Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba berdasarkan Undang-

undang RI. No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Secara umum sebuah rumah

sakit didirikan dengan tujuan untuk memberikan suatu pelayanan baik bentuk

perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis dan diagnostik lainnya yang

dibutuhkan oleh pasien baik dengan batasan kemampuan teknologi dan sarana

prasarana yang disediakan oleh Rumah Sakit.

Dalam memenuhi tujuannya pihak manajemen rumah sakit dituntut

mampu untuk menggerakkan, mengatur, dan mengkoordinasikan kegiatan-

kegiatan dari berbagai kelompok tingkat profesional dan tenaga non profesional

yang ada untuk mencapai tujuan Rumah Sakit tersebut. Dengan adanya

efektivitas pelayanan kesehatan dari perawatan dan pengobatan yang baik maka

akan mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan, untuk menciptakan pelayanan

yang baik diperlukan serangkaian kegiatan pemeriksaan dan evaluasi atas

pengelolaan aktivitas operasional yang dilakukan Rumah Sakit.

1
Pelayanan medis tidak hanya berupa penyedia jasa tetapi salah satu yang

sangat penting adalah persediaan obat-obatan. Persediaan obat-obatan harus

disesuaikan dengan besarnya kebutuhan pengobatan. Karena persediaan obat yang

tidak lancar akan menghambat layanan kesehatan, hal ini disebabkan karema obat

tidak tersedia pada saat dibutuhkan. Tetapi sebaliknya bila obat tersedia

berlebihan maka dapat menyebabkan penyimpangan, pemborosan atau

menurunnya kualitas obat, karena obat yang disimpan akan menjadi kadaluarsa.

Hal ini tentu saja akan mengurangi fungsi obat, bahkan dapat membahayakan jika

diberikan kepada pasien.

Jumlah persediaan obat melibatkan jumlah barang dan nilai yang cukup

besar, maka dapat dimengerti mengapa persediaan obat merupakan aspek yang

penting dan memerlukan perhatian yang sangat besar dari pihak manajemen

rumah sakit. Sehingga manajer dalam hal ini bagian logistik harus mengatur

komposisi pembelian tiap jenis obat agar diperoleh hasil yang optimal. Hal ini

dapat dilakukan melalui pengelolaan obat yang efektif, sehingga tujuan awal

rumah sakit dapat tercapai.

Pengendalian dalam pengelolaan aktivitas yang dilakukan Rumah Sakit

sangatlah penting dilakukan. Pengendalian internal dilaksanakan seefektif

mungkin untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan dan

penyelewengan. Sistem pengendalian internal merupakan teknik pengawasan

seluruh kegiatan operasional perusahaan yang digunakan untuk mencegah

terjadinya kesalahan dan kecurangan serta melindungi aset penting perusahaan,

memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki

2
efisiensi operasional, serta mendorong ketaatan terhadap kebijakan yang telah

ditetapkan.

RSUD Tidar Magelang merupakan salah satu Rumah Sakit tipe B yang

menerapkan pola keuangan dengan menggunakan badan layanan daerah (BLUD),

maka profesionalitas serta kualitas pelayanan menjadi konsekuensinya Demi

mewujudkan tata kelola Badan Layanan Umum (BLU) yang mampu

meningkatkan akuntanbilitas dan transparansi pengelolaan keuangan BLU serta

memberikan pedoman dan standardisasi sistem pengendalian pada BLU, maka

perlu diatur sistem pengendalian internal pada BLU. Pada 21 Desember 2017

Menteri Keuangan menentapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

200/PMK.05/2017 (PMK 200/2017) tentang Sistem Pengendalian Internal pada

Badan Layanan Umum.

Dalam PMK 200/ 2017, Pemimpin BLU menetapkan dan melaksanakan

sistem pengendalian intern. Untuk memastikan efektivitas sistem pengendalian

intern tersebut Pemimpin BLU membentuk Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang

merupakan unit kerja BLU serta melaksanakan fungsi pengawasan. Pengaturan

SPI pada BLU mengikuti praktik terbaik (best practice) yang sedang berkembang

di dunia pengawasan intern.

Dari hasil catatan anggaran laporan keuangan RSUD Tidar Kota

Magelang yang disusun dan disajikan , penulis menemukan salah satu informasi

bahwa sampai dengan bulan 31 Desember 2017 terdapat obat Expired Date yang

belum dimusnakan pada gudang farmasi RSUD Tidar Kota Magelang sebesar

3
Rp 123.209.396,00. Dengan adanya informasi tersebut upaya pengadaan obat

belum memenuhi kebutuhan obat yang sesuai dengan jenis, jumlah dan mutu yang

telah direncanakan sesuai kebutuhan unit pelayanan kesehatan di rumah sakit

yang dapat menyebabkan penyimpangan, pemborosan atau menurunnya kualitas

obat.

Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang cukup besar jumlahnya,

sehingga merupakan aktiva yang penting dan membutuhkan perhatian yang besar

dalam mengembangkan teknik pengendalian untuk memelihara saldo persediaan

yang cukup besar dengan biaya terkecil, untuk itu perlu dilindungi dan diawasi.

Dengan pengelolaan persediaan yang baik, maka akan menunjang tercapainya

tujuan rumah sakit untuk memberikan mutu pelayanan kesehatan yang terbaik

kepada masyarakat. Dengan kata lain pengendalian atas persediaan dapat

menjamin terdapatnya persediaan pada tingkat yang optimal yaitu persediaan

tidak terlalu kecil atau terlalu besar, sehingga produksi obat dapat berjalan dengan

lancar dan biaya persediaan adalah minimal.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih

lanjut bagaimana penerapan struktur sistem pengendalian internal dan seberapa

efektif pelaksanaan sistem pengendalian internal di RSUD Tidar Magelang dalam

menunjang prosedur sediaan obat yang ada di rumah sakit melalui sebuah

penelitian berjudul “Analisis Sistem Pengendalian Internal atas Persediaan Obat

pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Kota Magelang”.

4
1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian mengenai latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka

permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaiamana penerapan sistem pengendalian internal atas persediaan obat

pada Instalasi Farmasi RSUD Tidar Magelang?

2. Bagaimana efektivitas sistem pengendalin internal atas prosedur

persediaan obat pada Instalasi Farmasi RSUD Tidar Magelang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai aplikasi dari sistem

pengendalian internal persediaan obat yang diterapkan oleh Instalasi

Farmasi RSUD Tidar Magelang yang sesuai dengan kajian teori.

2. Untuk mengetahui keefektifan sistem pengendalian internal atas

persediaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Tidar Magelang.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis mengharapkan dapat

memberikan manfaat kepada pihak-pihak berikut:

5
1. Bagi penulis

Hasil penelitian ini berguna bagi peneliti untuk memberikan pengetahuan

dan wawasan terkait sistem pengendalian secara mendalam dan

pengalaman yang berharga dalam membandingkan antara teori yang

diperoleh dibangku perkuliahan dengan praktek di dunia nyata yang

diperoleh selama penelitian. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar S1 dan lulus dari bangku perkuliahan.

2. Bagi RSUD Tidar Magelang

Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam

melaksanakan tata kelolanya sehingga dapat memberi masukan bagi

RSUD Tidar Magelang sebagai bahan pertimbangan dan perbaikan bila

terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berhubungan dengan sistem

akuntansi persediaan obat

3. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konribusi pengetahuan

untuk memperluas pandangan dan wawasan mengenai pengujian internal

audit. Serta memberikan informasi dan inspirasi yang lebih jelas bagi

peneliti yang melakukan penelitian sejenis.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Audit

Menurut Boyton dan Jhonson (2006:6) mendefinisikan :

“Auditing adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi

bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi,

dengan tujuan menetapkan serajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan

kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya

kepada pihak yang berkepentingan”

Menurut Arens dkk (2017:28) mendefinisikan :

“Audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan

dan melaporkan tingkat korespondensi antara informasi dan kriteria yang

ditetapkan. Audit harus dilakukan ole h orang yang kompeten dan independen”

Dari pemahaman pengertian auditing diatas dapat disimpulkan bahwa audit

dilakukan oleh orang yang kompenten dan independen dengan cara

mengumpulkan bukti-bukti pendukung serta mengevaluasi bahan bukti tersebut,

yang bertujuan agar dapat memberikan opini mengenai kewajaran laporan

keuangan.

7
2.2 Sistem Pengendalian Internal

2.2.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intenal

Menurut Al Haryono Jusup (2014: 356), sistem pengendalian internal

terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dirancang manajemen dengan keyakinan

memadai agar entitas mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan-kebijakan dan

prosedur-prosedur ini sering disebut pengendalian dan secara kolektif membentuk

pengendalian internal entitas.

Menurut Tuanakotta (2014: 127) mendefinisikan:

“Pengendalian internal dirancang, diimplementasikan dan dipelihara oleh TCWG,

manajemen dan karyawan lain untuk menangani risiko bisnis dan risiko

kecurangan yang diketahui mengancam pencapaian tujuan entitas, seperti

pelaporan keuangan yang andal.

Menurut Committee of Sponsoring Organization (COSO) (2013),

pengendalian internal adalah suatu proses yang dilakukan oleh dewan direksi,

manajemen dan personal lainnya, yang dirancang untuk memberi keyakinan

memadai tentang pencapaian tujuan yang berkaitan dengan operasi (operations),

pelaporan (reporting), dan kepatuhan (compliance).

Dari pemahaman pengertian pengendalian internal diatas dapat disimpulkan

bahwa pengendalian internal merupakan proses, kebijakan, dan prosedur yang

dirancang oleh manajemen untuk memastikan pelaporan keuangan yang andal dan

pembuatan laporan keuangan sesuai dengan kerangka akuntansi yang berlaku.

8
2.2.2 Tujuan Pengendalian Internal

Tujuan pengendalian internal secara garis besarnya menurut Tuanakotta (2014:

127) dapat dibagi menjadi empat kelompok, sebagai berikut:

1. Strategi, sasaran-sasaran utama (high-level goals) yang mendukung misi

entitas.

2. Pelaporan Keuangan (pengendalian internal atas pelaporan keuangan).

3. Operasi (pengendalian operasional atau operational controls).

4. Kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan.

Tujuan tersebut dirincikan oleh Mulyadi (2016: 141) sebagai berikut:

1. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang

telah ditetapkan: (a) Pembatasan akses langsung terhadap kekayaan,

(b) Pembatasan akses tidak langsung terhadap kekayaan.

2. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan

dengan kekayaan yang sesungguhnya ada: (a) Pembandingan secara

periodik antara catatan akuntansi dengan kekayaan yang sesungguhnya

ada, (2) Rekonsiliasi antara catatan akuntansi yang diselenggarakan.

3. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah diterapkan: (a)

Pemberian otorisasi oleh pejabat yang berwenang, (b) Pelaksanaan

transaksi sesuai dengan otorisasi yang diberikan oleh pejabat yang

berwenang.

4. Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi: (a) Pencatatan

semua transaksi yang terjadi, (b) Transaksi yang dicatat adalah benar-

9
benar terjadi, (c) Transaksi dicatat dalam jumlah yang benar, (d) Transaksi

dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya, (d) Transaksi dicatat

dengan penggolongan yang seharusnya, (e) Transaksi dicatat dan diringkas

dengan teliti.

2.2.3 Unsur Pokok Sistem Pengendalian Internal

Unsur pokok sistem pengendalian internal adalah (Mulyadi, 2001: 164-171):

a) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara

tegas.

b) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan

perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.

c) Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit

organisasi.

d) Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

2.2.4 Sifat Karakteristik Umum Pengendalian Internal

Menurut Al Haryono Jusuf (2014: 356), pada umumnya manajemen memiliki tiga

tujuan umum dalam merancang suatu sistem pengendalian internal yang efektif,

yaknik:

1. Keandalan pelaporan keuangan entitas.

Manajemen memiliki tanggungjawab hukum dan profesional untuk

memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan

persyaratan pelaporan yang ditetapkan oleh IAI dan IFRS. Tujuan

10
pengendalian internal yang efektif atas pelaporan keuangan adalah untuk

memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan.

2. Efektivitas dan efisiensi operasi entitas.

Tujuan utama pengendalian ini adalah untuk memberi informasi keuangan

dan non-keuangan yang akurat tentang operasi entitas untuk pengambilan

keputusan.

3. Kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan-peraturan.

Entitas-entitas publik, non-publik, dan organisasi nirlaba berkewajiban

untuk menaati banyak undang-undang dan peraturan-peraturan. Sebagaian

diantaranya hanya menyangkut akuntansi secara tak langsung, namun ada

juga yang berkaitan dengan akuntansi, seperti misalnya undang-undang

perpajakan.

2.2.6 Komponen-Komponen Pengendalian Internal

Berdasarkan Al. Haryono Jusup (2014: 375), ada lima komponen pengendalian

internal yang saling berhubungan yaitu:

PENGENDALIAN INTERNAL
Komponen Deskripsi Komponen Subkomponen

Lingkungan Tindakan, kebijakan, dan Subkomponen lingkungan


prosedur yang pengendalian
Pengendalian
mencerminkan perilaku  Integritas dan nilai
manajemen puncak, dewan etika
komisaris, dan pemilik  Komitmen terhadap
entitas tentang kompetensi
pengendalian internal dan  Partisipasi pihak

11
arti penting pengendalian yang
internal. bertanggungjawab
atas tatakelola
(dewan komisaris
dan komite audit)
 Falsafah dan gaya
operasi manajemen
 Struktur organisasi
 Pemberian
wewenang dan
tanggungjawab
 Kebijakan dan
praktik tentang
sumber daya
manusia
Proses Penilaian Identifikas dan analisis Proses penilaian risiko
oleh manajemen tentang  Mengidentifikasi
Risiko Entitas
risiko yang relevan dengan faktor-faktor yang
penyusunan laporan mempengaruhi risiko
keuangan yang sesuai  Menilai signifikasi
dengan SAK-IAI. risiko dan
kemungkinan
terjadinya
 Menentukan
tindakan yang
diperlukan untuk
mengelola risiko
 Kategori asersi
manajemen yang
harus dipenuhi:
 Asersi-asersi tentang
golongan transaksi
dan kejadian lainnya.

12
 Asersi-asersi tentang
saldo akun
 Arsesi-asersi tentang
penyajian dan peng-
ungkapan
Informasi dan Metoda yang digunakan  Mengidentifikasi dan
untuk menginisiasi, mencatat seluruh
komunikasi
mencatat, mengolah dan transaksi yang valid
melaporkan transaksi  Mendeskripsikan
perusahaan dan untuk transaksi
menjaga akuntabilitas atas  Mengukur
aset-aset nilai transaksi
yang bersangkutan  Menentukan periode
terjadinya transaksi
 Menyajikan
transaksi dan
pengukapan terkait.
Aktivitas Kebiijakan dan prisedur Jenis-jenis aktivitas
yang ditetapkan pengendalian spesifik:
pengendalian
manajemen untuk  Otorisasi penelaahan
memenuhi tujuan laporan kinerja
keuangan  Pengolahan
informasi
 Pengendalian fisik
 Pemisahan tugas
Pemantauan Penilaian yang dilakukan
manajemen secara terus
Pengendalian
menerus dan periodik
tentang kinerja
pengendalian internal
untuk memastikan apakah
pengendalian berjalan
sebagaimana dikehendaki

13
dan dimodifikasi bila
dibutuhkan.
2.2.5 Prinsip-Prinsip Pengendalian Internal

1. Pemisahan Fungsi

Tujuan utama pemisahan fungsi untuk menghindari dan pengawasan

segera terhadap kesalahan atau ketidakberesan. Adanya pemisahan fungsi

untuk dapat mencapai suatu efisiensi pelaksanaan tugas.

2. Prosedur Pemberian Wewenang

Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa transaksi telah diotorisasi oleh

orang yang berwewenang.

3. Prosedur Dokumentasi

Dokumentasi yang layak penting untuk menciptakan sistem pengendalian

akuntansi yang efektif. Dokumentasi memberi dasar penetapan

tanggungjawab untuk pelaksanaan dan pencatatan akuntansi.

4. Prosedur Pencatatan dan Catatan Akuntansi

Tujuannya adalah agar dapat disiapkan catatan-catatan akuntansi yang

teliti secara cepat dan data akuntansi dapat dilaporkan kepada pihak yang

menggunakan tepat waktu.

5. Pengawasan Fisik

Pengawasan fisik ini berhubungan dengan alat-alat mekanis dan elektronis

dalam pelaksanaan dan pencatatan transaksi.

6. Pemeriksaan Internal secara Bebas

Menyangkut pembanding antara catatan aset yang ada, menyelenggarakan

rekening-rekening kontrool dan mengadakan perhitungan kembali

14
penerimaan kas. Hal ini bertujuan untuk melakukan pengawasan

kebernaran data.

2.3 Persediaan

2.3.1 Pengertian Persediaan

Dalam perusahaan manufaktur ,Menurut mulyadi (2001: 553-554),

persediaan terdiri dari persdiaan produk jadi, persediaan produk dalam proses,

persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan bahan habis pakai

pabrik, persediaan suku cadang. Dalam perusahaan dagang, persediaan hanya

terdiri dari satu golongan, yaitu persediaan barang dagangan, yang merupakan

barang yang dibeli untuk tujuan dijual kembali.

Menurut Kieso (2008: 402), persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki

oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan

digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual.

2.3.2 Tujuan Persediaan

Menurut Agus Ristono (2009: 4), penggolongan persediaan secara garis

besar yaitu:

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat

(memuaskan konsumen).

2. Untuk menjaga kontinuitas prouksi atau menjaga agar perusahaan tidak

mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses

produksi, hal ini dikarenakan:

15
a) Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka

sehingga sulit diperoleh.

b) Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang

dipesan.

3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba

perusahaan.

4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat

mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.

5. Menjaga agar penyimpanan dalam emplacement tidak besar- besaran,

karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar.

Dari pemahaman diatas dapat dikatakan bahwa tujuan pengendalian

persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-

bahan/ barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya

yang minimum untuk keuntungan dan kepentingan perusahaan.

2.3.3 Prinsip Sistem Akuntansi Persediaan

Menurut Mulyadi (2001: 560-562), dijelaskan dokumen dan catatan

akuntansinya yang bersangkutan dengan sistem akuntansi persediaan, yaitu:

a) Dokumen

Dokumen yang digunkan dalam prosedur pencatatan produk jadi adalah

laporan produk selesai dan bukti memorial. Laporan produk selesai

digunakan oleh bagian gudang untuk mencatat tambahan kuantitas produk

16
jadi dalam kartu gudang. Bukti memorial digunakan untuk mencatat

tambahan kuantitas dan harga pokok persediaan produk jadi dalam kartu

persediaan dan digunakan sebagai dokumen sumber dalam mencatat

transaksi selesainya produk jadi dalam jurnal umum.

b) Catatan Akuntansi

Catatan akuntansi yang digunakan dalam prosedur pencatatan produk jadi

adalah kartu gudang, kartu persediaan, dan jurnal umum.

2.3.4 Catatan akuntansi yang digunakan

Menurut Mulyadi (2001: 577-579), catatan akuntansi yang digunakan

dalam sistem akuntansi persediaan bahan baku yaitu:

a) Kartu gudang

Kartu gudang berfungsi mencatat mutasi kuantitas persediaan produk

karena transaksi penjualan.

b) Kartu Persediaan

Kartu persediaan digunakan untuk mencatat adjustment terhadap data

persediaan (kuantitas dan harga pokok total) yang tercantum dalam kartu

persediaan.

c) Jurnal umum

Jurnal umum digunakan untuk mencatat jurnal adjustment rekening

persediaan karena adanya perbedaan antara saldo yang dicatat dalam

rekening persediaan dengan saldo menurut perhitungan fisik.

17
2.3.5 Fungsi yang Terkait

Menurut Mulyadi (2001: 579-580), fungsi yang terkait dalam sistem

penghitungan fisik persediaan yaitu:

a) Fungsi Gudang

Fungsi gudang dalam sistem akuntansi persediaan bertanggungjawab

untuk menyimpan barang yang telahditerima oleh fungsi penerimaan dan

menyiapkan baran g yang dipesan serta menyerahkan barang ke fungsi

pengiriman. Selain itu juga bertanggung jawab untuk mengajukan

permintaan pembelian sesuai posisi persediaan di gudang.

b) Fungsi Akuntansi

Fungsi akuntansi dalam sistem akuntansi persediaan adalah bertanggung

jawab untuk mencantumkan harga pokok satuan persediaan yang dihitung

ke dalam daftar hasil perhitungan fisik, mengalihkan kuantitas dan harga

pokok per satuan yang tercantum dalam daftar hasil perhitungan fisik,

mencantumkan harga pokok total dalam daftar hasil perhitungan fisik,

melakukan adjustment terhadap kartu persediaan berdasar data hasil

perhitungan fisik persediaan, membuat bukti memorial untuk mencatat

adjustment data persediaan dalam jurnal umum bedasarkan hasil

penghitungan fisik persediaan.

c) Fungsi Penerimaan

Fungsi Penerimaan bertanggungjawab untuk melaksanakan pemeriksaan

terhadap jenis, mutu, dan kuantitas barang yang diterima dari pemasok

18
guna menentukan dapat atau tidaknya barang tersebut diterima oleh

perusahaan.

d) Fungsi Pembelian

Fungsi Pembelian dalam sistem akuntansi persediaan bertanggungjawab

untuk memperoleh informasi harga barang, menentukan pemasok yang

dipilih dalam pengadaan barang, dan mengeluarkan order pembelian

kepada pemasok yang dipilih.

e) Panitia Perhitungan Fisik Persediaan

Panitia perhitungan fisik persediaan berfungsi untuk melaksanakan

perhitungan fisik persediaan dan menyerahkan hasil perhitungan tersebut

kepada bagian kartu persediaan untuk digunakan sebagai dasar adjustment

terhadap catatan persediaan dalam kartu persediaan.

2.3.6 Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Persediaan

Menurut Mulyadi (2001: 581), Unsur pengendalian intern dalam sistem

akuntansi persediaan perhitungan fisik persediaan dapat digolongkan sebagai

berikut:

1) Struktur organisasi yang memisahkan tugas dan tanggung jawab

fungsional secara tegas harus dilakukan oleh suatu panitia yang terdiri dari

fungsi pemegang kartu perhitungan fisik, fungsi penghitung, dan fungsi

pengecek.

2) Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan

19
Daftar hasil penghitungan fisik persediaan ditandatangani oleh ketua

panitia penghitungan fisik persediaan, pencatatan hasil penghitungan fisik

persediaan didasarkan atas kartu penghitungan fisik yang telah diteliti

kebenarannya oleh pemegang kartu penghitungan fisik.

3) Praktik yang sehat

a. Kartu perhitungan fisik bernomor urut tercetak dan penggunaanya

dipertanggungjawabkan oleh fungsi pemegang kartu perhitungan

fisik.

b. Perhitungan fisik setiap jenis persediaan dilakukan dua kali secara

independent, pertama kali oleh penghitung dan kedua oleh

pengecek.

c. Peralatan dan metode yang digunakan untuk mengukur dan

menghitung kuantitas persediaan harus dijamin ketelitiannya.

4) Karyawan yang kompeten

a. Perekrutan karyawan berdasarkan seleksi.

b. Ada persyaratan tertentu bagi calon karyawan.

c. Terdapat pelatihan bagi karyawan baru.

d. Adanya kesempatan bagi karyawan yang sudah ada untuk

mendapatkan tambahan keterampilan sesuai dengan pekermbangan

pekerjaannya.

20
3.3 Uji Pengendalian (Test of Control)

3.3.1 Pengertian

Uji pengendalian atau test of control dirancang untuk memperoleh bukti

audit yang cukup dan tepat mengenai berfungsinya pengendalian. Pengendalian

dapat mencegah terjadinya salah saji, mendeteksi dan mengkoreksi jika salah saji

sudah terjadi. Pengendalian yang dipilih untuk diuji adalah pengendalian yang

bersangkutan akan dapat memberikan bukti audit berkenaan dengan asersi yang

bersangkutan. Uji pengendalian dirancang untuk memperoleh bukti mengenai:

1) Bagaimana prosedur pengendalian diterapkan sepanjang audit atau

selama jangka waktu pengamatan yang relevan. Jika pengendalian

yang sangatt berbeda yang digunakan dari waktu ke waktu, maka

setiap pengendalian harus dinilai secara terpisah.

2) Konsistensi penerapan pengendalian tersebut.

3) Oleh siapa, dengan cara apa pengendalian diterapkan.

Uji pengendalian terdiri atas jenis prosedur yang berikut, Tuankotta (2014):

1) Bertanya (inquiries) pada pegawai yang tepat.

2) Inspeksi atas dokumen yang relevan.

3) Pengamatan atas operasi entitas.

4) Pengulangan (re-performance) aplikasi pengendalian.

21
3.3.2 Penggunaan Atribute Sampling dalam Pengujian

Pengendalian/Kepatuhan

Menurut Mulyadi (2002: 253), ada tiga model attribute sampling, yaitu:

1) Fixed-sample-size attribute sampling

Pengambilan sampel dengan model ini ditunjukkan untuk memperkirakan

persentase terjadinya mutu tertentu dalam suatu populasi. Model ini

digunakan jika auditor melakukan pengujian pengendalian terhadap suatu

unsur pengawasan intern, dan auditor tersebut memperkirakan akan

menjumpai beberapa penyimpangan (kesalahan).

Prosedur pengambilan sampel dalam fixed-sample-size attribute sampling

dilakukan sebagai berikut:

1. Penentuan attribute yang akan diperiksa untuk menguji efektivitas

sistem pengawasan intern

2. Penentuan populasi yang akan diambil sampelnya

3. Penentuan besarnya sample

4. Pemilihan anggota sampel dari seluruh anggota populasi

5. Pemeriksaan terhadap attribute yang menunjukkan efektivitas unsur

sistem pengendalian intern

6. Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap attribute anggota sample.

2) Stop-or-go sampling

Model pengambilan sample ini sering juga disebut dengan decision

attribute sampling. Model ini dapat mencegah auditor dari pengambilan

sampel yang terlalu banyak, yaitu dengan cara menghentikan pengujian

22
sedini mungkin. Model ini digunakan jika auditor yakin bahwa kesalaham

yang diperkirakan dalam populasi sangat kecil. Prosedur yang harus

ditempuh dalam penggunaan stop-or-go sampling adalah:

1) Menentukan atribut yang akan diuji.

Attribute adalah karakteristik yang bersifat kualitatif suatu unsur yang

membedakan unsur tersebut dengan unsur yang lain. Dalam hubungannya

dengan pengujian pengendalian, attribute adalah penyimpangan dari ada

atau tidaknya unsur tertentu dalam suatu pengendalian intern yang

seharusnya ada.

2) Menentukan populasi sampling.

Populasi merupakan sekumpulan data yang ada dalam perusahaan yang

dijadikan sebagai objek penelitian.

3) Menentukan Desired Upper Precision Limit (DUPL) dan tingkat

keandalan (confidence level).

4) Menentukan tabel besarnya sampel minimum untuk pengujian

pengendalian untuk menentukan sampel pertama yang harus diambil.

Pada tahap ini, auditor menentukan besarnya sampel minumum yang harus

diambil dengan bantuan Tabel Besarnya Sampel Minimum untuk

pengujian pengendalian.

5) melaksanakan pengujian sampling dan menetepkan efektivitas

pengendalian intern berdasarkan tabel stop-or-go-decision AUPL=DUPL

(Achieved Upper Precision Limit = Desired Upper Precision Limit). Pada

tingkat kesalahan sama dengan 0, AUPL dihitung dengan rumus:

23
confidence factor at desired reliability for accurrence observed
AUPL = 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑠𝑖𝑧𝑒

Jika AUPL > DUPL, maka penulis mengambil sampel tambahan untuk

pengujian tahap kedua dengan rumus:

𝑐𝑜𝑛𝑓𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑟𝑒 𝑟𝑒𝑙𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑓𝑜𝑟 𝑜𝑐𝑐𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒 𝑜𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒𝑑


Sample size = 𝐷𝑈𝑃𝐿

Demikian seterusnya hingga ditemukan AUPL = DUPL. Jika telah

dilakukan tahapan pengambilan sampel sebanyak 4 langkah dan AUPL

belum sama dengan DUPL, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian

internal yang diperiksa tidak efektif.

6) Mengevaluasi hasil pemeriksaan terhadap sampel. Pada tahap ini, jika

dalam pemeriksaan attribute anggota sample ditemukan kesalahan atau

penyimpangan, maka perlu mengambil tindakan penambahan sampel

dengan rumus sample size seperti keterangan diatas.

c) Discovery sampling

Model pengambilan sampel ini sangat cocok digunakan jika tingkat

kesalahan yang diperkirakan dalam populasi sangat rendah (mendekati

nol). Prosedur pengambilan sampel dalam model ini adalah sebagai

berikut:

1) Tentukan attribute yang akan diperiksa.

2) Tentukan populasi dan besar populasi yang akan diambil sampelnya.

3) Tentukan tingkat keandalan.

4) Tentukan desired upper precision limit.

5) Tentukan besarnya sampel

24
6) Periksa attribute sampel.

7) Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap karakteristik sampel.

25
BAB III

METODOLOGI

PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yaitu penelitian yang

menggambarkan atau mendeskripsikan dan mengumpulkan informasi mengenai

status gejala yang ada. Tujuan dari penelitian diskriptif adalah menggambarkan

mekanisme sebuah proses dan menciptakan seperangkat kategori atau pola

(Ronald, 2014).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil tempat di RSUD Tidar

Magelang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Juli 2019 sampai dengan September 2019

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian

a. Bagian Gudang

b. Bagian Pembelian Obat

c. Bagian Akuntansi

26
d. Bagian

2. Objek Penelitian

Objek merupakan suatu entitas yang akan diteleiti. Objek dapat berupa

perusahaan, manusia, karyawan, dan lainnya (Hartono,2013). Objek

Penelitian yang digunakan adalah Rumah Sakit Umum Daerah Tidar

Magelang, yang beralamat di Jalan Tidar Nomor 30 A, Kemirirejo, Kec.

Magelang Tengah, Kota Magelang, Jawa Tengah.

Dalam penelitian ini sebagai objeknya adalah sistem akuntansi persediaan

obat pada Instalasi Farmasi RSUD Tidar Magelang.

3.4 Data yang dicari

1. Gambaran umum RSUD Tidar Magelang antara lain: gambaran umum

sejarah organisasi, struktur organisasi, dan personalia bidang Instalasi

Farmasi RSUD Tidar Magelang.\

2. Data prosedur-prosedur sistem akuntansi persediaan obat meliputi:

prosedur permintaan pembelian, prosedur pencatatan obat-obatan yang

dibeli, prosedur perhitungan fisik obat-obatan, prosedur permintaan dan

pengeluaran obat-obatan dari gudang.

3.5 Teknik Pengumpalan Data

1. Wawancara

wawancara adalah metode tanya jawab secara langsung dengan pihak yang

mempunyai kaitan terhadap objek penelitian. Wawancara digunakan untuk

27
mengetahui kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan prosedur

persediaan obat pada instalasi farmasi RSUD Tidar Magelang.

2. Dokumentansi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data dari sumber, catatan atau

arsip perusahaan yang berhubungan dengan objek penelitian. Data yang

dikumpulkan melalui metode dokumentasi adalah prosedur persediaan

obat yang terdiri dari pembelian obat dan pengiriman serta penerimaan

obat, dokumen yang digunakan dalam transaksi pembelian dan pengiriman

obat dan struktur organisasi pada Instalasi Farmasi RSUD Tidar

Magelang.

3. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

secara langsung dengan pencatatan terhadap kegiatan- kegiatan yang

terjadi dalam RSUD Tidar dengan objek penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data

Untuk menjawab rumusan masalah yang ada , maka penulis membagi

menjadi dua tahap:

1. Untuk menjawab pertanyaan mengenai prosedur persediaan obat di

Instalasi Farmasi RSUD Tidar Magelang teknik analisis data yang pertama

adalah dengan melakukan analisis deskriptif. Dengan melakukan

wawancara, observasi serta dokumentansi penulis dapat mengetahui dan

fungsi yang terkait dan dokumen yang digunakan dan pengendalian intern

28
terhadap persediaan obat di Instalasi Farmasi serta penulis dapat

membandingkan dengan teori yang relevan.

2. Teknik analaisis data yang kedua yaitu dengan melakukan pengujian

pengendalian, yaitu menguji efektivitas sistem pengendalian terhadap

persediaan obat yang dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD Tidar

Magelang, dengan menggunakan stop-or-go-sampling.

Menurut Mulyadi (2001: ....) sebelum masuk pada langkah- langkah stop-

or-go sampling akan ditentukan terlebih dahulu attribute, populasi dan

sample yang akan digunakan, yaitu:

a. Menentukan Attribute yang akan diperiksa untuk menguji

efektivitas struktur pengendalian intern.

Langkah yang diambil sebelum melakukan pengambilan sampel,

sebaiknya menentukan Attribute yang akan diperiksa. Attribute

merupakan karakteristik yang bersifat kualitatif suatu unsur yang

membedakan unsur tersebut dengan unsur lainnya. Dalam

pengujian pengendalian, attribute yang sudah ditentukan

merupakan penyimpangan dari tidak adanya unsur tertentu dalam

suatu struktur pengendalian intern yang seharusnya ada. Unsur

attribute yang digunakan antara lain:

1) Adanya kesesuaian data maupun informasi antara nama, nomor

urut tercetak kuantitas dan harga obat dengan surat order pembel

ian, laporan penerimaan barang, dan faktur penjualan dari

pemasok.

29
2) Adanya kelengkapan dokumen pendukung yang dilengkapi

dengan pembuatan kartu gudang dan laporan penerimaan obat

yaitu: surat order pembelian, daftar hasil penghitungan fisik dan

faktur penjualan dari pemasok.

3) Adanya kelengkapan otorisasi disetiap dokumen pendukung

seperti surat order pembelian dan daftar hasil penghitungan fisik

diotorisasi oleh Kepala bagian Farmasi, dan surat permintaan dan

pengeluaran obat diotorisasi oleh bagian gudang.

b. Menentukan Populasi yang akan diambil sampelnya.

Setelah menentukan attribute yang akan diuji, maka langkah

berikutnya adalah menentukan populasi yang akan diambil

sampelnya. Populasi yang akan diambil sampelnya adalah kartu

gudang.

c. Menentukan Desired upper precisiom limit (DUPL) dan tingkat

kenadalan.

Penentuan tingkat keandalan yang akan dipilih dan tingkat

kesalahan maksimum yang masih dapat diterima. Menurut mulyadi

(2001:.....) menunjukkan besarnya sampel minimum untuk

pengujian kepatuhan berdasarkan tingkat kepercayaan 90%, 95%,

97,5% beserta DUPLnya yang disajikan diibawah ini:

30
Tabel III.1

Besarnya sampel minimum bedasarkan AUPL dan R%

Acceptable

Upper Precision Sample Size Based on Confidence Levels

Limit (AUPL)
90% 95% 97,5%
10% 24 30 37
9 27 34 42
8 30 38 47
7 35 43 53
6 40 50 62
5 48 60 74
4 60 75 93
3 80 100 124
2 120 150 185
1 240 300 370
Sumber: (Mulyadi, .....)Berdasarkan tingkat keandalan sebesar 95%

dan DUPL sebesar 5% maka besarnya sampel minimum yang

harus diambil adalah 60 buah.

d. Menggunakan tabel besarnya sampel minimum dari ppengujian

pengendalian untuk menentukan sampel pertama yang harus

diambil.

Setelah tingkat keandalan dan desired upper precision limit

(DUPL) ditentukan, langkah berikutnya adalah menentukan

besarnya sampel minumum yang harus diambil oleh penulis

dengan bantuan tabel besarnya minimum untuk pengujian

31
pengendalian. Menurut tabel III.I ,jika sistem pengendalian intern

klien baik, peneleliti disarankan untuk tidak menggunakan tingkat

keandalan kurang dari 95% dan menggunakan desired upper

precision limit lebih dari 5%. Dengan demikian penulis pada

umumnya dalam pengujian kepatuhan, peneliti tidak pernah

memilih besarnya sampel kurang dari 60 buah.

Contoh pencarian jumlah sampel minimum pada tabel III.II

Tabel Besarnya Sampel Minimum untuk Pengujian Kepatuhan

Desired Upper Besarnya Sampel atas Dasar

Precision Limit

32
33
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-penguatan-sistem-

https://eprints.uns.ac.id/20758/

https://media.neliti.com/media/publications/1819-ID-evaluasi-penerapan-

pengendalian-intern-terhadap-penerimaan-kas-pada-rumah-sakit.pdf

https://docplayer.info/68744274-Analisis-sistem-pengendalian-internal-penerimaan-

kas-pada-rsud-pamekasan-studi-kasus-pada-rsud-dr-h-slamet-martodirdjo-pamekasan-

madura-skripsi.html

https://docplayer.info/48296504-Analisis-sistem-pengendalian-intern-atas-penerimaan-

dan-pengeluaran-kas-pada-pt-dharmawangsa-persada-skripsi.html

https://media.neliti.com/media/publications/71523-ID-evaluasi-penerapan-sistem-

pengendalian-i.pdf

https://ekonomi.bisnis.com/read/20180208/9/736220/sistem-pengendalian-internal-

blu-diperkuat

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/2749/2302

pengendalian-intern-pada-badan-layanan-umum/

34

Anda mungkin juga menyukai