BAB VIII
HITUNG PERATAAN (ADJUSTMENT) SEDERHANA
METODA DELL
Sebagai salah satu kegiatan dalam lingkup pengolahan data yang penting adalah hitung perataan
(adjusment) yang didasari oleh statistika. Berikut ini akan disampaikan salah satu metoda praktis
perataan yang mudah diterapkan dalam mengolah data lapangan dalam ilmu ukur tanah.
Seperti juga masalah yang telah dibahas di atas, sebagai langkah awal perlu disampaikan terlebih dahulu
pengertian mendasar hitung perataan agar tidak terjadi perbedaan pandangan.
Mengingat ukuran lebih merupakan syarat utama hitung perataan, maka berdasarkan “syarat
geometrik” bentuk mathematik “jaringan” kerangka tersebut, hitung perataan akan
memberikan harga/nilai tunggal bagi setiap titiknya, dengan persyaratan geometrik yang
tetap terpenuhi.
Syarat geometrik jaringan pada Gambar 61 adalah :
HA1 + H12 + H2A = 0
Bila ketiga ukuran ukuran tersebut tidak mempunyai kesalahan
112
Dasar-dasar Perpetaan
Pada setiap pengukuran, akan terjadi kesalahan yang bersumber pada 3 (tiga) faktor utama,
yaitu :
Alam ; sebagai tempat dan obyek ukuran
Alat ukur ; sebagai peralatan yang mengandung pengaruh mekanik dan elek-
tronik yang dapat mempengaruhi nilai/harga hasil ukuran (data)
Manusia ; sebagai pengukur, yang mungkin banyak menimbulkan kesalahan
baik kesalahan besar (blunder) ataupun kesalahan kecil (error).
Dalam hitung perataan, kesalahan yang akan mempengaruhi besar koreksi sebagai hasil
hitungan, merupakan kesalahan kecil (error) yang bersifat sistematik (tetap terjadi). Sehingga
bila terjadi suatu kesalahan besar (blunder) dalam data ukuran, maka fungsi hitung perataan
tidak akan sesuai dengan seharusnya.
Sebagai besaran yang berlawanan (kebalikan) dari kesalahan adalah “Koreksi” , yang
dinyatakan sebagai :
“ Besar harga yang diberikan pada hasil ukuran untuk
mendapatkan harga yang dianggap paling benar (terbaik) ”
atau :
Lo = Lu + KO ……………. (8.2)
di mana : KO = koreksi
KO = KS ……………. (8.3)
Pengertian kesalahan dan koreksi di atas, merupakan dasar hitungan, di mana kesalahan
merupakan awal kegiatan hitung perataan, sedang koreksi adalah hasil akhir (tujuan) hitung
perataan.
Syarat Geometrik
Syarat geometrik yang paling sering dijumpai dalam hitung perataan, merupakan syarat
geometrik ukuran, di mana lebih nanyak menerapkan bentuk kring (loop).
113
Dasar-dasar Perpetaan
Xakhir Xawal = X FX
Yakhir Yawal = Y FY ……. (3.7)
2. Untuk koordinat :
Xakhir = Xawal
Yakhir = Yawal ……… (3.11)
Lihat BAB IV :
Syarat geometrik ketinggian :
Yang dimaksudkan dengan “salah penutup” pada bab III & IV , adalah jumlah kesalahan
yang terjadi pada semua data ukuran. Bila jaringan tersebut (kring ataupun memanjang)
maka salah penutup adalah jumlah (kumulasi) kesalahan yang terjadi pada setiap seksi
ukuran. Sedangkan jumlah koreksi ( F.. ) pada bab tersebut adalah jumlah koreksi untuk
setiap bagian pengukuran yang nilai dalam harga mutlak adalah sama dengan salah
penutup dengan tanda yang berlawanan
Atau :
KSP.. = F… …………… (8.4)
di mana : KSP… = salah penutup … (sudut, absis, ordinat atau beda tinggi)
F… = jumlah koreksi … (sudut, absis, ordinat atau beda tinggi)
Cara koreksi yang dibahas pada BAB III & IV , merupakan pemberian koreksi dengan cara
praktis, di mana kerangka dasar hanya terdiri dari satu bentuk. Bila kerangka dasar telah
menjadi jaringan yang terdiri dari beberapa kring, maka diperlukan hitung perataan agar setiap
titik kerangka mendapat perlakuan (diperlakukan) “setingkat”.
Dengan konsep dasar seperti yang terakhir diulas inilah, maka untuk suatu daerah yang
cukup luas, titik kerangka dasar terbagi atas beberapa tingkatan ketelitian (orde).
114
Dasar-dasar Perpetaan
Hitung perataan metoda DELL, merupakan metoda praktis yang ditujukan untuk menyeder-
hanakan hitungan perataan, terutama dalam penerapannya di bidang rekayasa (engineering).
Dalam penerapan yang lebih teliti ataupun cakupan daerah lebih luas, maka hitung perataan
yang sering diterapkan adalah metoda “Least Square” = “Kuadrat Terkecil”.
Metoda DELL, berawal dari konsep dasar (least square) yang dalam penerapannya terdapat
beberapa asumsi dengan tujuan mempermudah hitungan. Akibat “permudahan” tersebut, maka
metoda DELL ini hanya dapat diterapkan pada hitung perataan jaringan dengan bentuk kring
sampai dengan 10 (sepuluh) kring. Untuk jaringan lebih besar, metoda ini akan memberikan
hasil yang kurang baik bila dibandingkan dengan hitung perataan sebenarnya (metoda least
square).
Untuk mengawali pembahasan ini, sebaiknya diketahui dahulu batasan yang dapat pula menjadi
suatu persyaratan awal hitung perataan metoda DELL ini.
Jumlah kring jaringan : tidak lebih dari 10 (sepuluh) kring.
Sebaiknya jaringan dinyatakan dalam bentuk “sketsa”.
Salah penutup setiap kring dihitung dengan arah hitungan yang sama (sebaiknya
searah jarum jam) dengan menggunakan syarat geometrik jaringan.
Dalam setiap kring, sudah harus ditentukan seksi-seksi ukuran (seksi ukuran =
ukuran antar titik simpul)
Titik simpul jaringan, dapat ditambahkan (disisipkan), untuk seksi yang terlalu panjang
(terlalu banyak datanya).
Setiap pertemuan antara 2 (dua) buah kring, harus dinyakan sebagai suatu seksi yang
dinyatakan dalam bentuk titik simpul.
Hasil ukuran setiap seksi harus tertulis dengan harga yang jelas, serta arah ukuran
tersebut (terutama untuk beda tinggi) .
Setiap seksi, dituliskan dengan “penamaan” sesuai dengan arah hitungan.
Hitung perataan akan memberikan nilai/harga koreksi untuk setiap seksi.
15
B
A II
F I 40
III
E D
V
BB
AB IV
BG
AH
Gambar 72.
Contoh jaringan dan seksi
115
Dasar-dasar Perpetaan
Sebagai langkah awal hitungan metoda DELL, terdapat beberapa kegiatan yang menjadi dasar
hitungan dan harus dilakukan secara hati-hati, karena akan besar pengaruhnya pada hasil akhir
hitungan tersebut.
Untuk ini, pembahasan akan dinyatakan dalam bentuk “langkah” kerja untuk tahap persiapan.
1. Nyatakan hasil ukuran pada sketsa
2. Buat tabel hitungan seperti pada contoh (Gambar 63.)
3. Tuliskan nama-nama seksi, sesuai dengan arah hitungan (misal searah jarum jam).
Seksi yang sama pada kring berbeda, akan dituliskan terbalik.
4. Tuliskan panjang seksi ataupun banyak sudut pada seksi tersebut :
Untuk hitungan koreksi sudut, hitung jumlah sudut dengan menyatakan setengah/
separuh (½) sudut untuk setiap titik simpul
Untuk hitungan koreksi beda absis, beda ordinat atau beda tinggi, dinyatakan dalam
panjang/ jarak setiap seksi
5. Hitung jumlah sudut/jarak untuk seluruh kring
6. Hitung prosentase (%) setiap seksi terhadap kring
7. Tuliskan salah penutup setiap kring
-34
I A-B 1,5 20
B-C 1,0 12
C-D 1,3 17
D-E 2,2 28
E-F 1,8 23
Gambar 73.
Contoh tabel hitungan
116
Dasar-dasar Perpetaan
Untuk memberikan gambaran lebih jelas dalam menerapkan metoda DELL ini, berikut akan
dibahas contoh penerapan, dimulai dengan jaringan sipat datar. Jaringan sipat datar menjadi
contoh pertama, karena dirasakan lebih mengingat hanya satu dimensi (beda tinggi).
117
Dasar-dasar Perpetaan
Mengingat pengukuran beda tinggi, merupakan pengukuran 1D (satu dimensi), maka hitung
perataan untuk ini, hanya dilakukan satu kali, sesuai dengan besaran ukuran.
B1
1,608 7,410
1,0 1,2
A2 II B2
26 mm
5,600 3,513 1,105
1,5 1,3 2,315 1,0
1,1
A3 10 mm C1
A1 29 mm III
I 3,910 1,3
2,416 1,2 0,480
3,710 1,2
1,0 17 mm
IV C2
A4 4,309
1,022 1,3 1,4
1,1 1,900
A5 V
1,965 16 mm D1
1,0 2,407
0,7
1,348
D3 1,0 D2
Gambar 74.
Contoh Sketsa Jaringan Sipat Datar
1. Hitung salah penutup beda tinggi untuk setiap kring . Ingat : arah hitungan harus sama
2. Isi tabel hitungan seperti pada gambar 63 berasarkan data (lihat Gambar 64.). (Penulisan seksi
yang sama akan berlawanan pada kring yang berbeda)
3. Hitung prosentase tiap seksi berdasarkan perbandingan terhadap jumlah jarak seksi kring
tersebut.
4. Carilah kring dengan salah penutup terbesar.
5. Mulai koreksi seksi kring tersebut (butir 4.). berdasarkan prosentase seksi.
6. Koreksi dapat/boleh dilakukan bersamaan, untuk kring yang tidak memiliki persamaan
seksi.
7. Berikan koreksi dengan tanda berbeda, untuk setiap seksi yang sama pada kring lain.
8. Hitung jumlah koreksi setiap kring
9. Hitung kembali salah penutup, yaitu : kesalahan penutup + jumlah koreksi
10. Ulangi butir 4. sampai dengan 9., sehingga salah penutup setiap kring sebesar 0 (nol).
11. Jumlahkan koreksi untuk setiap seksi (lajur mendatar).
12. Jumlahkan koreksi seksi setiap kring (lajur tegak).
13. Periksa :
Koreksi seksi yang sama akan bernilai sama (tanda berlawanan) pada kring berbeda.
Jumlah koreksi seksi suatu kring harus sebesar salah penutup (tanda berlawanan).
14. Periksa kembali koreksi dan penjumlahan serta pemberian koreksi pada kring berbeda, bila
dijumpai ketidak-cocokan.
118
Dasar-dasar Perpetaan
(lihat contoh hitungan Gambar 64. pada Jaringan Sipat Datar dengan Metoda DELL)
119
Dasar-dasar Perpetaan
6,1 100 - 29 -8 +4 +4 +0 - 29
II -26 - 22 0 0 -1 0
A2-B1 1,0 22 +5 +5
B1-B2 1,2 26 +6 +6
B2-A3 1,1 24 -2 +5 -- +3
A3-A2 1,3 28 +6 +6 -1 +1 + 12
4,6 100 +4 + 22 -1 +1 + 26
III -10 0 -5 -1 0 0
A3-B2 1,1 24 +2 -5 -- -- -3
B2-C1 1,0 22 +2 +2
C1-C2 1,3 28 +3 +1 +4
C2-A3 1,2 26 +3 +4 -- +7
4,6 100 + 10 -5 +4 +1 -- + 10
IV +17 + 20 + 17 0 -1 0
A3-C2 1,2 24 -3 -4 -- -7
C2-D1 1,4 27 -5 -5
D1-A4 1,3 25 -3 -4 +1 -6
A4-A3 1,2 24 +6 -4 -1 +1
5,1 100 +3 -3 - 17 -1 +1 - 17
V -16 - 11 0 +4 +3 0
A5-A4 1,1 21 +5 +2 -1 -1 +5
A4-D1 1,3 25 +3 +4 -1 +6
D1-D2 0,7 14 +2 -- +2
D2-D3 1,0 20 +2 -- +2
D3-A5 1,0 20 +2 -1 +1
5,1 100 +5 + 11 +4 -1 -3 + 16
Keterangan :
120
Dasar-dasar Perpetaan
Seperti yang telah diketahui, bahwa dalam hitungan poligon, terdapat tahapan hitungan dan
pemberian koreksi yang terpisah sesuai dengan jenis data ukuran, maka dalam menerapkan
metoda DELL, jika terdapat pemisahan yang serupa.
Terdapat sedikit perbedaan dengan hitungan poligon bila hanya satu kring, yaitu bahwa
pemisahan langkah hitungan menjadi lebih nyata. Pada setiap tahap hitungan, diterapkan
hitung perataan DELL sebelum dibagikan pada setiap komponen.
Hasil akhir hitungan metoda DELL pada poligon, hanya
memberikan koreksi untuk tiap seksi. Hitungan terbagi atas sudut
dan beda absis/ordinat.
Berhubung hitungan poligon umumnya menggunakan metoda Bowditch, maka contoh
berikutpun diterapkan dengan pola yang sama.
Agar lebih jelas cara menerapkan metoda DELL dalam hitungan jaringan poligon, maka
langkah hitungan secara umum dapat dirincikan sebagai berikut :
INGAT :
Koreksi sudut titik simpul adalah jumlah koreksi dari 2 seksi
yang berbeda (masing-masing dihitung sebesar sudut)
6. Hitung sudut setelah dikoreksi
7. Hitung azimuth/sudut jurusan setiap sisi poligon dengan sudut terkoreksi
II. Hitungan beda absis/ordinat tiap sisi poligon
1. Hitung beda absis/ordinat setiap sisi poligon dari setiap kring
2. Beda absis setiap seksi yang terdapat pada 2 kring, cukup dihitung dari salah
satu kring (dihitung satu kali)
3. Jumlahkan beda absis/ordinat setiap seksi pada setiap kring
4. Hitung salah penutup absis/ordinat tiap kring
5. Hitung koreksi setiap seksi dengan metoda DELL (seperti pada sipat datar)
6. Hitung koreksi absis/ordinat antara 2 titik, dengan metoda Bowditch,
berdasarkan koreksi seksi hasil hitungan DELL.
7. Hitung beda absis/ordinat antara 2 titik setelah dikoreksi
III. Hitungan koordinat tiap titik poligon
1. Hitung koordinat setiap titik poligon setiap kring berdasarkan koordinat titik awal
dan beda absis, beda ordinat yang telah dikoreksi
2. Titik poligon pada seksi bertampalan (seksi pada 2 kring berbeda), cukup
dihitung 1 (satu) kali.
3. Periksa (Check) besar koreksi setiap seksi poligon tersebut. Besar jumlah
koreksi, harus sebesar koreksi seksi hasil hitungan metoda DELL.
121
Dasar-dasar Perpetaan
A2 II B2
A3 C1
A1 III
I
C2
IV
A4
A5 V
D1
D3 D2
Gambar 75.
Contoh Sketsa Jaring Poligon
Keterangan :
Titik A3 dan A4 sebagai titik simpul sudut sentral. Semua sudut pada titik
tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu (syarat sudut sentral = 360o) sebelum
digunakan dalam hitungan DELL.
Titik simpul lainnya, dapat berupa :
a. titik temu antara 2 kring yang berbeda
b. titik pada tepi/tengah kring yang dianggap penting.
Dengan demikian, terdapat 2 (dua) kemungkinan untuk hitungan koordinat titik, yaitu :
1. Hitungan koordinat hanya titik-titik simpul (titik ujung seksi)
2. Hitungan koordinat semua titik.
Berikut ini akan diberikan contoh hitungan metoda DELL untuk jaring poligon.
(perhatikan sketsa di bawah)
Diketahui pula :
Adapun langkah hitungan untuk jaring poligon tersebut, dapat di rincikan sebagai berikut :
1. Koreksi sudut sentral
2. Hitungan salah penutup sudut setiap kring
3. Hitungan perataan sudut
4. Pemberian koreksi tiap sudut
5. Hitungan beda absis dan ordinat tiap seksi
6. Hitungan salah penutup absis/ordinat setiap kring
7. Hitungan perataan absis/ordinat
8. Pemberian koreksi tiap seksi/beda absis, ordinat
9. Hitungan koordinat titik-titik poligon
122
Dasar-dasar Perpetaan
123
Dasar-dasar Perpetaan
Dari sketsa ukuran tersebut, sebelum menghitung salah penutup setiap kring, yang pertama-
tama dilakukan adalah memberi koreksi sudut sentral (pusat) :
BM1 124 35 36,0 + 1,1” 124 35 37,1 BM6 111 29 10,9 + 1,4” 111 29 12,3
137 52 05,2 + 1,1” 137 52 06,3 116 25 27,4 + 1,4” 116 25 28,8
97 32 15,5 + 1,1” 97 32 16,6 132 05 17,6 + 1,3” 132 05 18,9
359 59 56,7 + 3,3” 360 00 00,0 359 59 55,9 + 4,1 360 00 00,0
Hitungan salah penutup sedut dilakukan searah jarum jam, dan mengambil sudut dalam dari
setiap kring, Berdasarkan syart geometrik setiap kring, maka di dapat salah penutup tiap
kring sebagai berikut :
Kor. Kor.
Kring SeksI (“) Kring Seksi (“)
IV BM5-BM8 5,4 V BM6-BM9 4,1
BM8-BM9 6,7 BM9-BM10 4,5
BM9-BM6 4,1 BM10-BM7 9,6
BM6-BM5 4,3 BM7-BM6 1,6
124
Dasar-dasar Perpetaan
4. Koreksi sudut
Titik : BM1
Sudut sebelum Koreksi dari seksi : ( “ ) Total Sudut setelah
koreksi BM1-BM2 BM4-BM1 BM7-BM1 (“) koreksi
124 35 37,1 0,3 0,7 --- 1,0 124 35 38,1
137 52 06,3 --- 0,7 0,4 1,1 137 52 05,2
97 32 16,6 0,3 --- 0,4 0,1 97 32 16,7
Titik : BM6
Sudut sebelum Koreksi dari seksi : ( “ ) Total Sudut setelah
Koreksi BM5-BM6 BM6-BM7 BM9-BM6 (“) Koreksi
111 29 12,3 0,7 0,4 --- 1,1 111 29 13,4
116 25 28,8 0,7 --- 0,3 1,0 116 25 27,8
132 05 18,9 --- 0,4 0,3 0,1 132 05 18,8
Titik : BM7
Sudut sebelum Koreksi dari seksi : ( “ ) Total Sudut setelah
koreksi BM7-BM1 BM7-BM10 BM6-BM7 (“) koreksi
223 31 52,8 0,4 --- 0,4 0,0 223 31 52,8
68 34 57,8 --- 0,8 0,4 1,2 68 34 56,6
67 53 09,4 0,4 0,8 --- 1,2 67 53 10,6
Catatan :
1. Jumlah koreksi sudut pusat = 0o 0’ 00,0”
2. Koreksi yang diberikan pada titik simpul seksi, sebaiknya bernilainya sama.
3. Agar putaran hitungan tetap. (Contoh : Titik pusat BM1, untuk sudut pada
kring I , yaitu 124o 35’ 37,1” , dikoreksi dengan arah searah jarum jam,
sehingga pernyataan koreksi seksi dari BM1-BM2 dan BM4-BM1)
4. Untuk sudut yang terkoreksi dengan putaran berlawanan, tanda koreksi juga
berlawanan.
125
Dasar-dasar Perpetaan
Sudut dan koreksi sudut, disesuaikan dengan besaran yang tertera pada sketsa.
152 23 43,3 0,3 0,8 1,1 152 23 44,4 100 24 14,0 0,8 0,7 1,5 100 24 15,5
105 52 39,7 0,5 0,3 0,2 105 52 39,9 154 14 19,9 0,7 0,1 0,6 154 14 19,3
174 58 36,8 0,1 0,7 0,8 174 58 37,6 153 47 20,5 0,7 0,3 1,0 153 47 19,5
72 05 56,3 0,7 0,7 1,4 72 05 54,9 122 03 27,6 0,3 0,3 0,0 122 03 27,6
253 07 25,4 0,8 0,8 1,6 253 07 27,0 125 23 42,9 0,7 0,7 1,4 125 23 41,5
Titik : BM10
Sudut ( u) K seksi (i-j) K (“) = u +K
126
Dasar-dasar Perpetaan
Mengingat arah hitungan searah jarum jam, maka bila dijaga tetap, berakibat pada
penggunaan sudut KAnan pada hitungan azimuth (sudut jurusan).
Seksi yang telah dihitung (pada kring) sebelumnya, tidak perlu dihitung ulang.
Harga/nilai sudut simpul atau pusat, merupakan harga yang telah dikoreksi
KRING I
Sudut KAnan
Titik Sudut (o ‘ “) Azimuth (o ‘ “) Jarak (m) X (m) Y (m) Seksi
BM1
280 41 00,0 22,845 22,449 4,235
1 139 54 20,8 BM1 – BM2
0,5 320 46 38,7 27,355 17,298 21,192
2 242 37 00,0 X =
0,5 258 09 38,2 27,837 27,245 5,711 124,467
3 222 29 32,1
0,5 215 40 05,6 26,452 15,424 21,490 Y =
4 88 38 13,9 29,949
0,5 307 01 51,2 52.675 42,051 31,723 D = 157,164
BM2 152 23 44,4
334 38 06,8 41,200 17,649 37,228
5 120 59 50,7 BM2 – BM3
1,6 33 38 14,5 74,391 41,208 61,935
6 107 17 07,4 X =
1,5 106 21 05,6 59,333 56,933 16,704 82,415
7 81 09 47,9
1,5 205 11 16,2 29,942 12,743 27,095 Y =
8 244 32 59,0 37,485
1,6 140 38 15,6 23,125 14,666 17,879 D = 227,991
BM3 253 07 27,0
67 30 48,6 48,682 44,981 18,619
9 249 51 00,8 BM3 – BM4
1,5 357 39 46,3 49,594 2,022 49,553
10 77 01 56,3 X =
1,5 100 37 48,5 41.966 41,246 7,741 102,652
11 127 30 01,8
1,5 153 07 45,2 63,621 28,755 56,752 Y =
12 132 38 10,0 23,901
1,6 200 29 33,6 29,443 10,308 27,580 D = 233,306
BM4 100 24 15,5
280 05 18,1 23,346 22,985 4,089 BM4 – BM1
13 * 219 04 50,1
1,5 241 00 26,5 23,429 20,493 11,356 X =
14 * 242 39 57,5 60,594
1,5 178 20 27,5 18,964 0,549 18,956
15 * 133 03 47,9 Y =
1,5 225 16 38,1 24,862 17,665 17,495 43,718
BM1 124 35 38,1 D = 90,601
280 41 00,0 KRING I :
1 ( check ) 0,006 0,185 D = 709,062
127
Dasar-dasar Perpetaan
KRING II
Sudut KAnan
Titik Sudut (o ‘ “) Azimuth (o ‘ “) Jarak (m) X (m) Y (m) Seksi
KRING III
Sudut KAnan
Titik Sudut (o ‘ “) Azimuth (o ‘ “) Jarak (m) X (m) Y (m) Seksi
128
Dasar-dasar Perpetaan
KRING IV
Sudut KAnan
Titik Sudut (o ‘ “) Azimuth (o ‘ “) Jarak (m) X (m) Y (m) Seksi
129
Dasar-dasar Perpetaan
KRING V
Sudut KAnan
Titik Sudut (o ‘ “) Azimuth (o ‘ “) Jarak (m) X (m) Y (m) Seksi
Hitung perataan dilakukan dengan cara serupa dengan perataan untuk jaring sipat datar.
Besar/nilai prosentase koreksi, ditentukan oleh jarak tiap seksi.
BM1 - BM2 33 69
BM2 - BM3 5 31 * tanda koreksi, sesuai
BM3 - BM4 5 30 dengan arah penulisan
BM4 - BM1 29 55 seksi.
BM4 - BM5 58 91 * bila arah berlawanan,
BM5 - BM6 3 33 maka tanda koreksi
BM6 - BM7 3 9 akan berlawanan
BM7 - BM1 37 12
BM5 - BM8 56 21
BM8 - BM9 61 24
BM9 - BM6 21 83
130
Dasar-dasar Perpetaan
Dalam hal ini, hitungan seluruh titik tidak dituliskan, melainkan contoh untuk seksi tertentu
saja.
131
Dasar-dasar Perpetaan
132