Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU I

SINUSITIS

Disusun oleh:

SYIFA AYU AMILIA HASTIN


20170320091

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
1. Definisi Sinusitis
Sinusitis merupakan kategori proses inflamasi pada saluran pernafasan yang melibatkan
sinus paranasal1.
Sinusitis adalah peradangan pada jaringan yang melapisi rongga sinus dapat karena
infeksi atau tanpa infeksi. Sinusitis dapat terjadi karena infeksi virus, bakteri, parasit ataupun
jamur. Infeksi pada sinus paranasal ini biasanya terjadi pada individu dengan defisiendi sistem
imun2-4.
2. Faktor Risiko Sinusitis
a. Usia5
Prevalensi tertinggi dengan risiko penyakit sinusitis dengan rentang usia 44-64 tahun.
b. Merokok6
c. Status sosial ekonomi6
d. Tempat tinggal/lingkungan tempat tinggal6
e. Jenis kelamin6
Kebiasaan merokok lebih merujuk ke laki-laki. Namun juga tidak menutup kemungkinan
perempuan bisa terdampak akibat paparan asap rokok.
f. Ras6
g. Pekerjaan berkaitan dengan industry6
h. Penyakit alergi6
3. Etiologi Sinusitis
Penyebab paling umum terjadinya sinusitis akut adalah karena infeksi virus. Setelah
episode sinusitis virus selesai, 0,5% hingga 2% kasus sinusitis virus akut akan berkembang
menjadi sinusitis bakteri akut7.
Tiga bakteri yang paling sering menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus pneumonia
(20% hingga 43% kasus), Haemophilus influenza (22% hingga 34% kasus) dan Moraxella
catarrhalis (2% hingga 10% kasus). M. catarrhalis jarang ditemukan pada populasi penderita
sinusitis dewasa8.
Salah satu fungsi sinus paranasal yaitu menghasilkan lendir yang dialirkan melalui
hidung dan akan dialirkan kea rah tenggorokan untuk ditelan ke saluran pencernaan. Semua
hal yang dapat mengakibatkan tersumbatnya lendir dari sinus ke rongga hidung akan
menyebabkan sinusitis11.
Secara umum, penyebab sinusitis ada 2 macam11:

a. Faktor lokal
Yaitu semua kelainan di dalam (internal) yang mengakibatkan sumbatan. Misalnya :
infeksi, tumor, benda asing, alergi, kelainan anatomi, polutan, dan gangguan pada
mukosilia.
b. Faktor sistemik
Yaitu keadaan di luar hidung (eksternal) yang menyebabkan sinusitis. Misalnya :
penggunaan obat-obatan yang mengakibatkan sumbatan pada hidung.

Penyebab sinusitis akut11:

a. Infeksi virus
Sinusitis akut dapat terjadi karena paparan virus Rhinovirus, Influenza dan
Parainfluenza virus.
b. Infeksi bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan sinusitis yaitu bakteri Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza. Jika sistem imun menurun dan drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya, akan
berkembang dan masuk ke dalam sinus, dan dapat menyebabkan sinusitis.
c. Infeksi jamur
Jamur yang dapat menyebabkan sinusitis pada individu dengan gangguan imun
misalnya jamur Aspergillus sp.

Penyebab sinusitis kronik11:

a. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh


b. Alergi
c. Karies gigi (gigi geraham atas)
d. Septum nasi bengkok yang menyebabkan terganggunya aliran mukosa
e. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
f. Tumor di hidung dan sinus paranasal
4. Patofisiologi
Infeksi sinusitis yang berasal dari virus menyebabkan peradangan pada sinus yang
biasanya sembuh tanpa pengobatan dalam waktu kurang dari 14 hari. Jika gejala memburuk
setelah 3 sampai 5 hari atau bertahan lebih dari 10 hari dan lebih parah dari biasanya yang
dialami akibat infeksi virus, infeksi bakteri sekunder terdiagnosis9.
Peradangan akan mempengaruhi perkembangan sinusitis akut dengan menyebabkan
sinus ostial. Meskipun peradangan pada salah satu sinus dapat menyebabkan pemblokiran
sinus ostia, sinus yang paling sering terlibat pada sinusitis akut dan kronis adalah sinus
ethmoid anterior dan sinus ethmoid maksilaris9.
Sinus ethmoid anterior, frontal dan maksila mengalir dari tengah meatus, menciptakan
area anatomi yang dikenal sebagai kompleks ostiomeatal. Mukosa hidung merespon virus
dengan memproduksi lendir dan mengeluarkan mediator peradangan, seperti lapisan hidung
yang menyebabkan hidung tersumbat. Hipoksia rongga sinus yang dihasilkan dan retensi
lendir menyebabkan silia berfungsi kurang efisien dan justru menciptakan lingkungan untuk
pertumbuhan bakteri. Jika sinusitis akut tidak sembuh, sinusitis kronis akan berkembang dari
retensi lendir, hipoksia dan blockade ostia10.
5. Tanda dan gejala Sinusitis
a. Tanda dan gejala secara umum11
1) Hidung tersumbat
2) Nyeri di daerah sinus
3) Sakit kepala
4) Hiposmia atau anosmia
5) Hoalitosis
6) Post nasal drip yang mengakibatkan batuk dan sesak pada anak
b. Sinusitis maksila akut11
Tanda dan gejala:
1) Demam
2) Pusing
3) Sekret kental
4) Hidung tersumbat
5) Nyeri tekan
6) Sekret mengalir ke nasofaring
7) Sekret berbau
8) Sekret bercampur darah
c. Sinusitis ethmoid akut
1) Sekret kental di hidung dan nasofaring
2) Nyeri pada kedua mata
3) Sakit kepala
d. Sinusitis frontal akut
1) Demam
2) Sakit kepala hebat pada siang hari dan berkurang di siang hari
3) Sekret kental
4) Penciuman berkurang
e. Sinusitis sphenoid akut
1) Nyeri pada bola mata
2) Sakit kepala
3) Terdapat sekret pada nasofaring
d. Sinusitis kronis
1) Flu yang sering kambuh
2) Sekret kental dan berbau
3) Selalu ada sekret pada tenggorokan
4) Terdapat gejala pada organ tubuh lain: rematik, nefritis, bronchitis, bronchiektasis,
batuk kering, dan sering demam
6. Mind Map

7. Pengkajian
Riwayat kesehatan:
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan terdahulu
c. Riwayat kesehatan keluarga
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. B1 (breathing)
d. B2 (blood)
e. B3 (brain)
f. B4 (bladder)
g. B5 (bowel)
h. B6 (bone)
9. Pemeriksaan penunjang
a. Rinoskopi anterior
b. Rinoskopi posterior
c. Transiluminasi : Dilakukan di ruangan yang gelap dan dengan penlight difokuskan ke
dalam mulut. Arah sumber cahaya menghadap ke atas. Sinus yang normal akan tampak
gambaran terang pada daerah glabella
d. X foto sinus paranasal
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada sinusitis11:
Prinsip pengobatan yaitu menghilangkan gejala, mengurangi infeksi dan mengurangi
penyebab.
a. Pengobatan konservatif
1) Istirahat cukup dan udara harus bersih dengan kelembaban 45-55%
2) Antibiotik yang adekuat
3) Analgesic untuk mengurangi nyeri
4) Antihistamin (jika ada alergi)
5) Kortikosteroid (dalam jangka pendek jika memiliki riwayat alergi cukup parah)
b. Pengobatan operatif
Hanya dilakukan jika ada gejala sakit yang kronis : otitis media kronik, bronchitis
kronik atau ada komplikasi serta abses orbita atau komplikasi abses intracranial. Prinsip
operasi sinus adaalh memperbaiki sinus paranasalis yaitu dengan cara membebaskan muara
sinus dari sumbatan. Operasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan sinoskopi.
11. Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC EBN
1 Ketidakefektifan bersihan Status pernapasan: kepatenan Managemen jalan napas Judul jurnal:
jalan napas b.d mukuis jalan napas 1. Posisikan pasien untuk “Posisi Lateral Kiri Elevasi kepala 30o
berlebihan Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi terhadap Nilai Tekanan Parsial Oksigen
keperawatan selama 3x24 jam, 2. Lakukan fisioterapi dada, (PO2) pada Pasien dengan Ventilasi
status pernapasan: kepatenan sebagaimana mestinya Mekanik”
jalan napas pasien membaik 3. Buang sekret dengan memotivasi Posisi lateral kiri dapat meningkatkan
dengan kriteria hasil: pasien untuk melakukan batuk atau ventilasi dimana anatomi jantung berada di
1. Kemampuan untuk menyedot lendir sebelah kiri, di antara bagian atas dan bawah
mengeluarkan sekret dari 4. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, paru membuat tekanan paru meningkat arteri
skala 1 menjadi rentang 2-4 dalam, berputar dan batuk di apex lebih rendah pada bagian basal paru.
2. Akumulasi sputum dari skala 5. Instruksikan bagaimana agar bisa Berdasarkan hasil penelitian yang telah
1 menjadi rentang 2-3 melakukan batuk efektif dilakukan setelah dilakukan intervensi,
3. Batuk dari skala 2 menjadi perubahan posisi lateral kiri dan elevasi pada
rentang 3-4 Fisioterapi dada kepala 30o dilakukan oleh peneliti dan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan dibantu petugas ruang intensif. Selama
fisioterapi dada kepada pasien posisi lateral kiri elevasi kepala 30o pasien
2. Monitor status respirasi dan terlihat lebih nyaman, tidak gelisah,
kardiologi hemodinamik stabil, saturasi meningkat
3. Monitor jumlah dan karakteristik mencapai 100%, dan sekret mudah
sputum disuction. Kondisi seperti ini menyebabkan
4. Tentukan segmen paru yang akan bersihan jalan napas efektif dan pasien dapat
dilakukan fisioterapi dada di atas, jika bernapas dengan baik sehingga oksigenasi
pasien tidak dapat mengikuti posisi adekuat. Posisi lateral kiri dapat
tersebut, lakukan modifikasi memfasilitasi pergerakan sekret dibantu oleh
pemposisian gaya gravitasi dari paru-paru ke saluran
5. Gunakan bantal untuk menopang napas bagian atas, sehingga sekret dapat
posisi pasien dengan mudah dikeluarkan dengan tindakan
6. Tepuk dada dengan teratur dan cepat suction.
dengan menggunakan telapak tangan
yang dikuncupkan di atas area yang Judul jurnal:
ditentukan selama 3-5 menit, hindari “Penataksanaan Fisioterapi Dada pada
perkusi di atas tulang belakang, ginjal, Kasus Pneumothorax Bilateral di RS
payudara, area insisi, dan tulang rusuk Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga”
yang patah Fisioterapi dada digunakan untuk
7. Getarkan dengan cepat dan kuat mengalirkan sputum ke saluran pernapasan
dengan telapak tangan, jaga agar bahu yang lebih besar, mengeluarkan sputum dari
dan lengan tetap lurus, pergelangan saluran pernapasan, mengurangi sesak
tangan kencang, pada area yang akan napas, normalisasi pola pernapasan,
dilakukan fisioterapi dada ketika peningkatan ekspansi thoraks, serta
pasien menghembuskan napas dan peningkatan aktivitas kemampuan
batuk 3-4 kali fungsional.
8. Instruksikan pasien untuk Terapi yang diberikan pada Tn. S usia 71
mengeluarkan napas dengan teknik tahun setelah diberikan terapi fisioterapi
napas dalam dada derajat sesak napas berkurang (dengan
9. Anjurkan untuk batuk selama dan Borg Scale) dari T0 dengan hasil 7 yaitu
setelah tindakan sangat berat berat menjadi T6 dengan hadil
10. Sedot sputum 4 yaitu kadang berat.
11. Monitor pernapasan pasien sebelum
dan setelah prosedur
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatrics (2001): Subcommittee on Management of Sinusitis and


Committee on Quality Management. Clinical practice guideline: Management of sinusitis.
Pediatrics. 108 (3):798-808.
2. Triz A, Dagli M, Akmansu H, Han O, Arslan B, Eryilmaz A. Isolated fungal sinusitis of
the sphenoid sinus. Turk J Med Sci 2009; 39: 453-6.
3. Dhong HJ, Lanza DC. Fungal rhinosinusitis. In : Kennedy DW, Bolger WE, Zinreich SJ,
eds. Diseases of the sinuses diagnosis and management. London: BC Decker; 2001. p.
184-99.
4. Al bhilal LA, Fungal infection of the nasal cavity and paeanasal sinuses review of 26
case. Annals of Saudi Medicine 1996; 16:615-21.
5. Anand VK (2004): Epideminology and economic impact of rhinosinusitis. Ann Otol
Rhinol Laryngol Suppl., 193:3-5.
6. Min YG, Jung HW, Kim HS, Park SK, and Yoo KY (1996): Prevalence and risk factor of
chronic sinusitis in Korea: result of a nationwide survey. Eur Arch Otorhinolaryngol,
253:435-439.
7. Gwaltney JM Jr, Hendley JO, Philips CD, et al. Nose blowing propels nasal fluid into the
paranasal sinuses. Clin Infect Dis. 2000;30:387-91.
8. Rosenfield RM, Andes D, Bhattacharyya N, et al. “Clinical practice guideline: adult
sinusitis” Otalaryn Head Neck Surg. J Am Acad Otolaryn Head Neck Surg.
2007;137(3Suppl):SI-31.
9. Hamulos DL. Chronic Sinusitis. J Allergy Clin Immunol. 2000. 106:213-227.
10. Winstead W. Rhinosinusitis. Prim Care. 2003,30:137-154.
11. Nuraif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda NIC-NOC edisi revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaaction.

Anda mungkin juga menyukai