Anda di halaman 1dari 58

1

BAB I
SEGALANYA PERLU UANG
TETAPI UANG BUKAN SEGALANYA
Dalam kehidupan ini segalanya memerlukan uang, tetapi uang bukanlah
segalnya dalam kehidupan ini. Uang bukan tujuan hidup, bukan yang
dipertuhankan atau pun dipertuankan, dan tidak boleh juga menjadi
bencana yang akan menyiksa.

A. Uang Bukanlah Tujuan tetapi Alat untuk


Mencapai Tujuan
Segalanya perlu uang. Itu pasti dan kita sepakat. Apa dan siapa yang
tidak butuh uang? Ayam? O, Ia juga perlu untuk dibuatkan kandang dan
dibelikan pakan oleh pemelihara/peternaknya. Apalagi kita manusia yang
memiliki banyak kebutuhan dan kepentingan. Minum, makan, mandi, buang
air kecil dan besar, tidur, tinggal, sakit, sehat, berpakaian, beristri, bergaul,
berorganisasi, bersekolah, beribadah, berpergian, dan lain-lain, itu semua
perlu uang. Bahkan mati juga butuh uang. Tanpa uang, apa kita mau
minum air mentah, makan pemberian orang, mandi di sungai (kalau tidak
ada sungai apa menumpang mandi di tetangga?), buang air kecil dan besar
di sembarang tempat, tidur di emperan, tinggal di kolong jembatan,
menahan sakit atau membiarkan saudara kita terkapar di UGD tidak
ditangani dokter karena tidak ada uang, melantarkan kesehatan atau tega
melihat anak sakit dibiarkan, berpakaian daun, menjomblo terus, diam saja,
tidak berskolah, sulit beribadah, dan tidak bisa kemana-mana? Semua itu
tidak mungkin dan jangan pula memungkinkan. Kita harus punya uang!
Punya banyak uang! Cari, cari, cari, usaha, usaha, dan usaha sampai
mendapat banyak uang, sehingga kita bisa hidup lebih manusiawi dan
mudah bertemu illahi.

Tetapi ingat! Walau segalanya butuh uang, kita jangan menganggap


bahwa uang itu segalanya, sampai uang menjadi tujuan. Jika uang sebagai
tujuan, kita akan terperangkap dalam kesesatan cara dan arah tujuan hidup.
2

Kita akan cenderung menghalalkan segala cara dan mengabaikan cara yang
halal untuk mendapatkan uang. Kita akan mengabdi, menuhankan bahkan
mati untuknya. Kalau sudah begitu, Jadilah hidup kita untuk uang. Sungguh
materialistik, sekuler, dan atheis. Hm.

Dalam kehidupan sehari-hari kita pernah mendengar suatu


uangkapan “Ada uang abang disayang, tidak ada uang abang ditendang”
yang diangkat dari suatu kenyataan kehidupan rumah tangga. Ada juga
keadaan yang mengatakan kepada kita dari suatu rumah sakit, “Ada uang
pasen dirawat, tidak ada uang pasen sekarat”, dan “Orang miskin tidak boleh
sakit karena sakit.” Bahkan pada realitas orang yang sangat fakir yang tidak
mempunyai uang untuk bertempat tinggal, kita seperti mendengar ucapan
orang yang beruang “Anda dilarang tinggal di atas bumi ini karena tidak
memiliki uang.” Itulah secuil cerminan dari perlakukan orang-orang yang
terjebak dalam pengaruh kuat uang sebagai tujuan, sampai tega
mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan. Hmm, kejam juga.

Maukah hidup kita untuk uang? Tidak! Itu terlalu picik dan sangat
merugi. Bahkan mencelakakan kita sendiri. Kita sepakat dan yakin bahwa
kita hidup ini untuk beribadah, mengabdi kepada Tuhan yang Maha Esa,
Allah SWT, dan melakukan kebajikan serta kemanfaatan bagi sesama
(rahmat lil ‘alamin). Dan kita juga setuju bahwa untuk melakukan semua itu,
perlu uang. Segala bentuk dan jenis ibadah butuh uang. Termasuk ibadah
dengan senyum sekalipun, karena kalau kita tidak punya uang berat rasanya
utuk tersenyum. Hi hi hi. Jadi, sebaiknya kita posisikan dan perankan uang itu
sebagai alat, bukan tujuan. It’s oke. Alat untuk mencapai tujuan. Alat untuk
kita bisa dengan mudah melakukan segala bentuk dan macam ibadah.
Melakukan salat dengan fisik yang sehat, jiwa yang tenang, dan tempat yang
mengkhusukkan. Bertempat tinggal di rumah yang nyaman. Berpergian
dengan kendaraan yang asyik. Menuntut ilmu sampai ke negeri orang.
Berdagang. Pergi berhaji. Menunaikan zakat, infak, sedekah, dan sebaginya.

Oke, kita sebaiknya tidak memiliki ciri-ciri orang yang menganggap


uang sebagai tujuan, seperti berikut ini.
3

1. Menganggap bahwa uang dapat menyelesaikan segalanya, sehingga ia


cenderung melakukan apapun dengan uang.
2. Selalu berusaha mengumpul-ngumpul atau menumpuk-numpuk uang,
sehingga ia cenderung kikir dan tidak peduli dengan hak-hak orang lain
yang harus diberikan dari uangnya itu.
3. Yang ada pada benaknya uang, uang, uang sehingga segenap waktu
baginya adalah uang. Dengan demikian, ia lupa kewajiban kepada
Tuhan-nya maupun keluarga dan sesamanya.
4. Ia diperbudak dan diperalat oleh uang sehingga ia sudah tidak
menganggap dirinya lebih penting dan berarti daripada uang.
5. Ia cenderung menghalalkan segala cara dan mengabaikan cara-cara yang
halal untuk mendapatkan uang.
6. Ia hidup dan matinya demi uang, sehingga cenderung menggila dan
mengakhiri hidup apabila gagal memiliki uang.
7. Ia selalu menguangkan terhadap segala hal yang dilakukannya, termasuk
hal yang semestinya bersifat sosial.
8. Ia tidak suka bersukur dan tidak merasa puas dengan rezeki uang yang
telah didapatkannya.

Kita seyogianya memiliki ciri-ciri orang yang menetapkan uang


sebagai alat untuk mencapai tujuan, sebagai berikut ini.
1. Menganggap bahwa uang bukanlah segalanya, sehingga ia bisa
membedakan mana hal yang bisa diatasi dengan uang dan mana hal yang
tidak bisa ditangani dengan uang.
2. Selalu berusaha mendapatkan uang untuk melakukan kewajiban,
kebajikan, dan kemanfaatan bagi keluarga dan orang lain (fakir, miskin,
yatim, dan lain-lain).
3. Ia bisa membagi waktu untuk berikhtiar mendapatkan uang, untuk
keluarga, untuk masyarakat, dan untuk berhubungan dengan Tuhan.
4. Ia memahami hakikat uang atau harta sebagai titipan, sehingga ia dapat
mengelola harta atau uang sejalan dengan perintah dan anjuran Allah
S.W.T.
4

5. Ia selalu berusaha mendapatkan uang dengan cara-cara yng halal dan


memanfaatkan uang untuk hal-hal yang halal juga.
6. Ia selalu bersabar dan bertawakal dalam usahanya mendapatkan uang.
7. Ia tidak mati meninggalkan harta atau uang yang banyak yang tidak
dimanfaatkan atau dibelanjakan di jalan Allah.
8. Ia selalu bersyukur kepada Allah setiap mendapatkan rezeki uang.

B. Uang Bukanlah Tuhan ataupun Tuan

Kebanyakan orang sepertinya menganggap uang itu Tuhan. Terbukti


dari kepercayaannya bahwa dengan uang apa saja bisa didapat; apa saja
bisa diselesaikan; dan apa saja bisa dilakukan. Memenuhi berbagai macam
kebutuhan, menaklukkan hati, membayar jabatan/kedudukan, membeli
hukum, bahkan mengatur malaikat agar tidak mencabut nyawa. Ingat
riwayat Nabi Ibrahim, bahwa ada seorang pemuda sahabat beliau akan
dicabut nyawanya oleh malaikat maut keesokan harinya, tetapi hal itu tidak
jadi dilakukan karena pada malam harinya pemuda itu menyedekahkan
setengah hartanya sehingga Allah mengubah takdirnya. Atas kesaktian uang
itu, orang kadang terjebak dalam pandangan bahwa uanglah yang bisa
menolong kita dalam segala macam kebutuhan dan kepentingan (syirik),
sehingga kita lupa akan Sang Maha Sakti yang sejati, Tuhan Yang Maha
Perkasa dan Kuasa, Allah SWT. Janganlah bergantung pada uang tetapi
bergantunglah dan memohon hanya kepada Allah Yang Maha Esa, “Allah
tempat meminta segala sesuatu (QS, 112: 2),” sehingga uang pun akan
bersama kita. Dan tidak ada apa dan siapa pun yang setara dengan-Nya,
“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia “(QS, 112: 4).

Uang tidak lebih dari sebagai salah satu bentuk rezeki Tuhan. Ia harus
diperlakukan sebagai nikmat Tuhan yang wajib kita syukuri ketika kita
mendapatkannya dari hasil usaha atau bekerja. Cara menyukurinya tidak
lain dengan menggunakannya untuk kebajikan dan kemanfaatan dalam
rangka ibadah kepada Allah SWT. Bukan untuk dikumpul-kumpulkan dan
dihitung-hitung, memperkaya diri, berpoya-poya, dan bermewah-mewah.
Jika kita dilalaikan oleh kemewahan karena uang sampai kita masuk liang
5

lahat, kita pasti akan dipinta pertanggungjawaban atas kenikmatan yang


dimegah-megahkan itu dan akan bertemu dengan neraka Jahiim. Itu ‘ ainul
yaqin.

”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke


dalam kubur, sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan
mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan
pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim,
kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala
sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu
tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu (QS, 102: 1-8).”

Uang adalah rezeki Tuhan yang harus digunakan di jalan Tuhan agar
bertemu dengan Tuhan, bukan sesuatu yang disikapi seperti dituhankan
karena kekuasaan nilainya sehingga kita tidak bisa bertemu Tuhan. Uang
seharusnya dimanfaatkan untuk memudahkan dan menyempurnakan
ibadah, berzakat, berinfak, bersedekah, berhaji, berumrah, menuntut ilmu,
membiayai kegiatan keilmuan, menafkahi keluarga, menyenagkan orang
tua, membangun saran umat, berdakwah, syiar agama, dan lain-lainnya
yang bertujuan ibadah kepada Allah. Uang adalah rezeki dari Tuhan untuk
kita dan untuk kembali pada-Nya.

Uang juga bukanlah tuan. Banyak orang diperbudak oleh uang


sehingga uang menjadi tuan. Uang bukan tuan yang harus memperbudak
kita. Membuat kita lupa waktu, lupa keluarga, lupa bermasyarakat, lupa
kesehatan, bahkan lupa Tuhan untuk mendapatkannya. Uang tidak boleh
memerintah kita untuk mengumbar segala macam hawa nafsu buruk, seperti
bermegah-megahan, berjina, berjudi, berniaga riba, berbuat jahat, dan
sebagainya. Stop! Uang harus menjadi puan atau budak yang harus kita
kendalikan dan kelola untuk menjalankan misi suci kita, yakni berbuat
kebajikan, beramal saleh, dan menebar kemanfaatan. Jadi, karena uang, kita
tidak boleh lupa daratan untuk mendapatkannya maupun
6

menggunakannya. Dapatkan uang dengan cara-cara yang halal dan


gunakan pula untuk yang halal-halal.

Jika uang memperbudak kita semaunya sampai kita bermegah-


megahan dalam kemaksiatan dan kemungkaran, berarti kita sudah dibeli
untuk tinggal di nearka Jahiim. Tidak! Audzubillah Himindzalik. Oke, kita
sepakat bahwa uang kita pekerjakan untuk kebahagian dan keselamatan
hidup kita di dunia maupun akhirat. Caranya, kita gunakan uang itu di jalan
Allah. Tetapi ngomong-ngomong uangnya ada gak, ya? Cukup gak, ya? Itu
dia masalahnya. Jangan khawatir! Kita pasti akan punya uang banyak. Gak,
insya Allah lagi karena ini soal janji Allah, bukan janji saya, atau janji kita
sebagai manusia. Kita baca saja dulu buku ini sampai tuntas! Oke?

C. Waspadai Bahaya Uang

Daya tarik uang sampai membuat orang menjadikannya sebagai


tujuan, sebagai tuan, bahkan sealah-olah sebagai Tuhan, itu termasuk juga
bagian dari bahayanya uang. Uang bisa menyesatkan arah dan tujuan hidup
manusia. Uang bisa mendorong manusia menghalalkan segala cara untuk
mendapatkannya. Dan hasrat untuk mendapatkannya itu lebih kejam dari
dua ekor serigala yang dilepaskan di tengah sekumpulan domba. Nabi
Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda “Tidaklah dua ekor srigala yang
dilepaskan di tengah sekumpulan domba, lebih rusak dari hasrat seseorang
untuk mendapatkan harta, dan kemulyaan itu hanya bagi agamanya
(Diriwayatkan At-Tirmidzy, Ahmad, Ad-Darimi, Al-Baghawy dan Ibnu
Hibban).” Uang atau harta, kata Yahya bin Mu’ Adz, itu laksana
kalajengking. Jika engkau tidak bisa mewaspadainya, maka janganlah
mengambilnya. Sebab jika ia sampai menyengatmu, maka racunnya bisa
membunuhmu. Wow, awas hati-hati!

Uang itu memang bisa jadi racun yang menyakitkan dan mematikan
jika ia diperoleh dengan cara-cara yang haram dan dipergunakan untuk
yang haram-haram. Sebaliknya, uang itu menjadi madu yang bisa
menyehatkan, menyelamatkan, dan penuh kemanfaatan apabila ia
7

didapatkan dengan cara-cara yang halal dan dimanfaatkan untuk yang


halal-halal juga atau sesuai dengan haknya.. Kita tentu pilih uang sebagai
madu. Dan kita juga jangan sampai suatu saat meninggal dengan
meninggalkan uang atau harta yang tidak dimanfaatkan di jalan Allah,
karena uang atau harta yang ditinggalkan akan dipertanyaakan tentang
cara dan penggunaanya. Adalah bencana dan celaka apabila harta yang
ditinggalkan mati itu didapat dari cara-cara haram dan tidak digunakan
sesuai dengan haknya.

Bagaimana kita mewaspadai bahaya uang? Paling tidak, kita bisa


melakukan hal-hal berikut ini
1. Memahami bahwa uang atau harta pada hakikatnya adalah amanat dari
Allah yang harus dipergunakan sesuai dengan petunjuk-Nya.
2. Menjaga hasrat untuk mendapatkan uang, jangan sampai didasari dengan
hawa nafsu buruk atau jahat. Niatkan dan usahakan untuk mendapatkan
uang dengan niat dan tujuan yang mulia.
3. Mempersiapkan mental, keimanan, dan ketakwaan kita sehingga pada
saat memiliki uang banyak, kita tidak tergoda dengan pengaruh kuat
uang yang bisa menjerumuskan diri ke lembah hitam kehinaan dan
kehancuran.
4. Mempersiapkan ilmu agama tentang petunjuk, perintah, arahan, anjuran,
dan cara-cara mendapatkan dan menggunakan uang atau harta yang
benar. Menerapkan atau mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Menghindari dari ketidakmampuan mewaspadai bahaya uang yang
mematikan dan melemparkan kita ke lembah neraka jahanam.
8

BAB II
MEMILIH PUNYA UANG BANYAK

Pilihlah punya uang banyak untuk bisa berbuat banyak dalam


melaksanakan kewajiban, kebajikan, dan kemanfaatan. Milikilah sebanyak-
banyaknya uang untuk menjadi sebaik-baiknya orang.

A. Hidup Perlu Uang Banyak

Kita sepakat bahwa dalam hidup ini kita ingin makan makanan yang
enak/bergiji, memiliki rumah dan kendaraan yang bagus, punya istri yang
soleh dan anak yang bersekolah tinggi, pergi haji sekeluarga, berumrah setiap
tahun, menyenangkan orang tua dan mertua, membantu anggota keluarga
dan tetangga yang kekurangan, berinfak atau bersedekah kepada anak
yatim dan fakir miskin, berlibur dengan fasilitas terbaik setiap tahun,
membangun sarana umat, berdakwah dan syiar agama, serta membiayai
kegiatan keilmuan. Apakah untuk bisa mewujudkan semua keinginan itu
perlu uang banyak? Yes, sure! Jadi, dalam hidup ini kita memang perlu uang
yang banyak agar bisa mewujudkan semua keinginan di atas.

Kalau hidup sekedar untuk makan seadanya, tinggal di rumah asal


tidak kehujanan dan kepanaasan, tidak perlu pergi haji dan umrah asal salat
wajibnya tekun, tidak usah menyekolahkan anak tinggi-tinggi yang penting
bisa baca-tulis-hitung, dan tidak berusaha untuk berinfak atau bersedekah
karena tidak diwajibkan, memang tidak menuntut punya uang banyak.
Namun, apakah kita sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dan
dikaruniai potensi luar biasa untuk berkembang dan maju oleh Allah, hanya
cukup dengan keadaan hidup seperti itu? Tidak! Sebagai bukti makhluk yang
tertinggi derajatnya dengan potensi akal yang luar biasa, kita harus berilmu
tinggi, harus kaya, dan banyak berbuat banyak kewajiban, kebajikan, dan
kemanfaatan. Bukankah rasa syukur yang nyata atas karunia potensi itu
9

adalah dengan menggunakannya untuk berkembang dan maju? Ya,


begitulah semestinya.

Sekali lagi, kita sepakat bahwa hidup ini butuh punya uang banyak.
Kita harus kaya. Untuk itu, kita harus memiliki konsep hidup sebagai berikut.
1. Kita memiliki potensi spiritual, intelektual, dan emosional, yang harus kita
syukuri dengan cara menggunaan semua itu secara terpadu untuk
berkembang dan maju serta bermanfaat.
2. Kita memiliki bentuk fisik yang paling sempurna yang harus disyukuri
dengan cara menggunakannya untuk bergerak, berikhtiar, dan berkarya
dalam kemanfaatan.
3. Kita memiliki iman dan pedoman hidup yang menuntun dan
mengajarkan kita untuk bisa hidup kaya, aman, tentram, nyaman, sehat,
berkah, selamat, dan bahagia di dunia maupun di akhirat nanti (Al-Quran
dan Al-Hadist).
4. Kita memiliki tuntutan untuk melaksanakan dan menyempurnakan
berbagai kewajiban, kebajikan, dan kemanfaatan.
5. Kita harus membuka ladang yang luas dan menanaminya agar memanen
hasil yang bayak untuk kemanfaatan di dunia dan di akhirat.
6. Kita tidak ingin hdup miskin, lemah, kufur, menderita, menjadi peminta,
dan meninggalkan generasi yang lemah.
7. Hidup kita harus berkualitas dalam beribadah kepada Allah.
8. Kita harus rajin bersedekah agar mendapatkan ganti yang berlipat-lipat.

Seraya harus memiliki konsep hidup seperti di atas, kalau kita ingin
menjadi orang kaya yang memiliki banyak harta atau uang, kita juga harus
menghindari konsep hidup seperti berikut ini.
1. Kita orang bodoh, tidak berpendidikan tinggi. Mana bisa kita berkembang
dan maju.
2. Kita punya kelemahan fisik, mana bisa berusaha maksimal dan sukses.
3. Kalau takaran atau suratan hidupnya segini, ya segini saja walaupun
berusaha jungkir balik dan banting tulang pun.
4. Kita tidak harus berbuat banyak karena kita miskin adanya.
5. Bagaimana mau usaha, modal saja tidak ada.
10

6. Kita tidak ingin hdup miskin, tetapi ya bagaimana memang kenyataannya


seperti ini.
7. Bagaimna kita mau khusuk dan rajin beribadah, memikirkan makan,
kontrakan, dan bayaran anak sekolah saja ruwet.
8. Bagaimana kita mau bersedekah, uang yang ada saja tidak cukup untuk
makan.

Jauhi pemikiran diri seperti di atas! Ingat bahwa kita makhluk yang
memiliki derajat tinggi, potensi akal-pikiran-hati dan jasmani yang sempurna,
jaminan hidup sejahtera dari Allah, peluang yang sangat luas, dan iman.
Tinggal kita mau berusaha dengan iman, takwa, sabar, tawakal, dan gemar
melakukan sedekah, Allah pasti mewujudkn impian kita.

B. Memilih Punya Uang Banyak

Hanya orang bodoh yang tidak memilih punya uang banyak. Hanya
orang yang salah konsep hidup yang tidak mau kaya. Kita tidak boleh punya
uang banyak atau kaya, hanya kalau uang banyak atau kekayaan itu
diperoleh dengan cara-cara yang haram dan digunakan untuk hal-hal yang
haram, atau tidak sesuai dengan haknya. Sebagaimana telah diperingatkan
oleh Yahya bin Mu’ Adz bahwa kita harus berhati-hati dengan uang, karena
kalau kita tidak bisa mewaspadainya, uang bisa meracuni dan membunuh
kita. Bahkan kata Nabi, hasrat untuk mendapatkannya saja itu lebih buas
dari serigala. Sebab itu, memilih punya uang banyak harus diikhtiarkan sesuai
dengan ajaran dan anjuran Allah. Begitu juga, penggunaannya ketika kita
berhasil memiliki uang banyak.

Uang yang banyak sungguh bisa menjadi kekuatan yang luar biasa
untuk melakukan berbagai kebajikan dan kemanfaatan; mencapai ibadah
yang optimal; dan menjadi sebaik-baiknya manusia. Itulah yang membuat
kita memilih punya uang banyak. Ingin punya uang banyak? Lakukan prinsip
pada setiap huruf dari kata UANG. U- usaha dengan A -agama sebagai
pedomannya, N-nanti G-gemilang hasilnya. Agama Islam (Allah) telah
memberikan petunjuk dan jaminan untuk memiliki uang atau harta yang
11

gemilang, antara lain dengan banyak berinfak atau bersedekah. Atau juga
terapkan prinsip pada setiap huruf dari kata DUIT. D-doa, U-usaha, I-iman,
dan T-takwa. Penerapan prinsip ini juga mendapat jaminan karunia rezeki
yang lapang dan penuh berkah dari Allah. Jadi, memilih punya uang banyak,
lakukan prinsip UANG atau DUIT itu. O, ya, prinsip dari kata UANG juga bisa
begini: U-ulurkan tangan Anda untuk memberi (berinfdak/bersedekah), A –
ambilah uang dari hasil usaha halal yang Anda sedekahkan itu, N-nantikan
balasan ganti yang berlipat ganda dari Allah, G- gak pakai Insa Allah, Pasti!
Karena janji Allah itu pasti.

Karena kita memilih punya uang banyak untuk tujuan-tujuan atau


impian yang mulia, maka kita harus termotivasi untuk berikhtiar
mewujudkannya. Kita harus yakin bahwa kalau kita bisa memimpikannya
maka kita akan mampu mewujudkannya. Bangunlah kekuatan pikiran dan
hati untuk menciptakan realitas yang kita impikan. Yakinlah bahwa realitas
adalah budak pikiran dan hati. Tuhan bersama kekuatan hati dan pikiran
kita. Ketika hati dan pikiran begitu kuat menginginkan impian itu dan
menggerakkan ikhtiar yang sungguh-sungguh, serta yakin kebersamaannya
dengan Tuhan, maka realitas impian akan terwujud. Mimpi menjadi
kenyataan (dream becomes true).

Ya, kita harus berhasil merealitaskan impian itu. Impian punya banyak
uang agar bisa melakukan banyak kebajikan dan kemanfaatan. Kita harus
kaya. Kita harus kuat. Jangan lemah, jangan miskin, karena kita makhluk
yang paling tinggi derajatnya. Lemah ekonomi apalagi sampai pada level
fakir, itu dikhawatirkan mendekati kekufuran. Dikhawatirkan bisa
meninggalkan generasi yang lemah juga. Ikuti anjuran dan ajaran Allah
melalui ayat-ayat-Nya untuk kita kaya. Dan teladani nabi Muhammad dan
beberapa sahabatnaya yang telah memberikan contoh sebagai orang-orang
kaya.
12

C. Janganlah Memiskinkan Diri

Kalau kita memilih punya uang banyak atau menjadi kaya, maka
kita harus menghindari diri dari perilaku yang membuat kita miskin. Perilaku
itu seperti malas berikhtiar, tidak yakin, tidak percaya diri, tidak berani, tidak
berusaha cerdas, tidak jujur, tidak pandai memberi, tidak ulet, tidak sabar,
tidak pandai bergaul, tidak fokus, salah memiliki konsep hidup, dan tidak
dalam kebenaran. Pilihan seharusnya berupa sikap dan tindakan yang
konsisten dan kondusif bagi pencapaian yang kita pilih. Kita lakukan apa
yang seharusnya dilakukan untuk bisa mencapai pilihan kita. Kita harus yakin
bahwa Tuhan Yang Maha Kaya dapat mengkayakan kita. Kita harus percaya
diri atas pembuktian itu; berani melakukan tuntutannya; cerdas dan ulet
mengatasi segala tantangannya; sabar dalam menghadapi ujian; fokus pada
tujuan; jujur dalam berkomunikasi dan interaksi; pandai bersilaturahim; dan
senantiasa berbuat dalam kebenaran.

Janganlah tidak yakin atau tidak percaya diri untuk punya banyak
uang (menjadi kaya). Banyak orang menjadi kaya karena mereka yakin bisa
menjadi kaya, dan banyak orang menjadi miskin karena mereka tidak yakin
menjadi kaya. Yakinlah dan berharaplah dengan sebab yang menghasilkan.
Jangan berharap tanpa sebab yang menghasilkan. Itu namanya angan-
angan. Berharaplah menjadi kaya sambil ikhtiar dengan benar. Yakinlah
Allah dalam harapan kita. Allah azza wa jalla berfirman “Aku berada dalam
sangkaan hamba-Ku tentang Aku (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim.”
Dalam riwayat lain dikemukakan juga “Maka hendaklah dia menyangka
tentang Aku menurut kehendaknya (Diriwayatkan Ahmmad dan Ad-
darimy).” Dengan demikian, berikhtiar dan berharaplah untuk menjadi
kaya maka Allah akan mewujudkan harapan kita.

Kalau sekarang kita punya uang sedikit atau miskin karena belum
berbuat banyak untuk mendapatkan uang banyak, oke. Mari kita terus
berikhtiar dan uang sedikit itu kita lipatgandakan beratus-ratus kali lipat,
tetapi bukan dengan memberikan kepada seseorang yang mengaku bisa
melipatgandakan uang secara gaib. Awas, Itu mah penipuan. Melainkan
13

dengan meminjamkan uang itu kepada Allah, yakni menggunakannya di


jalan Allah dengan cara diinfakkan atau disedekahkan. Maka lihat, keajaiban
apa yang akan terjadi. Uang yang Anda infakkan atau sedekahkan itu akan
diganti beratus-ratus kali lipat. Anda akan memiliki pohon uang yang
buahnya lebat sekali. Penasaran? Lanjutkan membaca! Kita akan lihat
bagaimana pelipatgandaan itu sehingga ibarat kita mempunyai pohon uang,
bahkan kebun uang.
14

BAB III
MEMPERSIAPKAN DIRI UNTUK MEMILIKI
UANG BANYAK

Untuk memiliki uang yang banyak kita harus mempunyai niat atau tujuan
yang mulia, menggunakan cara-cara usaha yang benar, dan sumber daya
yang kondusif bagi keberhasilan.

A. Niat atau Tujuan yang Mulia

Kalau Anda memiliki uang banyak, untuk apa? Apakah berniat untuk
mensejahterakan keluarga? Membahagiakan orang tua? Memberi manfaat
kepada sesama (berzakat, berinfak, bersedekah)? Menjalankan peran
khalifah? Menegakkan ekonomi syariah? Membangun sarana umat?
Menjalankan dakwah dan syiar agama? Kalau ya untuk semua itu, wah, oke
banget! Anda sudah mempunyai niat/tujuan yang benar dalam keinginan
memiliki uang banyak. Anda pantas untuk mencapai keinginan itu. Semua
orang pasti suka. Tuhan juga senang. Perjuangkan tujuan itu. Anda pasti
berhasil!

Ya, kalau kita ingin memiliki uang banyak, atau uang yang ada
menjadi lebih banyak lagi, mesti punya niat atau tujuan yang mulia. Dengan
begitu, kita akan termotivasi untuk berjuang mencapai impian itu. Tuhan pun
akan membimbing dan membantu usaha kita ke arah sana. Keluarga dan
teman juga akan turut mendoakan untuk kesuksesan kita. Kuatkan
keinginan itu. Tetapkan niat atau tujuan itu, jangan sampai berubah.
Yakinlah kalau kita bisa memimpikannya, pasti kita mampu
mewujudkannya. Mengejar mimpi dengan niat/tujuan suci pasti akan
mendapatkan kenyataan dari Illahi. Yang penting usaha untuk mencapai
mimpi itu, kita tempuh dengan cara-cara yang disenangi Allah.

Bukankah amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Perbuatan


bagus tetapi niatnya jelek, maka perbuatan itu sia-sia. Namun, jika niatnya
15

bagus dan perbuatannya yang sedang dilakukan itu baik dan benar, maka
niat itu akan terwujud. Niat baik itu sudah dicatat untuk mendapatkan
pahala dari Allah sehingga usaha untuk mewujudkan niat itu pasti
disukseskan oleh Allah.

B. Cara Usaha yang Benar

Tujuan yang benar dari keinginan kita untuk memiliki uang banyak
harus dicapai dengan cara-cara yang benar pula. Cara-cara yang benar
adalah apa saja yang kita lakukan untuk mencapai keinginan dan tujuan itu
sejalan dengan perintah Tuhan. Untuk itu, kita berangkat dari pendekatan
keimanan dan ketakwaan. Ini sebagai acuan atau landasan dari segala
acuan atau landasan usaha kita dalam mewujudkan impian. Dengan
pendekatan itu, Allah telah memberikan jaminan kepada kita dengan akan
melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi. Yang penting kita tidak
mendustakan ayat-ayat=Nya agar tidak mendapatkan siksa.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami


akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka kami
siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (QS, 7:
96).”

Allah juga akan memberi rezeki yang tidak disangka-sangka


datangnya, serta kecukupan bagi keperluan kita. Asalkan kita juga
bertawakal. “Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-
sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-
Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu (QS,
65: 3).” Subhanallah! Luar biasa!.

Berlandaskan pendekatan keimanan dan ketakwaan tadi, selanjutnya


kita tentukan strateginya untuk usaha mewujudkan impian kita itu, yakni
dengan strategi penguatan dan peningkatan iman dan takwa. Untuk
melaksanakan strategi ini kita dapat melakukan hal-hal berikut.
16

1. Mempelajari dan mengkaji kandungan Al-Qur’an dan Al-Hadis dan


mengaplikasikan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mendirikan salat wajib maupun sunah.
3. Melaksanakan zakat, infak, dan sedekah.
4. Melaksanakan haji dan umrah (jika sudah mampu)
5. Membangun keharmoisan dengan keluarga dan orang tua.
6.Membangun hubungan sesama dengan harmonis dan kemanfaatan.
7. Mempelajari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan usaha yang
dilakukan.
8. Berusaha dengan sabar dan tawakal.

Selanjutnya, untuk melaksanakan strategi di atas, kita dapat


menggunakan metode penguatan hubungan vertikal dengan Allah (hablum
minallah) dan hubungan horizontal dengan sesama (hablumminannas).
Hubungan dengan Allah dikuatkan dan ditingkatkan dengan
penyempurnaan salat, puasa, dan zikir. Hubungan dengan sesama manusia
dikuatkan dan ditingkatkan antara lain dengan hubungan baik, silaturahim,
zakat, infak, sedekah, dan saling menasehati dan mengajarkan. Cara yang
lebih teknis dengan berlandaskan pada strategi dan pendekatan di atas,
untuk mewujudkan impian kita menjadi orang kaya yang memiliki uang
banyak, dibahas pada bagian berikutnya. Mari, kita persiapkan untuk
menempuh cara-cara sebagaimana telah dikemukakan agar kita dapat
mewujukan impian.

C. Sumber Daya yang Kondusif

Sumber daya adalah semua yang kita miliki sekarang ini yang dapat
digunakan untuk mencapai keinginan dan tujuan. Sumber daya itu meliputi
keimanan, ketakwan, pengetahuan bidang usaha, doa, dukungan orang
(keluarga, orang tua, teman, tetangga), hubungan sosial, waktu, kesehatan,
uang, sarana dan prasarana, dan lain-lain. Untuk itu, kita persiapkan sumber
daya itu sekondusif mungkin untuk mencapai harapan dan tujuan kita.
17

1. Keimanan dan Ketakwaan

Keimanan dan ketakwaan adalah titik tolak dan titik tuju bagi segala
upaya yang kita lakukan, termasuk usaha ingin punya uang banyak/kaya.
Untuk menjadi kaya yang memiliki uang banyak, keimanan kita harus
kokoh. Yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Kaya yang akan
menepati janjinya memberikan rezeki yang lapang dan melimpah, serta
kecukupan untuk berbagai keperluan kita. Dan ketakwaan pun harus terus
kita tingkatkan sesuai kesanggupan, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah
menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah;...(QS, At-Tagabun, 64:
16)” dengan berusaha mengetahui dan melaksanakan segala perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan demikian, kita bisa
membuktikan janji Allah untuk menyukseskan kita.

Banyak orang gagal dalam mewujudkan impiannya karena rapuhnya


kedua landasan di atas. Mereka tidak berani sukses dalam segala bidang
bersama Allah. Mereka lebih bersahabat dengan setan. Percaya dengan janji-
janji setan yang nyata sebagai pembohong, penipu, dan musuh kita. Banyak
orang miskin karena tidak yakin Allah akan mengayakan mereka. Tidak
mau membuktikan janji Allah dengan ketakwaan yang diperintahkan-Nya.
Mereka malah menyangka Allah yang memiskinkan. Padahal Allah tidak
pernah menyengsarakan dan mendzolimi manusia. ”Sesungguhnya Allah
tidak menzalimi manusia sedikit pun, tetapi manusia itulah yang menzalimi
dirinya sendiri (QS Yunus, 4: 44).” Allah justru telah mempersiapkan manusia
untuk kaya, untung, aman, nyaman, kuat, sehat, dan selamat. Allah telah
mempersiapkan manusia untuk sejahtera dan bahagia di dunia maupun di
akhirat. Manusianyalah yang salah dan zalim apabila semua itu tidak terjadi;
karena manusia adalah sumber keburukan apapun sedangkan Allah adalah
sumber kebaikan apapun.

“Kebajikan apapun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan
keburukan apapun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada
18

(seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi (An-Nisa, 4:


79).”

Jadi, kalau kita ingin punya harta atau uang banyak atau kaya,
persiapkan diri kita untuk berusaha memiliki keimanan dan ketakwaan
sampai pada kepantasan untuk diberi atau dijadikan oleh Allah.

2. Ilmu Bidang Usaha

Banyak orang gagal dalam usahanya untuk menjadi kaya disebabkan


oleh minimnya penguasaan pengetahuan yang berhubungan dengan bidang
yang diusahakannya. Memang, pengetahuan mengenai bidang yang
diusahakan itu menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan
keberhasilan usaha. Kita harus melaksanakan usaha berbasis pada
pengetahuan (knowledge based economy), di samping berbasis utamanya
iman dan takwa. Jadi, untuk mencapai keinginan memiliki uang banyak
dengan tujuan yang baik, selain kita harus meningkatkan iman dan takwa,
juga persiapkan penguasaan pengetahuan yang berhubungan dengan usaha
yang sedang ditempuh dengan cara banyak membaca dan belajar, “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (QS. Al-Alaq, 96:1).”

Tidak ada alasan sulit untuk belajar pada era sekarang ini. Tidak
bersekolah tinggi pun, banyak buku-buku di toko buku tentang berbagai
ilmu pengetahuan bidang usaha dengan harga yang terjangkau. Tinggal kita
mau berusaha membeli dan mempelajarinya sesuai dengan yang kita minati.
Belum lagi di internet, kita juga bisa mengakses berbagai pengetahuan
tentang bidang usaha itu. Selain itu, kita pun bisa banyak bertanya atau
belajar kepada orang lain. Tidak perlu malu, malas, dan segan karena
memang sifat demikian tidak perlu. Kita harus berani, percaya diri, cerdas,
dan rajin pasti beruntung dan unggul.

3. Doa

Sumber daya lainnya yang paling mulia dan menjadi kekuatan untuk
menyukseskan usaha dalam mencapai harapan dan tujuan adalah doa. Doa
19

adalah permohonan atau permintaan kepada Allah. Dan dalam usaha untuk
mencapai harapan dan tujuan itu kita memohon dan meminta hanya
kepada Allah, karena Allah-lah yang memberikan kesuksesan usaha itu.
Persiapkan diri kita untuk selalu berdoa karena Allah suka kepada orang
yang berdoa, meminta kepada-Nya. Nabi SAW bersabda “Mintalah kepada
Allah kemurahan-Nya, karena Allah itu suka jika dimintai (Diriwayatkan At-
Tirmidzy).” Lakukan berdoa pada saat-saat mulia seperti pada hari arafah,
bulan ramadhan, hari jumat, jam sepertiga malam, antara adzan dan
iqamat, seusai salat fardu, dan saat berbuka puasa. Awas! Jangan sampai
Anda tidak berdoa-meminta kepada Allah, karena Allah akan murka. “Siapa
yang tidak mau meminta kepada Allah, maka Allah murka kepadanya
(Diriwayatkan Al-Bukhary, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Al-Hakim, dan
Al-Baghawy).”

Doa yang kita lakukan tidak hanya berupa permohonan atau


permintaan kepada Allah, tetapi juga disertai dengan perbuatan atau ikhtiar
(Era et Labora) yang sejalan atau suport dengan permintaan itu dan
perbuatan itu selalu dalam koridor kebenaran. Doa dan usaha ibarat dua sisi
mata uang. Inheren, tidak dapat dipisahkan. Doa hanya baru harapan untuk
perubahan yang kita inginkan, dan usaha atau ikhtiarnya adalah perubahan
yang kita lakukan. Allah menyuruh kita untuk berdoa dan Allah berada
dalam doa kita itu, tetapi Allah akan mewujudkan realitas doa kita melalui
ikhtiar perubahan yang kita lakukan. Doa saja belum menjadi kepantasan
untuk diberi sebelum disertai usaha atau ikhtiar. Doa dan usaha adalah
sejodoh yang menjadi permintaan nyata yang pantas diberi (oleh Allah).

Kita berilustrasi kecil sejenak di laur konteks sedekah. Misalnya, suatu


hari, ada seorang lelaki berumur sekitar 18 tahunan, sebut saja si Pulan
tetangga rumah sebelah, datang ke rumah kita., Tiba-tiba dia meminta uang
seratus ribu. Lalu, bagaimana kira-kira tanggapan kita? Mungkin kita
bergumam, “Apa-apaan anak ini, datang-datang minta uang.” Kita mungkin
sulit atau tidak mungkin untuk memberinya. Tetapi, kalau dia datang ke
rumah kita lalu mengatakan “Pak, rumput di halam depan rumah Bapak ini
padat dan liar banget, khawatir ada ular dan kelihatannya juga tidak indah.
20

Ijinkan saya bersihkan ya, Pak? Seraya dia mengambil cangkul di pojok pagar
lalu membersihkan rumput itu hingga dua jam kemudian selesai, dan
halaman rumah pun tampak bersih dan rapi. Lalu, bagaimana sikap kita?
Kita pasti akan melakukan, “Lan, terima kasih ya. Ini uang seratus ribu!
Lumayan untuk jajan. Jadi, si Pulan pada contoh pertama meminta tak
pantas diberi, sedangkan si Pulan pada contoh kedua meminta melalui
perbuatan atau usaha yang pantas diberi.
4. Dukungan Orang (Orang Tua, Keluarga, dan
Orang lain)
Dukungan orang tua, keluarga (anak-Istri), dan orang lain (kerabat,
teman, tetangga), terutama berupa doa terhadap usaha kita dalam
mewujudkan impian juga menjadi sumber kekuatan untuk menyukseskan.
Doa orang tua paling utama karena rido Allah bersama ridonya orang tua.
Demikian juga, doa dari anak dan istri, dan tidak kalah penting juga doa dari
sahabat dan tetangga. Agar mendapatkan dukungan doa itu, tentu kita
harus menjalin hubungan yang baik dengan orang tua, anak-istri, sahabat,
dan tetangga. Ketidakharmonisan hubungan dan ketidakselarasan impian
dengan istri dan orang tua bisa menjadi salah satu faktor kerugian atau
kegagalan dalam usaha.

Hubungan yang baik dan harmonis tersebut dapat kita pelihara dan
kembangkan dengan sikap-sikap peduli, simpati, empati, tenggang rasa,
dermawan, perhatian, rendah hati, santun, ramah, bersahabat, dan gemar
melakukan silaturahmi. Dengan sikap dan perilaku demikian, pasti kita akan
mendapatkan dukungan yang baik dari berbagai pihak yang berpengruh
terhadap usaha kita, bahkan memperoleh kemudahan dari Allah dalam
upaya mewujudkan impian kita.

5. Waktu dan Kesehatan


Usaha yang kita lakukan untuk mewujudkan impian itu memerlukan
waktu. Waktu ini harus kita kelola dengan baik. Waktu salat segera gunakan
untuk salat. Waktu makan segera gunakan untuk makan. Waktu bekerja
21

segera gunakan untuk bekerja. Waktu istirahat segera gunakan untuk


istirahat. Waktu keluarga gunakan untuk bersama keluarga. Dan waktu
untuk berinfak atau bersaedekah lakukan kapan dan dimana saja semampu
dan sesempatnya. Jangan suka membuang-buang waktu dan menundanya.
Berdisiplinlah dalam penggunaan waktu. Gunakan waktu untuk
mengerjakan berbagai kebajikan. Hindari menjadi orang yang merugi.

“Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-


orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling
menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran
(QS. Al-‘Asr, 103: 1-3).”

Demikian juga, kesehatan harus kita manfaatkan dengan sebaik-


baiknya karena kesehatan adalah sumber daya yang paling pertama dan
utama. Tanpa kondisi kita sehat semuanya akan terganggu, tertunda, dan
tidak bisa dilakukan. Sebab itu, kita harus menjaga, memelihara, dan
menggunakannya untuk hal-hal yang baik, benar, dan produktif sebelum
kita sakit dan tidak berdaya, atau mati. Hindari pola hidup yang tidak sehat,
seperti merokok, tidak suka olah raga, lupa istirahat, dan lain-lain yang
mengganggu kesehatan.

6. Uang, Sarana, dan Prasarana

Uang, sarana, dan prasarana yang kita miliki saat ini juga menjadi
sumber daya yang penting untuk ikhtiar kita mencapai impian. Uang, sarana,
dan prasarana itu harus didapat dari hasil usaha yang halal, sehingga dapat
kita gunakan untuk kepentingan ikhtiar mewujudkan impian yang mulia itu.
Hindari penggunaan uang, sarana, dan prasarana yang tidak perlu dan tidak
benar. Gunakan uang dengan hemat dan untuk hal-hal produktif. Rajinlah
bersedekah karena hal ini juga akan mendatangkan produktivitas dari Allah.

D. Pelaksanaan yang Konsisten

Setelah kita menetapkan niat atau tujuan yang mulia, cara usaha
yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan, serta sumber daya yang
22

kondusif bagi kelancaran proses usaha dan pencapaian tujuan, maka kita
harus mengimpelemntasikan semua itu secara konsekuen, konsisten, sabar,
dan tawakal. Kita harus teguh dan selaras dengan apa yang telah kita
rencanakan. Sabar dan tawakal ketika kita menghadapi cobaan atau ujian
dalam perjalanan usaha. Yakinlah, dengan semua itu pasti kita sukses
mewujudkan impian.

Banyak orang gagal dalam usaha mencapai impian karena


perilakunya yang tidak konsisten, dalam arti tidak selalu ajeg atau istikomah
dalam kebenaran. Usahanya masih dinodai dengan perilaku berbohong, tidak
tepat janji, selingkuh, bahkan masih berani mampir ke tempat-tempat
hiburan yang diharamkan. Padahal, usahanya itu sudah memiliki tujuan
yang mulia dan menggunakan cara-cara yang benar, serta dibarengi dengan
ibadah yang rajin. Jadi, kalau kita ingin sukses mewujudkan impian, tetaplah
dalam kebenaran.

Jangankan orang yang usahanya sedang berproses mencapai sukses,


orang yang usahanya sudah sukses pun dengan materi yang melimpah,
banyak yang kemudian menjadi hancur dan terpuruk karena
menyimpangnya dari rel kebenaran. Dengan demikian, kalau ingin sukses
mewujudkan impian, dan mempertahankan serta mengembangkan imipian
kesuksesan yang telah dicapai, kita harus konsisten dalam kebenaran,
terhindar dari hal-hal yang dilarang Tuhan. Kesuksesan adalah keberhasilan
dalam kebenaran, kemuliaan, dan kemanfaatan.

Kesuksesan memiliki harta atau uang yang banyak harus berarti


keberhasilan mendapatkan harta atau uang itu dalam kebenaran dengan
penuh guna kemanfaatan dan kemuliaan. Kesuksesan memiliki harta atau
uang yang banyak yang tidak berarti demikian, bukanlah kesuksesan
melainkan kegagalan yang menghancurkan, mematikan, dan menghinakan.
Mari, kita persiapkan diri dan wujudkan kesuksesan berharta/beruang yang
sesungguhnya itu! Bagaimana cara selanjutnya? Apa rahasianya? Kita
teruskan membacanya!
23

BAB IV
MEMILIKI UANG BANYAK DENGAN
MELIPATGANDAKAN SAMPAI TUJUH RATUS
KALI LIPAT
Raihlah uang banyak penuh berkah, yang bisa mencukupi segala keperluan
dengan meminjami Allah. Anda akan mendapat ganti 700 kali lipat
bahkan lebih.

A. Jangan Percaya Janji Setan, Yakini Janji Allah

Jika kita mau berinfak atau bersedekah uang, biasanya ada bisikan,
seperti “jangan banyak-banyak, masih banyak keperluan. Nanti tidak cukup
untuk ini-itu. Nanti saja, kalau sudah punya uang lebih. Jangan, uang ini kan
dapat mengutang. Jangan, nanti uang menjadi berkurang, dan sebagainya.”
Demikianlah setan yang berusaha menjanjikan atau menakut-nakuti
kemiskinan kepada kita dan menyuruh kita supaya kikir.

“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan


menyuruh kamu berbuat keji (kikir) sedangkan Allah menjanjikan
ampunan dan karunianya kepadamu. Dan Allah Maha Luas, Maha
Mengetahui (Al-Baqarah, 2: 269).”

Memang, setan selalu memberi alasan logis-matematis bahwa kalau


sebagian uang kita diberikan kepada orang lain, uang kita akan berkurang
dan kalau terus-terusan sepertinya akan jatuh miskin. Ini strategi konseptual
setan agar kita tidak mengimani perintah dan janji Allah. Janganlah pernah
mempercayai janji setan. Jangan pula kena ditakut-takuti. Sesungguhnya,
setan itu musuh yang nyata bagi kita, “...dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al-
Baqarah, 2: 168).” Kita harus memeranginya sampai kita menang. Tujuan
mereka hanya menggagalkan impian kita, menjerumuskan kita ke jurang
kehancuran, kenistaan, dan kesakitan. Kita jangan terjebak dalam pola pikir
24

logis-rasional yang melemahkan keimanan dan ketakwaan. Spiritualitas kita


harus jalan dan membimbing intelektualitas dan emosionalitas.

Kita perhatikan dan hindari pola pikir setan yang menjebak kita
dalam perjalanan usaha mencapai keberhasilan memiliki uang banyak
bersama Allah. Pola pikir setan dimaksud antara lain sebagai berikut.
1. Kalau ingin kaya harus pelit/kikir dan tega.
2. Kalau ingin kaya kumpul-kumpulkan uang sehingga uang menjadi
banyak dan bisa membeli apa yang diinginkan.
3. Jangan diberikan kepada orang lain uang itu nanti menjadi berkurang
jumlahnya.
4. Pinjamkan uang itu kepada orang yang mau membayarnya dengan
bunga yang tinggi sehingga uang akan cepat bertambah banyak.
5. Jangan ada belas kasihan kepada orang lain kalau sudah menyangkut
uang.
6. Uang yang dimiliki adalah hasil jerih payah usaha, enak benar harus
diberikan kepada orang lain.
7. Lakukan segala cara untuk mendapatkan uang agar cepat menjadi kaya.
8. Kalau mempunyai uang banyak, segala keinginan bisa dipenuhi.

Ya, demikianlah pola pikir setan yang menjebak dan justru sebenarnya
akan menyengsarakan kita. Janjinya palsu. Rasionalitasnya menyesatkan.
Logikanya memerangkap. Hipotesisnya tidak benar. Targetnya tidak lain
dengan uang atau harta itu, setan akan meracuni, mengancurkan,
membunuh, bahkan menderitakan kita di akhirat nanti. Tidak! Kita tidak
boleh terjebak dan jangan pernah percaya dengan iklan setan apapun. Kita
harus waspada dengan bisikan persuasifnya, ajakan halusnya, dan janji-janji
manisnya.

Kita yakini saja bahwa janji Allah yang pasti benar, “...janji Allah itu
benar...(QS Ar-Rum, 30: 60).” Pasti Tepat. Mustahil Bohong. Termasuk janji-
Nya untuk mengayakan kita, mencukupkan kita, dan melapangkan rezeki
kita. Kita wajib meyakini itu. Hanya kita harus mau dan mampu menagih
atau membuktikan janji itu dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan
25

menjauhi segala larangan-Nya. Kalau kita tidak mau dan tidak mampu
berbuat demikian, bukanlah Allah yang tidak menepati janji, melainkan kita
yang ingkar. Coba kita renungkan penggalan ucapan janji kita ketika
melakukan salat, “… hidupku, matiku hanyalah untuk Allah.” Tetapi,
nyatanya dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengingkari janji itu.
Hidup kita masih belum mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
secara kafah. Astagfirullahaladim!

B. Allah Menjamin Kita Kaya

Sebenarnya, hidup kita di dunia ini sudah dijamin oleh Allah menjadi
orang kaya yang punya banyak uang, sehingga mampu mencukupi segala
keperluan. Punya rezeki yang melimpah ruah yang didatangkan dari segala
penjuru bumi dan langit. Mendapatkan rezeki, bukan saja dari yang sudah
kita perkirakan tetapi juga dari yang tidak pernah kita sangka-sangka.
Kurang apa lagi? Betapa enak kita ini! Betapa luar biasa perhatian dan kasih
sayang Allah itu kepada kita! Ingin terbukti? Yakini firman Allah berikut dan
laksanakan perintahnya.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami


akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka kami
siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (Al-A’raf,
7: 96).”

“Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-


sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan
ketentuan bagi setiap sesuatu (At-Talaq, 65: 3).”

Belum lagi jaminan lainnya, seperti akan disehatkan, dikuatkan,


ditenangkan, ditentramkan, diamankan, diselamatkan, ditinggikan derajat,
dibahagiakan, dimanjakan, dan di tempatkan di tempat yang sebaik-
baiknya tempat (surga). Tertarikkan kita dengan semua itu? Ya, hanya orang
26

tidak waras dan yang tidak beriman yang tidak akan tertarik. Meskipun
banyak sekali orang normal dan mengaku beriman dalam kehidupan ini
berperilaku tampak seperti tidak tertarik. Terbukti dari ketidakacuhan,
kemasabodohan, dan kelemahan mereka dalam mempelajari dan
menjalankan perintah Allah. Mereka tidak berjuang menjadi kaya dan
beruntung dalam banyak hal lainnya bersama Allah.

Mari kita raih. Mari kita buktikan janji-janji Allah yang Maha Menepati
Janji. Kalau sekarang ini kita hidup miskin, tidak punya uang yang cukup
untuk berbagai keperluan, dan pusing banyak menghadapi kesulitan,
janganlah mengeluh. Janganlah lemah dan bersedih hati karena kita makhluk
yang paling tinggi derajatnya dan beriman, “Dan janganlah kamu (merasa)
lemah, jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya),
jika kamu orang yang beriman (QS Ali-Imron 3: 139).” Allah pasti memberikan
jalan keluar. Allah telah menyertakan kemudahan di dalam kesulitan itu.
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (QS Makkiyah, 94:
5).” Yakinlah! Bangkitlah! Berusahalah bersama Allah. Mintalah hanya
kepada Allah, “...dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan (QS
Al-Fatihah, 1: 5).” Bersabarlah! Bertawakalah. Lakukan infak dan sedekah
meskipun kita dalam kesempitan, “(yaitu) orang berinfak, baik di waktu
lapang maupun sempit...(QS Ali-Imran 3: 134).” Lihat, apa yang akan terjadi!
Kita pasti mendapat ganti yang berlipat ganda dari Allah. Kita akan punya
banyak uang, terbebas dari berbagai kesulitan, kesakitan, bahkan kematian.

Hindari virus AIDS (Ajakan Iblis dan Setan) yang merugikan,


memiskinkan, dan mematikan, seperti malas untuk berubah dan berikhtiar,
ragu untuk berhasil, masa bodoh dengan keadaan, putus asa, tidak sabaran,
tidak tawakal, tidak bertaubat, tidak mau sedekah, enggan belajar, tidak
suka silaturahim mencari peluang, tidak mau mulai dari yang kecil, pandai
menyalahkan pihak lain (bahkan menyalahkan Tuhan), cepat bosan dengan
pekerjaan yang ada, tidak hemat dengan keuangan yang ada, tidak
harmonis dengan keluarga, tidak rajin salat, suka maksiat, dan sebagainya.
27

Saatnyalah kita menyadari bahwa hidup ini hanyalah sementara


tetapi jangan sampai menyiksa berlama-lama dengan kemiskinan dan
berbagai kesulitan. Takutilah kemiskinan dengan berlari sekencang-
kencangnya dan sejauh-jauhnya dari sifat-sifat ajakan setan yang
memiskinkan itu. Jangan malah didekati atau dipelihara. Mulailah dengan
berbikir untuk berubah (think for change). Tinggalkan sekarang juga sedikit
demi sedikit sifat-sifat tersebut. Perbanyaklah hubungan dengan orang-orang
yang giat dan berhasil. Berusahalah dan terus berusaha sambil berdoa (salat
wajib, hajat, tahajud, duha, zikir) dan membantu sesama. Tetapkan diri
senantiasa dalam kebenaran. Demikianlah, kalau memang kita takut dengan
kemiskinan. Takutlah pada kemiskinan, tetapi jangan takut miskin dalam
hidup ini. Allah sudah menjamin orang-orang yang beriman dan bertakwa
dengan kecukupan dan keberkahan rezeki yang melimpah.
C. Melipatgandakan Uang dengan Meminjami
Allah
Kita pernah mendengar dan melihat bahwa ada orang meminjamkan
uangnya kepada orang lain dengan bunga riba per bulannya 5%, 10 %, 15%,
20%, 25%, 30%, bahkan ada yang sampai 40%. Kalau pinjaman itu
pembayaran pokok dan bunganya lancar, dan uang yang dipinjamkannya
itu dalam jumlah yang besar, serta dilakukan kepada banyak orang, dan
berputar pada setiap bulannya, maka si pemberi pinjaman itu akan
mendapatkan uang yang banyak. Apalagi bunga pinjamannya 40%
(rentenir). Si rentenir itu akan cepat kaya dengan mengisap darah orang-
orang yang menderita kesulitan atau kemiskinan. Lalu, apa yang akan terjadi
padanya? Perhatikan ayat berikut.

“Orang-orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang
demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan
riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi,
28

maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (QS


Al-Baqarah, 2: 275).”

”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak


menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergemilang
dosa.” (QS Al-Baqaraah 2: 276).”

Ya, begitulah. Orang yang mengambil dan memakan riba, jiwanya


tidak tenteram seperti kemasukan setan. Harta yang dimilikinya pun akan
dimusnakhan atau ditiadakan berkahnya. Karena itu, bagi orang yang masih
berbisnis dengan riba, jika mengaku sebagai orang yang beriman, sebaiknya
tinggalkanlah usaha riba dan sisa riba yang belum dipungut. Hal ini
sebagaimana diperintahkan oleh Allah sebagai berikut.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman
(QS Al-Baqarah, 2: 278).”

Kita sepakat untuk tidak tertarik sama sekali dengan mendapatkan


uang banyak cara riba itu. Ada cara meminjamkan uang yang sangat luar
biasa menguntungkan kita untuk memperoleh uang yang banyak, untuk
menjadi orang kaya raya yang mampu mencukupi segala keperluan dengan
keberkahan yang melimpah. Apa itu? Meminjsami Allah. Meminjamkan uang
kita kepada Allah. Emang Allah butuh duit? Tidak sama sekali! Allah hanya
mau melipatgandakan uang kita dengan cara uang kita diinfakkan atau
disedekahkan di jalan Allah. Yakini dan lakukan ayat berikut ini.

“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik, maka


Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah
menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu
dikembalikan (QS Al-Baqarah, 2: 245).”

Meminjami Allah maksudnya menginfakkan atau menyedekahkan


harta di jalan Allah, seperti membelanjakan harta atau uang untuk
kepentingan keluarga, orang fakir, orang miskin, jihad, pembangunan mesjid,
rumah sakit, perguruan, dakwah, dan lain-lain. Lalu, berapa besar Allah akan
29

melipatgandakan ganti infak kita? Satu kali lipat? Tiga kali lipat? Tujuh kali
lipat? Ah, kecil itu mah! Lantas, berapa? Percaya tidak? (harus yakin)
Pelipatgandaannya itu sampai 700 kali lipat bahkan lebih. Sungguh suatu
penggantian pinjaman yang tidak akan pernah bisa dilakukan orang siapa
dan mana pun. Yakini ayat berikut ini!

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah


seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui (QS, Al-Baqarah, 2:
261).”

Coba, perhatikan! Allah akan melipatgandakan harta atau uang yang


kita infakkan di jalan Allah (dibelanjakan atau diberikan untuk kepentingan
seperti fakir miskin, anak yatim, jihad, dakwah, pembangunan sarana umat)
dengan contoh perhitungan: dari satu butir biji bertumbuh tujuh tangkai, dan
pada setiap tangkainya berisi 100 biji. Perhatikan gambar berikut.

100 biji
100 biji 100 biji

100
100 biji
biji

1 biji harta
100 biji yang 100 biji
diinfakkan

Dari 1 Biji menjadi


700 biji

Gambar di atas menunjukkan bahwa dari satu biji harta yang kita
infakkan akan diganti berlipat ganda oleh Allah sebanyak 1 x 7 x 100 = 700
30

biji harta. Ini berarti penggantiannya sama dengan 700 kali lipat. Kalau harta
yang kita infakkan itu berupa uang, dan satu biji disebandingkan dengan 1
rupiah misalnya, maka dapat dibuat gambaran sebagai berikut.

Rp.
Rp. 100 Rp.
100 100
Rp. Rp.
100 100

Rp. Rp.1 yang Rp.


100 diinfakkan 100

Dari Rp. 1 menjadi


Rp. 700

Dengan begitu, jika kita menginfakkan uang 1 rupiah di jalan Allah,


kita akan mendapat ganti dari Allah sebanyak = 1 x 7 x 100 = Rp. 700. Ini
berarti dari menginfakkan Rp. 1 kita dapat keuntungan Rp. 699. Kalau
dipersentasekan keuntungannya mencapai = Rp. 699 x 100 : 1 = 69.900%, atau
699 kali lipat. Coba, kalau uang yang kita infakkan itu misalnya Rp. 1000,
maka dapat digambarkan sebagai berikut.
31

Rp.
Rp. 100 000 Rp.
100 000 100 000

Rp. Rp.
100 000 100 000

RP. 1000
Rp. Rp.
yang
100 000 diinfakkan 100 000

Dari Rp.1.000
menjadi Rp. 700.000

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa dari infak uang


Rp. 1000 akan mendapat ganti dari Allah sebanyak Rp. 1000 x 7 x 100 = Rp.
700 000. Perkalian dengan angka 7 berasal dari 7 tangkai yang disebutkan
dalam ayat di atas. Nilai Rp. 100 000 pada setiap tangkai di atas diperoleh
dari Rp. 1000 x Rp. 100 = Rp. 100 000. Dikalikan dengan 100 karena dasar
perhitungannya pada setiap tangkai dari ayat di atas adalah 100. Berikut ini
disajikan dalam Tabel 1 perhitungan lebih lanjut berdasarkan besarnya uang
yang diinfakkan dengan mengacu pada contoh dasar perhitungan yang
terdapat dalam Surat Al-Baqarah, 2: 26.
32

Tabel 1. Contoh Perhitungan Penggantian/Keberuntungan dari


Infak atau Sedekah Berdasarkan Hasil Kajian Analogis
dari Surat Al-Baqarah, 2: 26

Jumlah Uang 7 Tangkai 100 Biji Jumlah Buah


yang Diinfakkan/ Keberuntungan Keberuntungan Keberuntungan
Disedekahkan Per Tangkai yang Diperoleh
(Rp) (Rp)
Y x7 x 100 =N
1 7 100 700
100 7 100 70.000
1.000 7 100 700.000
10.000 7 100 7.000.000
50.000 7 100 35.000.000
100.000 7 100 70.000.000
500.000 7 100 350.000.000
1.000.000 7 100 700.000.000
5.000.000 7 100 3.500.000.000
10.000.000 7 100 7.000.000.000
50.000.000 7 100 35.000.000.000
100.000.000 7 100 70.000.000.000
500.000.000 7 100 350.000.000.000
1.000.000.000 7 100 700.000.000.000
Dan seterusnya… Sama Sama Dan seterusnya…

Keterangan:
Rumus Perhitungan untuk mengetahui besarnya penggantian infak uang dari
Allah sebagai berikut:
Y x 7 x 100 = N
Y ; Besar uang yang diinfakkan atau disedekahkan
7 : Berasal dari keterangan 7 tangkai yang disebutkan Allah
100 : Berasal dari banyaknya biji pada setiap tangkai yang disebutkan
oleh Allah
N : Jumlah ganti dari Allah atas nilai uang / harta yang telah diinfakkan.

Dari tabel perhitungan di atas tampak bahwa penggantian yang


menguntungkan dari infak atau pun sedekah sungguh luar biasa. Belum lagi
kalau dari seratus biji yang ada pada ketujuh tangkai itu, dari setiap bijinya
bertumbuh lagi tujuh tangkai yang berisi seratus biji lagi, maka hasilnya akan
sangat melimpah ruah. Itu memungkinkan karena Allah
mengumpamakannya dengan biji sebagai sesuatu yang akan menumbuhkan
ketujuh tangkai lagi. Jika dianalogikan dengan uang, betapa banyak uang
yang akan kita peroleh dari infak itu. Semakin banyak uang yang kita
33

infakkan akan semakin melimpah ruah uang yang akan kita terima dari
bayaran Allah. Ini sebagai yang dinyatakan dalam Surat Al-Baqaraah (2:
276) bahwa Allah akan menyuburkan atau memperkembangkan harta atau
uang yang diinfakkan atau disedekahkan.

Bagaimana? Anda tertarik berbisnis dengan Allah? Maukah Anda


memberikan pinjaman kepada Allah (menginfakkan dan menyedekahkan
harta atau uang di jalan Allah) dengan penggantian 700 kali lipat atau
keuntungan 69.900%? Bukannya Anda ingin cepat kaya, punya banyak
uang, serba cukup untuk memenuhi keperluan? Bukannya Anda punya
tujuan mulia untuk memberi banyak manfaat kepada keluarga dan sesama,
menjalankan peran khalifah, menegakkan ekonomi syariah, membangun
sarana umat, dan menjalankan dakwah serta syiar agama? Ya! Kalau begitu,
lakukan segera berinfak dan bersedekah! Jangan ditunda, mumpung ada
kesempatan, mumpung belum datang hari ketika tidak ada lagi jaul beli,
tidak ada lagi persahabatan, dan tidak ada lagi syafaat! “Wahai orang-orang
yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah kami berikan
kepadamu, sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi
persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang kafir itulah orang
yang zalim (QS Al-Baqarah 2: 254).” Yakinlah, bertakwalah, berikhtiarlah,
bertawakalah, dan bersabarlah, pasti Anda sukses!

Seandainya ada orang mau meminjam uang kepada kita, dan dia
mau serta sanggup membayarnya 100 kali lipat atau 1000 % dalam tempo
dua bulan, wow! Pasti kita sangat tertarik dan mau meminjamkan uang
kepadanya. Bayangkan 100 kali lipat atau 1000 %! Misalnya, kalau kita
meminjamkannya Rp. 1.000.000 maka dalam waktu dua bulan kita akan
mendaptkan pembayaran dari dia Rp.1000.000 x 100 = = Rp. 100.000.000.
Tetapi, maaf hal itu tidak mungkin terjadi. Kepada renternir kejam sekalipun,
peminjam paling tinggi akan berani membayar bunga pinjaman 40 % dalam
tempo satu bulannya. Tidak mencapai satu kali lipat pun. Ditambah hal itu
riba lagi dan harus kita hindari.
34

Nah, kalau demikian, masa meminjami Allah (menginfakkan atau


menyedekahkan uang di jalan Allah) dengan janji ganti pembayaran sampai
700 kali lipat kita tidak tertarik. Padahal janji Allah pasti, tidak seperti
manusia yang janjinya sering meleset atau ingkar. Kalau kita beriman, yakin
kepada Allah, pasti kita tertarik. Coba, pengandaian tadi kita nyatakan atau
buktikan dengan mengimpakkan atau menyedekahkan uang Rp. 1.000.000
itu kepada orang fakir atau yatim. Setelah dua bulan ke depan, apa yang
terjadi?
Mari, kita berlomba-lomba berbisnis dengan Allah, menginfakkan atau
pun menyedekahkan sebagian rezeki harta atau uang yang telah dibrikan
Allah kepada kita. Kita pasti akan mendapatkan ganti beratus-ratus kali
lipat, sehingga kita akan memiliki kemampuan yang lebih besar lagi untuk
melakukan hal yang sama, yaitu menginfakkan harta atau uang kita untuk
kepentingan pembangunan mesjid, panti asuhan, rumah sakit gratis,
pesantren gratis, dan lain-lain. Jangan khawatir, malaikat pun pagi dan sore
senantiasa mendoakan kita untuk keberhasilan berbisnis dengan Allah itu.
Tetapi, harus kita takuti doa malikat terhadap orang yang tidak berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi
dan sore: "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. Dan berkata
yang lain: "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran (HR.
Bukhori).*

Bagaimana agar kita tertarik, mudah, gemar, dan suskses melakukan


infak atau pun sedekah sehingga kita dapat mewujudkan impian?
Renungkan, pahami, yakini, jiwai, dan ikuti kebenaran-kebenaran berikut ini.

1. Memahami dengan sungguh-sungguh bahwa harta atau pun uang adalah


titipan Allah yang harus dibelanjakan di jalan-Nya dengan baik dan
amanah.
2. Menginfakkan atau pun menyedekahkan harta atau uang adalah
perintah Allah.
3. Menginfakkan atau pun menyedekahkan harta atau uang akan
menyuburmakmurkan dan melapangkan rezeki kita.
35

4. Menginfakkan atau pun menyedekahkan harta atau uang akan


menentramkan, mengamankan, menyehatkan, menyelamatkan,
memberkahkan, dan membahagiakan kita.
5. Menginfakkan atau pun menyedekahkan harta atau uang akan sangat
bermanfaat bagi orang lain.
6. Tidak menginfakkan atau pun menyedekahkan harta atau uang yang kita
miliki akan terancam kehancuran dan bencana.
7. Kikir sampai tidak mau menginfakkan atau pun menyedekahkan harta
atau uang akan dijauhi oleh manusia maupun Allah.
8. Biasakan berinfak atau pun bersedekah semampu yang kita lakukan dan
mulailah dari sekarang.
9. Infakkanlah harta atau uang untuk mendapatkan ridha Allah dan
memperteguh jiwa.
10. Tingkatkan keimanan dan ketakwaan seoptimal mungkin.
11. Periharalah kesabaran dan ketawakalan dalam hidup ini.
12. Jauhi sifat riya, takabur, sombong, dan menyinggung atau menyakiti orang
lain.

Seandainya belum mampu melaksanakan infak, kita juga bisa


melakukan sedekah dengan bertasbih, bertakbir, bertahmid, bertahlil,
memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran, bahkan
berhubungan dengan istri sekalipun. Suatu hari sekelompok sahabat miskin
mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal rasa
cemburu mereka terhadap orang-orang kaya. Orang-orang kaya mampu
mengamalkan sesuatu yang tidak kuasa mereka kerjakan, yaitu
menyedekahkan harta yang melebihi kebutuhan mereka. Menanggapi
keluhan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi kepada
mereka melalui sabdanya “Bukankah Allah telah membukakan bagi kalian
pintu-pintu sedekah? Sejatinya setiap ucapan tasbih bernilai sedekah bagi
kalian, demikian juga halnya dengan ucapan takbir, tahmid, dan tahlil.
Sebagaimana memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran juga
bernilai sedekah bagi kalian. Sampai pun melampiaskan syahwat kemaluan
kalian pun bernilai sedekah.” Tak ayal lalgi para sahabat keheranan
36

mendengar penjelasan beliau ini, sehingga mereka kembali bertanya: “ Ya


Rasulullah, apakah bila kita memuaskan syahwat, kita mendapatkan
pahala?” Beliau menjawab: “Bagaimana pendapatmu bila ia
menyalurkannya pada jalan yang haram, bukankah dia menanggung dosa?
Demikian pula sebaliknya bila ia menyalurkannya pada jalur yang halal,
maka ia pun mendapatkan pahala. (HR. Muslim).”

Bab berikutnya akan lebih memperjelas gambaran keuntungan kita


berinfak atau bersedekah, yakni seperti memiliki pohon uang yang berbuah
lebat, bahkan pohon uang itu berpotensi menjadi kebun uang. Mari kita
lanjutkan membaca bab berikutnya
37

BAB V
MEMILIKI POHON UANG

Miliki pohon uang/harta yang berbuah lebat


dengan berinfak dan bersedekah.

A. Menyiapkan Lahan yang Subur

Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa uang


atau harta yang kita infakkan atau sedekahkan akan mendapat ganti
sampai 700 kali lipat. Ini terungkap dari perumpamaan Allah dengan satu
butir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai dan pada setiap tangkainya
berbuah seratus butir biji sehingga jumlah butir biji dari ketuhuh tangkai
adalah 700 butir biji. Ini artinya, yang menginfakkan harta di jalan Allah
seperti memiliki pohon uang. Mari kita bahas lagi, bagaimana kita bisa
memiliki pohon uang itu.

Baik, berapa uang yang Anda miliki sekarang? Seribu rupiah, sepuluh
ribu rupiah, lima puluh ribu rupiah, seratus ribu rupiah, satu juta rupiah, atau
berjuta-juta rupiah? Oke, itu kita anggap sebagai biji yang akan kita tanam
di lahan kita agar tumbuh menjadi pohon uang. Apa lahannya? Ya, tidak lain
adalah iman, ilmu, dan takwa sebagai landasan keberhasilan. Lahan atau
tanah tempat menanam biji itu harus subur, yakni terdiri dari unsur-unsur
iman, ilmu, dan takwa yang baik. Unsur imannya harus kuat. Unsur ilmunya
harus memadai. Dan unsur takwanya pun mesti bagus. Sehingga semua unsur
itu bisa menumbuhkan biji pohon uang yang akan kita tanam.

Kalau iman, ilmu, dan takwa serba tidak baik, berarti lahan itu
tandus, tidak bagus, atau tidak subur untuk siap menumbuhkan biji pohon
uang yang akan kita tanam. Oleh karena itu, persiapkan lahan keimanan,
keilmuan, dan ketakwaan kita dengan senantiasa berusaha belajar, berzikir
(salat), dan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
38

Nya. Dengan begitu, lahan itu dapat menumbuhkan biji pohon uang yang
akan kita tanam sampai berbuah lebat dan penuh kemanfaatan.

B. Menanam Biji Pohon Uang yang Baik


Biji pohon uang (harta atau uang) yang akan kita tanam, juga harus
berkualitas baik. Berkualitas unggul. Maksudnya, harta atau uang yang kita
miliki sekarang ini untuk menjadi biji pohon uang yang akan ditanam, itu
harus halal. Bukan diperoleh dari hasil riba, korupsi, mencuri, menipu, dan
cara-cara haram lainnya. Kalau uang kita diperoleh dari hasil usaha yang
terlarang, maka tidak bisa menjadi biji pohon uang yang akan bertumbuh.
Itu hanya menjadi biji kering yang mati yang tidak punya potensi untuk
tumbuh dengan keberkahan dan kemanfatan.

Harta atau uang yang kita miliki sekarang, yang menjadi biji pohon
uang, harus sebagai hasil dari usaha-usaha seperti berdagang yang jujur
(tidak menipu dan mengurangi takaran), berbisnis dengan aturan syariat,
bekerja sebagai karyawan atau pegawai yang berdisiplin dan profesional, jasa
yang halal, dan usaha-usaha lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat
hukum agama. Intinya, harta atau uang yang kita miliki harus merupakan
hasil ikhtiar yang halal, bukan dari hasil usaha yang ditempuh dengan
langkah-langkah setan, dan makanan yang kita makan pun harus dari
makanan yang halal dan baik.

“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al-Baqarah, 2:
168).”

“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik yang


Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
kamu menyembah kepada-Nya (QS Al-Baqarah, 2: 172).”
39

C. Mengairi dan Memupuki

Biji pohon uang yang kita tanam di lahan yang subur juga harus kita
airi dan pupuki secukupnya agar cepat tumbuh dan berbuah lebat.
Maksudnya, sebagian uang halal yang kita miliki sekarang ini (biji pohon
uang) disedekahkan atau diinfakkan (diairi dan dipupuki) dengan landasan
keimanan dan ketakwaan (di tanah yang subur). Lakukan hal itu dengan
cara sebaik-baiknya, dengan ikhlas, dengan tidak menyinggung dan
menyakiti perasaan orang yang menerima, dan dengan terang-terangan
(bukan untuk riya) atau sembunyi-sembunyi, “Jika kamu menampakkan
sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya
dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu
dan Allah akan mengahapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah
Maha teliti apa yang kamu kerjakan (QS Al-Baqarah, 2: 271).” Lakukan, baik
di saat kita dalam keadaan lapang maupun keadaan sempit, “(yaitu) orang
berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit...(QS Ali-Imran 3: 134).”

D. Menghindari Hama yang Merusak


Biji pohon uang yang telah ditanam, disirami air, dan dipupuki harus
kita jaga dari serangan hama ganas yang mematikan agar biji pohon uang
itu tumbuh bertangkai-tangkai menghasilkan buah uang yang berlipat
ganda. Apa hama yang membinasakan itu, yakni virus riya. Maksudnya,
harta atau uang yang telah diinfakkan atau disedekahkan harus kita hindari
dari sifat, sikap, dan perbuatan riya. Riya dapat membinasakan infak dan
sedekah kita,. Perhatikan ayat berikut.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak


sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan
penerima, seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya’
(pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan
hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang
di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka
tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu
40

apapun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang kafir. (QS Al-Baqarah, 2: 264).”

Sungguh saying kan, kalau infak atau sedekah yang kita lakukan
habis sama sekali dilalap riya. Padahal riya atau pamer pada intinya hanya
ingin dilihat dan dipuji orang. Apa sih untung dan pentingnya itu bagi kita?
Tidak ada! Yang ada hanyalah membuat infak dan sedekah kita sia-sia. Jadi,
biji pohon uang (harta atau uang yang kita miliki) tidak akan tumbuh subur
menjadi bertangkai-tangkai apalagi berbuah uang yang lebat (mendapat
bayaran berlipat ganda dari Allah), kalau penanamannya diberi air dan
pupuk yang mengandung zat mematikan (diinfakkan/disedekahkan dengan
riya).

E. Memanen Hasil

Biji pohon uang (uang atau harta yang kita miliki saat ini) yang telah
ditanam di lahan yang subur (iman, ilmu, dan takwa) dan diairi serta
dipupuki secara baik (diinfakkan/disedekahkan tanpa riya), seiring waktu
akan cepat tumbuh bertangkai-tangkai dan menghasilkan buah uang yang
lebat (bayaran berlipat ganda dari Allah). Dan sampai pada waktunya, kita
tinggal memetik hasilnya atau memanennya. Hasil panen uang dari pohon
uang itu, kita gunakan untuk berbagai kebajikan dan kemanfaatan,
termasuk untuk berbuat lagi hal yang sama, yakni menanam dan menanam
kembali dengan pengairan dan pemupukan secara baik di tanah yang
terjaga baik pula (Dengan uang yang bertambah banyak berkat
berinfak/bersedekah kita berinfak/bersedekah terus dengan landasan iman,
ilmu, dan takwa serta pemeliharaan dengan sabar dan tawakal).

Harta atau uang yang kita infakkan atau sedekahkan dengan baik,
seiring waktu akan membuahkan hasil berupa ganti yang berlipat ganda dari
Allah. Ganti itu berupa kelapangan rezeki, kelimpahan berkah, dan
kecukupan memenuhi segala keperluan. Bahkan, Allah juga akan
memberikan kesehatan, keselamatan, dan kebahagian. Dengan demikian,
berinfak atau bersedekah dapat membangun kesejahteraan, kebahagian,
41

kesehatan, keselamatan, dan kebersamaan hidup kita, serta kemanfaatan


bagi umat.

Mari, kita ciptakan budaya berzakat, berinfak, dan bersedekah untuk


mengentaskan kemiskinan (pribadi, keluarga, umat), membangun
kesejahteraan bersama, menegakkan ekonomi syariah, membangun sarana
umat, meningkatkan (bargaining position) umat, menyebarluaskan dakwah
dan syiar Islam, dan menjayakan Islam.
42

BAB VI
SEPOHON UANG MENJADI KEBUN UANG

Orang yang menginfakkan atau menyedekahkan harta atau uangnya di


jalan Allah, seperti memiliki pohon uang yang akan berkembang biak
menjadi kebun uang.

A. Sebutir Biji Menjadi 700 Biji

Kita kaji lagi sebuah ayat yang menjelaskan betapa beruntungnya


orang yang berinfak di jalan Allah, sampai mendapatkan ganti ratusan lipat.
Ayat dimaksud kita kemukakan lagi sebagai berikut.

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah


seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus bijji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui (QS, Al-Baqarah, 2:
261).”

Demikianlah, Allah menetapkan perumpamaan orang yang


menginffakkan hartanya di jalan Allah sama dengan memiliki pohon uang
atau harta. Pohon uang itu berasal dari sebutir biji yang menumbuhkan tujuh
tangkai dan pada setiap tangkainya berbuah seratus butir biji. Jadi, dari
sebutir biji yang ditanam tumbuh berbuah 700 biji. Subhanallah! Luar biasa
sekali! Betapa orang yang berinfak itu sangat diuntungkan.

Jika sebutir biji yang dimaksudkan oleh Allah itu sebuah


perumpamaan dari setiap butir harta atau uang yang diinfakkan oleh orang,
maka bisa dibayangkan, betapa banyaknya keuntungan yang akan
diperoleh orang yang berinfak di jalan Allah. Misalnya, kalau sebutir biji
disamakan dengan serupiah uang, maka dari serupiah uang yang diinfakkan
akan mendapat ganti berlipat ganda dari Allah sebanyak tujuh ratus rupiah.
Jumlah ini berasal dari Rp. 1 yang menumbuhkan tujuh tangkai (7t) dan pada
setiap tangkainya berbuah Rp. 100, sehingga diperoleh dasar perhitungan Rp.
43

1 x 7t x Rp. 100 = Rp. 700. Dari dasar perhitungan ini, sebagaimana telah
dikemukakan pada bab sebelumnya, dibuat rumus perhitungan untuk
mengetahui besarnya penggantian infak uang dari Allah, yakni Y x 7 x 100 =
N. Y = besar uang yang diinfakkan atau disedekahkan, 7 = 7 tangkai yang
disebutkan Allah, 100 = banyaknya biji pada setiap tangkai yang disebutkan
oleh Allah, dan N = Jumlah penggantian dari Allah atas uang/harta yang telah
diinfakkan.

Berdasarkan rumus perhitungan yang diperoleh dari perumpamaan


Allah tersebut, dan jika yang dimaksud dengan sebutir biji itu bisa disamakan
dengan nilai serupiah uang, maka kita akan bisa mengetahui berapa
pelipatgandaan ganti yang akan diberikan oleh Allah terhadap setiap
besarnya uang yang kita infakkan. Misalnya, kalau kita menginfakkan uang
Rp. 1000, akan diperoleh ganti dari Allah sebesar Rp. 1000 x 7 x 100 = Rp.
700.000. Kalau Rp. 10.000 akan diperoleh ganti Rp. 10.000 x 7 x 100 = Rp.
7.000.000. Kalau Rp. 50.000 akan diperoleh ganti Rp. 50.000 x 7 x 100 = Rp.
35. 000.000. Kalau Rp. 100.000 akan didapat ganti Rp. 100.000 x 7 x 100 =
Rp. 70.000.000. Demikian, semakin besar nilai uang yang diinfakkan akan
semakin besar pula jumlah uang yang akan diganti oleh Allah.

Sungguh Allah Mahaluas, Maha Mengetahui dan Maha Kaya, sehingga


melipatgandakan penggantian dengan 700 kali lipat, bagi setiap orang yang
menginfakkan harta atau uangnya, atau meminjami Allah dengan pinjaman
yang baik, Dengan begitu, orang yang suka berinfak memperoleh rezeki yang
lapang, “Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik, maka
Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan
dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan (QS Al-
Baqarah, 2: 245).” Bukan hanya rezeki berupa uang, tetapi juga rezeki
lainnya berupa kesehatan, kenyamanan, keamanan, keselamatan,
kemudahan dapat jodoh, dan lain-lain.
44

B. Potensi Sepohon Uang Menjadi Kebun Uang

Perumpamaan yang diilustrasikan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah


(2: 261) bagi orang yang menginfakkan harta atau uangnya merujuk pada
sebuah pohon harta atau pohon uang. Dimana dari sebutir biji saja
menumbuhkan tujuh tangkai yang masing-masing tangkai berbuah seratus
biji. Ini berarti setiap butir biji yang terdapat pada setiap tangkai itu
berpotensi untuk menumbuhkan tujuh tangkai juga yang masing-masing
tangkai berbuah seratus biji lagi. Dengan demikian, dari tujuh tangkai
pertama masing-masing berpotensi menumbuhkan seratus pohon yang setiap
pohonya bertangkai tujuh. Demikian seterusnya dari biji-biji yang ada akan
berkembang biak menjadi ratusan, ribuan, bahkan jutaan pohon, karena
sebagaimana kita ketahui bahwa biji dalam bidang tanaman berpotensi
akan tumbuh menjadi pohon.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dari sebutir biji tumbuh menjadi


sebuah pohon bertangkai tujuh yang setiap tangkainya berbuah seratus biji.
Dari situlah mulai berkembang biak menjadi banyak pohon yang sama
sehingga menjadi sebuah kebun. Kalau biji yang dimaksud itu merupakan
perumpamaan dari nilai harta, katakanlah misalnya nilai uang, maka orang
yang menginfakkan uangnya di jalan Allah akan mempunyai satu pohon
uang yang berkembang biak sehingga menjadi kebun uang. Subhanallah!
Betapa Allah akan menyubur-makmurkan orang-orang yang menginfakkan
hartanya, sehingga seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang
disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua
kali lipat (Al-Baqarah, 2: 265). Yakinlah bahwa kebun yang dalam ayat
berikut adalah kebun harta atau uang.

“Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk


mencari rida Allah dan memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah
kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat,
maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan
lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah maha
melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah, 2: 265).”
45

C. Gerakan Menanam Seribu Pohon Uang

Dengan menginfakkan atau menyedekahkan harta di jalan Allah, kita


akan memiliki pohon uang. Mari kita membuka lahan untuk melakukan
gerakan menanam seribu pohon uang dengan berinfak, berinfak, dan
berinfak. Bersedekah, bersedekah, dan bersedekah. Mari kita miliki kebun
uang agar berswasembada uang. Agar semua orang makmur dan sejahtera,
tidak ada lagi orang yang kelaparan uang (fakir) dan menjadi kufur. Agar
umat menjadi kuat. Muslim menjadi kaya dan jaya. Memiliki wibawa.
Memiliki posisi tawar yang tinggi. Dan umat Islam menjadi khalifah yang
rahmat lil alamin.
46

BAB VII
KETIKA POHON UANG BELUM BERBUAH

Ketika pohon uang itu belum berbuah, bersabarlah, betawakallah, dan


berintropeksi dirilah, maka Anda tetap berada dalam kebaikan dan
keberuntungan.

A. Bersabar dan Bertawakal

Ketika pohon uang yang Anda tanam belum berbuah juga – infak
dan sedekah yang telah Anda lakukan, padahal waktu sudah cukup lama
berlalu sejak pohon itu ditanam – sejak infak dan sedekah itu Anda
laksanakan, janganlah menggerutu, Janganlah pula Anda marah-marah,
kecewa, dan putus asa. Itu semua hanyalah akan mematikan pohon uang
yang telah Anda tanam dan tunggu-tunggu hasilnya sampai sekarang-
merusak dan melenyapkan infak dan sedekah yang telah Anda laksanakan.

Ya, jika Anda menggerutu, marah-marah, kecewa, dan putus asa


karena infak atau sedekah yang telah banyak Anda lakukan belum
membuat Anda punya banyak uang, maka semua harta atau uang yang
telah Anda infakkan atau sedekahkan itu akan sia-sia. Anda tidak akan
mendapatkan apa-apa. Anda tidak akan mendapat bayaran maupun
pahala yang dijanjikan Allah. Jangankan Anda sampai bersikap begitu,
bersikap riya atau pamer saja itu sudah akan melenyapkan semua infak atau
sedekah Anda.

Hal terbaik untuk dilakukan ketika infak dan sedekah kita belum
mendatangkan rezeki uang yang lapang dan berlipat ganda, adalah
bersabar dan bertawakal. Kita harus tahan, tenang, dan jangan terburu-buru
nafsu. Berserah kepada kehendak Allah dan yakin sepenuh hati bahwa Allah
akan memberikan yang terbaik untuk kita. Bukankah kita berinfak atau
bersedekah dengan dasar untuk mencari rido Allah, di samping memang
berharap untuk mendapatkan rejeki yang lapang atau kecukupan? Ya,
47

berusahalah dan berharap terus untuk mencapai rido-Nya, dan janji-Nya


pasti ditepati.

Di sisi lain, kita juga harus memahami bahwa dalam hidup untuk
mencapai impian kita, ada ujian dari Allah. Yakini ayat berikut ini.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,


kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (QS Al-
Baqarah 2: 155).”

Jelaslah bahwa kita harus sabar dan tawakal ketika mengalami


ketakutan, kelaparan, atau kekurangan harta dalam perjalanan usaha
untuk mewujudakan impian. Dengan begitu, kita tetap akan memperoleh
kegembiraan, kemenangan, dan keberuntungan.

B. Refleksi dan Intropeksi

Kalau impian Anda selama ini atau suatu saat mendatang belum
terwujud, terutama impian untuk memiliki uang yang banyak, padahal Anda
merasa telah berusaha maksimal berjakat, berinfak, dan bersedekah, cobalah
lakukan refleksi dan intropeksi terhadap perbuatan Anda sendiri selama ini,
dengan pertanyaan-pertanyaan antara lain sebagai berikut.
1. Apakah keimanan Anda tetap teguh? Hanya yakin dan percaya kepada
Allah, hanya meminta dan berharap kepada-Nya?
2. Apakah Anda telah melaksanakan dan menyempurnakan salat wajib
maupun sunat (taubat, hajat, tahajud, dan duha).
3. Apakah zakat, infak, dan sedekah yang telah Anda laksanakan terhindar
dari perbuatan riya dan menyakiti orang yang menerima?
4. Apakah harta atau uang yang Anda zakatkan, infakkan, dan sedekahan
hasil dari usaha yang halal dan baik?
5. Apakah jumlah harta atau uang yang Anda zakatkan. infakkan, dan
sedekahkan sudah memadai dan sesuai dengan perintah Allah?
6. Apakah Anda berzakat, berinfak, dan bersedekah untuk mencari rido
Allah dan berharap dengan baik kepada-Nya?
48

7. Apakah Anda melaksanakan puasa wajib maupun sunah?


8. Apakah Anda sudah pergi haji dan umrah (kalau sudah mampu?
9. Apakah selama ini Anda bersabar dan bertawakal?
10. Apakah keinginan, harapan, dan tujuan Anda selaras dengan istri dan
orang tua dan memiliki hubungan harmonis dengan mereka?
11. Apakah hubungan Anda dengan kerabat dekat, teman, tetangga, dan
masyarakat sekitar juga harmonis?
12. Apakah Anda sangat memperhatikan keluarga dekat, anak yatim dan
orang fakir?
13. Apakah Anda membayar hak orang lain?
14. Apakah Anda sudah berusaha sebaik mungkin mengetahui dan
melaksanakan perintah-perintah-Nya, serta menjauhi segala larangan-
Nya?
15. Apakah Anda telah merenungkan dan menghayati kejadian-kejadian
pada diri Anda selama ini, seperti sembuh dari sakit, terhindar dari bahaya,
dan kejadian lainnya yang membut Anda beruntung atau bersyukur?

Apabila jawaban atau pengakuan Anda adalah tidak atau belum


terhadap satu, beberapa, atau sebagian besar dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut, mungkin itulah antara lain yang menjadi faktor belum terwujudnya
impian Anda itu.

Kita memang sebaiknya berusaha untuk mampu menjawab ya atas


semua pertanyaan di atas secara kafah. Melakukan yang belum dilakukan!
Menyempurnakan, mempertahankan, dan meningkatkan yang telah mampu
dilaksanakan! Pasti impian Kita terwujud! Kita harus menghindari kegagalan
mewujudkan impian, banyaknya mengalami kerugian, dan munculnya
berbagai hambatan dalam usaha karena faktor lemahnya pelaksanaan
berbagai kewajiban tersebut di atas.

Harus kita pahami juga bahwa Allah memberi rezeki kepada kita
bukan hanya berupa uang, melainkan juga kesehatan, keselamatan,
ketentraman, keamanan, kenyamanan, dan lain-lain. Mungkin melalui salah
satu atau beberapa bentuk rezeki tersebut Allah telah mengganti infak atau
49

sedekah yang telah kita lakukan karena Allah Maha Mengetahui hal yang
terbaik bagi makhluk-Nya. Hanya kitalah yang tidak menyadarinya.
C. Kebaikan Allah dan Tetap dalam
Keberuntungan
Jika Anda belum berhasil mencapai impian, padahal Anda telah
berikhtiar optimal dalam waktu yang cukup lama, dan berusaha
menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya, jangan
berprasangka buruk dahulu kepada Allah. Apalagi sampai frustasi dan
pendek harapan sampai Anda melemahkan atau bahkan menghentikan
ikhtiar. Itu tidak ada artinya. Tidak ada untungnya. Anda semestinya paham
bahwa Anda mungkin lagi diuji oleh Allah. Anda sedang diberi kebaikan oleh
Allah. Anda sedang dipersiapkan untuk mendapatkan keberuntungan. Oleh
sebab itu, Anda harus sabar dan tawakal. Harus lulus menghadapi ujian itu
sehingga Anda mendapatkan kegembiraan, kemenangan, dan
keberuntungan.

Ujian di sekolah untuk kenaikan kelas, tingkat, atau kelulusan untuk


melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, itu diberikan kepada pelajar yang
telah berusaha menempuh proses pembelajaran selama waktu tertentu. Tidak
pernah diberikan kepada pelajar yang belum atau tidak menempuh proses
pembelajaran yang diwajibkan. Demikian juga, Allah yang Maha
Mengetahui, memberikan ujian kepada manusia yang telah berusaha
melakukan ikhtiar yang diwajibkan selama waktu tertentu agar diketahui
kualitas manusia itu sehingga dia pantas mendapatkan peningkatan derajat,
kemenangan, dan keberuntungan.

Jadi, jelas tidak ada maksud apapun dari Allah terhadap semua usaha
manusia, selain untuk kebaikan, keselamatan, dan kebahagian manusia itu
sendiri. Hanya saja, manusianyalah yang tidak mengerti, tidak sabar, tidak
tawakal, dan tidak taat. Banyak orang Islam (muslim) gagal dalam ikhtiar
mewujudkan impiannya dan menjadi miskin, hanya karena mereka tidak
sampai pada pembuktian keindahan dan keuntungan Islam. Mereka pada
umumnya memeluk agama Islam baru pada tahap pemahaman dan
50

pelaksanaan yang tidak kafah, sehingga bukti kemudahan, keuntungan, dan


keindahan dari Islam belum bisa mereka dapatkan.
51

BAB VIII
MENJADI ORANG KAYA
YANG MENGAYAKAN ORANG

Jadilah orang kaya yang mengayakan orang lain sehingga tercipta


pemerataan kesejahteraan dan umat yang kuat. Hindari menjadi orang kaya
yang miskin yang akan menyengsarakan disi sendiri di dunia maupun
di akhirat.

A. Orang Kaya yang Miskin

Ada tiga macam orang kaya yang termasuk kategori miskin. Pertama,
orang kaya yang tidak menggunakan kekayaannya untuk kemanfaatan diri
sendiri, keluarga, maupun orang lain. Kedua, orang kaya yang masih merasa
kekurangan dan tidak cukup sehingga jangankan memberi kepada orang
lain, yang ada dia selalu mencari-dan mencari tambahan keekayaannya lagi.
Dan ketiga, orang kaya yang kikir atau bakhil seperti tidak punya apa-apa
yang bisa diberikan kepada orang lain.

Orang kaya jenis pertama, dikategorikan orang kaya yang miskin


karena memiliki ciri-ciri seperti lazimnya orang miskin, yakni sebagai berikut.
1. Tidak ada uang atau hanya sedikit uang yang bisa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya bagi diri sendiri
maupun keluarganya.
2. Tidak ada uang atau hanya sedikit uang yang bisa digunakan untuk
memudahkan diri dan keluarganya dalam mobilitas berbagai keperluan
atau kepentingan.
3. Tidak ada uang atau sedikit uang yang dapat digunakian untuk
meningkatkan ilmu pribadi maupun menyekolahkan anaknya ke level
yang tertinggi.
4. Tidak ada uang atau sedikit uang yang dapat digunakan untuk
memudahkan dan menyempurnakan ibadahnya (berzakat, berinfak,
bersedekah, pergi haji, dan lain-lain).
52

5. Tidak ada uang atau sedikit uang yang dapat digunakan untuk
menyenangkan diri sendiri, keluarga, orang tua, dan orang lain.

Pada orang miskin, keadaan seperti di atas wajar dan memang begitu
adanya. Tetapi kalau terjadi pada orang yang punya banyak harta atau
uang, itu tidak baik dan tidak benar. Bahkan akan menjadi bencana
baginya. Harta yang ada jika tidak dimanfaatkan sesuai dengan haknya
sampai dia meninggal akan dipertanyakan/dipertanggungjawabkan.

Orang kaya yang masih merasa kekurangan dan tidak cukup


sehingga jangankan memberi kepada orang lain, malah dia selalu mencari
dan mencari tambahan kekayaannya lagi, ini juga termasuk kategori miskin
karena memiliki ciri-ciri seperti lazimnya orang miskin, yakni sebagai berikut.
1. Tampak kekurangan dan tidak cukup.
2. Tidak bisa memberi kepada orang lain (berinfak dan bersedekah).
3. Belingsatan mencari menutupi kekurangan atau ketidakcukupan.

Kalau orang miskin keadannya seperti demikian itu wajar, memang


begitu kondisinya. Tetapi jika orang yang banyak harta atau uang
keadaannya seperti itu, berarti dia tidak bersyukur, tidak mengerti dengan
hakikat amanah harta, dan serakah.

Dan orang kaya yang kikir atau bakhil seperti tidak punya apa-apa
yang bisa diberikan kepada orang lain, ini juga bisa dikatakan orang kaya
yang miskin. Dia kaya banyak harta atau uang, tetapi tidak
menggunakannya di jalan Allah. Dia sayang, dia cinta, dan dia tidak mau
kehilangan secuil pun hartanya, atau sepeserpun uangnya. Dia menghitung-
hitung dan menumpuk-numpuk harta/uangnya.

Orang kaya yang miskin adalah orang kaya yang menyiksa dan
menderitakan dirinya sendiri dengan kekayaannya itu. Dia hidup tersiksa,
menderita, gelisah, tidak tenteram, dan tidak akan selamat dalam
keberadaanya itu. Dia tampak berada tetapi tak punya, dia tampak
tersenyum tetapi menangis, dia tampak sehat tetapi sakit, dia tampak
nyaman tetapi gelisah, dia tampak aman tetapi ketakutan, dan dia tampak
selamat tetapi celaka. Demikianlah orang kaya yang meracuni dirinya
53

dengan kekayaannya. Membuat kekayaannya menjadi bencana baginya.


Dia bodoh, tidak mengerti tentang hakikat amanat dari kekayaan. Dia
mempunyai kelainan jiwa dalam menyikapi dan memperlakukan
kekayaannya itu. Dia telah merampok hak kekayaannya sehingga
kekayaannya itu menyerang dirinya.

B. Orang Kaya yang Mengayakan Orang

Jika Anda orang kaya, atau menjadi orang kaya, lalu dengan
kekayaan yang Anda miliki itu Anda peduli terhadap orang lain dengan
memberi infak dan sedekah yang berupa uang atau pun pengetahuan atau
skill untuk pemberdayaan dan peningkatan ekonomi sehingga orang lain itu
kemudian menjadi mandiri dan berproses menjadi kaya dengan melakukan
hal yang sama seperti Anda yang peduli melakukan hal demikian, maka
Anda sesungguhnya adalah orang kaya yang mengayakan orang.

Selain itu, Anda juga sebenarnya adalah orang yang sedang


memperkaya diri karena kepedulian sosial ekonomi tersebut. Allah akan
memperkaya Anda dengan perbuatan demikian. Allah akan memberi Anda
lebih banyak daripada yang Anda telah berikan kepada orang lain. Anda
akan bertambah kaya, berwibawa, berguna, bermanfaat, dan beroleh
jaminan menguntungkan lainnya dari Allah berupa kesehatan, keselamatan,
keamanan, kenyamanan, ketentraman, kemudahan, dan keberkahan.

Jika Anda orang kaya yang berhasil membantu sesama, menjahit


kemiskinannya, dan memberdayakan ekonominnya sehingga mampu secara
mandiri meningkatkan taraf hidupnya, maka Anda juga sungguh orang yang
sebaik-baiknya orang karena bermanfaat bagi orang lain. Sebaik-baiknya
manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain (Hadis).

Jadilah orang kaya yang membantu orang lain juga bisa menjadi kaya
dengan membangun semangat dan budaya jakat, infak, dan sedekah dengan
landasan iman, ilmu, dan takwa. Ciptakan iklim sulaturahmi, kebersamaa,
persaudaraan, saling tolong-menolong, bantu-membantu, dan kerjasama di
segala bidang kehidupan untuk membangun kehidupan perekonomian umat
54

yang kuat. Kita bukan makhluk individualistik yang egoistik yang hanya
mementingkan kebahagian dan keselamatan sendiri. Kita makhluk sosial
bersaudara yang harus saling menjaga, membantu, menasehati, dan
membangun kebersamaan untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat. Tidak
akan ada kebahagian dan keselamatan abadi tanpa kepdulian dan
kesalehan sosial.

Islam menjelaskan kehidupan kita sebagai suatu sistem kewajiban


yang kompleks yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan
menentukan. Seorang ayah tidak bisa hidup bahagia dan selamat masuk
surga tanpa melaksanakan kewajibannya terhadap isteri dan sebaliknya.
Kedua orang tua tidak bisa hidup bahagia dan selamat masuk surga tanpa
melaksanakan kewajiban terhadap anak-anaknya dan sebaliknya. Sebuah
keluarga tidak akan bisa hidup bahagia dan selamat masuk surga tanpa
melaksanakan kewajiban terhadap keluarga dekatnya dan masyarakt
sekelilingnya. Dengan demikian, kita sebagai muslim adalah keluarga besar
yang harus saling menjaga, menjaga dari kesesatan, kesalahan, kemiskinan,
kefakiran, kekufuran, kelemahan, dan segala hal yang menjerumuskan diri ke
api neraka. Allah berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; dan penjaganya malaikat-malikat yang kasar dan keras,
yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-
Tahrim, 66: 6).”
C. Kaya Mengayakan untuk Membangun Umat
yang Kuat
Kalau Bang H. Roma Irama dalam lagunya melantunkan larik “yang
kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”, itu semestinya tidak menjadi
kenyataan di kalangan umat Islam. Yang menjadi realitas sebaiknya yang
kaya makin kaya dan yang miskin menjadi kaya. Dalam Islam, orang kaya
tidak boleh masa bodoh terhadap orang miskin. Orang kaya harus berbagi,
mengeluarkan jakat, infak, dan sedekah kepada orang miskin sehingga
mampu bangkit dari kemiskinannya dan berusaha menjadi orang kaya.
55

Bukan hanya berbagi materi, tetapi juga non materi berupa motivasi,
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk menjadi kaya.

Muslim yang kaya sebaiknya mampu mengayakan muslim lainnya


yang miskin sehingga tercipta pemerataan kesejahteraan dan pembangunan
ekonomi umat yang kuat. Semangat dan budaya berjakat, berinfak, dan
bersedekah hendaknya dibangun dalam kerangka kesejahteraan bersama
adalah kesejahteraan individu. Umat Islam adalah umat yang sosial, umat
yang kolektif, umat yang bersaudara, dan umat yang memiliki semangat
selamat bersama di dunia dan akhirat.

Jika di kalangan umat Islam, orang kaya semakin kaya dan orang
miskin semakin miskin, pasti ada yang tidak beres di kedua belah pihak.
Orang kaya yang semakin kaya dengan tidak memperdulikan orang miskin
yang semakin miskin, itu menunjukkan lemahnya pemahaman dan
pelaksanaan ajaran Islam tentang hakikat dan fungsi harta kekayaan yang
dimiliki dan tentang kesalehan sosial. Harta kekayaan yang hakikatnya
sebagai amanah yang harus dimanfaatkan sesuai haknya, itu tidak
dijalankan sehingga hal demikian sesungguhnya akan menjadi bencana bagi
orang kaya yang demikian. Sementara itu, orang miskin yang semakin miskin,
seharusnya juga tidak demikian. Islam mengajarkan setiap muslim untuk
berusaha menjadi kaya dengan pemahaman dan pelaksanaan keimanan,
ketakwaan, kesabaran, dan ketawakalan yang sesungguhnya. Islam
menjamin setiap muslim menjadi kaya dengan cara demikian.
56
57
58

Anda mungkin juga menyukai