Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir
yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak Asasi merupakan
sebuah bentuk anugrah yang diturunkan oleh Tuhan sebagai sesuatu karunia yang paling
mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga. Hak Asasi dilandasi dengan sebuah
kebebasan setiap individu dalam menentukan jalan hidupnya, tentunya Hak asasi juga tidak
lepas dari kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau
keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, keturunanan, jabatan, agama dan lain
sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan
Tuhan.

Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk
ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu.
Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di Negara ini masih banyak
bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui.

B. Tujuan Penulisan CJR


1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meringkas, menganalisa, dan
membandingkan serta memberi kritik pada jurnal.
3. Memperkuat pemahaman pembaca terhadap pentingnya implementasi hak asasi
manusia di Indonesia.

C. Manfaat CJR
1. Sebagai rujukan bagaimana untuk menyempurnakan sebuah jurnal dan mencari
sumber bacaan yang relevan.
2. Membuat saya sebagai penulis dan mahasiswa lebih terasah dalam mengkritisi sebuah
jurnal.
3. Untuk menambah pengetahuan tentang implementasi hak asasi manusia di Indonesia.

1|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A. Identitas Jurnal I

Nama jurnal : Jurnal Ipteks Terapan

Judul artikel : Implementasi Hukum dan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Penulis : Nirwansyah

Volume penerbitan :8

Tahun terbit : 2015

Edisi :4

Jumlah halaman :6

B. Ringkasan Jurnal I

Dengan meratifikasi perjanjian PBB tentang Hak Asasi Manusia (HAM) melalui
Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, membuktikan keseriusan pemerintah
Indonesia dengan HAM. Implementasinya diharapkan juga keseriusan pemerintah melalui
penegakan hukum yang berlaku, tanpa memandang tingkat sosial, ras, agama dan lainnya.
Pelanggaran bisa saja dilakukan oleh pemerintah ataupun masyarakat, baik kelompok
maupun secara perorangan.

Sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dengan


dibentuknya KOMNAS HAM berdasarkan Kepres Nomor 50 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni
1993. KOMNAS HAM menyandang tugas : 1) memantau & menyelidiki pelaksanaan HAM
& memberi saran serta pendapata kepada pemerintah perihal HAM. 2) membantu
pengembangan kondisi-kondisi yang kodusif bagi pelaksanaan HAM sesuai Pancasila dan
UUD 1945 (termasuk hasil amandemen UUD NKRI 1945), Piagam PBB, Deklarasi
Universal HAM dan deklarasi atau perundang-undangan lainnya yang terkait dengan
penegakan HAM.

Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, pihak yang berhak berpartisipasi
dalam penegakan HAM adalah: a. Individu, b. Kelompok, c. Organisasi politik, d. Organisasi
masyarakat, e. LSM atau NGO (Non Government Organazation), f. Perguruan Tinggi, g.
Lembaga Stusi, h. Lembaga Kemasyarakatan lainnya. Belum semua elemen yang tercantum
dalam butiran tersebut mendapatkan tempat yang layak, baik dari pemerintah, maupun dari
masyarakat sendiri dalam dukungan moral dan eksistensinya. Beberapa LSM yang intens
dengan HAM dianggap penghambat program pemerintah, sehingga terjadi pembunuhan

2|Page
karakter pada lembaga tersebut, dan bahkan juga dapat terjadi penghilangan nyawa seseorang
anggota LSM peduli HAM, seperti yang dialami Moenir LSM KONTRA. Moenir, LSM
Kontar, hanyalah satu dari ribuan potret tokoh LSM di Indonesia yang seringkali harus
dihadapkan dengan berbagai persoalan pelik yang mendasar. persoalan kesejahteraan,
kekerasan,eksploitasi dan diskriminasi seolah terus menjadi pekerjaan rumah yang
menumpuk bagi pemerintah untuk diselesaikan. Menguak kasus Moenir, berarti harus
mengurai banyak benang kusut, benang kusut yang mungkin hanya dapat terurai dari tangan
mereka yang benar-benar peduli untuk dalam penuntasan penegakan hukum.

C. Identitas Jurnal II

Nama jurnal : Jurnal Selat

Judul artikel : Implementasi Pengaturan Perlindungan Hak Asasi Manusia di


Indonesia

Penulis : Endri

Volume penerbitan :2

Tahun terbit : 2014

Edisi :1

Jumlah halaman :6

D. Ringkasan Jurnal II

Dalam rangka penghormatan, perlindungan dan mempertahankan HAM di Indonesia,


telah dibentuk “Komisi Nasional Hak Asasi Manusia” (Komanas HAM) berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, yang mempunyai tugas:

1. Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai HAM; baik kepada


masyarakat Indonesia maupun masyarakat Internaional.
2. Mengkaji berbagai Instrumen PBB tentang HAM dengan memberikan saran tentang
kemungkinan aksesi dan ratifikasi.
3. Memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM serta memberikan pendapat,
pertimbangan dan saran kepada instansi pemerintah tentang pelaksanaan HAM; dan
4. Mengadakan kerja sama regional dan internasional di bidang HAM.

Adapun subjek yang dapat dikenai pertanggungjawaban pidana pada Undang-undang


No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM adalah setiap orang/ pertanggungjawaban
individual sebagaimana yang tertera dalam ketentuan pidana yaitu setiap orang yang dalam
arti ini adalah manusia/Naturlijke Person. Disini unsur kesalahan adalah kesengajaan yang
dapat dilihat dalam ketentuan pidananya yaitu dengan maksud melakukan perbuatan sebagai

3|Page
unsur subjektif. Adapun ancaman sanksi pidana dalam UU No. 26 Tahun 2000 adalah
ancaman pidana mati, penjara seumur hidup dan ancaman pidana penjara dengan pola
minimum khusus dan maskimal khusus sebagaimana yang terlihat dalam ketentuan pidana
undangundang ini.
Adapun mengenai pemenuhan hak korban yang berupa reparasi diterjemahkan oleh
Komisi HAM PBB sebagai upaya pemulihan kondisi korban pelanggaran HAM ke kondisi
sebelum pelanggaran tersebut terjadi pada dirinya, baik menyangkut fisik, psikis, harta benda,
dan hak status sosial politik korban yang dirusak dan dirampas. Upaya pemerintah untuk
melakukan reparasi sudah diatur dalam Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan, ayat 1,
bahwa korban pelanggaran HAM yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Ayat 2 menyatakan bahwa kompensasi, restitusi dan
rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dicantumkan dalam amar putusan
Pengadilan HAM. Ayat 3 menyatakan bahwa ketentuan mengenai kompensasi, restitusi dan
rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Meskipun pemerintah sudah mengesahkan undang- undang mengenai kompensasi,
restitusi dan rehabilitasi bagi korban pelanggaran HAM. Namun tetap saja proses untuk
mendapatkan reparasi sendiri mengalami berbagai hambatan.
Pertama, pelaku harus dinyatakan bersalah melakukan kejahatan terhadap
kemanusiaan atau genosida. Kedua, untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc untuk kasus-
kasus kejahatan yang terjadi sebelum tahun 2000 harus ada dukungan dari DPR dan Presiden.
Ketiga, jaksa harus membuat permohonan untuk reparasi bagi korban sebagai bagian dari
tuntutannya. Apabila pelaku dinyatakan bersalah, maka ia harus membayar restitusi. Apabila
pelaku tidak membayar restitusi ini, maka korban harus melaporkannya pada Jaksa Agung
yang kemudian akan meminta Departemen Keuangan untuk membayar kompensasi.
Dalam kenyataannya, sampai saat ini belum ada satupun korban maupun keluarga
pelanggaran HAM yang mendapatkan hak reparasinya yang sudah diatur dalam UU No. 26
Tahun 2000 ini. Hal ini, semakin memperlihatkan ketidakseriusan pemerintah untuk
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi. Walaupun pemerintah
sudah mencoba mengeluarkan peraturan tentang reparasi untuk korban dan keluarga korban
pelanggaran HAM, namun tetap saja dalam prosesnya banyak sekali hambatan. Sehingga
tidak memungkinkan bagi para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM untuk
mendapatkan hak reparasinya.

4|Page
BAB III
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

A. Kelebihan Jurnal I
1. Bahasanya mudah untuk dimengerti.
2. Memiliki kelengkapan identitas yang seharusnya ada dalam jurnal sehingga jurnal ini
cocok untuk dijadikan bahan referensi.

B. Kekurangan Jurnal I
1. Isinya tidak terlalu lengkap dibandingkan dengan jurnal II.

C. Kelebihan Jurnal II
1. Isinya lebih lengkap dibandingkan dengan jurnal I.
2. Di dalam pembahasan dicantumkan UU sehingga kebenaran isinya lebih terjamin.

D. Kelemahan Jurnal II
1. Kelengkapan identitas nya tidak lengkap (tidak ada ISSN).

5|Page
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat saya ambil dari menriew kedua jurnal diatas adalah jurnal I
dan jurnal II memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan yang ada adalah bahwa topik
yang dibahas adalah sama, yaitu tentang HAM (Hak Asasi Manusia). Perbedaan nya adalah
bahwa isi di jurnal II lebh lengkap dibandingkan isi di jurnal I.

B. Saran
Saran saya adalah semoga kekurangan di jurnal I dan jurnal II dapat diperbaiki. Seperti di
jurnal I hendaknya isinya diperlengkap seperti di jurnal II. Sedangkan di jurnal II hendaknya
kelengkapan identitas jurnal nya diperlengkap seperti di jurnal I.

6|Page

Anda mungkin juga menyukai