Anda di halaman 1dari 23

Makalah Tugas Ilmu Pendidikan dengan Tema

Pendidikan Sebagai Ilmu

Dosen: Riana Nurhayati, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

1. Ari Kurniawan (19505244012)


2. Estu Panduaji Wijaya (19505244022)
3. Nigata Rizky N (19505244009)
4. Patrisius Irwanto (19505244029)

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2019/2020


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan menurut Carter V. Good adalah keseluruhan proses dimana seseorang


mengembangkan kemamapuan, sikap, dan bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai di
dalam masyarakat dimana ia hidup. Sedangkan, manusia merupakan makhluk sosial serta
makhluk hidup yang memiliki segala macam hal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kehidupan manusia tentu tak lepas dari sebuah pendidikan. Manusia mengenal
pendidikan sejak dini hingga akhir hayat. Pendidikan memilik peran penting guna
menumbuhkembangkan potensi manusia agar menjadi manusia dewasa, beradab dan
normal. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang termuat dalam UU No. 2 Tahun
1985 yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan setiap manusia
yang seutuhnya yakni yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan, memiliki kesehatan jasmani
dan rohani, memiliki kepribadian yang baik serta mandiri dengan memiliki rasa tanggung
jawab kemasyarakatan bangsa. Pentingnya Pendidikan tersebut yang membuat seluruh
Warga Negara Indonesia berhak untuk mendapatkan Pendidikan. Hal ini tercantum di
dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa “Setiap warga
negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh Pendidikan”. Hal ini
menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama
dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.

Menurut Poespoprodjo menyatakan bahwa “Ilmu ialah suatu proses perbaikan diri
secara berkesinambungan yang terdiri dari perkembangan teori dan uji empiris”.
Sedangkan di dalam pendidikan sendiri terdapat teori-teori yang diharapkan dapat
menjadi penyusun ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan adalah ilmu yang menelaah
fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan
dalam perspektif yang luas dan integratif.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari pendidikan?


2. Apakah yang dimaksud dengan teori pendidikan?
3. Apakah definisi dari ilmu?
4. Apakah yang dimaksud pendidikan sebagai ilmu?
5. Apakah yang dimaksud dengan pondasi pendidikan?
6. Apakah persyaratan pendidikan sebagai ilmu?
7. Apakah sifat-sifat ilmu pendidikan?
8. Bagaimanakah pengembangan pendidikan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari pendidikan


2. Untuk mengetahui teori pendidikan
3. Untuk mengetahui definisi dari ilmu
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan sebagai ilmu
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan fondasi pendidikan
6. Untuk mengetahui persyaratan pendidikan sebagai ilmu
7. Untuk mengetahui sifat-sifat dari ilmu pendidikan
8. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan

Definisi pendidikan secara umum menurut etimologi yaitu berasal dari bahasa
Latin educatum yang tersusun dari dua kata yaitu E dan Duco dimana kata E berarti
sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit banyak, sedangkan Duco
berarti perkembangan atau sedang berkembang. Jadi, secara etimologi pengertian
pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan
individu.

Sedangkan, menurut KBBI yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, dan perbuatan mendidik.

Beberapa ahli juga berpendapat mengenai pengertian pendidikan, antara lain


adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah usaha membentuk manusia


muslim yang berbudi pekerti luhur, luas pandangan dan paham masalah ilmu
keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.
2. Pendidikan menurut Driyarkara adalah satu usaha dalam memanusiakan
manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke skala yang insani.
3. Pendidikan menurut H. Horne adalah proses yang terus menerus (abadi) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang
secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari
manusia.

Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam kehidupan


manusia. Kita dapat mengatakan, bahwa di mana ada kehidupan manusia,
bagaimanapun juga di situ pasti ada pendidikan (Driyarkara, 1980: 32). Pendidikan
sebagai gejala yang universal, merupakan suatu keharusan bagi manusia karena
disamping pendidikan sebagai gejala sekaligus juga sebagai upaya memanusiakan
manusia itu sendiri. Dengan perkembangan kebudayaan manusia, timbullah tuntutan
akan adanya pendidikan yang terselenggara lebih baik, lebih teratur dan didasarkan
atas pemikiran yang matang. Manusia ingin lebih mempertanggungjawabkan caranya
dia mendidik generasi penerusnya agar lebih berhasil dalam melaksanakan hidupnya,
dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama dan dunia serta dalam
hubungannya dengan Tuhan. Di sinilah muncul keharusan pemikiran teoritis tentang
pendidikan.

2.2 Teori Pendidikan

Satu hal yang menjadi jelas dari apa yang disebut pendidikan adalah upaya
sadar untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki manusia. Pengertian
demikian, menurut Soedomo (1990:30), selalu dipegang oleh kalangan pendidikan.
Dengan pernyataan lain kalangan pendidikan mencermati pendidikan, disamping
sebagai gejala, juga sebagai upaya. Pada gilirannya, pandangan bahwa pendidikan
sebagai gejala sekaligus upaya ini melahirkan teori-teori pendidikan (theories of
education).

George F. Kneller (1971: 231), secara jelas memberi arti tentang teori
pendidikan. Menurutnya, kata teori mempunyai dua makna sentral. Di satu fihak teori
dapat menunjuk suatu hipotesis atau serangkaian hipotesis yang telah diverifikasi
dengan observasi atau eksperimen, sebagaimana dalam kasus teori gravitasi.
Sebagaimana memandang teori dalam artian ini, teori-teori Pendidikan menunggu
pengembangan. Di lain pihak teori dapat juga merupakan sinonim umum untuk
pemikiran sistematik atau serangkaian pemikiran- pemikiran sistematik atau
serangkaian pemikiran-pemikiran yang koheren. Sebagaimana memandang teori
dalam artian ini, pendidikan benar-benar telah menghasilkan teori yang banyak sekali.

Teori pendidikan menurut Ernest E. Bayles, adalah berkenaan tidak hanya


dengan apa yang ada, tetapi bahkan banyak juga dengan apa yang harus ada. Sebagai
teori yang dikembangkan secara sadar dalam kaitannya dengan upaya pendidikan,
maka teori pendidikan memiliki keunikan tersendiri apabila dibandingkan dengan
teori penjelas (explanatory theory) yang memandang pendidikan sematamata sebagai
gejala atau sebagai fenomena atau sebagai fakta. Karena keterkaitan antara kegiatan
berteori dan kegiatan upaya pendidikan, maka teori pendidikan dapat dikategorikan
terutama sebagai teori praktis (practical theory). P. H. Hirst tetap berpendapat bahwa
fungsi utama dan teori pendidikan adalah untuk membimbing praktek pendidikan (to
guide educational practice). (More, 1974: 5-8). Teori pendidikan memiliki aspek
ilmiah dan aspek preskriptif (normatif). Teori-teori pendidikan diharapkan merupakan
unsur-unsur bangunan pengetahuan (a body of knowledge) ilmu pendidikan
(Soedomo, 1990: 3 1-33).

2.3 Pengertian Ilmu

Definisi ilmu menurut bahasa, arti kata ilmu berasal dari bahasa Arab (ilm),
bahasa Latin (science) yang berarti tahu atau mengetahui atau memahami. Sedangkan
menurut istilah, ilmu adalah pengetahuan yang sistematis atau ilmiah. Sedangkan
menurut KBBI, ilmu yaitu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala
tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

Beberapa ahli berpendapat mengenai ilmu sebagai berikut :

1. Menurut Mohammad Hatta: ilmu adalah suatu pengetahuan yang teratur dalam
mengenai pekerjaan hukum secara kausal dalam suatu golongan masalah yang
sama tabiatnya, ataupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar,
ataupun dari dalam.
2. Menurut Karl Pearson: ilmu ialah suatu keterangan yang stabil &
komprehensif tentang sebuah fakta dari pengalaman dengan istilah yang
sederhana.
3. Menurut Ashely Montagu: ilmu adalah suatu pengetahuan dalam satu sistem
yang berasal dari studi, pengamatan juga dalam percobaan untuk menentukan
suatu dasar prinsip tentang suatu hal yang sedang dikaji.
4. Menurut John G. Kemeny: ilmu adalah segala pengetahuan yang dikumpulkan
dengan menggunakan suatu metode ilmiah dan merupakan hasil dari suatu
proses yang dibuat dengan menggunakan sebuah metode tersebut.

Dapat dikatakan bahwa ilmu adalah dasar dari pendidikan, tanpa ilmu
seseorang tidak bisa memberikan sebuah pendidikan, seseorang dapat memberikan
pendidikan yang baik jika seseorang itu memiliki ilmu yang baik juga, oleh karena itu
ilmu adalah hal dasar yang harus dimiliki seseorang dan yang harus diketahui juga
bahwa ilmu bukan selalu mengenai akademik, ilmu juga bisa didapat dari hal kecil
dalam kehidupan sehari-sehari terutama dalam bermasyarakat.

2.4 Pendidikan sebagai Ilmu

Menurut M.J. Langeveld (1955), paedagogiek (ilmu mendidik atau ilmu


pendidikan) adalah suatu ilmu yang bukan saja menelaah obyeknya untuk mengetahui
betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya
bertindak.

Menurut S. Brodjonagoro (1966: 35), ilmu pendidikan atau paedagogiek


adalah teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam arti luas paedagogiek
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal yang timbul dalam praktek
pendidikan.

Menurut Cater V. Good (1945: 36), ilmu pendidikan adalah suatu bangunan
pengetahuan yang sistematis mengenai aspek-aspek kuantitatif dan objektif dan
proses belajar, menggunakan instrumen secara seksama dalam mengajukan hipotesis-
hipotesis pendidikan untuk diuji dan pengalaman, seringkali dalam bentuk
eksperimental.

Menurut Imam Barnadib (1987: 7), ilmu pendidikan atau paedagogiek adalah
ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan, secara menyeluruh dan
abstrak. Paedagogiek, selain bercorak teoritis, juga bersifat praktis. Untuk yang
teoritis diutamakan hal-hal yang bersifat normatif, ialah menunjuk standar nilai
tertentu; sedangkan yang praktis menunjukkan bagaimana pendidikan itu harus
dilaksanakan.

Menurut Driyarkara (1980: 66-67), ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah


(pemikiran yang bersifat kritis, metodis dan sistematis) tentang realitas yang kita
sebut pendidikan (mendidik dan dididik). Kritis berarti bahwa orang tidak menerima
saja apa yang ditangkap atau muncul dalam benaknya, tetapi semua pernyataan,
semua afirmasi harus mempunyai dasar yang kuat. Orang yang bersikap kritis, ingin
mengerti betul-betul (tidak hanya membeo), ingin mengalami sesuatu dengan seluk-
beluknya dan dasar-dasarnya.
Metodis berarti bahwa dalam proses berpikir dan menyelidiki orang
menggunakan suatu cara tertentu. Sistematis berarti bahwa pemikir ilmiah itu dalam
prosesnya dijiwai oleh suatu ide yang menyeluruh dan menyatukan, sehingga pikiran-
pikiran dan pendapat-pendapat tidak tanpa hubungan, melainkan merupakan kesatuan.

Dan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Ilmu pendidikan adalah ilmu yang menelaah fenomena pendidikan dan semua
fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan dalam perspektif yang
luas dan integratif.
2. Fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada hubungannya dengan
pendidikan ini bukan hanya merupakan gejala yang melekat pada manusia
(gejala yang universal), dalam perspektif yang luas, melainkan juga sekaligus
merupakan upaya untuk memanusiakan manusia agar menjadi sebenar-
benarnya manusia (insan), yang hal ini secara integratif diperlukan
penggunaan berbagai kajian tentang pendidikan (kajian historis, filosofis,
psikologis, dan sosiologis tentang pendidikan).
3. Upaya pendidikan mencakup keseluruhan aktivitas pendidikan (mendidik dan
dididik) dan pemikiran yang sistematik tentang pendidikan.

Secara historis Johann Friederick Herbart sering disebut sebagai bapak ilmu
pendidikan modern dan bapak psikologi modern (Gruber, 1973: 142). Berangsur-
angsur ilmu pendidikan berkembang sampai tumbuh menjadi ilmu yang berdiri
sendiri yang mengkaji hakikat, persoalan, bentuk-bentuk dan syarat-syarat dari
pendidikan. Tetapi yang betul-betul berdiri sendiri ilmu pendidikan terjadi pada akhir
abad ke-19 (-1895) sampai sepertiga permulaan abad ke-20 (± 1933) oleh gerakan
Autonomi paedagogik yang berlangsung di Eropa dan Amerika.

Ilmu pendidikan dalam bentuknya yang lebih sistematik termasuk ilmu yang
sangat muda. Ilmu pendidikan lahir dan berkembang jauh lebih belakang dari pada
praktik upaya pendidikan. Dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan masih membentuk
dirinya atau dalam keadaan sedang berkembang. Di samping itu, ilmu pendidikan
harus berpacu dengan masalah-masalah praktis yang mendesak yang memang sama
sekali tidak dapat diabaikan.

2.5 Fondasi Pendidikan

Pendidikan sebagai fenomena yang melekat dalam kehidupan manusia, di


dalamnya senantiasa ada upaya yang bertujuan untuk memanusiakan manusia itu
sendiri, sistem pendidikan bertujuan “to improve as a man”. Pendidikan pada
hakekatnya adalah “process leading to the enlightement of mankind”. Pendidikan
merupakan suatu upaya mengembangkan atau mengaktualisasikan seluruh potensi
kemanusiaan ke taraf yang lebih baik dan lebih sempurna.

Pendidikan tidak hanya dipandang kegiatan investasi untuk masa depan, tetapi
juga harus berbicara sampai sejauh mana mampu memberikan kontribusi positif bagi
penyelesaian permasalahan kekiniaan. Masa lampau menjadi pondasi dasar untuk
pijakan bagi pengembangan selanjutnya. Sehingga dengan istilah lain dasar
pengembangan pendidikan berpijak pada akar historis, akar filosofis, akar sosiologis
dan akar psikologis. Dasar pengembangan atau lebih dikenal dengan fondasi-fondasi
pendidikan yang merupakan fakta-fakta dan prinsip-prinsip dasar yang melandasi
pencarian kebijakan-kebijakan dan praktik pendidikan yang berharga dan efektif.
Prinsip-prinsip ini adalah dasar dibangunnya rumah pendidikan. Jika dasar itu adalah
substansial, sandaran dari struktur itu kemungkinan akan kuat, dan sebaliknya

Dasar pengembangan atau lebih dikenal dengan fondasi-fondasi pendidikan


yang merupakan fakta-fakta dan prinsip-prinsip dasar yang melandasi pencarian
kebijakan-kebijakan dan praktik pendidikan yang berharga dan efektif. Prinsip-prinsip
ini adalah dasar dibangunnya rumah pendidikan. Jika dasar itu adalah substansial,
sandaran dari struktur itu kemungkinan akan kuat, dan sebaliknya. (Sanford W.
Reitman, 1977).

A. Fondasi Historis
Mengandung beberapa substansi, yaitu :
1) Membimbing untuk menilai ide-ide yang masih survive dari masa lampau dan
mendorong kita untuk menolak ide-ide yang sudah tidak sesuai,
2) Membantu kita untuk menjadi “intelligent thinking educational workers”.
3) Membantu untuk memilih tujuan, isi pendidikan, dan proses pendidikan modern,
4) Memberikan bahan-bahan untuk pemikiran pendidikan secara kreatif,
5) Menstimulasi kita untuk melengkapi karya para tokoh besar dan melaksanakan ide–
ide mereka sesuai dengan kondisi sekarang,
6) Mengembangkan sikap yang berharga seperti kerendahan hati dan kesabaran,
7) Memberikan pengetahuan yang berharga tentang perkembangan peradaban,
8) Sebagai pendekatan yang baik untuk studi tentang prinsip-prinsip pembaharuan
social, industri dan politik. (Elmer Harrison Wilds, 1957).

B. Fondasi Filosofis

Memberikan makna bahwa hakekat pendidikan adalah proses pengembangan


seluruh potensi kemanusiaan baik fisik-jasmaniahnya maupun psikhis-rohaniahnya
kearah yang lebih sempurna, lebih baik dan lebih bijaksana. Pendidikan itu upaya
untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa manusia menjadi manusia yang
mandiri, agar tidak tergantung kepada orang lain.Kemerdekaan terdiri dari mandiri,
berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain dan megatur dirinya sendiri.
Pendidikan berarti pula sebagai daya upaya untuk memajukan pengembangan budi
pekerti (kekuatan batin), fikiran “intellect” dan jasmani. Maksudnya ialah supaya kita
dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan peserta
didik, selaras dengan alamnya dan masyarakatnya. (Ki Hajar Dewantara 1956)

C. Fondasi sosiologis
Memberikan beberapa makna bagi pengembangan pendidikan, yakni :
1) Apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat,
2) Pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia,
3) Pengembangan tanggungjawab masyarakat dunia
4) Pengembangan tanggungjawab manusia terhadap planet bumi.(Tilaar, 2003)

Peran pendidikan dipahami bukan saja dalam konteks mikro (kepentingan


anak didik melalui proses interaksi pendidikan) melainkan juga dalam konteks makro,
yaitu kepentingan masyarakat bangsa, negara dan kemanusiaan. Hubungan antara
pendidikan dan masyarakat berarti mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan
sosial, tatanan ekonomi, politik dan negara. Maka dituntut mampu memperhitungkan
dan melakukan antisipasi perkembangan sosial, ekonomi, politik secara simultan.
Peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat,
sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi terhadap masyarakat. Pendidikan
adalah sebuah proses sosial bagi orang yang belum maupun sudah dewasa untuk
menjadi bagian aktif dan partisipatif dalam masyarakat.

D. Fondasi Psikologis

Mengandung beberapa dimensi. Perkembangan manusia dialami sepanjang


rentang kehidupan manusia, dimulai sejak terjadinya konsepsi sampai saat bayi
dilahirkan (masa prenatal), masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak
akhir, masa remaja, masa dewasa dini, masa dewasa madya, dan masa usia lanjut.
Tiap-tiap tahap perkembangan memiliki karakteristik perilaku yang berbeda satu
sama lain, dan masing-masing karakteristik perkembangan masih dibedakan berdasar
tinjauan dari aspek fisik, kognitif, dan sosial emosional. Para pendidik perlu
memahami karakteristik perkembangan diri peserta didiknya, agar pendidikan yang
diberikan dapat disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangannya.

Pengejawantahan fondasi-fondasi pendidikan menjadi fondasi dasar


pengembangan pendidikan yang di teruskan pada konteks aksi riel di dunia nyata
pendidikan memerlukan pemikiran yang mendalam dan komprehensif. Pada
praktiknya, program pendidikan harus senantiasa dikawal dan dikembalikan pada
empat akar pendidikan diatas.

2.6 Persyaratan Pendidikan sebagai Ilmu

Struktur ilmu pendidikan yang masih dalam keadaan berkembang, dalam


menghadapi tantangan zaman, tidak perlu menjadikan kita ragu akan eksistensinya
sebagai ilmu. Sehubungan dengan itu berikut akan ditelaah seberapa jauh ilmu
pendidikan telah memadai ditinjau dari ciri-ciri yang harus dipenuhi oleh suatu ilmu
yang utuh? Ilmu adalah suatu pengetahuan yang disusun secara kritis, metodis dan
sistematis yang berasal dari observasi, studi dan eksperimentasi untuk menentukan
hakikat dan prinsip-prinsip apa yang dipelajari.

Sesuatu kawasan studi dapat tampil atau menampilkan diri sebagai suatu
disiplin ilmu, bila dipenuhi setidak-tidaknya tiga syarat, yaitu (1) memiliki objek studi
(objek material dan objek formal), (2) memiliki sistematika dan (3) memiliki metode.

Yang menjadi objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia.


Apabila kita pelajari perilaku manusia sebagai makhluk yang hidup di dalam
masyarakat maka perilaku itu disamping dapat dilihat dan segi ilmu pendidikan juga
dapat dilihat dan segi-segi yang lain seperti segi psikologis, sosiologis, antropologis.
Seperti kita ketahui bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kelompok.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia sebagai mahkluk
biososial, yaitu makhluk yang berbudaya. Tentu saja masih ada segi-segi lain dan
perilaku manusia, yaitu aspek-aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia
sebagai insan politik, sebagai insan ekonomi, sebagai insan hukum atau sebagai insan
sejarah.

Jadi yang membedakan satu ilmu dan ilmu lain ialah objeknya. Apabila
kebetulan objek materialnya sama, maka yang membedakan satu ilmu dan ilmu
lainnya adalah obyek formalnya. Objek formal adalah objek material yang disoroti
oleh suatu ilmu, atau sudut pandang tertentu yang menentukan macam ilmu.

Objek formal ilmu pendidikan adalah menelaah fenomena pendidikan dan


semua fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan dalam perspektif yang
luas dan integratif. Fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada
hubungannya dengan pendidikan ini bukan hanya merupakan gejala yang melekat
pada manusia, melainkan juga sekaligus merupakan upaya untuk memanusiakan
manusia agar menjadi sebenar-benar manusia (insan). Upaya pendidikan ini
mencakup keseluruhan akfivitas pendidikan (mendidik dan dididik) dan pemikiran
yang sistematik tentang pendidikan.

Berikut ini akan dibahas tentang syarat kedua bagi disiplin ilmu, yaitu
memiliki sistematika. Secara teoritik sistematika ilmu pendidikan dapat dibedakan
menjadi tiga segi tinjauan, yaitu: (1) melihat pendidikan sebagai gejala manusiawi, (2)
dengan melihat pendidikan sebagai upaya sadar dan (3) dengan melihat pendidikan
sebagai gejala manusiawi, sekaligus upaya sadar dengan mengantisipasi
perkembangan sosio-budaya di masa depan.

Sistematika yang pertama, pendidikan sebagai gejala, dapat dianalisis dan


proses atau situasi pendidikan, yaitu adanya komponen-komponen pendidikan yang
secara terpadu saling berinteraksi dalam suatu rangkaian keseluruhan kebulatan
kesatuan dalam mencapai tujuan. Komponen-komponen pendidikan itu adalah:

1. Tujuan Pendidikan
2. Peserta didik
3. Pendidik
4. Isi Pendidikan
5. MetodePendidikan
6. Alat Pendidikan
7. Lingkungan Pendidikan

Sistimatika yang kedua, pendidikan sebagai upaya sadar untuk


mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia (peserta didik). Sistematika
yang ke dua ini menurut Noeng Muhadjir (1987:19-37) bertolak dan fungsi
pendidikan, yaitu:

1. Menumbuhkan kreativitas peserta didik (pendidikan kreativitas);


2. Menjaga lestarinya nilai-nilai insani dan nilai-nilai Ilahi (pendidikan
moralitas);
3. Menyiapkan tenaga kerja produktif (pendidikan produktivitas).

Sistematika yang ketiga melihat pendidikan sebagai gejala manusiawi


sekaligus sebagai upaya sadar dengan mengantisipasi konteks perkembangan sosio-
budaya di masa depan. Sehubungan dengan hal ini Mochtar Buchori (1994: 81-86)
ilmu pendidikan memiliki tiga dimensi yang dapat kita bedakan sebagi sistematika
ilmu pendidikan, yaitu:

1. Dimensi lingkungan pendidikan: lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan


pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan luar sekolah (di masyarakat).
2. Dimensi jenis-jenis persoalan pendidikan: (a) persoalanpersoalan fondasional
(persoalan-persoalan teoritis dalam pendidikan), (b) persoalan-persoalan
struktural (masalah-masalah struktur lembaga pendidikan), dan (c) persoalan-
persoalan operasional persoalan-persoalan praktis dalam pendidikan).
3. Dimensi waktu dan ruang: disamping menganalisa masalahmasalah
pendidikan yang kita hadapi sekarang di masyarakat kita, perlu juga kita
pelajari masalah-masalah pendidikan yang pernali terdapat di masyarakat kita
dan dibeberapa masyarakat lain di masa lampau, di masa sekarang dan di masa
datang. Dengan berbekal kearifan yang kita gali dan khasanah sejarah
pendidikan pendidikan di masa lampau) dan pendidikan komparatif
(pengetahuan tentang praktek-praktek pendidikan) di negara-negara lain
rasanya akan menjadi mungkin bagi kita untuk menghadapi persoalan-
persoalan pendidikan dewasa ini dengan pandangan serta sikap yang lebih
ilmiah. lebih profesional. Persoalan pendidikan yang akan tenjadi dalam
masyarakat kita di masa depan. hanya dapat kita perkirakan, tidak dapat kita
ketahui dengan tepat. Kecermatan dalam memperkirakan problematika masa
depan ml sangat ditentukan oleh kemampuan kita untuk memahami situasi dan
masalahmasalah sekarang dan masa lampau secara mendalam dan esensial,
baik dalam masyarakat kita maupun dalam masyarakat-masyarakat lain.

Selanjutnya syarat ketiga bagi disiplin ilmu, yaitu memiliki metode. Dalam
anti kata yang sesungguhnya, maka metode (Yunani: methodos) adalab cara atau
jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka dapat memahami dan mengembangkan
ilmu yang bersangkutan. Metode-metode yang dapat dipakai untuk ilmu pendidikan
sebagai berikut (Soedomo, 1990: 46-47; Mub, Said, 1989):

a. Metode Normatif

Metode normative berkenaan dengan konsep manusia yang diidealkan yang


ingin dicapai oleh pendidikan. Metode ini juga menjawa pertanyaan yang berkenaan
dengan masalah nilai baik dan nilai buruk.

b. Metode Eksplanatori

Metode eksplanatoni bersangkut paut dengan pertanyaan tetang kondisi dan


kekuatan apa yang membuat suatu proses pendikan berhasil. Dalam hal ilmu
pendidikan mendapatkan bantuan dari berbagal teori tentang pendidikan yang boleh
jadi dihasilkan oleh ilmu-ilmu lain. Suatu rekomendasi praktis bagi para pendidik
harus didasarkan pada pemahaman yang benar tentang hakekat peserta didik,
perkembangan mereka, cara-cara belajar mereka, dan cara-cara mereka mereaksi
pengaruh sosial. Suatu teori pendidikan yang sahih memberikan suatu ekplanasi yang
memadai mengenai apa yang terjadi di alam, yang didasarkan pada bukti-bukti
empiris.

c. Metode Teknologis

Metode teknologis ini mempunyai fungsi untuk mengungkapkan bagaimana


melakukannya dalam menuju keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan yang diinginkan.
d. Metode Deskriptif – Fenomenologis

Metode ini mencoba menguraikan kenyataan-kenyataan pendidikan dan


kemudian mengklasifikasikan sehingga ditemukan yang hakiki.

e. Metode Hermeneutis

Metode ini untuk memahami kenyataan pendidikan yang konkrit dan historis
untuk menjelaskan makna dan struktur dari kegiatan pendidikan.

f. Metode Analisis Kritis (Filosofis)

Metode ini menganalisis secara kritis tentang istilah-istilah, pernyataan-


pernyataan, konsep-konsep dan teori-teori yang ada atau digunakan dalam
pendidikan.

Syarat lain bagi disiplin ilmu pendidikan adalah memiliki evidensi empiris.
Yang dimaksud dengan evidensi empiris adalah adanya kesesuaian (korespondensi)
antara konsepsi teoritisnya dengan permasalahan-permasalahan dalam praktek
sehingga disamping dapat menjelaskan kasus-kasus yang timbul, juga sekaligus dapat
mendukung diaplikasikannya dalam menjawab permasalahan pendidikan di lapangan,
dalam lingkup kajian ilmu pendidikan. Ini sesuai dengan sifat ilmu pendidikan, yaitu
teoritis dan praktis.

2.7 Sifat-sifat Ilmu Pendidikan

Pendidikan sebagai ilmu (ilmu pendidikan) bersifat empiris, rohaniah,


normatif, historis, teoritis, dan praktis (Soetjipto Wirowidjojo, 1986: 8-9; 30-31,
Sutani Imam Barnadib, 1984: 15-19). IImu pendidikan bersifat empiris, karena
obyeknya (fenomena atau situasi pendidikan) dijumpai dalam dunia pengalaman. Ilmu
pendidikan bersifat rokhaniah, karena situasi pendidikan berdasar atas tujuan manusia
tidak membiarkan peserta didik kepada keadaan alamnya, melainkan memandangnya
sebagai makhluk susila dan ingin membawanya kearah manusia susila yang
berbudaya.

Ilmu pendidikan bersifat normatif, karena berdasar atas pemilihan antara yang
baik dan yang tidak baik untuk peserta didik pada khususnya dan manusia pada
umumnya. Oleh karena itu, seperti dinyatakan oleh Noeng Muhadjir (1987: 3-4),
sebagai ilmu yang normatif, ilmu pendidikan tak ingin sekedar mendeskripsikan atau
menjelaskan, melainkan ingin memberitahukan perlunya mencapai suatu cita ideal
atau mencapai sesuatu yang dilihat atau diuji dari nilai hidup memang baik.

Sesuatu yang disebut normatif baik itu mempunyai tiga ragam, yaitu: (1)
berupa nilal hidup yang memang dapat diterima sebagai nilai hidup yang baik, (2)
berupa perkembagian atau pertumbuhan peserta didik yang bila diuji dengan hakekat
perkembangan atau pertumbuhan memang baik dan (3) berupa suatu alat untuk
mencapai tujuan. Alat ini disebut normatif baik bila penggunaan dan pemilihan alat
itu cocok dengan nilai hidup dan tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan
peserta didik.

Ilmu pendidikan bersifat historis, karena memberikan uraian teoritis tentang


sistem-sistem pendidikan sepanjang jaman dengan mengingat latar belakang
kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh pada jaman-jaman tertentu. Ilmu
pendidikan bersifat teoritis, karena memberikan pemikiran yang tersusun secara
teratur dan logis (sistematis) tentang masalah-masalah dan ketentuan-ketentuan
pendidikan.

Ilmu pendidikan juga bersifat praktis, karena memberikan pemikiran tentang


masalah dan ketentuan-ketentuan pendidikan yang langsung ditujukan kepada
perbuatan mendidik. Ilmu ini menempatkan diri di dalam fenomena atau situasi
pendidikan dan mengarahkan diri kepada perwujudan atau realisasi dari ide-ide yang
dibentuk dan kesimpulan-kesimpulan yang diambil.

2.8 Pengembangan Pendidikan

Secara hierarkhis ilmu pendidikan memiliki dasar yang sekaligus juga sebagai
sumbernya, yakni filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan, oleh
Brubacher (1962: 18) dipandang sebagai “complementary disciplines”. Namun dalam
pengembangan ilmu pendidikan (science of education or scientific theory of
education), di samping berdasar pada dan bersumber dari filsafat pendidikan
(philosophy of education or philosophical theory of education), juga dapat diperkaya
dengan mengkaji fondasi-fondasi pendidikan (practical theories of education). Uraian
berikut ini akan menyajikan apa fondasi-fondasi pendidikan itu. Fondasi-fondasi
pendidikan adalah studi tentang fakta-fakta dan prinsip-prinsip dasar yang melandasi
pencarian kebijakan-kebijakan dan praktikpraktik pendidikan yang berharga dan
efektif. Prinsip-prinsip ini adalah dasar untuk dibangunnya rumah pendidikan. Jika
dasar itu adalah subtansial, sandaran dan struktur itu kemungkinan akan kuat, dan
sebaliknya (Standard W. Reitman, 1977: 10).

Menurut Van Cleve Morris, fondasi-fondasi pendidikan (foundations of


education) dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk umum: (1) fondasi-fondasi
historis dan filosofis tentang pendidikan dan (2) fondasi-fondasi sosilogis dan
psikologis tentang pendidikan (Morris, 1963: 10). Studi-studi pada fondasi-fondasi
historis dan filosofis tentang pendidikan berhubungan dengan strategik, jangka
panjang, karakter lembaga pendidikan.

Seperti sejarawan lain, sejarawan pendidikan ingin mengetahui bagaimana kita


sampai di sini, bagaimana pemikiran para pendahulu terhadap kaum mudanya. Filsuf
pendidikan ingin mengetahui bagaimana manusia memikirkan kehidupan secara
keseluruhan, apakah kehidupan yang baik, dan bagaimana pendidikan dapat
mernbantu mencapainya. Akhirnya baik sejarawan pendidikan maupun filsuf
pendidikan yakni bahwa sesungguhnya tidak ada guru yang mengetahui apa yang
sedang ia perbuat jika ia tidak dapat melihat pekerjaan profesionalnya dalam konteks
suatu lingkungan masa sekarang mengenal ideologi-ideologi pendidikan yang
berkompetisi.

Studi-studi pada fondasi-fondasi sosiologis dan psikologis tentang pendidikan


meneliti proses edukatif sebagai suatu usaha taktik dalam membentuk tingkah laku
individu dan kelompok. Ahli sosiologi pendidikan ingin mengetahui bagaimana
dampak masyarakat pada pertumbuhan anak, dan apakah kekuatan-kekuatan belajar di
luar sekolah, keluarga, lingkungan sekitar, layar TV dapat dikontrol dan diarahkan
untuk kebaikan anak dan masyarakat yang lebih besar. Ahli psikologi pendidikan
ingin mengetahui khususnya apa yang terjadi apabila belajar terjadi dan apa yang
harus dilakukan seseorang untuk menjadikan belajar terjadi setiap hari di dalam kelas.
Baik ahli sosiologi maupun ahli psikologi yakin bahwa sesungguhnya tidak ada guru
yang mengetahui apa yang sedang ia perbuat jika ia tidak dapat mengenal seberapa
banyak anak belajar dan orang lain selain guru, dan memahami teori-teori belajar
yang pokok dimana pengajaran modern didasarkan.

Dalam semua bidang fondasi itu ada suatu hubungan implisit antara suatu ide
dan penerapannya yang dapat terjadi dalam suatu situasi kehidupan yang nyata. Kita
bukan mempelajari sejarah, filsafat, sosiologi dan psikologi hanya sebagai kumpulan-
kumpulan teori yang terpelajar dan sukar dimengerti. Kita mempelajari untuk
membawanya lebih berarti bagi kehidupan, terutama sekali kehidupan bagi orang
dewasa dan anak-anak dalam sekolah-sekolah.

Suatu pemahaman tentang fondasi-fondasi pendidikan akan membantu


seorang pendidik (guru) prospektif untuk berfikir secara lebih jernih tentang mana
yang esensial tentang pekerjaan yang ia akan terlibat sebagai seorang guru. Ini akan
membantunya untuk membuat keputusan-keputusan yang dapat diambil tentang
bagaimana mengorganisasikan energinya untuk menciptakan situasisituasi belajar
yang optimal, untuk mengembangkan kurikulum yang paling sesuai dengan peserta
didiknya, dan untuk bekerja dengan cara yang paling efektif dengan orang tua,
administrator, kelompokkelompok lain untuk kepentingan usaha-usaha pendidikan,
dan masih banyak lagi.

Dalam perkembangan sekarang ini fondasi-fondasi pendidikan selain meliputi


empat fondasi tersebut di atas, Reitman menambahkan pendidikan komparatif, dan
sekarang yang sedang dikembangkan meliputi: antropologi pendidikan, politik
pendidikan, ekonomi pendidikan, dan aestetika pendidikan (Reitman, 1977: 12).

Sejalan dengan pendapat di atas, Frank H. Blackington & Robert S. Patterson


(1868), mengusulkan diagram struktur fondasi-fondasi pendidikan dan interaksi dan
komponen-komponennya sebagai berikut (Beckner & Dumas, 1970: 4):
Bidang-bidang yang bertanda titik-titik dan lingkaran-lingkaran yang saling
bertemu/berpotongan (di luar lingkaran pendidikan) adalah menunjuk kombinasi dan
disiplin di atas. Dengan demikian, muncul: philosophical psychology, political
sociology, comparative anthropology, dan lain-lain. Bidang-bidang yang bertanda
garis di mana masing-masing lingkaran saling melingkupi lingkaran pusat pendidikan,
menghasilkan disiplin: philosophy of education, psychology of education, history of
education, dan lain-lain. Dan bidang-bidang yang bertanda titik-titik dan lingkaran-
lingkaran yang saling bertemu/berpotongan (di dalam lingkaran pendidikan) adalah
aplikasi studi interdisipliner terhadap pendidik-an, sebagai contoh suatu pendekatan
historis terhadap pendidikan dapat meliputi baik terhadap dimensi-dimensi filosofis
dan teori-teori pendidikan di masa lampau dan juga deskripsi-deskripsi atau analisa-
analisa sistem pendidikan (sekolah) yang berbeda.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dan hasil kerja Anda, bahasan tentang pendidikan
sebagai ilmu, dapat dirangkum sebagai berikut: Pemikiran teoritis tentang pendidikan
(teori-teori pendidikan), muncul sebagai jawaban manusia untuk lebih
mempertanggungjawabkan caranya mendidik generasi penerusnya. Teori-teori
pendidikan diharapkan merupakan bangunan pengetahuan (body of knowledge) ilmu
pendidikan.

Ilmu pendidikan adalah ilmu yang menelaah fenomena pendidikan dan semua
fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan dalam perspektif yang luas dan
normatif. Ilmu pendidikan bentuknya yang lebih sistematis termasuk ilmu yang sangat
muda atau masih membentuk dirinya, untuk lebih memperkokoh persyaratan yang
dimilikinya sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Dalam konteks yang luas, dengan mengantisipasi perkembangan sosiobudaya


di masa depan, sistematika kajian ilmu pendidikan meliputi: dimensi lingkungan
pendidikan, dimensi jenis-jenis persoalan pendidikan, dan dimensi-dimensi waktu dan
ruang. Untuk mengembangkan disiplin ilmunya, ilmu pendidikan memiliki metode:
normatif, eksplanatori, teknologis, deksriptif fenomenologis, hermeneutis dan analisis
kritis. Sedangkan sifat-sifat ilmu pendidikan adalah: empiris, rohaniah, normative,
historis, teoritis dan praktis.

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

SAMPAI SAAT INI 27 September

https://ilmurahmad.blogspot.com/2015/11/makalah-pendidikan-sebagai-ilmu.html

https://www.gurupendidikan.co.id/16-pengertian-ilmu-menurut-para-ahli-terlengkap/

MODUL DARI UNY

UUD 1945

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pendidikan

http://id.portalgaruda.org/article.php?article=449806&val=9527

https://www.zonareferensi.com/pengertian-pendidikan/

https://www.zonareferensi.com/tujuan-pendidikan/

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ilmu

https://www.academia.edu/8572888/Pengertian_Ilmu

https://www.gurupendidikan.co.id/16-pengertian-ilmu-menurut-para-ahli-terlengkap/

Anda mungkin juga menyukai