Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

TUGAS KEPERAWATAN BEDAH

oleh :

Kelompok 3

Kelas B 2017

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DEWASA
PADA SISTEM RESPIRASI EFUSI PLEURA

disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Bedah dengan


dosen pengampu Ns. Akhmad Zainur Ridla, S.Kep., MAdvN

oleh :

Febrina Oliananda P 152310101330

Dicky Primadika A 172310101066

Nadhea Alfionita P. B 172310101075

Ayu Widya Ningsih 172310101084

Moch Rifqy Fauzan R 172310101092

Diana Dwi Farah D 172310101103

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019

i
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Keperawatan Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pasien
Dewasa Pada Sistem Respirasi Efusi Pleura” ini dengan baik.
Dalam menyelesaikan tugas makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ns. Akhmad Zainur Ridla, S.Kep., MAdvN. selaku dosen pembimbing
penyususnan makalah.
2. Semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya tugas makalah
ini.
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini banyak kekurangannya, baik
dalam penulisannya maupun dalam isinya, untuk itu kami menerima kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini. Semoga
dengan terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan
bermanfaat pula untuk Keperawatan Bedah kedepannya.

Jember, 13 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
PRAKATA.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2Tujuan........................................................................................ 2
1.3Rumusan Masalah.................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4
2.1Review Anatomi dan Fisiologi................................................. 4
2.2Patofisiologi............................................................................... 6
2.3Tanda dan Gejala...................................................................... 7
2.4Etiologi....................................................................................... 8
2.5Penatalaksanaan Klinis............................................................ 9
2.6Terapi Bedah dan Non Bedah.................................................. 10
2.7 Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 11
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................... 16
3.1Pengkajian................................................................................. 16
3.2 Diagnosa.................................................................................... 19
3.3 Intervensi................................................................................... 19
3.4 Implementasi............................................................................. 23
3.5 Evaluasi..................................................................................... 23
BAB 4. PENUTUP....................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan............................................................................... 25
4.2 Saran......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 26

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tubuh manusia terdiri dari beberapa sistem yang berjalan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Salah satu sistem dalam tubuh manusia adalah
sistem pernapasan. Pernapasan adalah proses menghirup udara bebas yang
mengandung oksigen dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa
metabolisme dari dalam tubuh (Utama, 2018). Sistem pernapasan adalah kerja
dari beberapa organ yang berfungsi untuk bernapas (Sumardjo, 2009). Sistem
pernapasan berfungsi untuk menjamin ketersediaan oksigen dalam tubuh dan
membuang karbondioksida dari dalam tubuh (Isnaeni, 2010). Sistem
pernapasan di dalam tubuh manusia disokong oleh beberapa struktur dan
seluruh struktur tersebut terlibat dalam proses pernapasan. Struktur tersebut
antara lain struktur utama dan struktur pelengkap pernapasan. Struktur utama
pernapasan teriri dari jalan napas dan saluran napas serta paru-paru, sementara
struktur pelengkap pernapasan terdiri dari iga dan otot, otot abdomen dan otot-
otot lain, diafragma dan pleura (Djojodibroto, 2009) .
Pleura adalah kantung pembungkus paru yang terbut dari membran serosa
yang membentuk dua lapisan yang masing masing menyelimuti paru-paru dan
dinding dalam rongga toraks. Pleura pembungkus paru disebut sebagai pleura
viseralis dan pleura pelapis dinding dalam rongga toraks disebut pleura
parietalis (Moore, dkk., 2013). Diantara kedua pleura dipisahkan oleh ruang
kosong yang disebut rongga pleura, dalam kondisi normal rongga ini berisi
cairan serosa yang berguna untuk memudahkan kedua pleura untuk bergerak
bebas tanpa terjadinya gesekan satu sama lain saat proses pernapasan (Waugh,
et al., 2014). Namun demikian ada kondisi abnormal yang terjadi pada ruang
ini, misal terjadinya efusi pleura.
Efusi pleura adalah kondisi ketika terjadi peumpukan cairan yang melebihi
jumlah normal (10-20mL) pada ruang antar pleura, penumpukan cairan
biasanya terdiri dari cairan transudat, eksudat dan efusi hemoragi. Pada
kondisi normal pleura parietalis akan menghasilkan cairan yang kemudian
akan di reabsorpsi oleh pleura viseralis, namun apabila terjadi
ketidakseimbangan antara produksi dan reabsorpsi antara pleura parietalis dan
visralis maka dapat menyebabkan penumpukan cairan (Muttaqin, 2012). Efusi
pleura menjadi penyakit pleura dengan angka kejadian terbanyak di Amerika,
diperkirakan tiap tahun terdapat 1,5 juta kejadian efusi pleura di Amerika.
Beberapa penyakit menjadi penyebab utama kejadian efusi pleura di Amerika,
seperti pneumonia, paparan asbestos, lupus, gagal jantung kongestif, dan
pankreasitis (Krishna, dkk., 2019). Di dunia internasional diperkirakan angka
kasus efusi pleura pada negara-negara mencapai 320 kasus pada tiap 100.000
populasi penduduknya per tahun (Boka, 2018). Sedangkan di Indonesia angka
kejadian efusi pleura dipengaruhi oleh angka kejadian penyakit infeksi lain,
misal angka kejadian efusi pleura pada penderita TB mencapai lebih dari 30%
dari seluruh penderita TB paru dan menjadi penyebab terbesar kematian pada
TB paru (Salmah, dkk., 2018).
Perawat sebagai tenaga kesehatan diharapkan mampu turut berperan dalam
penurunan angka kejadian efusi pleura. Maka dari itu diperlukan kemampuan
yang memadai dari seorang perawat mengenai konsep dasar efusi pleura dan
seorang perawat diharapkan mampu menentukan asuhan keperawatan yang
sesuai.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum

Untuk mengetahui konsep dasar efusi pleura dan asuhan


keperawatan yang sesuai untuk kasus efusi pleura.

Tujuan Khusus

1. mengetahui anatomi fisiologi yang berkaitan dengan aksus efusi pleura


2. mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada kasus efusi pleura
3. mengetahui etiologi efusi pleura
4. mengetahui penatalaksanaan medis bagi kasus efusi pleura
5. mengetahui terapi bedah dan non bedah bagi kasus efusi pleura
6. mengetahui pemeriksaan penunjang apa dibutuhkan pada kasus efusi
pleura
7. mengetahui asuhan keperawatan yang tepat bagi kasus efusi pleura
1.3 Rumusan Masalah
1. apa saja anatomi fisiologi yang berkaitan dengan kasus efusi pleura?
2. bagaimana tanda dan gejala yang muncul akibat efusi pleura?
3. bagaimana etiologi dari efusi pleura?
4. bagaimana penatalaksanaan medis bagi kasus efusi pleura?
5. bagaimana terapi bedah dan non bedah bagi kasus efusi pleura?
6. pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan bagi kasus efusi pleura?
7. bagaimana asuhan keperawatan yang sesuai bagi kasus efusi pleura?

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Review Anatomi dan Fisiologi


Setiap paru-paru dilindungi dan dikelilingi oleh dua kantong serosa yang
disebut dengan pleura. Masing-masing pleura memiliki dua lapisan, yaitu
pleura viseralis, yang melindungi bagian luar paru-paru sampai ke dalam
fissura, dan pleura parietalis, yang melapisi rongga dada bagian luar dan
dinding dada bagian dalam. Pleura parietalis dibagi menjadi 4 bagian, yaitu
pleura servikalis, bagian yang terdapat dileher; pleura kostalis, pleura yang
mengelilingi iga-iga; pleura diagfragmatik, bagian yang menutupi diagframa;
dan pleura mediastinal, lanjutan dari pleura kostalis dan pleura
diagfragmatik, yang mengelilingi sisi-sisi dari mediastinum (Pearce, 2009).

Anatomi Pleura
(Sumber: Pearce, 2009)

Diantara dua pleura terdapat rongga yang disebut dengan kavitas pleural.
Kedua pleura dipisahkan oleh cairan pleura. Pleura parietalis akan
memproduksi cairan pleura yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh pleura
viseralis. Dalam keadaan normal, cairan yang berasa dirongga pleura sebanyak
0,1-0,2 ml/kgbb. Cairan pleura dipergunakan sebagai pelumas antara dua
pleura, sehingga dapat mengurangi gesekan pada saat pergerakan pernapasan
berjalan (Somantri, 2009).

Pada tekanan rongga pleura seharusnya lebih rendah dibandingkan tekanan


atmosfer, agar tidak terjadi penekanan pada paru-paru. Tekanan pada dalam
pleura dapat dilihat dari dua gerakan. Saat inhalasi tekanan berada diantara -3
mmHg sampai -6 mmHg, dan saat ekshalasi tekanan berada diantara -6 mmHg
sampai -3 mmHg. Saat terserang penyakit, rongga pleura akan terisi oleh
udara atau cairan yang berlebih, dan akan menyebabkan penekanan pada paru-
paru (Muttaqin, 2012).
Perbedaan Tekanan Saat Inhalasi dan Ekshalasi.

(Sumber : Muttaqin, 2012)

Pada grafik diatas menggambarkan perbedaan tekanan saat inhalasi dan


ekshalasi. Pada grafik (a) merupakan perbedaan tekanan yang berada didalam
paru-paru. Grafik (b) merupakan berbedaan tekanan yang berada didalam
pleura. Dan grafik (c) merupakan volume tidal yang terjadi saat inhalasi dan
ekshalasi.

2.2 Patofisiologi
Efusi pleura adalah peningkatan atau penuruna kecepatan produksi cairan
atau pun keduanya sehingga menyebabkan akumulasi cairan. Akumulasi
cairan pleura terjadi jika:

1. Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita


hipoalbuminemia dan bertambah permeabilitas kapiler karena proses
keradangan atau neoplasma.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma) tekanan
hidrostatis pada pembuluh darah ke jantung/ vena pulmonalis (kegagalan
jantung kiri), tekanan negatif intra pleura (atelekesis) (Muttaqin, 2012).

Efusi pleura juga merupakan suatu gejala komplikasi dari penyakit yang
menyebabkan penumpukan cairan di pleura. Efusi dapat terjadi karena
transudatif dan eksudatif, yaitu:

a. Efusi pleura transudatif


keadaan dimana membran pleura tidak terkena penyakit. Disebut juga
ultrafiltrasi plasma. Didalam rongga pleura ada + 5ml cairan yang cukup
basah pada seluruh permukaan pleura parietalis dan viseralis. kapiler
pleura parietalis menghasilkan cairan ini dikarenakan adanya tekanan
hidrostatik, tekanan koloid serta daya tarik yang elastis. Sebagian yang
lain cairan tersebut akan diserap kembali kapiler paru dan pleura viseralis,
sebagian kecil (10-20%) akan mengalir ke pembuluh limfe sehingga cairan
disini dapat mencapai 1 liter per harinya. berkumpulnya cairan di rongga
pleura disebut efusi pleura, seperti ini terjadi bila keseimbangan antara
produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat adanya
inflamasi, berubahnya tekanan menjadi osmotic (hipoalbuminemia),
meningkatnya tekanan vena (gagal jantung). Kejadian ini karena sistemik
yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura (Muttaqin, 2012).
Penyebab tersringnya adalah gagal jantung kongestif, peningkatan
tekanan vena pusat berpengaruh menyebabkan efusi pleura. Penyebab
lainnya biaanya yaitu ateleksis, yang menyebabkan akumulasi cairan
pleura karena penurunan tekanan pleura (Morton dkk, 2013).
b. Efusi pleura eksudatif
Bocornya cairan lewat pembuluh kapiler akibat adanya kerusakan lalu
masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru.
Cairan yang mengandung protein tinggi bocor melewati kapiler yang
rusak. Efusi pleura eksudatif juga disebabkan akumulasi cairan di
medistinum, retroperitonum, dan cairan tersebut mengalir ke ruang rongga
pleura dengan tekanan rendah. Penyebab tersering efusi pleura eksudatif
adalah pnumonia dan metastatis dapat jadi penyebabnya. Penyebab lain
dari eksudat dan transudat adalah efusi pleura eksudatif juga disebabkan
oleh infeksi yang menyebabkan peradangan pleura (Morton dkk, 2013).

2.3 Tanda dan Gejala


Gejala klinis pada efusi pleura bermacam-macam dan tergantung dari
sumber penyakit yang mengawalinya. Gejala paling sering ditemukan
adalah sesak napas, batuk, dan nyeri dada. Batuk pada penderita efusi pleura
umumnya ringan serta tidak berdahak. Nyeri pada dada disebabkan adanya
iritasi pleura, hal ini bersifat ringan sampai berat, adanya rasa nyeri yang
tajam, dan memburuk dengan tarikan napas dalam (nyeri dada pleuritik).
Nyeri dapat menyebar ke bahu di sisi yang sama atau perut bagian atas
(Muttaqin, 2012).
Menurut Nurarif dan Kusuma 2016, tanda dan gejalan efusi pleura yaitu:
1. Adanya timbunan cairan yang mengakibatkan perasaan sakit
dikarenakan pergesekan, akan tetapi setelah cairan cukup rasa sakit
banyak yang hilang. Akan tetapi jika teralalu banyak, penderita akan
sesak napas.
2. Adanya gejala penyakit seperti demam, mengigil dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebris (tuberkulosis),
banyak keringat, batuk dan adanya riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang terasa sakit, hal ini terjadi
karena adanya penumpukan di cairan pleural yang signifikan
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan ketika duduk hasilnya
tidak sama dikarenakan cairan berpindah tempat. Bagian yang terasa
sakit cenderung sukit bergerak dalam pernapasan, melemahnya
fremitus (vokal dan raba), ketika di perkusi terdapat daerah dengan
suara pekak, ketika duduk permukaan cairan membentuk garis yang
melengkung yang disebut juga garis Ellis Damoiseu.
5. Adanya segitiga Garland, yaitu daerah yang ketika dilakukan perkusi
terdapat suara redup timpani dibagian atas garis Ellis Damoiseu.
Sedangkan Segitiga Grocco-Rochfusz adalah daerah yang bersuara
pekak karena adanya cairan yang mendorong mediastinus ke sisi lain
dan ketika di auskultasi pada daerah ini terdapat suara vesikuler yang
lemah dengan ronki.
6. Pada awal serta akhir penyakit terdengar krepitasi pleura, yaitu suara
napas yang terdengar akibat membukanya alveoli. Suara krepitasi
terdengar normal pada daerah belakang bawah dan samping paru pada
saat inspirasi yang dalam, sedangkan patologisnya terdapat di
pneumonia lobaris.

Gejala lain yang mendasari efusi pleura yaitu sesak saat berbaring,
pembengkakan tungkai, dan riwayat terbangun karena sesak, hal ini adalah
gejala gagal jantung. Tuberkulosis pada paru menyebabkan gejala keringat
demam, malam, penurunan berat badan, serta batuk darah. Batuk darah
dijumpai juga pada keganasan, gangguan pada saluran napas, dan kematian
jaringan paru. Efusi pleura pada radang paru – paru (pneumonia)
menimbulkan gejala demam, batuk berdahak, dan sesak napas (Muttaqin,
2012).

2.4 Etiologi
Berdasarkan pada jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi 3,
yaitu:
1. Transudat
Disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik,
asisten (karena proses sepatis hepatis), sindroma vena cava superior,
tumor dan sindroma meig (gejala yang terdiri atas tumor ovarium
benigna dengan ascites).
2. Eksudat
Disebabkan oleh infeksi (tuberkolosis penomenia), tumor, infak paru,
radiasi dan penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragis
Disebabkan karena adanya tumor, trauma, infak paru dan tuberkolosis
(Bilotta dan Kimberly, 2011)
Berdasarkan pada lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi
menjadi 2, yaitu:
1. Unilateral
Efusi unilateral bersifat tidak mempunyai hubungan yang spesifik
dan penyebab penyakitnya.
1. Bilateral
Efusi bilateral sering ditemukan pada penyakit seperti kegaglan
jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus sistemik, tuberkolosis dan tumor (Bilotta dan Kimberly,
2011).

2.5 Penatalaksanaan Klinis


Pengaturan posisi klien pada posisi fowler dalam sudut 45o. Kasus
kematian seringkali disebabkan oleh hipotensi, hipoksia, artitmia kordis dan
adanya tekanan pada saraf pusat, maka dari itu perlu dilakukan pengaturan
keseimbangan asam basa agar seimbang, suplai oksigen yang baik dan
mencegah terjadinya hipoksia seluler (Muttaqin, 2012)..

Pemberian cairan intravena melalui IV Line juga perlu dilakukan


sebagai pemenuhan hidrasi tubuh dan menjaga volume cairan tubuh.
Bronkodiator seperti amofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase
sekret dan distribusi ventilasi. Bila perluu dapat diberikan analgesik untuk
mengatasi nyeri pleura (Muttaqin, 2012)..

Pemberian antibiotik seperti penisilin diberikan melalui rute


intramuskular dalam dosis 2x600.000 unit per hari. Pemberian penisilin
dilakukan sekurang-kurangnya seminggu hingga klien tidak mengalami sesak
napas dan tidak ditemukan komplikasi lagi. Bagi klien yang memiliki alergi
terhadap penisilin dapat diberikan Eritromisin. Pemberian sefalosporin harus
diperhatikan bagi klien yang memiliki alergi terhadap penisilin karena dapat
menimbulkan reaksi hipersensitifitas silang utamanya dari golongan
anafilaksis. Pada 12-36 jam setelah pemberian penisilin maka akan terjadi
penurunan pada suhu, dneyut nadi, frekuensi pernapasan dan nyeri pleura
menghilang (Muttaqin, 2012).

2.6 Terapi Bedah dan Non Bedah


a. Terapi Non Bedah

Terapi non bedah dapat menggunakan terapi antibiotik yang


diberikan sebagai First line untuk pasien efusi pleura antara lain:
penicillin, cephalosporin, clindamycin, dan ciprofloxacin. Antibiotik
tersebut dapat diberikan secara oral atau IV minimal 48 jam setelah
dilakukan thoracentesis, barulah setelah itu antibiotik secara oral dapat
dilanjutkan 2-4 minggu. Selain antibiotik yang disebutkan diatas, dalam
proses pengobatan pasien dengan efusi pleura diberikan juga Ampicillin
sebanyak 3 x 1 gram via IV dan Ceftizidim 3 x 1 gram IV. Selain itu
pasien juga diberikan terapi cairan maintenance dengan menggunakan
larutan D5 ½ NS, kebutuhan cairan pasien ini diberikan menggunakan
rumus kebutuhan Holliday Segar sehingga didapatkan sebanyak 1700
ml/24 jam. Jika suhu pasien menunjukkan >38°C dapat diberikan
paracetamol 3 x 375 cc (Harjanto, 2018).
Terapi antibiotik ini diberikan dengan tujuan untuk mengendalikan
infeksi yang terjadi, dengan memperhatikan nutrisi pada pasien
hipoproteik dan profilaksis antitrombolitik (Garrido, 2014). Pemberian
antibiotik disesuaikan dengan beberapa hal, diantaranya: infeksi
nosokomial pada pasien, karakteristik pasien, kekhasan mikrobiologi
goegrafis dan lokal, serta aktifitas antibiotik pada efusi pleura.

b. Terapi Bedah

1. Thoracocentesis
Terapi ini merupakan prosedur invasif bedah dimana hal ini dilakukan
guna mengeluarkan cairan atau udara dari ruang pleura guna tujuan
diagnostik atau terapeutik (Christ, 2008).
2. Tube Thoracostomy
Tube Thoracostomy atau yang biasa disebut drainase tabung dada
merupakan proses yang hampir diindikasikan pada semua pasien dengan
kasus empiema (pH <7,20). Jika kondisi efusi pleura pada pasien semakin
parah, salah satu tindakan yang dapat diambil (Harjanto, 2018).
3. Pleurodesis
Pleurodesis bertujuan untuk melekatkan kedua dinding pleura.
Biasanya dengan memberi tetrasiklin 500-3000 mg dalam 100 mL salin,
atau bleomisin 60 mg, lalu dimasukkan ke dalam rongga pleura, kemudian
klien dibolak-balikkan selama 2-3 jam. Keberhasilan tindakan ini hingga
50-75%.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan radiologik ini memiliki nilai tinggi umtuk
menegakkan diagnosis efusi pleura, namun begitu terdapat kelemahan
pada pemeriksaan yaitu tidak dapat digunakan untuk menentukan faktor
penyebabnya. Pada pemeriksaan ini jika cairan tidak tampak pada foto
postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral
(Sudoyo, 2009)
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang umum dilakukan antara
lain :
1. Rontgen dada

Gambar 1.1
Pada gambar diatas merupakan foto thorax yang normal
(Sumber : Muttaqin, 2012)
Gambar 1.2

Pada gambar diatas merupakan foto thorax dengan efusi pleura

(Sumber : Muttaqin, 2012)

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa bayangan homogen akan


terlihat jelas apabila jumlah cairan efusi pleura >300 ml, dan cairan yang
berada didalam thorax tersebut akan bergerak bebas mengikuti gravitasi
atau arah seorang tersebut bergerak.

Gambar 1.3
Gambar diatas merupakan foto thorax AP
(Sumber : Muttaqin, 2012)
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tanda panah
menunjukkan sudut costophrenicus kanan tumpul

Gambar 1.4

Gambar foto thorax lateral

(Sumber : Muttaqin, 2012)

Pada pemeriksaan foto thorax dengan jumlah cairan yang sedikit yaitu
sekitar <100 ml, maka dapat dilakukan dengan foto thorax posterior-
anterior (PA) tetapi cairan yang ada tidak akan terlihat hanya memberikan
gambaran berupa penumpulan sudut costophrenicus dapat dilihat pada
gambar 1.3 dan 1.4. Apabila pemeriksaan foto thorax dengan PA tidak
terlihat, disarankan agar dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral
(gambar 1.4)

2. CT Scan dada
(Sumber : Wahab, 2009)

Dengan CT scan ini dapat terlihat dengan jelas gambaran paru-paru


dan cairan yang bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru dan
tumor.
3. USG dada
USG merupakan sarana diagnostik radiologis yang sangat tinggi
akurasinya yaitu bisa encapai 100%. USG ini dapat membantu dalam
hal menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit dan bisa dilakukan pengluaran cairan (Sudoyo, 2009).
B. Torakosentesis
Pada pemerikasaan ini dapat dilakukan dengan baik pada posisi
duduk, pemeriksaan ini berguna untuk mengtahui penyebab dan jenis efusi
yang tetdapat dalam tubuh. Aspirasi cairan pleura dilakukan pada bagian
bawah paru-paru di sela iga IX garis aksila posterior dengan memakai
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Aspirasi ini akan menyebabkan oleura
shock (hipotensi) atau edema paru ( Seomantri, 2009).
C. Analisa Cairan Pleura
Apabila efusi pleura telah di diagnosis, dan penyebabnya telah
diketahui, kemudian cairan pleura yang diambil melalui jarum dengan
proses torakosentesis , selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan seperti
dibawah ini :
1. Komposisi kimia seperti protein, biokimiawi cairan LDH, , albumin,
anylase, ph (jika ph≤7,2 menunjukkan efusi parapneumonik dengan
komplikasi atau empema) dan glukosa
2. pemeriksaan gram, kultur, sensifitas untuk mengetahui terjadinya
infeksi bakteri
3. hitung sel
4. pemeriksaan sitologi mengetahui adanya keganasan
D. Biopsi
Biopsi pleura lateral telah menjadi tes diagnostik yang paling
sensitif beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75%
diagnosis kasus pleuritis TB dan tumor pleura. Apabila hasil dari
pemeriksaan tidak memuaskan maka dapat dilakukan biopsi ulangan 2-4
kali akan meningkatkan diagnosis sebesar 24% dan biopsi pleura ini dapat
dilakukan dengan jarum (Seomantri, 2009).

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Seorang wanita berusia 57 tahun memiliki riwayat medis asma terkontrol


selama 20 tahun dengan kondisi hispanik, tidak pernah merokok, mengalami
demam, batuk produktif, dan kelelahan selama 3 bulan. Pasien sudah menjalani 3
pengobatan antibiotik (levofloxacin dan doxycyline) selama 3 bulan, namun
gejala tetap tidak membaik. Pasien mengeluhkan sering berkeringat saat malam
hari dan mengalami penurunan berat badan. Paien juga mengatakan 2 minggu
sebelum di rawat di rumah sakit mengalami gangguan ambulasi di rumahnya.
Pada saat dibawa kerumah sakit kondisi pasien sesak napas dengan tanda-tanda
vital: TD 99/68 mmHg, suhu 38,9°C, RR 18x/menit, denyut jantung 91x/menit,
dan saturasi oksigen 94% dengan terpasang kanula hidung 3 L.

3.1 Pengkajian
a. Pengumpulan data
a. Identitas
Nama : Ny. X No. RM : 10989855
Umur : 57 tahun Pekerjaan : Karyawan
kantor
Jenis kelamin : Perempuan Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam Tanggal MRS : 14 Oktober 2019
Pendidikan : S1 Tanggal pengkajian : 15 Oktober 2019
Alamat : Jember Sumber informasi : Pasien dan
Rekam medis

b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan adalah sesak nafas.

c. Riwayat penyakit sekarang


 Alasan MRS
Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah pasien
mengeluh sesak nafas dan sebelum MRS mengalami sesak
nafas, penurunan berat badan, keringat dimalam hari, demam,
batuk produktif, dan mengalami kelelahan selama 3 bulan.

 Keluhan waktu didata


Dilakukan pada waktu melakukan pengkajian yaitu keluhan
kesulitan bernafas atau sesak nafas.

 Riwayat kesehatan Dahulu


Riwayat Asma terkontrol selama 20 tahun. perlu dikaji dan
riwayat pernah masuk RS dan penyakit yang pernah diderita
oleh pasien

d. Riwayat kesehatan keluarga


e. ADL
 Nutrisi : Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien
meliputi : porsi yang dihabiskan susunan menu, keluhan mual
dan muntah, sebelum atau pada waktu MRS, dan yang
terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit.
 Istirahat tidur : dikaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa
jam sehari dan apakan ada kesulitan waktu tidur dan bagaimana
perunbahannya setelah sakit.
 Aktifitas : Aktifitas dirumah atau dirumah sakit apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktifitas, pada
klien ini mengalami gangguan ambulasi sekitar 2 minggu
sebelum MRS.
 Eliminasi : Mengkaji kebiasaan eliminasi meliputi jumlah,
warna, apakah ada gangguan.
 Personal Hygiene : mengkaji kebersihan personal Hygiene
meliputi mandi, kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut,
kuku dan pakaian dan kemampuan serta kemandirian dalam
melakukan kebersihan diri
f. Data Psikologi
Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana
persepsi klien akan penyakitnya terhadap konsep dirinya.

Perlu dikaji karena pasien sering mengalami kecemasan terhadap


penyakit dan prosedur perawatan.

g. Data Sosial
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan bagaiman peran
klien dirumah dan dirumah sakit.

h. Data Spiritual
Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan
agama yang dianut

i. Pemeriksaan Fisik
Secara umum

 Meliputi keadaan pasien


 Kesadaran pasien
 Observasi tanda – tanda vital:
 Tekanan Darah : 99/68 mm/Hg
 Nadi : 91 X/mnt
 RR : 18 X/mnt
 Suhu : 38,9° C
 TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi. Pada klien ini
mengalami penurunan berat badan.
Secara khusus :

Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yang


meliputi dari chepalo kearah kauda terhadap semua organ tubuh
antara lain

 Rambut
 Mata telinga
 Hidung mulut
 Tenggorokan
 Telinga
 Leher Dada Abdomen
 Genetalia
 Muskuloskeletal
 Dan integumen
j. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium. EKG, CT Scan Thoraks, Ultrasound, dan Rontgen
thoraks serta therapy yang diperoleh klien dari dokter.

b. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dikelompokkan meliputi : data subyektif dan
data obyektif kemudian dari data yang teridentifikasi masalah dan
kemungkinan penyebab dapat ditentukan yang menjadi acuan untuk
menentukan diagnosa keperawatan.

3.2 Diagnosa
Adapun diagnosa keperawatan yang terjadi :

a. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kapasitas vital (00032)


b. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen (00092)
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
berat badan dengan asupan makan adekuat (00002).

3.3 Intervensi
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o. Keperawatan
1. Ketidakefektifa Setelah 1. Monitor 1. Mengetahui
n pola nafas b.d dilakukan pernapasan perkembanga
penurunan perawatan dan status n dari status
kapasitas vital selama 2x24 oksigenasi oksigenasi
2. Periksa
(00032) diharapkan klien.
perangkat
pola nafas 2. Agar tidak
pemberian
klien dapat terjadi
oksigen
berjalan kesalahan
secara
secara efektif, saat
berkala
dengan pemberian
untuk
kriteria hasil : oksigen.
memastikan
1. Kapasitas 3. Mengetahui
bahwa
vital klien perkembanga
konsentrasi
normal. n dari tanda-
yang telah
2. Saturasi tanda vital
ditentukan
oksigen klien
sedang
klien 4. Agar klien
diberikan
menjadi mendapatkan
3. Monitor
normal obat yang
tekanan
3. Hasil dari tepat.
darah, nadi,
rontgen
suhu, dan
dada klien
status
menunjuka
pernafasan.
n normal 4. Tentukan
obat apa
yang
diperlukan,
dan kelola
menurut
resep.
2. Intoleran Setelah 1. Pertahanka 1. Agar pola
aktivitas b.d dilakukan n nafas
ketidakseimban perawatan kepatenan klien
gan antara selama 2x24 jalan napas efektif
suplai dengan diharapkan
2. Monitor 2. Memanta
kebutuhan klien dapat
aliran u aliran
oksigen melakukan
oksigen oksigen
(00092) aktivitas
yang
secara 3. Monitor
diberikan
normal, respon
sesuai
dengan terhadap
ketentuan
kriteria hasil : perubahan

1. Irama pengobatan 3. Memanta

pernapasa dengan u respon

n klien cara yang klien

kembali tepat. mengenai

normal pengobata

2. Batuk nnya

pada klien
menghilan
g
3. Kepatenan
jalan nafas
klien
normal
3. Ketidakseimban Setelah 1. Kaji riwayat 1.Mengidentifika
gan nutrisi: dilakukan nutrisi, termasuk si defisiensi
kurang dari perawatan makanan yang nutrisi dan juga
kebutuhan selama 2x24 disukai untuk intervensi
tubuh b.d diharapkan selanjutnya
2. Observasi dan
penurunan berat kebutuhan
catat masukan 2. Mengawasi
badan dengan nutrisi klien
makanan klien masukan kalori
asupan makan dapat
adekuat terpenuhi, 3. Timbang BB 3. Mengawasi

(00002). dengan klien tiap hari penurunan BB

kriteria hasil: dan efektivitas


4. Kolaborasi
1. intervensi nutrisi
dalam pemberian
Menunjukkan suplemen nutrisi 4. Meningkatkan
peningkatan pemasukan kalori
BB stabil secara total dan
2. Nafsu juga untuk
makan klien mencegah
meningkat distensi gaster,
3. Klien dan
menunjukkan meningkatkan
perilaku masukan protein
perubahan dan kalori
pola hidup
untuk
mempertahan
kan BB yang
sesuai
3.4 Implementasi
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kapasitas vital (00032)
1) Memonitor pernapasan dan status oksigenasi dari klien
2) Memeriksa perangkat pemberian oksigen secara berkala untuk
memastikan bahwa konsentrasi yang telah ditentukan sedang diberikan
kepada klien.
3) Memonitor perubahan dari tekanan darah, nadi, suhu, dan status
pernafasan.
4) Menentukan obat apa yang diperlukan oleh klien , dan mengelolanya
menurut resep dari dokter.
b. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen (00092)
1) Mempertahankan kepatenan jalan napas klien
2) Memonitor aliran oksigen yang diberikan kepada klien
3) Memonitor respon terhadap perubahan pengobatan yang diberikan
kepada klien.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
berat badan dengan asupan makan adekuat (00002)
1) Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai klien
2) Mengobservasi dan catat masukan makanan klien
3) Menimbang BB klien setiap hari
4) Memberikan suplemen nutrisi

3.5 Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi Paraf
1. Ketidakefektifan pola S : Klien mengatakan nafasnya OL
nafas b.d penurunan tidak sesak lagi
O : TD 120/80 mmHg, RR
kapasitas vital
19x/menit, denyut jantung
96x/menit, dan pasien terpasang
kanula hidung 3 L
A : masalah ketidakefektifan
pola nafas teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Monitor pernapasan dan
status oksigenasi sera
TTV
b. Kolaborasi pembelian
antibiotik dan analgesik
2. Intoleran aktivitas b.d S : klien mengatakan tidak
ketidakseimbangan merasakan kelelahan lagi dan
antara suplai dengan bisa melakukan ambulasi sendiri
kebutuhan oksigen dengan sedikit dibantu oleh
keluarga
O : batuk berkurang, TD 120/80
mmHg, RR 19x/menit, dan OL
denyut jantung 96x/menit.
A : masalah intoleransi aktivitas
teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Monitor aliran oksigen
b. Monitor respon
pengobatan
3. Ketidakseimbangan S : pasien mengatakan berat OL
nutrisi: kurang dari badannya mengalami
kebutuhan tubuh b.d peningkatan dan tidak merasa
penurunan berat badan lelah lagi
O : TD 120/80 mmHg, RR
dengan asupan makan
19x/menit, dan denyut jantung
adekuat
96x/menit, BB meningkat.
A : ketidakseimbangan nutrisi
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
a. Monitor asupan nutrisi
pasien
b. Timbang BB klien tiap
hari
c. Kolaborasi dalam
pemberian suplemen
nutrisi

1. Pernapasan klien bisa kembali normal, baik dari frekuensi pernafasan,


kedalamam, irama pernafasan klien
2. ADL klien kembali normal ditandai dengan pemenuhan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen seimbang.
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan poliphagi dapat dicegah sehingga
tubuh tidak kekurangan nutrisi hasil metabolism

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pleura memiliki 2 lapisan yaitu viseralisa dan parietalis, dan diantara 2


pleura ini terdapat rongga yang disebut kavitas pleural dan dipisahkan oleh
cairan pleura, apabila terjadi peningkatan/penurunan keepatan produksi cairan
dapat meyebabkan akumulasi cairan hal ini akibat tekanan osmotik koloid
menurun menurun didalam darah, selain itu juga disebabkan oleh peningkatan
pemeabililtas kapiler. Dari beberapa kasus ini dapat menyebabkan terjadinya
efusi pleura yang menyebabkan penumpukan caira pleura. Umumnya
seseorang yang menderita efusi pleura ini mengalami sesak napas, batuk, dan
nyeri bagian dada, namun batuknya cenderung ringan serta batuk berdahak.
Adapun ada 3 jenis cairan yang terbentuk yaitu, transudat, eksudat, dan efusi
hemorasir. Adapun penatalaksanaan klinis terhadap klien yang menderita
efusi pleura, yaitu dengan cara pengaturan porsi klien dengan posisi fowler
sudut 45o, pemberian cairan intravena melalui IV line, pemberian antibiotik.
Selain itu, ada penyembuhan lain melalui terapi bedah dan terapi non bedah
antara lain terapi antibiotik, thoracocentesis, tube thoracostomy, pleurodesis.

4.2 Saran
Dengan dissusunnyamakalah i i penulis berharap kepada semua pembaca
agar dapat memahami isi makalah ini sehingga dapat menambah pengetahuan
pembaca. Di samping itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
untuk memaksimalkan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Alamudi, M, Y. 2018. Pentingnya Eradikasi Penyakit Tropis Di Indonesia. Prof


Nidom Foundation.
https://www.researchgate.net/publication/325619249_Pentingnya_Erad
ikasi_Penyakit_Tropis_Di_Indonesia [Diakses pada : 6 Maret 2019]

Boka, Kamran. 2018. Pleural Effusion.


https://emedicine.medscape.com/article/299959-overview#a9 [Diakses
pada, 13-03-2019, 16.05]

Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Chris Wong. 2008. Diagnostic of Thoracocentesis. Sacramento Veterinary


Referral Center. NAVC clinician’s brief.

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Garrido, Victoria., et al. 2014. Recommendations of Diagnosis and Treatment of


Pleura Effusion. 50 (6): 235-249. Archivos De Bronconeumologia.

Harjanto, Andhika., et al. 2018. Efusi Pleura Sinistra Masif Et Causa TB pada
Anak. Volume 7 Nomor 3: Majority.

Isnaeni, Wiwin. 2010. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

King, Lesley., Clarke, Dana. 2010. Emergency care of the patient with acute
respiratory distress. Veterinary Focus. Vol 20 No 2:Veterinary Focus.

Krishna, R., Mohan Rudrappa. 2019. Pleural Effusion.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448189/ [Diakses pada, 13-
03-2019, 15.57]
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293 Tahun 2009.
Eliminasi Malaria Di Indonesia. 28 April 2009. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Sistem Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Moore, Keith L., Arthur F. Dalley. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis: Toraks,
abdomen Pelvis & Perineum. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Pearce, E. C. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:Gramedia


Pustaka Utama
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014.
Penanggulangan Penyakit Menular. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republic Indonesia.

Puspita, I., Tri Umiana Soleha, Gabriella Berta. 2017. Penyebab Efusi Pleura di
Kota Metro pada Tahun 2015. J AgromedUnila. 4(1): 25-32.

Salmah, S., Ariani Said Culla. 2018. Identification of Mycobacterium


Tuberculosis by Polymerase Chain Reaction (PCR) Test and Its
Relationship to MGG Staining of Pleural Fluid in Patients With
Suspe=ct=ed Tuberculous Pleural Efusion. Nusantara Medical Journal.
3(2):18-22.

Sudoyo, A. W., B. Setiyohadi., I. Alwi., M. Simadibrata, dan S. Setiati. 2009.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima. Jilid 3. Jakarta: Interna
Publising.

Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kulah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Seomantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Utama, S. Y. Ardhi. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Respirasi. Yogyakarta: Deepublish.

Wahab, S. 2009. Kardiologi Anak : Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak


Sianotik. Cetakan 1. Jakarta : EGC.

Waugh, A., Allison Grant. 2014. Ross and Wilson Dasar-dasar Anatomi dan
Fisiologi. Singapura: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai