BAB I
SEGALANYA PERLU UANG
TETAPI UANG BUKAN SEGALANYA
Dalam kehidupan ini segalanya memerlukan uang, tetapi uang bukanlah
segalnya dalam kehidupan ini. Uang bukan tujuan hidup, bukan yang
dipertuhankan atau pun dipertuankan, dan tidak boleh juga menjadi
bencana yang akan menyiksa.
Kita akan cenderung menghalalkan segala cara dan mengabaikan cara yang
halal untuk mendapatkan uang. Kita akan mengabdi, menuhankan bahkan
mati untuknya. Kalau sudah begitu, Jadilah hidup kita untuk uang. Sungguh
materialistik, sekuler, dan atheis. Hm.
Maukah hidup kita untuk uang? Tidak! Itu terlalu picik dan sangat
merugi. Bahkan mencelakakan kita sendiri. Kita sepakat dan yakin bahwa
kita hidup ini untuk beribadah, mengabdi kepada Tuhan yang Maha Esa,
Allah SWT, dan melakukan kebajikan serta kemanfaatan bagi sesama
(rahmat lil ‘alamin). Dan kita juga setuju bahwa untuk melakukan semua itu,
perlu uang. Segala bentuk dan jenis ibadah butuh uang. Termasuk ibadah
dengan senyum sekalipun, karena kalau kita tidak punya uang berat rasanya
utuk tersenyum. Hi hi hi. Jadi, sebaiknya kita posisikan dan perankan uang itu
sebagai alat, bukan tujuan. It’s oke. Alat untuk mencapai tujuan. Alat untuk
kita bisa dengan mudah melakukan segala bentuk dan macam ibadah.
Melakukan salat dengan fisik yang sehat, jiwa yang tenang, dan tempat yang
mengkhusukkan. Bertempat tinggal di rumah yang nyaman. Berpergian
dengan kendaraan yang asyik. Menuntut ilmu sampai ke negeri orang.
Berdagang. Pergi berhaji. Menunaikan zakat, infak, sedekah, dan sebaginya.
Uang tidak lebih dari sebagai salah satu bentuk rezeki Tuhan. Ia harus
diperlakukan sebagai nikmat Tuhan yang wajib kita syukuri ketika kita
mendapatkannya dari hasil usaha atau bekerja. Cara menyukurinya tidak
lain dengan menggunakannya untuk kebajikan dan kemanfaatan dalam
rangka ibadah kepada Allah SWT. Bukan untuk dikumpul-kumpulkan dan
dihitung-hitung, memperkaya diri, berpoya-poya, dan bermewah-mewah.
Jika kita dilalaikan oleh kemewahan karena uang sampai kita masuk liang
5
Uang adalah rezeki Tuhan yang harus digunakan di jalan Tuhan agar
bertemu dengan Tuhan, bukan sesuatu yang disikapi seperti dituhankan
karena kekuasaan nilainya sehingga kita tidak bisa bertemu Tuhan. Uang
seharusnya dimanfaatkan untuk memudahkan dan menyempurnakan
ibadah, berzakat, berinfak, bersedekah, berhaji, berumrah, menuntut ilmu,
membiayai kegiatan keilmuan, menafkahi keluarga, menyenagkan orang
tua, membangun saran umat, berdakwah, syiar agama, dan lain-lainnya
yang bertujuan ibadah kepada Allah. Uang adalah rezeki dari Tuhan untuk
kita dan untuk kembali pada-Nya.
Uang itu memang bisa jadi racun yang menyakitkan dan mematikan
jika ia diperoleh dengan cara-cara yang haram dan dipergunakan untuk
yang haram-haram. Sebaliknya, uang itu menjadi madu yang bisa
menyehatkan, menyelamatkan, dan penuh kemanfaatan apabila ia
7
BAB II
MEMILIH PUNYA UANG BANYAK
Kita sepakat bahwa dalam hidup ini kita ingin makan makanan yang
enak/bergiji, memiliki rumah dan kendaraan yang bagus, punya istri yang
soleh dan anak yang bersekolah tinggi, pergi haji sekeluarga, berumrah setiap
tahun, menyenangkan orang tua dan mertua, membantu anggota keluarga
dan tetangga yang kekurangan, berinfak atau bersedekah kepada anak
yatim dan fakir miskin, berlibur dengan fasilitas terbaik setiap tahun,
membangun sarana umat, berdakwah dan syiar agama, serta membiayai
kegiatan keilmuan. Apakah untuk bisa mewujudkan semua keinginan itu
perlu uang banyak? Yes, sure! Jadi, dalam hidup ini kita memang perlu uang
yang banyak agar bisa mewujudkan semua keinginan di atas.
Sekali lagi, kita sepakat bahwa hidup ini butuh punya uang banyak.
Kita harus kaya. Untuk itu, kita harus memiliki konsep hidup sebagai berikut.
1. Kita memiliki potensi spiritual, intelektual, dan emosional, yang harus kita
syukuri dengan cara menggunaan semua itu secara terpadu untuk
berkembang dan maju serta bermanfaat.
2. Kita memiliki bentuk fisik yang paling sempurna yang harus disyukuri
dengan cara menggunakannya untuk bergerak, berikhtiar, dan berkarya
dalam kemanfaatan.
3. Kita memiliki iman dan pedoman hidup yang menuntun dan
mengajarkan kita untuk bisa hidup kaya, aman, tentram, nyaman, sehat,
berkah, selamat, dan bahagia di dunia maupun di akhirat nanti (Al-Quran
dan Al-Hadist).
4. Kita memiliki tuntutan untuk melaksanakan dan menyempurnakan
berbagai kewajiban, kebajikan, dan kemanfaatan.
5. Kita harus membuka ladang yang luas dan menanaminya agar memanen
hasil yang bayak untuk kemanfaatan di dunia dan di akhirat.
6. Kita tidak ingin hdup miskin, lemah, kufur, menderita, menjadi peminta,
dan meninggalkan generasi yang lemah.
7. Hidup kita harus berkualitas dalam beribadah kepada Allah.
8. Kita harus rajin bersedekah agar mendapatkan ganti yang berlipat-lipat.
Seraya harus memiliki konsep hidup seperti di atas, kalau kita ingin
menjadi orang kaya yang memiliki banyak harta atau uang, kita juga harus
menghindari konsep hidup seperti berikut ini.
1. Kita orang bodoh, tidak berpendidikan tinggi. Mana bisa kita berkembang
dan maju.
2. Kita punya kelemahan fisik, mana bisa berusaha maksimal dan sukses.
3. Kalau takaran atau suratan hidupnya segini, ya segini saja walaupun
berusaha jungkir balik dan banting tulang pun.
4. Kita tidak harus berbuat banyak karena kita miskin adanya.
5. Bagaimana mau usaha, modal saja tidak ada.
10
Jauhi pemikiran diri seperti di atas! Ingat bahwa kita makhluk yang
memiliki derajat tinggi, potensi akal-pikiran-hati dan jasmani yang sempurna,
jaminan hidup sejahtera dari Allah, peluang yang sangat luas, dan iman.
Tinggal kita mau berusaha dengan iman, takwa, sabar, tawakal, dan gemar
melakukan sedekah, Allah pasti mewujudkn impian kita.
Hanya orang bodoh yang tidak memilih punya uang banyak. Hanya
orang yang salah konsep hidup yang tidak mau kaya. Kita tidak boleh punya
uang banyak atau kaya, hanya kalau uang banyak atau kekayaan itu
diperoleh dengan cara-cara yang haram dan digunakan untuk hal-hal yang
haram, atau tidak sesuai dengan haknya. Sebagaimana telah diperingatkan
oleh Yahya bin Mu’ Adz bahwa kita harus berhati-hati dengan uang, karena
kalau kita tidak bisa mewaspadainya, uang bisa meracuni dan membunuh
kita. Bahkan kata Nabi, hasrat untuk mendapatkannya saja itu lebih buas
dari serigala. Sebab itu, memilih punya uang banyak harus diikhtiarkan sesuai
dengan ajaran dan anjuran Allah. Begitu juga, penggunaannya ketika kita
berhasil memiliki uang banyak.
Uang yang banyak sungguh bisa menjadi kekuatan yang luar biasa
untuk melakukan berbagai kebajikan dan kemanfaatan; mencapai ibadah
yang optimal; dan menjadi sebaik-baiknya manusia. Itulah yang membuat
kita memilih punya uang banyak. Ingin punya uang banyak? Lakukan prinsip
pada setiap huruf dari kata UANG. U- usaha dengan A -agama sebagai
pedomannya, N-nanti G-gemilang hasilnya. Agama Islam (Allah) telah
memberikan petunjuk dan jaminan untuk memiliki uang atau harta yang
11
gemilang, antara lain dengan banyak berinfak atau bersedekah. Atau juga
terapkan prinsip pada setiap huruf dari kata DUIT. D-doa, U-usaha, I-iman,
dan T-takwa. Penerapan prinsip ini juga mendapat jaminan karunia rezeki
yang lapang dan penuh berkah dari Allah. Jadi, memilih punya uang banyak,
lakukan prinsip UANG atau DUIT itu. O, ya, prinsip dari kata UANG juga bisa
begini: U-ulurkan tangan Anda untuk memberi (berinfdak/bersedekah), A –
ambilah uang dari hasil usaha halal yang Anda sedekahkan itu, N-nantikan
balasan ganti yang berlipat ganda dari Allah, G- gak pakai Insa Allah, Pasti!
Karena janji Allah itu pasti.
Ya, kita harus berhasil merealitaskan impian itu. Impian punya banyak
uang agar bisa melakukan banyak kebajikan dan kemanfaatan. Kita harus
kaya. Kita harus kuat. Jangan lemah, jangan miskin, karena kita makhluk
yang paling tinggi derajatnya. Lemah ekonomi apalagi sampai pada level
fakir, itu dikhawatirkan mendekati kekufuran. Dikhawatirkan bisa
meninggalkan generasi yang lemah juga. Ikuti anjuran dan ajaran Allah
melalui ayat-ayat-Nya untuk kita kaya. Dan teladani nabi Muhammad dan
beberapa sahabatnaya yang telah memberikan contoh sebagai orang-orang
kaya.
12
Kalau kita memilih punya uang banyak atau menjadi kaya, maka
kita harus menghindari diri dari perilaku yang membuat kita miskin. Perilaku
itu seperti malas berikhtiar, tidak yakin, tidak percaya diri, tidak berani, tidak
berusaha cerdas, tidak jujur, tidak pandai memberi, tidak ulet, tidak sabar,
tidak pandai bergaul, tidak fokus, salah memiliki konsep hidup, dan tidak
dalam kebenaran. Pilihan seharusnya berupa sikap dan tindakan yang
konsisten dan kondusif bagi pencapaian yang kita pilih. Kita lakukan apa
yang seharusnya dilakukan untuk bisa mencapai pilihan kita. Kita harus yakin
bahwa Tuhan Yang Maha Kaya dapat mengkayakan kita. Kita harus percaya
diri atas pembuktian itu; berani melakukan tuntutannya; cerdas dan ulet
mengatasi segala tantangannya; sabar dalam menghadapi ujian; fokus pada
tujuan; jujur dalam berkomunikasi dan interaksi; pandai bersilaturahim; dan
senantiasa berbuat dalam kebenaran.
Janganlah tidak yakin atau tidak percaya diri untuk punya banyak
uang (menjadi kaya). Banyak orang menjadi kaya karena mereka yakin bisa
menjadi kaya, dan banyak orang menjadi miskin karena mereka tidak yakin
menjadi kaya. Yakinlah dan berharaplah dengan sebab yang menghasilkan.
Jangan berharap tanpa sebab yang menghasilkan. Itu namanya angan-
angan. Berharaplah menjadi kaya sambil ikhtiar dengan benar. Yakinlah
Allah dalam harapan kita. Allah azza wa jalla berfirman “Aku berada dalam
sangkaan hamba-Ku tentang Aku (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim.”
Dalam riwayat lain dikemukakan juga “Maka hendaklah dia menyangka
tentang Aku menurut kehendaknya (Diriwayatkan Ahmmad dan Ad-
darimy).” Dengan demikian, berikhtiar dan berharaplah untuk menjadi
kaya maka Allah akan mewujudkan harapan kita.
Kalau sekarang kita punya uang sedikit atau miskin karena belum
berbuat banyak untuk mendapatkan uang banyak, oke. Mari kita terus
berikhtiar dan uang sedikit itu kita lipatgandakan beratus-ratus kali lipat,
tetapi bukan dengan memberikan kepada seseorang yang mengaku bisa
melipatgandakan uang secara gaib. Awas, Itu mah penipuan. Melainkan
13
BAB III
MEMPERSIAPKAN DIRI UNTUK MEMILIKI
UANG BANYAK
Untuk memiliki uang yang banyak kita harus mempunyai niat atau tujuan
yang mulia, menggunakan cara-cara usaha yang benar, dan sumber daya
yang kondusif bagi keberhasilan.
Kalau Anda memiliki uang banyak, untuk apa? Apakah berniat untuk
mensejahterakan keluarga? Membahagiakan orang tua? Memberi manfaat
kepada sesama (berzakat, berinfak, bersedekah)? Menjalankan peran
khalifah? Menegakkan ekonomi syariah? Membangun sarana umat?
Menjalankan dakwah dan syiar agama? Kalau ya untuk semua itu, wah, oke
banget! Anda sudah mempunyai niat/tujuan yang benar dalam keinginan
memiliki uang banyak. Anda pantas untuk mencapai keinginan itu. Semua
orang pasti suka. Tuhan juga senang. Perjuangkan tujuan itu. Anda pasti
berhasil!
Ya, kalau kita ingin memiliki uang banyak, atau uang yang ada
menjadi lebih banyak lagi, mesti punya niat atau tujuan yang mulia. Dengan
begitu, kita akan termotivasi untuk berjuang mencapai impian itu. Tuhan pun
akan membimbing dan membantu usaha kita ke arah sana. Keluarga dan
teman juga akan turut mendoakan untuk kesuksesan kita. Kuatkan
keinginan itu. Tetapkan niat atau tujuan itu, jangan sampai berubah.
Yakinlah kalau kita bisa memimpikannya, pasti kita mampu
mewujudkannya. Mengejar mimpi dengan niat/tujuan suci pasti akan
mendapatkan kenyataan dari Illahi. Yang penting usaha untuk mencapai
mimpi itu, kita tempuh dengan cara-cara yang disenangi Allah.
bagus dan perbuatannya yang sedang dilakukan itu baik dan benar, maka
niat itu akan terwujud. Niat baik itu sudah dicatat untuk mendapatkan
pahala dari Allah sehingga usaha untuk mewujudkan niat itu pasti
disukseskan oleh Allah.
Tujuan yang benar dari keinginan kita untuk memiliki uang banyak
harus dicapai dengan cara-cara yang benar pula. Cara-cara yang benar
adalah apa saja yang kita lakukan untuk mencapai keinginan dan tujuan itu
sejalan dengan perintah Tuhan. Untuk itu, kita berangkat dari pendekatan
keimanan dan ketakwaan. Ini sebagai acuan atau landasan dari segala
acuan atau landasan usaha kita dalam mewujudkan impian. Dengan
pendekatan itu, Allah telah memberikan jaminan kepada kita dengan akan
melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi. Yang penting kita tidak
mendustakan ayat-ayat=Nya agar tidak mendapatkan siksa.
Sumber daya adalah semua yang kita miliki sekarang ini yang dapat
digunakan untuk mencapai keinginan dan tujuan. Sumber daya itu meliputi
keimanan, ketakwan, pengetahuan bidang usaha, doa, dukungan orang
(keluarga, orang tua, teman, tetangga), hubungan sosial, waktu, kesehatan,
uang, sarana dan prasarana, dan lain-lain. Untuk itu, kita persiapkan sumber
daya itu sekondusif mungkin untuk mencapai harapan dan tujuan kita.
17
Keimanan dan ketakwaan adalah titik tolak dan titik tuju bagi segala
upaya yang kita lakukan, termasuk usaha ingin punya uang banyak/kaya.
Untuk menjadi kaya yang memiliki uang banyak, keimanan kita harus
kokoh. Yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Kaya yang akan
menepati janjinya memberikan rezeki yang lapang dan melimpah, serta
kecukupan untuk berbagai keperluan kita. Dan ketakwaan pun harus terus
kita tingkatkan sesuai kesanggupan, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah
menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah;...(QS, At-Tagabun, 64:
16)” dengan berusaha mengetahui dan melaksanakan segala perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan demikian, kita bisa
membuktikan janji Allah untuk menyukseskan kita.
“Kebajikan apapun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan
keburukan apapun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada
18
Jadi, kalau kita ingin punya harta atau uang banyak atau kaya,
persiapkan diri kita untuk berusaha memiliki keimanan dan ketakwaan
sampai pada kepantasan untuk diberi atau dijadikan oleh Allah.
Tidak ada alasan sulit untuk belajar pada era sekarang ini. Tidak
bersekolah tinggi pun, banyak buku-buku di toko buku tentang berbagai
ilmu pengetahuan bidang usaha dengan harga yang terjangkau. Tinggal kita
mau berusaha membeli dan mempelajarinya sesuai dengan yang kita minati.
Belum lagi di internet, kita juga bisa mengakses berbagai pengetahuan
tentang bidang usaha itu. Selain itu, kita pun bisa banyak bertanya atau
belajar kepada orang lain. Tidak perlu malu, malas, dan segan karena
memang sifat demikian tidak perlu. Kita harus berani, percaya diri, cerdas,
dan rajin pasti beruntung dan unggul.
3. Doa
Sumber daya lainnya yang paling mulia dan menjadi kekuatan untuk
menyukseskan usaha dalam mencapai harapan dan tujuan adalah doa. Doa
19
adalah permohonan atau permintaan kepada Allah. Dan dalam usaha untuk
mencapai harapan dan tujuan itu kita memohon dan meminta hanya
kepada Allah, karena Allah-lah yang memberikan kesuksesan usaha itu.
Persiapkan diri kita untuk selalu berdoa karena Allah suka kepada orang
yang berdoa, meminta kepada-Nya. Nabi SAW bersabda “Mintalah kepada
Allah kemurahan-Nya, karena Allah itu suka jika dimintai (Diriwayatkan At-
Tirmidzy).” Lakukan berdoa pada saat-saat mulia seperti pada hari arafah,
bulan ramadhan, hari jumat, jam sepertiga malam, antara adzan dan
iqamat, seusai salat fardu, dan saat berbuka puasa. Awas! Jangan sampai
Anda tidak berdoa-meminta kepada Allah, karena Allah akan murka. “Siapa
yang tidak mau meminta kepada Allah, maka Allah murka kepadanya
(Diriwayatkan Al-Bukhary, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Al-Hakim, dan
Al-Baghawy).”
Ijinkan saya bersihkan ya, Pak? Seraya dia mengambil cangkul di pojok pagar
lalu membersihkan rumput itu hingga dua jam kemudian selesai, dan
halaman rumah pun tampak bersih dan rapi. Lalu, bagaimana sikap kita?
Kita pasti akan melakukan, “Lan, terima kasih ya. Ini uang seratus ribu!
Lumayan untuk jajan. Jadi, si Pulan pada contoh pertama meminta tak
pantas diberi, sedangkan si Pulan pada contoh kedua meminta melalui
perbuatan atau usaha yang pantas diberi.
4. Dukungan Orang (Orang Tua, Keluarga, dan
Orang lain)
Dukungan orang tua, keluarga (anak-Istri), dan orang lain (kerabat,
teman, tetangga), terutama berupa doa terhadap usaha kita dalam
mewujudkan impian juga menjadi sumber kekuatan untuk menyukseskan.
Doa orang tua paling utama karena rido Allah bersama ridonya orang tua.
Demikian juga, doa dari anak dan istri, dan tidak kalah penting juga doa dari
sahabat dan tetangga. Agar mendapatkan dukungan doa itu, tentu kita
harus menjalin hubungan yang baik dengan orang tua, anak-istri, sahabat,
dan tetangga. Ketidakharmonisan hubungan dan ketidakselarasan impian
dengan istri dan orang tua bisa menjadi salah satu faktor kerugian atau
kegagalan dalam usaha.
Hubungan yang baik dan harmonis tersebut dapat kita pelihara dan
kembangkan dengan sikap-sikap peduli, simpati, empati, tenggang rasa,
dermawan, perhatian, rendah hati, santun, ramah, bersahabat, dan gemar
melakukan silaturahmi. Dengan sikap dan perilaku demikian, pasti kita akan
mendapatkan dukungan yang baik dari berbagai pihak yang berpengruh
terhadap usaha kita, bahkan memperoleh kemudahan dari Allah dalam
upaya mewujudkan impian kita.
Uang, sarana, dan prasarana yang kita miliki saat ini juga menjadi
sumber daya yang penting untuk ikhtiar kita mencapai impian. Uang, sarana,
dan prasarana itu harus didapat dari hasil usaha yang halal, sehingga dapat
kita gunakan untuk kepentingan ikhtiar mewujudkan impian yang mulia itu.
Hindari penggunaan uang, sarana, dan prasarana yang tidak perlu dan tidak
benar. Gunakan uang dengan hemat dan untuk hal-hal produktif. Rajinlah
bersedekah karena hal ini juga akan mendatangkan produktivitas dari Allah.
Setelah kita menetapkan niat atau tujuan yang mulia, cara usaha
yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan, serta sumber daya yang
22
kondusif bagi kelancaran proses usaha dan pencapaian tujuan, maka kita
harus mengimpelemntasikan semua itu secara konsekuen, konsisten, sabar,
dan tawakal. Kita harus teguh dan selaras dengan apa yang telah kita
rencanakan. Sabar dan tawakal ketika kita menghadapi cobaan atau ujian
dalam perjalanan usaha. Yakinlah, dengan semua itu pasti kita sukses
mewujudkan impian.
BAB IV
MEMILIKI UANG BANYAK DENGAN
MELIPATGANDAKAN SAMPAI TUJUH RATUS
KALI LIPAT
Raihlah uang banyak penuh berkah, yang bisa mencukupi segala keperluan
dengan meminjami Allah. Anda akan mendapat ganti 700 kali lipat
bahkan lebih.
Jika kita mau berinfak atau bersedekah uang, biasanya ada bisikan,
seperti “jangan banyak-banyak, masih banyak keperluan. Nanti tidak cukup
untuk ini-itu. Nanti saja, kalau sudah punya uang lebih. Jangan, uang ini kan
dapat mengutang. Jangan, nanti uang menjadi berkurang, dan sebagainya.”
Demikianlah setan yang berusaha menjanjikan atau menakut-nakuti
kemiskinan kepada kita dan menyuruh kita supaya kikir.
Kita perhatikan dan hindari pola pikir setan yang menjebak kita
dalam perjalanan usaha mencapai keberhasilan memiliki uang banyak
bersama Allah. Pola pikir setan dimaksud antara lain sebagai berikut.
1. Kalau ingin kaya harus pelit/kikir dan tega.
2. Kalau ingin kaya kumpul-kumpulkan uang sehingga uang menjadi
banyak dan bisa membeli apa yang diinginkan.
3. Jangan diberikan kepada orang lain uang itu nanti menjadi berkurang
jumlahnya.
4. Pinjamkan uang itu kepada orang yang mau membayarnya dengan
bunga yang tinggi sehingga uang akan cepat bertambah banyak.
5. Jangan ada belas kasihan kepada orang lain kalau sudah menyangkut
uang.
6. Uang yang dimiliki adalah hasil jerih payah usaha, enak benar harus
diberikan kepada orang lain.
7. Lakukan segala cara untuk mendapatkan uang agar cepat menjadi kaya.
8. Kalau mempunyai uang banyak, segala keinginan bisa dipenuhi.
Ya, demikianlah pola pikir setan yang menjebak dan justru sebenarnya
akan menyengsarakan kita. Janjinya palsu. Rasionalitasnya menyesatkan.
Logikanya memerangkap. Hipotesisnya tidak benar. Targetnya tidak lain
dengan uang atau harta itu, setan akan meracuni, mengancurkan,
membunuh, bahkan menderitakan kita di akhirat nanti. Tidak! Kita tidak
boleh terjebak dan jangan pernah percaya dengan iklan setan apapun. Kita
harus waspada dengan bisikan persuasifnya, ajakan halusnya, dan janji-janji
manisnya.
Kita yakini saja bahwa janji Allah yang pasti benar, “...janji Allah itu
benar...(QS Ar-Rum, 30: 60).” Pasti Tepat. Mustahil Bohong. Termasuk janji-
Nya untuk mengayakan kita, mencukupkan kita, dan melapangkan rezeki
kita. Kita wajib meyakini itu. Hanya kita harus mau dan mampu menagih
atau membuktikan janji itu dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan
25
menjauhi segala larangan-Nya. Kalau kita tidak mau dan tidak mampu
berbuat demikian, bukanlah Allah yang tidak menepati janji, melainkan kita
yang ingkar. Coba kita renungkan penggalan ucapan janji kita ketika
melakukan salat, “… hidupku, matiku hanyalah untuk Allah.” Tetapi,
nyatanya dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengingkari janji itu.
Hidup kita masih belum mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
secara kafah. Astagfirullahaladim!
Sebenarnya, hidup kita di dunia ini sudah dijamin oleh Allah menjadi
orang kaya yang punya banyak uang, sehingga mampu mencukupi segala
keperluan. Punya rezeki yang melimpah ruah yang didatangkan dari segala
penjuru bumi dan langit. Mendapatkan rezeki, bukan saja dari yang sudah
kita perkirakan tetapi juga dari yang tidak pernah kita sangka-sangka.
Kurang apa lagi? Betapa enak kita ini! Betapa luar biasa perhatian dan kasih
sayang Allah itu kepada kita! Ingin terbukti? Yakini firman Allah berikut dan
laksanakan perintahnya.
tidak waras dan yang tidak beriman yang tidak akan tertarik. Meskipun
banyak sekali orang normal dan mengaku beriman dalam kehidupan ini
berperilaku tampak seperti tidak tertarik. Terbukti dari ketidakacuhan,
kemasabodohan, dan kelemahan mereka dalam mempelajari dan
menjalankan perintah Allah. Mereka tidak berjuang menjadi kaya dan
beruntung dalam banyak hal lainnya bersama Allah.
Mari kita raih. Mari kita buktikan janji-janji Allah yang Maha Menepati
Janji. Kalau sekarang ini kita hidup miskin, tidak punya uang yang cukup
untuk berbagai keperluan, dan pusing banyak menghadapi kesulitan,
janganlah mengeluh. Janganlah lemah dan bersedih hati karena kita makhluk
yang paling tinggi derajatnya dan beriman, “Dan janganlah kamu (merasa)
lemah, jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya),
jika kamu orang yang beriman (QS Ali-Imron 3: 139).” Allah pasti memberikan
jalan keluar. Allah telah menyertakan kemudahan di dalam kesulitan itu.
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (QS Makkiyah, 94:
5).” Yakinlah! Bangkitlah! Berusahalah bersama Allah. Mintalah hanya
kepada Allah, “...dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan (QS
Al-Fatihah, 1: 5).” Bersabarlah! Bertawakalah. Lakukan infak dan sedekah
meskipun kita dalam kesempitan, “(yaitu) orang berinfak, baik di waktu
lapang maupun sempit...(QS Ali-Imran 3: 134).” Lihat, apa yang akan terjadi!
Kita pasti mendapat ganti yang berlipat ganda dari Allah. Kita akan punya
banyak uang, terbebas dari berbagai kesulitan, kesakitan, bahkan kematian.
melipatgandakan ganti infak kita? Satu kali lipat? Tiga kali lipat? Tujuh kali
lipat? Ah, kecil itu mah! Lantas, berapa? Percaya tidak? (harus yakin)
Pelipatgandaannya itu sampai 700 kali lipat bahkan lebih. Sungguh suatu
penggantian pinjaman yang tidak akan pernah bisa dilakukan orang siapa
dan mana pun. Yakini ayat berikut ini!
100 biji
100 biji 100 biji
100
100 biji
biji
1 biji harta
100 biji yang 100 biji
diinfakkan
Gambar di atas menunjukkan bahwa dari satu biji harta yang kita
infakkan akan diganti berlipat ganda oleh Allah sebanyak 1 x 7 x 100 = 700
30
biji harta. Ini berarti penggantiannya sama dengan 700 kali lipat. Kalau harta
yang kita infakkan itu berupa uang, dan satu biji disebandingkan dengan 1
rupiah misalnya, maka dapat dibuat gambaran sebagai berikut.
Rp.
Rp. 100 Rp.
100 100
Rp. Rp.
100 100
Rp.
Rp. 100 000 Rp.
100 000 100 000
Rp. Rp.
100 000 100 000
RP. 1000
Rp. Rp.
yang
100 000 diinfakkan 100 000
Dari Rp.1.000
menjadi Rp. 700.000
Keterangan:
Rumus Perhitungan untuk mengetahui besarnya penggantian infak uang dari
Allah sebagai berikut:
Y x 7 x 100 = N
Y ; Besar uang yang diinfakkan atau disedekahkan
7 : Berasal dari keterangan 7 tangkai yang disebutkan Allah
100 : Berasal dari banyaknya biji pada setiap tangkai yang disebutkan
oleh Allah
N : Jumlah ganti dari Allah atas nilai uang / harta yang telah diinfakkan.
infakkan akan semakin melimpah ruah uang yang akan kita terima dari
bayaran Allah. Ini sebagai yang dinyatakan dalam Surat Al-Baqaraah (2:
276) bahwa Allah akan menyuburkan atau memperkembangkan harta atau
uang yang diinfakkan atau disedekahkan.
Seandainya ada orang mau meminjam uang kepada kita, dan dia
mau serta sanggup membayarnya 100 kali lipat atau 1000 % dalam tempo
dua bulan, wow! Pasti kita sangat tertarik dan mau meminjamkan uang
kepadanya. Bayangkan 100 kali lipat atau 1000 %! Misalnya, kalau kita
meminjamkannya Rp. 1.000.000 maka dalam waktu dua bulan kita akan
mendaptkan pembayaran dari dia Rp.1000.000 x 100 = = Rp. 100.000.000.
Tetapi, maaf hal itu tidak mungkin terjadi. Kepada renternir kejam sekalipun,
peminjam paling tinggi akan berani membayar bunga pinjaman 40 % dalam
tempo satu bulannya. Tidak mencapai satu kali lipat pun. Ditambah hal itu
riba lagi dan harus kita hindari.
34
BAB V
MEMILIKI POHON UANG
Baik, berapa uang yang Anda miliki sekarang? Seribu rupiah, sepuluh
ribu rupiah, lima puluh ribu rupiah, seratus ribu rupiah, satu juta rupiah, atau
berjuta-juta rupiah? Oke, itu kita anggap sebagai biji yang akan kita tanam
di lahan kita agar tumbuh menjadi pohon uang. Apa lahannya? Ya, tidak lain
adalah iman, ilmu, dan takwa sebagai landasan keberhasilan. Lahan atau
tanah tempat menanam biji itu harus subur, yakni terdiri dari unsur-unsur
iman, ilmu, dan takwa yang baik. Unsur imannya harus kuat. Unsur ilmunya
harus memadai. Dan unsur takwanya pun mesti bagus. Sehingga semua unsur
itu bisa menumbuhkan biji pohon uang yang akan kita tanam.
Kalau iman, ilmu, dan takwa serba tidak baik, berarti lahan itu
tandus, tidak bagus, atau tidak subur untuk siap menumbuhkan biji pohon
uang yang akan kita tanam. Oleh karena itu, persiapkan lahan keimanan,
keilmuan, dan ketakwaan kita dengan senantiasa berusaha belajar, berzikir
(salat), dan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
38
Nya. Dengan begitu, lahan itu dapat menumbuhkan biji pohon uang yang
akan kita tanam sampai berbuah lebat dan penuh kemanfaatan.
Harta atau uang yang kita miliki sekarang, yang menjadi biji pohon
uang, harus sebagai hasil dari usaha-usaha seperti berdagang yang jujur
(tidak menipu dan mengurangi takaran), berbisnis dengan aturan syariat,
bekerja sebagai karyawan atau pegawai yang berdisiplin dan profesional, jasa
yang halal, dan usaha-usaha lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat
hukum agama. Intinya, harta atau uang yang kita miliki harus merupakan
hasil ikhtiar yang halal, bukan dari hasil usaha yang ditempuh dengan
langkah-langkah setan, dan makanan yang kita makan pun harus dari
makanan yang halal dan baik.
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al-Baqarah, 2:
168).”
Biji pohon uang yang kita tanam di lahan yang subur juga harus kita
airi dan pupuki secukupnya agar cepat tumbuh dan berbuah lebat.
Maksudnya, sebagian uang halal yang kita miliki sekarang ini (biji pohon
uang) disedekahkan atau diinfakkan (diairi dan dipupuki) dengan landasan
keimanan dan ketakwaan (di tanah yang subur). Lakukan hal itu dengan
cara sebaik-baiknya, dengan ikhlas, dengan tidak menyinggung dan
menyakiti perasaan orang yang menerima, dan dengan terang-terangan
(bukan untuk riya) atau sembunyi-sembunyi, “Jika kamu menampakkan
sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya
dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu
dan Allah akan mengahapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah
Maha teliti apa yang kamu kerjakan (QS Al-Baqarah, 2: 271).” Lakukan, baik
di saat kita dalam keadaan lapang maupun keadaan sempit, “(yaitu) orang
berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit...(QS Ali-Imran 3: 134).”
apapun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang kafir. (QS Al-Baqarah, 2: 264).”
Sungguh saying kan, kalau infak atau sedekah yang kita lakukan
habis sama sekali dilalap riya. Padahal riya atau pamer pada intinya hanya
ingin dilihat dan dipuji orang. Apa sih untung dan pentingnya itu bagi kita?
Tidak ada! Yang ada hanyalah membuat infak dan sedekah kita sia-sia. Jadi,
biji pohon uang (harta atau uang yang kita miliki) tidak akan tumbuh subur
menjadi bertangkai-tangkai apalagi berbuah uang yang lebat (mendapat
bayaran berlipat ganda dari Allah), kalau penanamannya diberi air dan
pupuk yang mengandung zat mematikan (diinfakkan/disedekahkan dengan
riya).
E. Memanen Hasil
Biji pohon uang (uang atau harta yang kita miliki saat ini) yang telah
ditanam di lahan yang subur (iman, ilmu, dan takwa) dan diairi serta
dipupuki secara baik (diinfakkan/disedekahkan tanpa riya), seiring waktu
akan cepat tumbuh bertangkai-tangkai dan menghasilkan buah uang yang
lebat (bayaran berlipat ganda dari Allah). Dan sampai pada waktunya, kita
tinggal memetik hasilnya atau memanennya. Hasil panen uang dari pohon
uang itu, kita gunakan untuk berbagai kebajikan dan kemanfaatan,
termasuk untuk berbuat lagi hal yang sama, yakni menanam dan menanam
kembali dengan pengairan dan pemupukan secara baik di tanah yang
terjaga baik pula (Dengan uang yang bertambah banyak berkat
berinfak/bersedekah kita berinfak/bersedekah terus dengan landasan iman,
ilmu, dan takwa serta pemeliharaan dengan sabar dan tawakal).
Harta atau uang yang kita infakkan atau sedekahkan dengan baik,
seiring waktu akan membuahkan hasil berupa ganti yang berlipat ganda dari
Allah. Ganti itu berupa kelapangan rezeki, kelimpahan berkah, dan
kecukupan memenuhi segala keperluan. Bahkan, Allah juga akan
memberikan kesehatan, keselamatan, dan kebahagian. Dengan demikian,
berinfak atau bersedekah dapat membangun kesejahteraan, kebahagian,
41
BAB VI
SEPOHON UANG MENJADI KEBUN UANG
1 x 7t x Rp. 100 = Rp. 700. Dari dasar perhitungan ini, sebagaimana telah
dikemukakan pada bab sebelumnya, dibuat rumus perhitungan untuk
mengetahui besarnya penggantian infak uang dari Allah, yakni Y x 7 x 100 =
N. Y = besar uang yang diinfakkan atau disedekahkan, 7 = 7 tangkai yang
disebutkan Allah, 100 = banyaknya biji pada setiap tangkai yang disebutkan
oleh Allah, dan N = Jumlah penggantian dari Allah atas uang/harta yang telah
diinfakkan.
BAB VII
KETIKA POHON UANG BELUM BERBUAH
Ketika pohon uang yang Anda tanam belum berbuah juga – infak
dan sedekah yang telah Anda lakukan, padahal waktu sudah cukup lama
berlalu sejak pohon itu ditanam – sejak infak dan sedekah itu Anda
laksanakan, janganlah menggerutu, Janganlah pula Anda marah-marah,
kecewa, dan putus asa. Itu semua hanyalah akan mematikan pohon uang
yang telah Anda tanam dan tunggu-tunggu hasilnya sampai sekarang-
merusak dan melenyapkan infak dan sedekah yang telah Anda laksanakan.
Hal terbaik untuk dilakukan ketika infak dan sedekah kita belum
mendatangkan rezeki uang yang lapang dan berlipat ganda, adalah
bersabar dan bertawakal. Kita harus tahan, tenang, dan jangan terburu-buru
nafsu. Berserah kepada kehendak Allah dan yakin sepenuh hati bahwa Allah
akan memberikan yang terbaik untuk kita. Bukankah kita berinfak atau
bersedekah dengan dasar untuk mencari rido Allah, di samping memang
berharap untuk mendapatkan rejeki yang lapang atau kecukupan? Ya,
47
Di sisi lain, kita juga harus memahami bahwa dalam hidup untuk
mencapai impian kita, ada ujian dari Allah. Yakini ayat berikut ini.
Kalau impian Anda selama ini atau suatu saat mendatang belum
terwujud, terutama impian untuk memiliki uang yang banyak, padahal Anda
merasa telah berusaha maksimal berjakat, berinfak, dan bersedekah, cobalah
lakukan refleksi dan intropeksi terhadap perbuatan Anda sendiri selama ini,
dengan pertanyaan-pertanyaan antara lain sebagai berikut.
1. Apakah keimanan Anda tetap teguh? Hanya yakin dan percaya kepada
Allah, hanya meminta dan berharap kepada-Nya?
2. Apakah Anda telah melaksanakan dan menyempurnakan salat wajib
maupun sunat (taubat, hajat, tahajud, dan duha).
3. Apakah zakat, infak, dan sedekah yang telah Anda laksanakan terhindar
dari perbuatan riya dan menyakiti orang yang menerima?
4. Apakah harta atau uang yang Anda zakatkan, infakkan, dan sedekahan
hasil dari usaha yang halal dan baik?
5. Apakah jumlah harta atau uang yang Anda zakatkan. infakkan, dan
sedekahkan sudah memadai dan sesuai dengan perintah Allah?
6. Apakah Anda berzakat, berinfak, dan bersedekah untuk mencari rido
Allah dan berharap dengan baik kepada-Nya?
48
Harus kita pahami juga bahwa Allah memberi rezeki kepada kita
bukan hanya berupa uang, melainkan juga kesehatan, keselamatan,
ketentraman, keamanan, kenyamanan, dan lain-lain. Mungkin melalui salah
satu atau beberapa bentuk rezeki tersebut Allah telah mengganti infak atau
49
sedekah yang telah kita lakukan karena Allah Maha Mengetahui hal yang
terbaik bagi makhluk-Nya. Hanya kitalah yang tidak menyadarinya.
C. Kebaikan Allah dan Tetap dalam
Keberuntungan
Jika Anda belum berhasil mencapai impian, padahal Anda telah
berikhtiar optimal dalam waktu yang cukup lama, dan berusaha
menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya, jangan
berprasangka buruk dahulu kepada Allah. Apalagi sampai frustasi dan
pendek harapan sampai Anda melemahkan atau bahkan menghentikan
ikhtiar. Itu tidak ada artinya. Tidak ada untungnya. Anda semestinya paham
bahwa Anda mungkin lagi diuji oleh Allah. Anda sedang diberi kebaikan oleh
Allah. Anda sedang dipersiapkan untuk mendapatkan keberuntungan. Oleh
sebab itu, Anda harus sabar dan tawakal. Harus lulus menghadapi ujian itu
sehingga Anda mendapatkan kegembiraan, kemenangan, dan
keberuntungan.
Jadi, jelas tidak ada maksud apapun dari Allah terhadap semua usaha
manusia, selain untuk kebaikan, keselamatan, dan kebahagian manusia itu
sendiri. Hanya saja, manusianyalah yang tidak mengerti, tidak sabar, tidak
tawakal, dan tidak taat. Banyak orang Islam (muslim) gagal dalam ikhtiar
mewujudkan impiannya dan menjadi miskin, hanya karena mereka tidak
sampai pada pembuktian keindahan dan keuntungan Islam. Mereka pada
umumnya memeluk agama Islam baru pada tahap pemahaman dan
50
BAB VIII
MENJADI ORANG KAYA
YANG MENGAYAKAN ORANG
Ada tiga macam orang kaya yang termasuk kategori miskin. Pertama,
orang kaya yang tidak menggunakan kekayaannya untuk kemanfaatan diri
sendiri, keluarga, maupun orang lain. Kedua, orang kaya yang masih merasa
kekurangan dan tidak cukup sehingga jangankan memberi kepada orang
lain, yang ada dia selalu mencari-dan mencari tambahan keekayaannya lagi.
Dan ketiga, orang kaya yang kikir atau bakhil seperti tidak punya apa-apa
yang bisa diberikan kepada orang lain.
5. Tidak ada uang atau sedikit uang yang dapat digunakan untuk
menyenangkan diri sendiri, keluarga, orang tua, dan orang lain.
Pada orang miskin, keadaan seperti di atas wajar dan memang begitu
adanya. Tetapi kalau terjadi pada orang yang punya banyak harta atau
uang, itu tidak baik dan tidak benar. Bahkan akan menjadi bencana
baginya. Harta yang ada jika tidak dimanfaatkan sesuai dengan haknya
sampai dia meninggal akan dipertanyakan/dipertanggungjawabkan.
Dan orang kaya yang kikir atau bakhil seperti tidak punya apa-apa
yang bisa diberikan kepada orang lain, ini juga bisa dikatakan orang kaya
yang miskin. Dia kaya banyak harta atau uang, tetapi tidak
menggunakannya di jalan Allah. Dia sayang, dia cinta, dan dia tidak mau
kehilangan secuil pun hartanya, atau sepeserpun uangnya. Dia menghitung-
hitung dan menumpuk-numpuk harta/uangnya.
Orang kaya yang miskin adalah orang kaya yang menyiksa dan
menderitakan dirinya sendiri dengan kekayaannya itu. Dia hidup tersiksa,
menderita, gelisah, tidak tenteram, dan tidak akan selamat dalam
keberadaanya itu. Dia tampak berada tetapi tak punya, dia tampak
tersenyum tetapi menangis, dia tampak sehat tetapi sakit, dia tampak
nyaman tetapi gelisah, dia tampak aman tetapi ketakutan, dan dia tampak
selamat tetapi celaka. Demikianlah orang kaya yang meracuni dirinya
53
Jika Anda orang kaya, atau menjadi orang kaya, lalu dengan
kekayaan yang Anda miliki itu Anda peduli terhadap orang lain dengan
memberi infak dan sedekah yang berupa uang atau pun pengetahuan atau
skill untuk pemberdayaan dan peningkatan ekonomi sehingga orang lain itu
kemudian menjadi mandiri dan berproses menjadi kaya dengan melakukan
hal yang sama seperti Anda yang peduli melakukan hal demikian, maka
Anda sesungguhnya adalah orang kaya yang mengayakan orang.
Jadilah orang kaya yang membantu orang lain juga bisa menjadi kaya
dengan membangun semangat dan budaya jakat, infak, dan sedekah dengan
landasan iman, ilmu, dan takwa. Ciptakan iklim sulaturahmi, kebersamaa,
persaudaraan, saling tolong-menolong, bantu-membantu, dan kerjasama di
segala bidang kehidupan untuk membangun kehidupan perekonomian umat
54
yang kuat. Kita bukan makhluk individualistik yang egoistik yang hanya
mementingkan kebahagian dan keselamatan sendiri. Kita makhluk sosial
bersaudara yang harus saling menjaga, membantu, menasehati, dan
membangun kebersamaan untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat. Tidak
akan ada kebahagian dan keselamatan abadi tanpa kepdulian dan
kesalehan sosial.
Bukan hanya berbagi materi, tetapi juga non materi berupa motivasi,
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk menjadi kaya.
Jika di kalangan umat Islam, orang kaya semakin kaya dan orang
miskin semakin miskin, pasti ada yang tidak beres di kedua belah pihak.
Orang kaya yang semakin kaya dengan tidak memperdulikan orang miskin
yang semakin miskin, itu menunjukkan lemahnya pemahaman dan
pelaksanaan ajaran Islam tentang hakikat dan fungsi harta kekayaan yang
dimiliki dan tentang kesalehan sosial. Harta kekayaan yang hakikatnya
sebagai amanah yang harus dimanfaatkan sesuai haknya, itu tidak
dijalankan sehingga hal demikian sesungguhnya akan menjadi bencana bagi
orang kaya yang demikian. Sementara itu, orang miskin yang semakin miskin,
seharusnya juga tidak demikian. Islam mengajarkan setiap muslim untuk
berusaha menjadi kaya dengan pemahaman dan pelaksanaan keimanan,
ketakwaan, kesabaran, dan ketawakalan yang sesungguhnya. Islam
menjamin setiap muslim menjadi kaya dengan cara demikian.
56
57
58