan kekejaman, perjuangan, ketidakadilan, serta
pemberontakan terhadap tragedi penindasan dan tirani. Puisi ini menggunakan rima tidak
sempurna, mengangkat tema politik dan kesengsaraan. Puisi “Sebuah Jaket Berlumur Darah”
memiliki makna yang mendalam karena ada peristiwa yang melatarbelakangi puisi ini ada.

Judul puisi terasa sangat kelam, dimana menceritakan mengenai perjuangan khususnya
perjuangan mahasiswa dalam berdemonstrasi, yang berujung pemberontakan dan penembakan.
Sehingga terdapat korban mahasiswa yang tertembak dalam peristiwa tersebut. Bait pertama
pada puisi digambarkan terjadinya demonstrasi oleh mahasiswa yang memperjuangkan tanah
air dari penguasa tiran yang dukanya sudah dirasakan bertahun-tahun. Seperti pada kutipan di
bawah ini

Sebuah jaket berlumur darah

Kami semua telah menatapmu

Telah berbagi duka yang agung

Dalam kepedihan bertahun‐tahun


Mimetik pada bait pertama ini terlihat larik-larik yang menggambarkan kepedihan duka yang
dirasakan pada saat kejadian itu. Jaket berlumur darah memiliki simbolisme menggambarkan
konflik dan perjuangan yang melibatkan korban dan penderitaan. Jaket ini mewakili individu
atau kelompok yang telah mengorbankan banyak hal dalam perjuangan mereka.

Pada bait kedua menggambarkan bahwa banyak sekali hambatan dalam perjuangan
tersebut, khususnya hambatan dari aparat keamanan dan kepolisian yang berseragam dan

5
bersenjata dapat menghalangi perjuangan demonstrasi mahasiswa. Seperti pada kutipan bait di
bawah ini.

Sebuah sungai membatasi kita

Di bawah terik matahari Jakarta

Antara kebebasan dan penindasan

Berlapis senjata dan sangkur baja

Mimetik pada bait tersebut terlihat pada kegiatan demonstrasi yang dilakukan, lalu adanya
pihak keamanan dan kepolisian yang mengondisikan kegiatan tersebut. Namun hal tersebut
justru menjadi penghalang dan menghambat kegiatan demonstrasi tersebut.

Pada bait ketiga, memiliki makna bahwa jika kita mundur atau meninggalkan
perjuangan ini, maka kita akan menjadi pengecut karena selamanya dijajah oleh tirani dan
ketidakadilan kekuasaan. Hal ini tercermin dalam bait berikut ini

Akan mundurkah kita sekarang

Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'

Berikrar setia kepada tirani

Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Mimetik pada bait ketiga tersebut terlihat pada larik-larik yang menggambarkan bahwa jika
kita mundur dan mengucapkan selamat tinggal perjuangan, selamanya kita akan merasakan
kepedihan akibat dijajah oleh tirani pada saat itu. Pada realita saat ini, mengucapkan selamat
tinggal perjuangan menjadi simbolis bahwa kita sudah merdeka dari penjajahan negara-negara
yang telah menjajah negara Indonesia selama bertahun-tahun silam. Pada larik Dan
mengenakan baju kebesaran sang pelayan? Memiliki simbol menjadi pengecut dan menjadi
budak tirani. Namun, larik mengenakan baju kebesaran sang pelayan pada realita diartikan
kita mengenakan baju yang berukuran besar yang dimiliki oleh seorang pelayan.

Pada bait keempat, digambarkan sebagai pengingat bagi para pejuang untuk jangan
menyerah walaupun rintangannya sangat berat. Ada jiwa yang gugur, jangan sampai kita
menyia-nyiakan perjuangannya dan berserah atas penindasan yang mencekik sebagian besar
masyarakat. Seperti pada kutipan di bawah ini

6
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu

Kami semua telah menatapmu

Dan di atas bangunan‐bangunan

Menunduk bendera setengah tiang

Mimetik dalam bait keempat ini dilihat dari kejadian dimana bendera setengah tiang dikibarkan
untuk penghormatan pejuang yang gugur dalam aksi tersebut. Di realita kegiatan mengibarkan
bendera setengah tiang memang rutin dilakukan, tetapi bukan karena aksi pemberontakan ini
melainkan untuk pahlawan G30SPKI. Dalam bait ini hanya fokus pada apa yang terjadi saat
hari dimana aksi berlangsung. Penggambaran mengenai spanduk kumal sulit dimengerti karena
jika tidak dijelaskan maknanya banyak sekali spekulasi-spekulasi terhadap larik tersebut.
Seperti pertanyaan apa isi dari spanduk itu? mengapa akulirik menatapnya? apakah isinya
buruk atau baik? pertanyaan-pertanyaan tersebut akan sulit dijawab.

Pada bait kelima yang mana merupakan bait terakhir dari puisi ini, digambarkan sebagai
bentuk semangat yang berkobar untuk menegakkan keadilan. Semua kalangan masyarakat ikut
serta dalam penolakan terhadap tirani dan penindasan, terutama rakyat kecil menengah
kebawah. Seperti pada kutipan di bawah ini

Pesan itu telah sampai kemana‐mana

Melalui kendaraan yang melintas

Abang‐abang beca, kuli‐kuli pelabuhan

teriakan‐teriakan di atas bis kota, pawai‐pawai perkasa

Prosesi jenazah ke pemakaman

Mereka berkata

Semuanya berkata

LANJUTKAN PERJUANGAN!

Mimetik dalam bait terakhir ini terlihat dari larik-larik yang penuh penggambaran kondisi
pemberontakan saat itu. Menurut saya, bait ini dapat dibagi menjadi dua agar antar larik tidak
terlalu padat dan ini akan lebih membuat pembaca larut akan semangat perjuangan walaupun
kondisi sulit.

7
PENUTUP

A. Kesimpulan
Puisi merupakan karya sastra hasil perenungan seseorang dalam menuangkan
pikiran mengenai apa saja yang telah dan pernah atau mungkin akan terjadi di suatu
waktu dalam kehidupan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra, mimetik diartikan
sebagai sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk
mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan.
Puisi “Sebuah Jaket Berlumur Darah” karya Taufik Ismail berlatar belakang
antara tanggal 20-28 Februari 1966 di Jakarta terjadi peristiwa penting yaitu
demonstrasi mahasiswa dan pelajar menuntut “tritura” sudah dimulai sejak 10 Januari.
Aksi ini juga memakan korban karena terjadi penembakan kepada massa. Jaket penuh
darah mahasiswa yang tertembak diikat pada sebuah tongkat dan dijadikan sebagai
bendera perjuangan mereka. Mahasiswa dan masyarakat tidak kenal rasa takut untuk
menegakkan keadilan.
kekurangan puisi ini adalah terlalu kelam dengan bahasa yang mendalam hingga
agak sulit dimengerti. Ada pesan yang kurang ditonjolkan padahal sangat penting dalam
membela keadilan, yaitu kesetiaan. Pada bait ketiga terlihat ada penurunan semangat
berjuang yang semestinya tidak harus masuk dalam puisi ini jika memang tujuan puisi
ini untuk semangat melawan ketidakadilan.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas, saran yang dapat kami berikan adalah
ambil pesan positif dalam karya sastra yang dibaca, amati dan cobalah menafsirkan
makna puisi-puisi sastrawan agar pengetahuan lebih luas. Artikel ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan dan diskusi pembaca puisi “Sebuah Jaket Berlumur
Darah” karya Taufik Ismail.

8
DAFTAR PUSTAKA

Darmayani, S. (2022). Kritik Mimetik pada Puisi Ratap.

Qutbi, A., & Rahmawati, I. (2013). Makalah pendekatan Mimetik.

Setyawan, A. (2023). Pendekatan mimetik dalam kajian susastra. Dikutip dari mijil.id.

Tussaadah, N., Sobari, T., & Permana, A. (2020). ANALISIS PUISI “RAHASIA HUJAN”
KARYA HERI ISNAINI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MIMETIK.

Yanuarti, E. (2024). Pendekatan Mimetik: Pengertian dan Contohnya. Retrieved from


haloedukasi.com.

Anda mungkin juga menyukai