Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya
awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan
komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John
Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang
psikologi yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam
mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian
berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian,
teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu
mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses
pembelajaran.
“hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (kongkrit), kenyataan yang ada
dilingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang
verbal (abstrak). Semakin keatas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu.
Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai
dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa
yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar”. Pengalaman langsung akan
memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia
melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba”.
Dale berkeyakinan bahwa symbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan
diserap manakala diberikan dalam bentuk pengalaman konkrit. Kerucut pengalaman merupakan
awal untuk memberikan alasan tentang kaitan teori belajar dengan komunikasi audiovisual.
Pengalaman Langsung (Direct – Purposeful Experiences)
Dasardari pengalaman kerucut Dale ini adalah merupakan penggambaran realitas secara
langsung sebagai pengalaman yang kita temui pertama kalinya. Ibarat ini seperti fondasi dari
kerucut pengalaman ini, dimana dalam hal ini masih sangat konkrit.Dalam tahap ini
pembelajaran dilakukan dengan cara memegang, merasakan atau mencium secara langsung
materi pelajaran. Maksudnya seperti anak Taman Kanak-Kanak yang masih kecil dalam
melakukan praktik menyiram bunga. Disini anak belajar dengan memegang secara langsung itu
seperti apa, kemudian menyiramkannya kepada bunga.
Tingkat kedua dari kerucut ini sudah mulai mengurangi tingkat ke-konkritannya. Dalam tahap ini
si pebelajar tidak hanya belajar dengan memegang, mencium atau merasakan tetapi sudah mulai
aktif dalam berfikir.Contohnya seperti seorang pebelajar yang diinstruksikan membuat bangunan
atau gedung. Disini pebelajar tidak membuat gedung sebenarnya melainkan gedung dalam artian
suatu model atau miniature dari gedung yang sebenarnya.
Kita tidak mungkin mengalami langsung pengalaman yang sudah lalu. Contohnya seperti
pelajaran sejarah. Apakah kita mengalami lansung sejarah itu? Tentu tidak. Maka dari itu drama
berperan dalam hal ini. Sejarah yang kita pelajari bisa kita jadikan drama untuk pembelajaran.
Mengapa drama? Karena dengan drama si pebelajar dapat menjadi semakin merasakan langsung
materi yang dipelajarkan.Jika kita bisa membagi dua bagian ini, maka bagian akan terbagi
menjadi partisipasi dan observasi. Partisipasi merupakan bentuk aktif secara langsung dalam
suatu drama, sedangkan observasi merupakan pengamatan, seperti menonton atau mengamati
drama tersebut.
Demonstrasi (Demonstrations)
Demonstrasi disini merupakan gambaran dari suatu penjelasan yang merupakan sebuah fakta
atau proses. Seorang demonstrator menunjukkan bagaimana sesuatu itu bisa terjadi. Misalnya
seperti seorang guru kimia yang mendemonstrasikan bagaimana hydrogen bisa terpisah dari
oksigen dengan menggunakan elektrolisis. Atau seorang guru matematika yang
mendemonstrasikan bagaimana menghitung dengan menggunakan sempoa.
Jika kita berkarya wisata, biasanya kita melihat kegiatan apa yang sedang dikalukan orang llain.
Dalam karya wisata ini pebelajar mengamati secara langsung dan mencatat apa saja kegiatan
mereka. Pebelajar lebih mengandalkan pengalaman mereka dan pemelajar tidak perlu
memberikan banyak komentar, biarkan mereka berkembang sendiri.
Dari uraian-uraian yang dikemukakan pada bagian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa berbagai
jenis media tersebut pada dasarnya dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu media
cetak, media elektronik dan objek nyata atau realita.
1. Media Cetak
Bagi kebanyakan orang, istilah “media cetak”, biasanya diartikan sebagai bahan yang diproduksi
melalui percetakan professional, seperti buku, majalah, dan modul. Sebenarnya, disamping itu
masih ada bahan lain yang juga dapat digolongkan ke dalam istilah “cetak”, seperti
tulisan/bagan/gambar yang difoto kopi ataupun hasil reproduksi sendiri.
Meskipun akhir-akhir ini masyarakat banyak tertarik oleh dunia elektronik yang lebih modern
tampaknya bahan-bahan cetak tidak akan ditinggalkan sebagai media pengajaran. Artinya,
bahan-bahan cetak ini akan selalu memegang peranan penting dalam prndidikan dan pelatihan.
Kecenderungan yang ada menunjukkan, di masa yang akan datang media cetak dan media
komunikasi lainnnya akan berbagai tugas dalam melayani kepentingan belajar para siswa di
sekolah. Tentu saja dengan diperkenalkan proses percetakan yang baru, cepat, dan ekonomis,
maka mereka yang berkecimbung dalam program pendidikan lebih mampu mendistribusikan
buku teks yang murah, unit pengajaran terprogram buku kerja dan booklet bergambar, lebih
mudah dari sebelumnya. Bahan cetak dalam berbagai bentuk dapat dikirim ke tempat terpencil,
dan dapat digunakan sebagai bahan belajar mandiri. Kelebihan media cetak tampaknya semakin
menonjol dengan dengan semakin berkembangnya teknologi reproduksi dewasa ini.
Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dalam penggunaan media cetak ini :
Keuntungan
Keuntungan darimedia cetak ini, disamping relative murah pengadaannya, juga lebih mudah
dalam penggunaannya, dalam arti tidak memerlukan peralatan khusus, serta lebih luwes dalam
pengertian mudah digunakan, dibawa atau dipindahkan.
Kelemahan
Kelemahan dari media ini, terutama jika kurang dirancang dengan baik, cenderung untuk
membosankan. Di samping itu, media ini kurang dapat memberikan suasana yang “hidup” bagi
murid-murid.
2. Media Elektronik
Di samping penggunaan media cetak, dalam upaya pengajaran dewasa ini pula adanya
perkembangan yang semakin pesat dalam penggunaan media elektronik. Ada berbagai macam
media elektronik yang lazim dipilih dan digunakan dalam pengajaran, antara lain:
Media ini menuntut keterampilan dan perlengkapan tertentu dalam pengadaannya. Sekalipun
media ini lebih banyak bersifat visual, banyak ahli menyarankan penggunaannya dalam
pengajran. Objek-objek yang ingin diperlihatkan melalui slide ini dapat ditampilkan dalam warna
yang lebih realistik dan orisinil. Di samping itu, perangkat slide ini mudah disusun kembali bila
perlu,dapat dikombinasikan dengan alat lain (misalnya audio-tape) agar lebih efektif , dan dapat
disesuaikan dengan kepentingan setiap individu atau kelompok.
Film Strips
Media ini agak sulit pengadaan dan penggunaannya karena membutuhkan keterampilan khusus.
Di samping itu karena susunan filmnya bersifat permanen, sulit diadakan perubahan bila
sewaktu-waktu guru menghendaki urutan yang berbeda dari penyajian yang telah ada. Namun
demikian, media ini memiliki, keuntungan-keuntungan tertentu dalam penggunaannya. Karena
urutannya telah tersusun secara sistematis, hal ini sangat membantu siswa dalam memahami
gejala atau peristiwa yang diperlihatkan di dalamnya. Di sampingkan itu, film strips ini dapat
dikombinasikan dengan alat lain, misalnya dengan rekaman atau petunjuk tertentu, dapat
digunakan untuk studi individual atau kelompok, serta dapat dioperasikan dengan bantuan
peralatan yang relative sederhana.
Rekaman
Media rekaman, khususnya audio-tape, dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai mata
pelajaran serta pelajaran serta bersifat luwes dan mudah diadaptasikan penggunaannya sesuai
dengan keperluan. Secara teknis, media ini mudah dioperasikan dan cukup ekonomis.
Penggunaannya dalam proses pengajaran dapat dikatakan tidak mengalami kesulitan, baik untuk
pengajaran perorangan/individual maupun kelompok. Media ini tersedia di mana-mana karena
kebanyakan anggota masyarakat kita memilkinya. Berbagai topik, konsep, prinsip, dan prosedur
dapat disampaikan melalui rekaman yang telah dipersiapkan dengan teliti sebelumnya.
Overhead Transparancies
Penggunaan media ini dalam penyajian berbagai materi epljaran memberikan banyak
keuntungan, misalnya dalam memperlihatkan proses pertumbuhan tanaman, ehidupan dalam
berbagai kelompok masyarakat, serta kilasan peristiwa di masa lalu. Dengan media ini kebutuhan
berbagai program pendidikan dapat dipenuhi dengan baik, berbagai sumber informasi yang tidak
mungkin diberikan melalui media lainnya dapat disajikan melalui film video. Alat ini dapat
diputar kembali yang memungkinkan terjadinya proses umpan balik untuk perbaikan dan
peningkatan upaya pengajaran.
Secara menyeluruh, keuntungan dan kelemahan dari media elektronik ini dapat dikemukakan
sebagai berikut :
Keuntungan
Keuntungan dari media elektronik ini pada umumnya ialah dapat memberikan suasana yang
lebih “hidup” penampilannya lebih menarik, dan di samping itu dapat pula digunakan untuk
memperlihatkan suatu proses tertentu secara lebih nyata.
Kelemahan
Kelemahan media ini, terutama terletak dalam segi teknis dan juga biaya. Penggunaan media ini
memerlukan dukungan sarana dan prasarana tertentu seperti listrik serta peralatan/bahan-bahan
khusus yang tidak selamanya mudah diperoleh di tempat-tempat tertentu. Di samping itu,
pengadaan maupun pemeliharaannya cenderung menuntut biaya yang mahal.
Realita (Objek Nyata atau Benda Sesungguhnya)
Untuk mencapai hasil yang optimum dari proses belajar-mengajar, salah satu hal yang sangat
disarankan adalah digunakannya pula media yang bersifat langsung dalam bentuk onjek nyata
atau realita.
Objek yang sesungguhnya, akan memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam
mempelajari berbagai hal, terutama yang menyangkut pengembangan ketrampilan tertentu,
misalnya berkebun. Melalui penggunaan objek nyata ini, kegiatan belajar-mengajar dapat
melibatkan semua indera siswa, terutama indera peraba.
Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dalam menggunakan objek nyata ini :
1. Keuntungan
1. Kelemahan
2) Biaya yang diperlukan untuk mengadakan berbagai objek nyata kadang-kadang tidak
sedikit, apalagi ditambah dengan kemungkinan kerusakan dalam menggunakannya.
3) Tidak selalu dapat memberikan semua gambaran dari objek yang sebenarnya, seperti
pembesaran,pemotongan, dan gambar bagian demi bagian, sehingga pengajaran harus didukung
pula dengan media lain.
Pembelajaran dikembangkan bila merujuk pada kerucut Edgar Dale diatas maka masuk pada
seluruh bagian piramida Dale. Penguatannya pada bagian piramida terbawah yaitu benda tiruan
dan pengalaman langsung melalui praktek
Kesimpulan
Dapat diambil kesimpulan bahwa Kerucut Ecdgar Dale merupakan upaya awal untuk
memberikan alasan atau dasar tentang ketertarikan antara teori belajar dengan komunikasi
audiovisual, dimana hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (kongkrit),
kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang. Semakin keatas puncak kerucut semakin
abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari
pengalaman langsung tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yg dihadapi dengan mempertimbangkan situasi
belajar.
Bagikan ini:
Twitter
Facebook
https://bagusdwiradyan.wordpress.com/2014/07/06/kerucut-pengalaman-cone-of-experience-
edgar-dale/
https://www.scribd.com/doc/209109909/BUKU-AJAR-MEDIA-PEMBELAJARAN-pdf
PIRAMID DALE
KERUCUT PENGALAMAN EDGAR DALE
Dari gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat
langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang
bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan
metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran.
Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan
upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan
komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John
Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi
yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan angka-angka persentase di sisi kiri piramida menunjukkan seberapa besar umumnya
seseorang dapat mengingat dan memahami sesuatu sesuai dengan tingkatan jenis kegiatan yang
mereka lakukan. Berdasarkan tingkatan kegiatan diatas maka didapatkan pengalaman sebagai
berikut:
1. Lambang kata
Pengalaman ini diperoleh dalam buku/ bahan bacaan.Pada tingkat ini kata-kata merupakan alat
informasi yang utama. Pada tingkat ini, guru menyampaikan informasi kepada anak didik hanya
dengan berbicara (verbalisme). Keterbatasan komunikasi dengan kata-kata sering menimbulkan
kesulitan dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didik. Kadang-kadang guru tidak
sadar terus berkata-kata tanpa memperhatikan murid sehingga murid menjadi pasif.
Hambatan- hambatan komunikasi yang ditemui dalam proses belajar mengajar antara lain:
Verbalisme, dimana guru menerangkan pelajaran hanya melalui kata-kata atau lisan. Di
sini yang aktif hanya guru, sedangkan murid lebih bersifat pasif, dan komunikasi hanya
bersifat satu arah.
Perhatian yang bercabang, yaitu perhatian murid tidak terpusat pada informasi yang
disampaikan guru.
Kekacauan penafsiran, terjadi disebabkan berbeda daya tangkap murid, sehingga sering
terjadi istilah-istilah yang sama diartikan berbeda-beda.
Tidak adanya tanggapan, yaitu murid-murid tidak merespon secara aktif apa yang
disampaikan oleh guru, sehingga tidak terbentuk sikap yang diperlukan.
Kurang perhatian, disebabkan prosedur dan metode pengajaran kurang bervariasi, sehingga
penyampaian yang menoton menyebabkan timbulmya kebosanan pada murid.
Keadaan fisik dan lingkungan yang menganggu, misalnya objek yang terlalu besar atau
terlalu kecil, gerakan yang terlalu cepat atau terlalu lambat.
Sikap pasif anak didik, yaitu tidak bergairahnya siswa dalam mengikuti pelajaran
disebabkan kesalahan memilih teknik komunikasi.
2. Lambang visual
Di dalam dunia pendidikan tentu kita mengenal media pembelajaran, media pembelajaran
merupakan saluran atau jembatan dari pesan- pesan pembelajaran yang disampaikan oleh sumber
pesan kepada penerima pesan.kemudian media dapat di bagi dalam berbagai macam, salah satunya
adalah media visual. Media visual merupakan penyampaian pesan atau informasi secara teknik
dan kreatif yang mana menampilkan gambar, grafik serta tata dan letaknya jelas, sehingga peneria
pesan dan gagasan dapat diterima sasaran. Pengalaman melalui pendengaran, pengalaman ini
dapat diperoleh dengan mendengarkan seseorang, baik secara langsung, melalui radio, atau yang
lainnya.
Apabila dikaitkan antara media visual dan pembelajaran maka pembelajaran itu akan menarik,
efektif dan efesien apabila menggunakan media visual sebagai sebagai media pembelajaran
nya.dipilih media visual karena kita harus ingat bahwa peserta didik khususya nak-anak terutama
siswa sekolah dasar karena mereka masih berfikir konkrit, semua yang guru utarakan atau
sampaikan harusmereka buktikan sendiri dengan mata mereka, kemudia media visual
merupakansumber belajar yang berisikan pesan atau materi pelajaran yang di buat secara
menarikdalam bentuk kombinasi gamb
Dengan demikian media visual sangatlah berperan penting dalam proses belajar
mengajar.karena media visual memiliki peran yaitu memudahkan dalam penyampaian materi
kepada peserta didik .peserta didik akan terbantu dalam memahami materi yang komplek.
Pemanfaatan media visual juga berperan bagi peserta didik. teks,gerak dan animasi yang di
sesuaikan dengan usia peserta didik yang dapat menarik peserta didik dalam belajar, sehingga
pembelajaran akan menyenangka dan tidak menjenuhkan.
Manfaat media visual dalam pembelajaran sebagai berikut:
Media visual dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik.
Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda tergantung dari faktor-faktor yang
menentukan kekayaan pengalaman anak,seperti ketersediaan buku, kesempatan
melancong,dan sebagainya.media pembelajaran dapat mengatasi hal tersebut. Jika peserta
didik tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari.maka obyeknyalah yang di
bawa ke peserta didik. Obyek yang di maksud bisa dalam bentuk nyata, miniature,model,
maupun bentuk gambar-gambaryang dapat disajikan secara audio visual dan audial
Media visual memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan
lingkungannya.
Media visual dapat menanamkan konsep dasar,yang benar ,konkrit dan realistiskan.
Media visual membangkiktan .keinginan dan minat baru
Media visual akan mengakibatkan perubahan efektif ,kognitif dan psikomotorik
Meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa.
Dengan demikian media visual sangatlah berperan penting dalam proses belajar
mengajar.karena media visual memiliki peran yaitu memudahkan dalam penyampaian materi
kepada peserta didik. peserta didik akan terbantu dalam memahami materi yang komplek.
Pemanfaatan media visual juga berperan bagi peserta didik.
Penggunaan media rekaman dalam pengajaran dibatasi hanya oleh imajinasi guru dan siswa.
Media rekaman dapat digunakan dalam semua fase pengajaran mulai dari pengantar atau
pembukaan ketika memperkenalkan topik bahasan sampai kepada evaluasi hasil belajar siswa.
Penggunaan media rekaman sangat mendukung sistem pembelajaran tuntas (mastery learning).
Siswa yang belajarnya lamban dapat memutar kembali dan mengulangi bagian-bagian yang belum
dikuasainya.
Di lain pihak, siswa yang dapat belajar dengan cepat bisa maju terus sesuai dengan tingkat
kecepatan belajarnya. Siswa juga dapat berlatih mengenal kembali dan melatih pengucapan kata-
kata dari bahasa asing, atau kata-kata yang belum dikenali. Pengalaman melalui gambar visual,
pengalaman dari sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi misalnya
lukisan, poster, potret, dan lainnya.
Mempersiapkan diri.
Guru merencanakan dan menyiapkan diri sebelum penyajian materi. Salah satu cara
mempersiapkan diri sebelumnya adalah dengan memeriksa dan mencobakan materi itu, membuat
catatan tentang hal-hal penting yang tercakup dalam materi rekaman itu, dan menentukan apa yang
akan digunakan untuk membangkitkan minat, perhatian, dan motivasi siswa, bagian mana yang
akan menjadi bahan utama diskusi dan yang mana dijadikan penilaian pemahaman siswa.
Siswa dituntun agar memiliki kesiapan untuk mendengar, misalnya dengan cara
memberikan komentar awal dan pertanyaan-pertanyaan.
Diskusi (membahas) materi program rekaman.
Sebaiknya setelah selesai mendengar program itu, diskusi dimulai secara informal
dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat umum, seperti Bagian mana (gagasan mana) yang
paling berkesan/ menonjol dari program itu?". Setelah itu, barulah pindah ke pertanyaan-
pertanyaan yang dipersiapkan, seperti Pertanyaan mana yang terjawab seluruhnya atau sebagian?",
"Apakah siswa setuju dengan pandangan yang disajikan dalam program itu?", 'Dari sisi mana
pandangan itu sama atau berbeda?", dan lain-lain. Diskusi ini selayaknya diakhiri dengan meminta
satu atau dua orang siswa memberikan rangkuman (inti sari dan gagasan-gagasan utama) program
rekaman itu.
Menindaklanjuti program.
Pada umumnya, diskusi dan evaluasi setelah mendengarkan program mengakhiri
kegiatan mendengar. Namun demikian, diharapkan siswa akan termotivasi untuk mempelajari
lebih banyak tentang pelajaran itu dengan melakukan bacaan di perpustakaan, membaca buku teks,
menonton film yang berkaitan, atau melakukan kegiatan lain yang berkaitan dengan isi materi
program rekaman itu.
Pembelajaran dikembangkan bila merujuk pada kerucut Edgar Dale diatas maka masuk pada
seluruh bagian piramida Dale. Penguatannya pada bagian piramida terbawah yaitu benda tiruan
dan pengalaman langsung melalui praktek
Jika meninjau piramida pembelajaran diatas, dapat dilihat secara garis besar, bahwa
pembelajaran itu terbagi menjadi 2, yakni aktif dan pasif. Pada pembelajaran yang pasif, membaca
memberikan andil penguasaan materi dan daya ingat sebesar membaca 10%, mendengarkan 20%,
dan melihatnya secara langsung memberikan kontribusi sebesar 30%. Namun, melihat
pembelajaran aktif, dimana ketika seseorang mengatakan, mengajarkan, memperagakan, atau
berdiskusi, maka hal itu dapat memberikan 70% pemahaman dan daya ingat terhadap materi yang
dikuasai, serta jika aktif dalam melakukan/mengaplikasikan ilmu maka hal tersebut berkontribusi
90% terhadap pemahaman dan daya ingat kita terhadap sesuatu.
Pada tingkatan kegiatan membaca (10 %), mendengar (20%), dan melihat gambar maupun
video (30%), kegiatan ini, menganggap pembelajar sebagai partispan, sehingga tingkat daya ingat
dan pemahamannya pun akan lebih sedikit. Kemudian pada tingkatan kegiatan adanya
pameran/situs dan demonstrasi (50%) serta karyawisata maupun diskusi (70%), pembelajar
diberikan suatu kasus permasalahan, maka dari itu pembelajar dapat aktif berfikir mengenai
permasalahan tersebut. Pada tingkatan ini masalah yang diberikan masih berupa permasalahan
yang konkrit, sehingga pembelajar masih dianggap sebagai partisipan. Selanjutnya pada tingkatan
kegiatan bersimulasi dan melakukan hal nyata (90%), pembelajar turun langsung untuk
mengamati sebuah permasalahan. Tingkat pemahamannya pun lebih besar, dan disini pembelajar
sudah bertindak sebagai pengamat.
Selanjutnya berdasarkan sisi kanan piramida pembelajaran Dale ini, kemampuan yang
dicapai pembelajar pada tingkatan kegiatan membaca dan mendengar adalah hanya pada
mampu mendefinisikan, menggambarkan, mendaftarkan, dan menjelaskan saja, karena pada
tingkatan ini kemampuan untuk memahami dan mengingatnya cukup rendah. Pada tingkat
kegiatan melihat gambar, menonton video, mengahdiri pameran, dan melihat demonstrasi,
kemampuan yang didapatkan adalah mampu menunjukkan, menerapkan, dan mempraktikan,
karena pada tingkat ini pembelajar mendapatkan lebih banyak gambaran dan pengetahuan
khsusunya dalam hal suatu proses. Kemudian yang terakhir pada tinggkat diskusi, bersimulasi dan
melakukan hal nyata, kemampuan yang didapatkan merupakan kemampuan yang paling tinggi
yaitu mampu menganalisis, mampu menentukan, bahkan hingga mampu membuat , dan
mengevaluasi/ menilai sesuatu, karena pada tingkat ini pembelajar pada dasarnya berperan aktif
dalam kegiatan tersebut dan mempunyai tambahan pengalaman, pengetahuan serta wawasan yang
lebih luas, sehingga memancing pengalaman belajar dengan pemahaman dan daya ingat yang
tinggi.
Dengan demikian, hal yang penting untuk diingat bahwa bukan berarti membaca dan
mendengarkan menjadi pengalaman belajar yang tidak berharga, hanya saja ketika dapat
melakukan hal yang nyata menyebabkan pemahaman dan daya ingat yang tinggi, maka diyakini
bahwa semakin banyaknya indera yag digunakan, semakin bersar kemampuan kita untuk
memahami dan mengingat sesuatu dari pengalaman belajar tersebut.
Dari segitiga piramida tersebut dapat terlihat bahwa proses pembelajaran langsung lebih
efektif digunakan daripada melalui pengamatan. Dari gambar piramida tersebut diatas semakin
luas kaki dari piramida tersebut berarti semakin efektif pula proses pembelajaran yang digunakan.
Kesimpulan
Dapat diambil kesimpulan bahwa Kerucut Ecdgar Dale merupakan upaya awal untuk
memberikan alasan atau dasar tentang ketertarikan antara teori belajar dengan komunikasi
audiovisual, dimana hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (kongkrit),
kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang. Semakin keatas puncak kerucut semakin
abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari
pengalaman langsung tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yg dihadapi dengan mempertimbangkan situasi
belajar.
Pengalaman langsung tersebut melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan,
penciuman dan peraba. Symbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap
manakala diberikan dalam bentuk pengalaman kongkrit.
1.
UP
Balas
2.
Up
Balas
Label
Arsip Blog
► 2018 (5)
▼ 2017 (41)
o ► November (1)
o ▼ Oktober (11)
CURICULUM VITAE
National Geography
Alat Elektronika Jenis Dioda
Berita Acara
Surat Keterangan
Pengukuran Hambatan Kecil
KERUCUT PENGALAMAN EDGAR DALE
Pengukuran Hambatan Besar
Keadaan Tidak Seimbang
Jembatan AC
Kumpulan Surat Lamaran Pekerjaan
o ► Juni (5)
o ► Februari (13)
o ► Januari (11)
► 2016 (2)
Pengikut
Edgar Dale (27 April 1900 di Benson, Minnesota , - 8 Maret 1985 di Columbus, Ohio ) adalah
seorang pendidik Amerika yang mengembangkan Cone of Experience. Dia membuat beberapa
kontribusi untuk instruksi audio dan visual, termasuk metodologi untuk menganalisis konten film
.
Contents
karier awal
Edgar Dale lahir pada 27 April 1900 di Benson, Minnesota. Dia menerima gelar BA dan MA
dari University of North Dakota dan Ph.D dari University of Chicago . [1] Tesis doktoralnya
berjudul "Dasar Faktual untuk Revisi Kurikulum dalam Aritmatika dengan Referensi Khusus
untuk Pemahaman Anak tentang Ketentuan Bisnis." [2] dan merupakan prekursor untuk karyanya
nanti dengan kosakata dan keterbacaan .
Dari 1921 hingga 1924, Dale adalah seorang guru dan pengawas sekolah di Webster, Dakota
Utara . Pada tahun 1924, ia menjadi guru di sekolah menengah pertama di Winnetka, Illinois ,
tempat ia tinggal sampai tahun 1926. Pada tahun 1928, minat Dale dalam film mengarah ke
posisi dengan Eastman Kodak sebagai anggota staf editorial Eastman Teaching Films di
Rochester, New York selama satu tahun. [3]
Pada 1929, Dale meninggalkan Kodak untuk menjadi profesor di Ohio State University . [4] Dale
tetap menjadi profesor di OSU sampai pensiun pada tahun 1970. [5]
Pada tahun 1933, Dale menulis sebuah makalah tentang cara membuat kelas apresiasi film
sekolah menengah secara efektif. Makalah ini telah dicatat karena memiliki pandangan yang
sangat berbeda dari interaksi remaja dengan film daripada yang diambil oleh Dewan Kontrol
Film saat itu. [6]
Pada tahun 1946, Dale memperkenalkan konsep Cone of Experience dalam buku teks tentang
metode audiovisual dalam pengajaran. Dia merevisinya untuk pencetakan kedua pada tahun 1954
dan lagi pada tahun 1969. [7]
"Cone of Experience" karya Dale, yang ia maksudkan untuk memberikan model intuitif tentang
konkret dari berbagai jenis media audiovisual , telah banyak disalahartikan. Sering disebut
sebagai "Cone of Learning," itu dimaksudkan untuk menginformasikan kepada pemirsa tentang
berapa banyak orang mengingat berdasarkan bagaimana mereka menemukan informasi.
Namun, Dale tidak memasukkan angka dan tidak mendasarkan kerucut pada penelitian ilmiah,
dan ia juga memperingatkan pembaca untuk tidak menganggap kerucut terlalu serius. [8] Angka-
angka tersebut berasal dari tahun 1967, ketika seorang karyawan perusahaan minyak Mobil , DG
Treichler, menerbitkan artikel non-ilmiah di Film and Audio-Visual Communications. [9] [10]
Penghargaan
https://en.wikipedia.org/wiki/Edgar_Dale&prev=search