Anda di halaman 1dari 24

Analisa Pasal 31 UUD 1945 Sebagai Acuan

UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan


UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Disusun oleh:

Cornelia Callandra Sani Fenat (1906386710)


Luqyana Agny Anisataqiyya (1906302390)
Muhammad Ihsan Fikri (1906385891)
Rinta Artema Vania (1906305953)
Salsabila Wisriansyah (1906318760)
Siti Fadra Suhendra (1906307473)

Kelas PIH-A (Paralel)

Fakultas Hukum Universitas Indonesia


2019
UUD 1945

BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PASAL 31

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.


2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.

Berdasarkan isinya, hukum dibedakan menjadi perintah, kebolehan, dan larangan.


Sementara berdasarkan sifatnya, hukum dibedakan atas hukum yang bersifat imperatif dan
hukum yang bersifat fakultatif. Berikut analisa kami mengenai pasal 31 UUD 1945:

Pasal 31 ayat 1

Ayat ini berisi kebolehan ditandai dengan kata “berhak” di mana setiap warga negara
mendapatkan hak untuk menempuh pendidikan.

Sifat ayat ini tidak memaksa (fakultatif) karena ayat ini memberikan kebebasan kepada setiap
warga negara untuk menempuh atau tidak menempuh pendidikan.

Pasal 31 ayat 2

Ayat ini merupakan perintah bagi setiap warga untuk mengikuti pendidikan dasar dan perintah
bagi pemerintah untuk membiayainya.

Ayat ini bersifat fakultatif, meskipun ayat ini mengandung perintah, namun perintah tersebut
tidak bersifat memaksa. Tidak ada sanksi yang dapat diberikan apabila terjadi pelanggaran
terhadap ayat ini.
Pasal 31 ayat 3

Ayat ini berisi perintah bagi pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggrakan pendidikan
di Indonesia yang diatur dengan undang-undang.

Sifat ayat ini adalah fakultatif karena tidak bersifat memaksa. Tidak ada takaran pasti sejauh
mana pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggarakan pendidikan di Indonesia.

Pasal 31 ayat 4

Isi ayat ini adalah kebolehan di mana pemerintah diberikan hak untuk menentukan anggaran
untuk pendidikan asalkan memenuhi jumlah minimum anggaran yang diatur dalam ayat ini yaitu
dua puluh persen dari APBN dan APBD.

Sifat ayat ini adalah fakultatif, meskipun ada perintah bagi pemerintah untuk menganggarkan
dua puluh persen dari APBN dan APBD untuk pendidikan, ayat ini tidak bersifat memaksa
karena pelanggaran terhadap aturan ini tidak dapat dikenakan sanksi.

Pasal 31 ayat 5

Ayat ini merupakan perintah bagi pemerintah untuk memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai ketentuan dalam pasal ini.

Sifat ayat ini adalah fakultatif karena dalam menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan
bangsa tidak dapat dipaksakan dan hanya sebagai pelengkap.

A. UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi adalah salah satu
undang-undang yang mengacu pada pasal 31 UUD 1945. Hal ini dapat dilihat dari bagian
pembukaan pada UU nomor 12 tahun 2012 di bagian mengingat yang mencantumkan pasal 31
UUD 1945 sebagai dasar mengingat. Berikut analisa kelompok kami terhadap beberapa pasal
dalam UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi:

Pasal 2

Pendidikan Tinggi berdasarkan Pancasila, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Jika ditinjau dari kebahasaan pada isi Pasal ini, “berdasarkan” berarti diharuskan untuk sesuai
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasal ini merupakan perintah. Melalui pasal ini, Perguruan
Tinggi diberikan perintah untuk selalu berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan juga
Bhinneka Tunggal Ika agar dapat menumbuhkan rasa nasionalisme dan tidak menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang ada.

Pasal ini bersifat Imperatif memaksa karena sudah jelas pelaksanaan pendidikan Tinggi
haruslah berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika yang ada agar tidak
menyimpang dari ketentuan dan norma yang terdapat dalam bangsa.

Pasal 8

(1) Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi
keilmuan.

Jika ditinjau dari penggunaan kata “berlaku kebebasan” berarti dalam setiap sivitas akademis
memiliki hak dalam kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan
dan dapat disimpulkan bahwa pasal ini merupakan perintah. Dikarenakan dalam
penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi harus
memberlakukan isi dari pasal ini.

Pasal ini bersifat Imperatif,dikarenakan dalam penyelengaraan Pendidikan dan pengembangan


Ilmu Pengetahuan dan teknologi haruslah berdasarkan kebebasan bagi para sivitas akademik agar
mampu mengembangkan minat serta bakat yang dimilikinya.

(2) Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Sivitas Akademika melalui pembelajaran dan/atau penelitian ilmiah dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban dan kesejahteraan umat manusia.

Karena didalam pasal ini dikatakan dalam pelaksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) oleh sivitas
akademik dengan menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa dengan tujuan untuk
kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia,maka dapat dikatakan bahwa pasal ini
merupakan perintah.

Pasal ini bersifat Imperatif. Dengan tujuan yang disampaikan didalam pasal ini,dapat dikatakan
bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, nilai-nilai agama dan persatuan bangsa harus diterapkan
dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) yang mana hal ini bertujuan untuk menjamin
tercapai tujuan tersebut.
(3) Pelaksanaan kebebasan akademik,kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di
Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang wajib
dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.

Karena didalam pasal ini terdapat kata “wajib” yang berarti hal ini merupakan perintah yang
harus dilaksanaka oleh perguruan tinggi,maka pasal ini dapat dikatakan sebuah pasal yang berisi
perintah.

Pasal ini bersifat Imperatif. Karena untuk menjalankan tanggung jawab pribadi atas dirinya
sendiri ,sivitas akademik harus memiliki fasilitas dan perlindungan yang mana hal tersebut wajib
diberikan oleh perguruan tinggi agar tercapainya tujuan untuk kemajuan peradaban dan
kesejahteraan umat manusia
Pasal 12

(1) Dosen sebagai anggota Sivitas Akademika memiliki tugas mentransformasikan Ilmu
Pengetahuan dan/atau Teknologi yang dikuasainya kepada Mahasiswa dengan mewujudkan
suasana belajar dan pembelajaran sehingga Mahasiswa aktif mengembangkan potensinya.

Ditinjau dari segi bahasanya, “memiliki tugas” berarti memiliki kewajiban atau tanggung jawab.
Dimana dalam ayat ini memperintahkan agar dosen dapat menyalurkan ilmu pengetahuan yang
dimiliki agar melalui ilmu pengetahuan tersebut Mahasiswa mampu mengembangkan potensi
akademik yang dimilikinya. Sehingga dapat disimpulkan bawah ayat ini berupa perintah.

Imperatif. Pasal ini bersifat wajib dilaksanakan, karena apabila tidak dilaksanakan tidak akan
terjadi sistem pembelajaran efektif yang dapat mengembangkan potensi akademik Mahasiswa.

(2) Dosen sebagai ilmuwan memiliki tugas mengembangkan suatu cabang Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah serta menyebarluaskannya.

Perintah. Ditinjau dari kebahasaannya, “memiliki tugas” berarti memiliki kewajiban. Melalui
ayat ini, Dosen berkewajiban untuk mengembangkan IPTEK yang dimilikinya dan menyebarkan
hasil dari pengembangannya kepada masyarakat luas untuk menciptakan kemajuan kecerdasan
bermasyarakat.

Imperatif. Ayat ini bersifat memaksa. Karena, pengembangan IPTEK oleh dosen melalui
penelitian merupakan bentuk dari upaya untuk memajukan bangsa serta mencerdaskan
masyarakat dalam ilmu pengetahuan.

(3) Dosen secara perseorangan atau berkelompok wajib menulis buku ajar atau buku teks, yang
diterbitkan oleh Perguruan Tinggi dan/atau publikasi ilmiah sebagai salah satu sumber
belajar dan untuk pengembangan budaya akademik serta pembudayaan kegiatan baca tulis
bagi Sivitas Akademika.

Ditinjau dari segi linguistiknya, terdapat kata “wajib” yang menunjukkan perintah. Dimana
dalam ayat ini, dosen diwajibkan untuk menuangkan pengetahuan dan idenya melalui buku
untuk menambahkan wawasan pengetahuan dan sebagai pedoman pembelajaran bagi Sivitas
Akademika.

Ayat ini bersifat imperatif. Sebab dalam ayat ini terdapat unsur kebutuhan yang harus di taati.
Apabila tidak tersedianya buku pedoman yang bersumberkan langsung dari dosen pengajar yang
bersangkutan, akan sulit bagi Sivitas Akademika untuk mengejar materi pembelajaran yang akan
datang serta kurangnya buku referensi dalam mengerjakan tugas sehingga akan berdampak pada
kurangnya budaya membaca.

Pasal 14

(1) Mahasiswa mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan dirinya melalui kegiatan
kokurikuler dan ekstrakurikuler sebagai bagian dari proses Pendidikan.

Pasal ini memliki isi kebolehan. Karena dengan adanya pasal ini dapat menjelaskan bahwa
pengembangan bakat,minat dan kemampuan dapat dilakukan melalui kokurikuler dan
ekstrakurikuler sebagai bagian dari proses pendidikan.

Pasal ini bersifat Fakultatif. Pasal ini bersifat tidak memaksa dikarenakan tidak adanya
kewajiban bagi mahasiwa untuk mengikuti kegiatan kourikuler dan ekstrakurikuler.Namun,pasal
ini juga menjelaskan bahwa mahasiwa memiliki hak untuk mengembangkan bakat,minat dan
kemampuannya.

(2) Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan melalui organisasi kemahasiswaan.

Ditinjau dengan penggunaan kata “dapat dilaksanakan” maka pasal ini dapat dikategorikan
sebagai pasal yang memiliki kebolehan. Karena dengan adanya pasal ini dapat menjelaskan
bahwa pengembangan bakat,minat dan kemampuan dapat sivitas akademika lakukan melalui
kokurikuler dan ekstrakurikuler.

Pasal ini bersifat Fakultatif dikarenakan dalam mengikuti organisasi kemahasiwaan,mahasiswa


berhak menentukan akan mengikuti organisasi tersebut atau tidak serta tidak adanya peraturan
wajib yang harus dilaksanakan dalam pasal ini.

(3) Ketentuan lain mengenai kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur dalam statuta Perguruan Tinggi.
Pasal ini mengatakan bahwa dalam kegiatan pengembangan bakat,minat dan
kemampuan,perguruan tinggi memiliki aturan dasar tersendiri. Hal ini menunjukan bahwa
kegiatan ini juga memiliki kebijakan lebih lanjut yang diatur langsung oleh perguruan tinggi. Hal
ini dapat dikatakan bahwa pasal ini berisi tentang kebolehan.

Pasal ini bersifat Imperatif, dikarenakan adanya peraturan lain yang menjelaskan lebih lanjut
tentang isi dari pasal ini. Hal ini dapat dikatakan dalam pelaksanaan isi pasal ini, terdapat
peraturan lain yang menjelaskan lebih rinci maksud dan tujuan isi pasal ini.

Pasal 23

(1) Program doktor terapan merupakan kelanjutan bagi lulusan program magister terapan
atau sederajat untuk mampu menemukan, menciptakan, dan/atau memberikan kontribusi
bagi penerapan, pengembangan, serta pengamalan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
melalui penalaran dan penelitian ilmiah.

Pasal ini berisi sebuah perintah yang mana setiap sivitas akademik yang melanjutkan ke
program doktor terapan diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam pengamalan Ilmu
Pengetahuan.

Pasal ini bersifat Fakultatif. Karena dalam pasal ini tidak terdapat sebuah paksaan yang
mengikat dalam bagaimana cara memberikan konstribusi dalam pengamalan ilmu pengetahuan
tersebut.

(2) Program doktor terapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembangkan dan
memantapkan Mahasiswa untuk menjadi lebih bijaksana dengan meningkatkan kemampuan
dan kemandirian sebagai ahli dan menghasilkan serta mengembangkan penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi melalui penelitian yang komprehensif dan akurat dalam
memajukan peradaban dan kesejahteraan manusia.

Pasal ini menjelaskan bahwa program doktor bertujuan untuk mengembangkan dan
memantapkan mahasiswa untuk menjadi lebih bijaksana dengan meningkatkan kemampuan dan
kemandirian sebagai ahli. Dengan penjelasan tersebut,dapat dikatakan bahwa pasal ini
memerintahkan setiap mahasiswa yang mengambil program doktor agar dapat mengembangkan
kemampuan dan kemandiriannya. Jadi pasal ini berisi sebuah Perintah.

Pasal ini bersifat Fakultatif. Karena didalam penjelasan yang terdapat pada pasal ini, tidak
terdapat paksaan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian bagi mahasiswa yang
melanjutkan program doktor. Namun,tanpa adanya hal tersebut,sebagai mahasiswa kita harus
sadar akan hal tersebut tanpa adanya peraturan yang mengatur.

Pasal 27
(1) Selain gelar doktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c, Perguruan
Tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan kepada
perseorangan yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa- jasa yang luar
biasa dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan/atau berjasa dalam bidang kemanusiaan.

Dianalisis dari unsur linguistiknya, ayat ini bersifat tidak mengikat. Dalam ayat ini terdapat kata
berhak dimana boleh dilakukan ataupun tidak dilakukan. Perguruan Tinggi dapat memberikan
gelar doktor kehormatan kepada seseorang ataupun tidak memberikan gelar doktor kehormatan
tersebut karena sifatnya tidak diharuskan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ayat ini bersifat
fakultatif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar doktor kehormatan diatur dalam Peraturan Menteri.

Melalui pasal ini, dibuktikan bahwa terdapat peraturan turunan mengenai pemberian gelar doktor
kehormatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud ayat
ini adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 21 Tahun 2013 tentang
Pemberian Gelar Doktor kehormatan.

Pasal 30

(1) Pemerintah atau Masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi keagamaan.

Dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi, Pemerintah tidak diwajibkan harus


menyelenggarakan pendidikan tinggi bersifat non-keagamaan atau negeri. Apabila Pemerintah
atau Masyarakat ingin menyelenggarakan pendidikan tinggi keagamaan di Indonesia pun saat ini
tidak masalah. Sebab perihal untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi keagamaan telah
disinggung pada pasal 31 ayat 3 dan ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa isi dari ayat ini mengandung kebolehan.

Ayat ini bersifat melengkapi sumber hukum yang sudah ada yaitu pasal 31 ayat 3 dan 5 Undang-
Undang Dasar 1945. Pelengkapan tersebut diterapkan guna memperjelas maksud dari Undang-
Undang Dasar yang masih bersifat universal. Oleh karena itu, sifat dari ayat ini adalah
fakultatif.

(2) Pendidikan tinggi keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk universitas,
institut, sekolah tinggi, akademi dan dapat berbentuk ma’had aly, pasraman, seminari, dan
bentuk lain yang sejenis.

Dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi keagamaan tidak selamanya berbentuk universitas,


institut, sekolah tinggi, dan akademi. Melalui ayat ini, diperbolehkan pula penyelenggaraan
pendidikan tinggi keagamaan yang berbentuk ma’had aly, pasraman, seminari, dan bentuk lain
yang sejenis. Maka dapat disimpulkan bahwa isi dari ayat ini adalah kebolehan.

Ayat ini memiliki sifat fakultatif. Fakultatif karena sifat dari ayat ini bebas. Dalam artian, tidak
mengikat terhadap satu keharusan untuk melaksanakannya. Sehingga kemungkinan dengan
adanya ayat ini dapat dibagi menjadi dua yaitu melaksanakan dengan bentuk yang sudah biasa
yaitu universitas, institut, sekolah tinggi, dan akademi atau menciptakan dengan bentuk yang
kurang umum bagi masyarakat seperti ma’had aly, pasraman, dan seminari.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan tinggi keagamaan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Melalui pasal ini, dapat dibuktikan bahwa terdapat peraturan turunan mengenai pendidikan tinggi
keagamaan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud
dalam ayat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan
Tinggi Keagamaan

Pasal 32

(1) Program Studi dapat dilaksanakan melalui pendidikan khusus bagi Mahasiswa yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajarandan/atau
Mahasiswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Pasal ini merupakan kebolehan. Karena didalam pasal ini terdapat sebuah kata “dapat” yang
mana hal ini bisa diartikan kebebasan untuk mengikuti program studi melalui pendidikan khusus
bagi mahasiswa yang memiliki tingkat kesulitan maupun yang memiliki potensi kecerdasan.

Pasal ini bersifat Fakultatif dikarenakan tidak terdapat kata ataupun kalimat yang berupa
paksaan yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa yang memiliki tingkat kesulitan maupun yang
memiliki potensi kecerdasan.

(2) Selain pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Program Studi juga dapat
dilaksanakan melalui pendidikan layanan khusus dan/atau pembelajaran layanan
khusus.

Pasal ini merupakan Kebolehan. Karena pada pasal dan ayat ini merupakan penjelasan lanjutan
dari pasal dan ayat sebelumnya,yang mana merupakan kebebasan untuk melanjutkan program
studi melalui layanan khusus dan/atau pembelajaran khusus
Pada pasal dan ayat ini sifatnya Fakultatif. Karena dalam pelaksanaan nya mahasiswa dapat
memilih yang sekiranya nyaman untuk iya tempuh dalam melaksanakan progam studi nya dan
tidak ada sanksi apabila tidak melaksanakan isi dari pasal dan ayat ini.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Program Studi yang melaksanakan pendidikan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pendidikan layanan khusus dan/atau
pembelajaran layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.

Pasal ini merupakan perintah karena adanya peraturan lebih lanjut yang dimuat didalam
peraturan menteri,yang berarti ada peraturan yang harus diketahui lebih lanjut tentang
pendidikan khusus yang sekiranya harus diketahui.

Pasal ini bersifat imperatif dikarenakan adanya peraturan lebih lanjut yang mengikat tentang
pendidikan khusus yang diatur didalam peraturan menteri.

Pasal 37

(1) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara wajib menjadi bahasa pengantar di
Perguruan Tinggi

Pasal ini merupakan perintah, Jika ditinjau dengan adanya pengguaan kata “wajib” yang
terdapat didalam pasal. Hal ini berarti perguruan tinggi wajib dan harus menggunakan bahasa
indonesia sebagai bahasa pengantar di perguruan tinggi.

Pasal ini bersifat imperatif karena terdapat kata “wajib” yang berarti sebuah kewajiban untuk
dilaksanakan oleh perguruan tinggi.Sebab hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan rasa cinta
terhadap bahasa indonesia itu sendiri.

(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam program studi bahasa
dan sastra daerah.
Dengan adanya penggunaan kata “dapat”,maka dapat disimpulkan bahwa pasal ini berisi tentang
kebolehan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam program studi bahasa dan
sastra daerah.

Pasal ini bersifat Fakultatif, dikarenakan tidak adanya aturan yang mengikat ataupun kalimat
paksaan dalam penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam program studi bahasa
dan sastra daerah. Serta tidak ada sanksi yang akan diberikan jika tidak menggunakan isi dari
pasal ini.
(3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di Perguruan Tinggi.

Dengan adanya penggunaan kata “dapat”,maka dapat disimpulkan bahwa pasal ini berisi tentang
kebolehan penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di perguruan tinggi. Hal ini
berarti setiap perguruan tinggi memiliki hak tersendiri dalam penggunaan bahasa asing tersebut

Pasal ini bersifat fakultatif dikarekan tidak adanya paksaan dalam penggunaan bahasa asing
tersebut. Namun, seperti yang kita ketahui saat ini bahasa asing terutama bahasa inggris sangat
diperlukan. Dalam hal ini perguruan tinggi memiliki kebijakan tersendiri dalam penggunaan
bahasa asing tersebut.

Pasal 41

(1) Sumber belajar pada lingkungan pendidikan tinggi wajib disediakan, difasilitasi, atau
dimiliki oleh Perguruan Tinggi sesuai dengan Program Studi yang dikembangkan.

Jika ditinjau dari isi pasal 41 ayat 1, ayat ini adalah sebuah perintah yang ditujukan kepada
Pendidikan Tinggi untuk menyediakan fasilitas sumber belajar sesuai dengan Program Studi
yang dikembangkan. Hal ini diperkuat dengan adanya kata “wajib” yang memiliki makna harus
dilakukan. Sehingga, ayat ini memuat perintah yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi.

Ayat ini sifatnya imperatif yakni memaksa dan harus ditaati. Sebab ayat ini terdapat sifat
urgensi yang tiap unsurnya tidak dapat digantikan atau dihilangkan. Apabila pada lingkungan
pendidikan tinggi tidak disediakan, difasilitasi, atau tidak memiliki sumber belajar yang sesuai
dengan Program Studi yang dikembangkan, proses belajar mengajar Sivitas Akademika
Perguruan Tinggi akan terhambat. Karena dalam belajar diperlukan fasilitas pendukung yang
relevan. Apabila ayat ini tidak ditaati, Perguruan tinggi di Indonesia sulit untuk berkembang.

(2) Sumber belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan secara bersama oleh
beberapa Perguruan Tinggi.

Pada ayat ini tidak ditemukan unsur memaksa atau larangan, sehingga isi ayat ini adalah
kebolehan. Hal ini dikarenakan terdapat kata “dapat” yang nantinya kembali lagi kepada
individu untuk memilih menggunakan atau tidak menggunakan kesempatan tersebut. Dalam ayat
ini, beberapa perguruan tinggi lain diperbolehkan untuk menggunakan sumber belajar secara
bersamaan. Hal ini dikategorikan ke dalam kebolehan karena tidak semua fasilitas perguruan
tinggi memadai. Maka dari itu, untuk melakukan penyeimbangan antarkecacatan tersebut,
penggunaan sumber belajar oleh beberapa perguruan tinggi diperbolehkan.
Tidak adanya unsur mengikat dan diharuskan dalam ayat ini. Melainkan hanya bersifat anjuran
terbaik bagi para perguruan tinggi yang masih merasa fasilitas terhadap sumber belajarnya
minim. Sehingga sifat dari ayat ini adalah fakultatif.

(3) Perguruan Tinggi menyediakan sarana dan prasarana untuk memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan kecerdasan Mahasiswa.

Isi dari ayat ini adalah perintah secara tidak langsung. Isi dari ayat ini bermakna perguruan
Tinggi sebagai pemegang kendali akan pendidikan tertinggi di Indonesia yang nantinya akan
menciptakan generasi-generasi unggul bangsa, haruslah didukung oleh sarana dan prasarana
yang sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan kecerdasan mahasiswanya. Apabila tidak sesuai,
kemungkinan yang tidak diinginkan akan muncul dan generasi bangsa memungkinkan akan
berkembang tetapi tidak maksimal karena sarana dan prasarana tidak terpenuhi dengan baik.

Sifatnya saling keterkaitan dan memaksa atau yang disebut dengan imperatif. Sarana dan
Prasarana pada Perguruan Tinggi dan bakat, minat, potensi, dan kecerdasan Mahasiswa yang
mana tiap-tiap unsur saling berkaitan. Apabila tidak ada sarana dan prasarana yang memadai,
bakat, minat, potensi, dan kecerdasan Mahasiswa tidak akan berkembang. Dan sifatnya tidak bisa
digantikan atau dikesampingkan demi kepentingan lain.

Pasal 47

(1) Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kegiatan Sivitas Akademika dalam


mengamalkan dan membudayakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jika ditinjau dari isi ayat tersebut, secara tidak langsung pasal 47 ayat 1 berisikan perintah yang
memperintahkan Para Sivitas Akademika dalam melaksanakan Pengabdian kepada Masyarakat
harus mempunyai tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional yang dimaksud adalah
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan cita-cita
luhur yang tertera pada pembukaan Undang-Undang 1945 Alinea ke-4.

Sedangkan berdasarkan sifatnya, ayat ini memiliki sifat imperatif yakni memaksa. Pemaksaan
pada ayat ini dilakukan secara tidak langsung. Meskipun dilakukan dengan cara pemaksaan,
unsur pemaksaan pada ayat ini bersifat positif. Unsur pemaksaan pada ayat ini terdapat pada
tujuan pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat yang harus sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional yang tertulis pada pembukaan Undang-Undang 1945 Alinea ke-4. Ayat ini tidak dapat
dikategorikan sebagai fakultatif. Karena apabila fakultatif, Para Sivitas Akademika dapat
memilih tujuan dalam pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat yang bisa saja tujuan tersebut
tidak jelas. Padahal pada kenyataannya, sudah ada tujuan yang tertulis dan jelas yakni tujuan
pendidikan nasional.

(2) Pengabdian kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik, keahlian, dan/atau otonomi
keilmuan Sivitas Akademika serta kondisi sosial budaya masyarakat.

Berdasarkan ayat ini, secara tidak langsung Sivitas Akademika yang sedang/ingin melaksanakan
Pengabdian kepada Masyarakat diperintahkan agar kegiatan yang dilaksanakan nantinya harus
disinkronkan dengan budaya akademik, keahlian, dan/atau otonomi keilmuan Sivitas Akademika
serta kondisi sosial budaya masyarakat.

Karena ayat ini memaksa, maka sifat dari ayat ini adalah imperatif. Terdapat sifat memaksa
yang terbukti dari penyampaian untuk melakukan kegiatan selama pengabdian yang harus
disesuaikan dengan kondisi akademik, keahlian, dan/atau otonomi keilmuan Sivitas Akademika
serta kondisi sosial budaya masyarakat di mana Sivitas Akademika melakukan pengabdian.
Namun sifat memaksa tersebut bukan seolah-olah tanpa tujuan, melainkan agar terciptanya
kondisi yang kondusif selama kegiatan pengabdian sebagaimana yang telah diharapkan dari
adanya sifat imperatif ini.

(3) Hasil Pengabdian kepada Masyarakat digunakan sebagai proses pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, pengayaan sumber belajar, dan/atau untuk pembelajaran dan
pematangan Sivitas Akademika.

Agar hasil pengabdian kepada masyarakat tidak disalahgunakan atau kegiatan pengabdian
kepada masyarakat tidak menjadi suatu hal percuma atau sia-sia, melalui ayat ini diperintahkan
agar hasil pengabdian kepada masyarakat tersebut dipergunakan sebagaimana semestinya. Dalam
pasal ini, hasil pengabdian kepada masyarakat diperintahkan untuk digunakan sebagai proses
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pengayaan sumber belajar, dan/atau untuk
pembelajaran dan pematangan Sivitas Akademika.

Dengan adanya ayat ini, hak milik hasil Pengabdian kepada Masyarakat yang telah disusun oleh
Sivitas Akademika menjadi terlindungi. Sehingga apabila hasil pengabdian kepada
masyarakatnya mengalami permasalahan—disalahgunakan atau semacamnya—di kemudian
hari, dengan adanya ayat ini diharapkan dapat dipertanggungjawabkan untuk pemulihan kembali.
Penjelasan mengenai hal-hal di atas membuktian bahwa sifat dari ayat ini adalah imperatif.

(4) Pemerintah memberikan penghargaan atas hasil Pengabdian kepada Masyarakat yang
diterbitkan dalam jurnal internasional, memperoleh paten yang dimanfaatkan oleh dunia
usaha dan dunia industri, dan/atau teknologi tepat guna.
Ayat ini lebih diperuntukan kepada pemerintah. Pemerintah diperintahkan agar memberikan
penghargaan atas hasil pengabdian kepada masyarakat yang telah berhasil diterbitkan dalam
jurnal internasional sebagai bentuk apresiasi Pemerintah kepada Sivitas Akademika telah yang
melakukan Pengabdian kepada Masyarakat. Pengabdian masyarakat tersebut juga telah dinilai
bermanfaat bagi dunia usaha dan dunia industri, dan/atau teknologi tepat guna.

Ayat ini bersifat imperatif sebab ayat ini memaksa pemerintah untuk pemberian hak paten
terkait hasil Pengabdian kepada Masyarakat. Sehingga dengan adanya hak paten, Sivitas
Akademika akan terlindungi hak miliknya apabila dikemudian hari hasil Pengabdian kepada
Masyarakat tersebut dicuri oleh pihak lain. Terlindunginya hak paten merupakan salah satu
alasan mengapa sifat dari ayat ini menjadi imperatif.

Pasal 51

(1) Pendidikan Tinggi yang bermutu merupakan Pendidikan Tinggi yang menghasilkan lulusan
yang mampu secara aktif mengembangkan potensinya dan menghasilkan Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi yang berguna bagi Masyarakat, bangsa, dan negara.

Secara tidak langsung, pasal ini berupa perintah agar Perguruan Tinggi dapat menghasilkan
lulusan yang bisa mengembangkan potensinya demi kemajuan bangsa dalam bidang IPTEK dan
bentuk kemanusiaan untuk tercapainya kesejahteraan berbangsa dan bernegara.

Imperatif. Pasal ini bersifat memaksa. Unsur paksaan yang berada didalam pasal ini berupa
unsur yang positif karena bertujuan untuk memajukan kehidupan bangsa dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan juga teknologi serta memajukan kecerdasan bangsa.

(2) Pemerintah menyelenggarakan sistem penjaminan mutu Pendidikan Tinggi untuk


mendapatkan Pendidikan bermutu.

Isi dari ayat ini adalah perintah secara tidak langsung. Isi dari ayat ini bermakna pemerintah
sebagai penopang utama dalam Pendidikan Tinggi yang nantinya akan menciptakan generasi-
generasi bangsa yang unggul, haruslah didukung dengan jaminan mutu dari pemerintah agar
tersedianya sarana dan prasarana memadai yang dapat menyalurkan potensi, keunggulan, dan
minat bakat bagi pelajar di Perguruan Tinggi.

Sifat dari ayat ini adalah memaksa, harus ditaati atau imperatif. Dimana penjaminan mutu
Pendidikan Tinggi erat kaitannya dengan dukungan pemerintah berupa sarana dan prasana yang
memadai. Apabila hal ini tidak dilaksanakan, tidak akan terjadi Pendidikan yang bermutu karena
kurang memadainya sarana dan prasana bagi pelajar di Perguruan Tinggi untuk mengembangkan
potensi, serta minat dan bakatnya.
Pasal 74

(1) Perguruan Tinggi Negeri wajib mencari dan menjaring calon Mahasiswa yang memiliki
Ppotensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon Mahasiswa dari
daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari seluruh Mahasiswa baru yang diterima dan tersebar pada semua Program
Studi.

Jika ditinjau dari isi pasal 74 ayat 1, ayat ini merupakan sebuah perintah yang ditujukan kepada
Perguruan Tinggi Negeri untuk melakukan penyetaraan pendidikan yang mengenyampingkan
ekonomi dengan menyediakan minimal 20% penerimaan Mahasiswa baru dari seluruh daerah
pada setiap Program Studi secara merata, yang memiliki potensi akademik serta minat bakat
yang tinggi. Hal ini diperkuat dengan adanya kata “wajib” yang memiliki arti harus dilakukan.

Ayat ini bersifat imperatif yakni memaksa atau harus ditaati. Sebab dalam ayat ini Perguruan
Tinggi diharuskan untuk melakukan penyetaraan pendidikan dan memberikan kesempatan yang
adil untuk mahasiswa yang memiliki potensi akademik yang tinggi namun kurang mampu secara
ekonomi. Apabila ayat ini tidak dilaksanakan, akan terjadi kesetimpangan sosial dalam bidang
pendidikan yang dapat merugikan bangsa karena generasi-generasi unggul yang terhalang oleh
permasalahan ekonomi tidak dapat menyalurkan dan mengembangkan potensi serta minat dan
bakat yang dimiliki secara maksimal.

(2) Program Studi yang menerima calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
memperoleh bantuan biaya Pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Perguruan
Tinggi, dan/atau Masyarakat.

Ditinjau dari segi linguistiknya, terdapat kata “dapat memperoleh” yang berarti ayat ini tidak
mengikat atau mengharuskan. Ayat ini bersifat fakultatif karena Program Studi yang menerima
Mahasiswa baru seperti yang dimaksudkan pada ayat (1) dapat mengajukan permohonan untuk
memperoleh bantuan biaya pendidikan ataupun tidak mrngajukan kepada Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, atau Masyarakat. Memperoleh atau tidaknya disesuaikan
berdasarkan ketetapan dan hasil kebijakan dari Program Studi tersebut.

Pasal 83

(1) Pemerintah menyediakan dana Pendidikan Tinggi yang dialokasikan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.

Ditijau dari kebahasaan pada isi ayat ini, ayat ini diperuntukkan bagi “Pemerintah” yang dalam
konteks ini adalah Pemerintah Pusat. Melalui ayat ini, Pemerintah Pusat diberikan perintah
untuk menyediakan dana Pendidikan Tinggi yang sudah menjadi tugas Pemerintah Pusat.
Perintah dalam ayat ini sifatnya wajib dilaksanakan sebagaimana yang telah tertulis Undang-
Undang Dasar 1945 yakni pada Pasal 31 Ayat 4 bahwa Negara (Pemerintah Pusat)
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendidikan dan belanja negara.

Sifat dari ayat ini harus ditaati atau imperatif. Apabila tidak ditaati, tidak ada anggaran untuk
Pendidikan Tinggi dari negara. Dan secara tidak langsung pula, Pemerintah Pusat tidak taat pada
salah satu tugasnya yakni mengalokasikan dana untuk Pendidikan Tinggi negeri ini.

(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan dana Pendidikan Tinggi yang dialokasikan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Isi dari ayat ini adalah berupa kebolehan. Apabila dianalisis dari unsur linguistik, terdapat kata
“dapat” yang memiliki makna bisa dilakukan atau tidak. Sehingga dalam konteks ini,
Pemerintah Daerah dapat mengambil kebijakan untuk mengalokasikan dana APBD daerahnya
untuk Pendidikan Tinggi atau tidak karena sifatnya tidak memaksa. Ditambah, dana yang akan
dialokasikan kepada Perguruan Tinggi hanya dana yang sifatnya ‘pendukung’ bukan utama
sebagaimana dana yang diberikan oleh Pemerintah Pusat yang telah diatur pada Undang-Undang
Nomor. 12 Tahun 2012 Pasal 83 ayat 1.

Sifat dari ayat ini tidak mengikat subjek yakni Pemerintah Daerah. Sehingga, ayat ini bersifat
fakultatif. Pemerintah Daerah diberikan kebebasan dalam mengalokasian dana APBD karena
Perguruan Tinggi bukanlah unsur yang penting dalam anggaran dan belanja daerah. Sehingga
nantinya dalam pengalokasian dana APBD daerahnya, Pemerintah Daerah tidak wajib
mengalokasikan dananya untuk Pendidikan Tinggi. Namun, ayat ini nantinya dapat berubah sifat
menjadi mengikat apabila nantinya Pemerintah Daerah mengalokasikan dananya untuk
Pendidikan Tinggi.

Pasal 87

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan hak pengelolaan kekayaan negara
kepada Perguruan Tinggi untuk kepentingan pengembangan Pendidikan Tinggi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.

Isi dari pasal ini merupakan suatu kebolehan. Sebab apabila dianalisis dari unsur linguistik,
terdapat kata “dapat” yang memiliki arti boleh untuk dilakukan atau tidak. Sehingga dalam
konteks ini, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diberikan keluwesan untuk memberikan
atau tidak memberikan hak pengelolaan kekayaan negara kepada Perguruan Tinggi untuk
kepentingan pengembangan Pendidikan Tinggi. Namun, pemberian atas hak pengelolaan
kekayaan negara oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah kepada Perguruan Tinggi
tersebut harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pengembangan Pendidikan
Tinggi.

Pasal ini bersifat fakultatif karena melengkapi pasal-pasal lainnya terutama pasal-pasal pada
peraturan perundang-undangan guna kepentingan pengembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia

Kesimpulan

Berdasarkan isinya, hukum dibedakan menjadi perintah, kebolehan, dan larangan. Sementara
berdasarkan sifatnya, hukum dibedakan atas hukum yang bersifat imperatif dan hukum yang
bersifat fakultatif.
Mengacu pada stufenbouw theory di mana ada tingkatan hukum dan asas hukum yang lebih
tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah (lex superiori derogat legi inferiori), maka
tak jarang hukum yang lebih tinggi menjadi dasar dalam terbentuknya hukum yang lebih rendah
tersebut. Beberapa peraturan turunan yang mengacu kepada Undang-Undang No,12 Tahun 2012
adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 21 Tahun 2013 tentang
Pemberian Gelar Doktor kehormatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2019
tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan

B. UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah salah
satu undang-undang yang mengacu pada pasal 31 UUD 1945. Hal ini dapat dilihat dari bagian
pembukaan pada UU nomor 20 tahun 2003 di bagian mengingat yang mencantumkan pasal 31
UUD 1945 sebagai dasar mengingat. Berikut analisa kelompok kami terhadap beberapa pasal
dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:

Pasal 8:
“Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan.”
1) KEBOLEHAN karena kebolehan karena pasal ini memiliki konteks kebahasaan yang
tidak memiliki unsur paksaan, melainkan hanya ada kata "hak". Hal ini berarti
masyarakat memiliki pilihan antara berperan atau tidaknya dalam suatu perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
2) FAKULTATIF karena pada pasal ini tidak diwajibkan atau tidak mengikat. Dengan itu,
masyarakat memiliki kebebasan atau pilihan untuk berperan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.

Pasal 9:
“Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan.”
1) PERINTAH karena demi peningkatan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan, wajib
bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengembangkan dan menjaga proses
keberlangsungan pendidikan.
2) IMPERATIF karena sifat pasal ini harus ditaati. Apabila tidak ditaati, tidak ada bantuan
dalam peningkatan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pasal 10:
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan
mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
1) KEBOLEHAN karena untuk kemajuan pendidikan dibutuhkan partisipasi dalam
penyelenggaraan proses pendidikan dengan cara mengarahkan, membimbing,
membantu dan mengawasi. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan ini juga memiliki
kebijakan lebih lanjut dalam peraturann perundang-undangan.
2) FAKULTATIF karena pasal ini bersifat melengkapi atau mengatur dengan adanya
peraturan lebih lanjut mengenai partisipasi pemerintah dan pemerintah daerah untuk
penyelenggaraan pendidikan yang diatur dalam perundang-undangan.

Pasal 22:
“Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan
gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh
penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.”
1) KEBOLEHAN karena pasal ini memberi hak atau suatu kebolehan terhadap setiap
individu untuk mendapat gelar doktor kehormatan. Gelar doktor tersebut merupakan
bentuk penghargaan untuk pencapaiannya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan atau seni.
2) FAKULTATIF karena pasal ini tidak mengandung unsur memaksa, melainkan sebuah
apresiasi terhadap setiap individu yang telah melakukan pencapaian yang penting atau
signifikan terhadap bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan,
kebudayaan atau seni.

Pasal 73:
“Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada
satuan pendidikan formal yang telah berjalan pada saat Undang-undang ini diundangkan belum
memiliki izin.”
1) PERINTAH karena ditinjau dari kebahasaannya, pemerintah atau pemerintah daerah
diberikan perintah untuk memberikan izin paling lambat dua tahun bagi mereka yang
belum memiliki izin saat undang undang ini diundangkan agar satuan pendidikan formal
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
2) IMPERATIF karena pasal ini memiliki unsur paksaaan dimana pemerintah wajib
memberikan izin pada satuan pendidikan formal yang telah berjalan saat Undang-undang
ini diundangkan belum mempunyai izin

Pasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab”
1) PERINTAH. Dalam rangka memajukan negara, institusi pendidikan memiliki peran
penting dalam mengembangkan para generasi muda. Tidak hanya dari segi akademis,
pengembangan karakterpun harus dilakukan. Diharapkan kelak para generasi muda
menjadi penerus bangsa yang tangguh dan mampu memajukan negara.
2) IMPERATIF. Pasal ini haruslah ditaati agar dapat mewujudkan cita-cita bangsa
kedepannya.

Pasal 11:
“(1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjaminterselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.”
1) PERINTAH. Demi mewujudkan pemerataan pendidikan, pemerintah harus mengambil
bagian dalam mempermudah serta memfasilitasi para anak-anak muda agar mereka dapat
memperoleh hak mereka dan meningkatkan kualitas serta kesejahteraannya seperti yang
tertulis pada pasal 28 C UUD 1945.
2) IMPERATIF. Negara wajib memenuhi hak-hak warga negaranya. Sebagai contoh, seperti
yang sebutkan di pasal ini bahwa negara wajib memberi kemudahan bagi para warganya
dalam memperoleh pendidikan.

“(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima
belas tahun”
1) PERINTAH. Dalam rangka memfasilitasi para anak muda, pemerintah membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Pemerintah harus mengupayakan pemerataan dan peningkatan
mutu pembelajaran. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan anggaran agar segala
upaya terebut berjalan lancar dan rencana penyelenggaraan pendidikan yang baik benar-
benar terlaksana.
2) IMPERATIF. Dibutuhkan dana yang cukup untuk mendukung upaya peningkatan
kualitas pendidikan. Jika dana tak mencukupi maka dipastikan segala upaya tersebut
tidak akan berjalan lancar bahkan besar kemungkinan untuk gagal.

Pasal 16:
“Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan
yangdiselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat”
1) KEBOLEHAN. Dalam pasal ini tidak ditekankan adanya konteks paksaan atau
kewajiban. Baik pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat dapat mewujudkan
jenis pendidikan masing-masing.
2) FAKULTATIF. Tidak mengandung unsur paksaan, melainkan sebuah unsur alternatif
dalam pengupayaan pendidikan di kalangan masyarakat.

Pasal 64:
“Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara
KesatuanRepublik Indonesia, bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan
ketentuan yangberlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik
Indonesia”
1) KEBOLEHAN. Terdapat kebebasan bagi satuan pendidikan untuk memilih keinginannya
sendiri. Ditegaskan bahwa diperbolehkan memilih untuk mengikuti ketentuan negara
asalnya atau mengikuti ketentuan negara Indonesia asal sesuai dengan prosedur dan atas
persetujuan pemerintah.
2) FAKULTATIF. Pasal tersebut memberikan hak untuk satuan pendidikan dari negara
asing untuk memilih pilihannya sendiri tanpa dipaksa atau diwajibkan mengikuti
ketentuan negara Indonesia.

Pasal 71:
“Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah
Daerahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lamasepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)”
1) LARANGAN. Dengan disebutkannya sanksi-sangksi tegas, kita dapat menyimpulkan
bahwa pendirian satuan pendidikan haruslah terlebih dahulu mendapatkan izin
pemerintah atau pemerintah daerah dalam penyelenggaraannya.
2) IMPERATIF. Ancaman-ancaman merupakan sanksi dari suatu kewajiban. Sifatnya
memaksa, mengharuskan pihak yang dituju untuk bertidak sesuai ketentuan yang ada.

Pasal 6:
“(1)Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar.”
1) PERINTAH. Ayat ini merupakan perintah di mana jelas dikatakan bahwa pendidikan
dasar wajib diikuti oleh warga negara yang berusia 7-15 tahun tanpa terkecuali.
2) IMPERATIF. Ayat ini bersifat imperatif karena memaksa “setiap warga negara” untuk
mengikuti pendidikan dasar tanpa terkecuali dan ada sanksi bagi yang tidak mengikutinya
(ex: tidak memiliki ijazah atau surat kelulusan).

“(2)Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan


pendidikan.”
1) PERINTAH. Ayat ini berisikan perintah dimana setiap warga negara tanpa terkecuali
memiliki tanggung jawab terhadap keberlangsungan pendidikan di Indonesia.
2) FAKULTATIF. Ayat ini bersifat pelengkap, di mana memang terdapat unsur perintah,
namun tidak mencantumkan bagaimana tanggung jawab setiap warga negara terhadap
keberlangsungan pendidikan tersebut.

Pasal 7:
“(1)Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh
informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.”
1) KEBOLEHAN. Isi ayat ini adalah kebolehan yaitu orangtua “berhak” untuk ikut berperan
serta memilih satuan pendidikan yang mereka anggap terbaik bagi anaknya, serta hak untuk
mengetahui informasi progress pendidikan sang anak. Tidak ada bentuk perintah dalam ayat
ini karena orangtua bebas memilih untuk ikut berperan serta ataupun tidak.

2) FAKULTATIF. Ayat ini bersifat fakultatif di mana orangtua memiliki hak dan dapat
memilih tanpa paksaan untuk berperan serta ataupun tidak dalam memilih satuan pendidikan
sang anak maupun mengetahui informasi perkembangan pendidikan anaknya.

“(2)Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada
anaknya.”
1) PERINTAH. Ayat ini merupakan perintah di mana orangtua dari anak usia belajar wajib
untuk turut berperan dalam mendidik anaknya.

2) FAKULTATIF. Perintah dalam ayat ini tidak bersifat memaksa, melainkan lebih bersifat
sebagai anjuran bagi orangtua untuk ikut membantu mendidik anaknya untuk menyukseskan
proses pendidikan sang anak.

Pasal 12:
“(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama;
b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak
menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.”
1) KEBOLEHAN. Ayat ini berisi kebolehan karena mengandung hak-hak peserta didik yang
dapat dimiliki oleh peserta didik apabila mereka berkenan untuk memilikinya.

2) FAKULTATIF. Sifat ayat ini merupakan pelengkap karena tidak ada unsur paksaan bagi
peserta didik untuk mendapatkan hak-hak yang tercantum dalam ayat ini.
“(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan
pendidikan;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
1) PERINTAH. Ayat ini berisi perintah, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan dan
dipatuhi oleh peserta didik.

2)IMPERATIF. Sifat ayat ini memaksa, di mana apabila kewajiban-kewajiban dalam ayat ini
tidak dilaksanakan, terdapat sanksi yang dapat diberikan kepada pelanggarnya

“(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
1) KEBOLEHAN. Ayat ini berisi kebolehan, dilihat dari kata “dapat” di mana warga negara
asing berhak untuk ikut menjadi peserta didik dalam satuan pendidikan di Indonesia.

2) FAKULTATIF. Tidak ada unsur paksaan dalam ayat ini. Warga negara asing secara bebas
dapat memilih untuk ikut menjadi peserta didik ataupun tidak selama berada di Indonesia.

“(4) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
1) PERINTAH. Ayat ini berisi perintah untuk mengatur lebih lanjut mengenai hak dan
kewajiban peserta didik pada ayat-ayat sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah.

2) FAKULTATIF. Ayat ini bersifat melengkapi, di mana hak dan kewajiban yang dimaksud
akan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 20:
“(1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas.”
1) KEBOLEHAN. Isi ayat ini adalah kebolehan di mana perguruan tinggi dapat memilih
bentuk institusi mereka sesuai dengan apa yang tercantum dalam ayat ini.

2) FAKULTATIF. Sifat ayat ini adalah fakultatif, tidak ada paksaan bagi perguruan tinggi
untuk memilih suatu bentuk institusi perguruan tinggi, melainkan terdapat pilihan-pilihan
bentuk institusi pendidikan yang mereka rasa paling cocok dan sesuai.

“(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian


kepada masyarakat.”
1) PERINTAH. Ayat ini berisi perintah, yaitu kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh perguruan tinggi yaitu tridharma perguruan tinggi.

2)IMPERATIF. Ayat ini bersifat memaksa, terdapat sanksi yang dapat dipaksakan bagi
perguruan tinggi yang tidak melaksanakan ketiga kewajiban tersebut.

“(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.”
1) KEBOLEHAN. Perguruan tinggi diperbolehkan untuk menyelenggarakan pendidikan
program akademik, profesi, maupun vokasi. Hal ini merupakan kebolehan, perguruan tinggi
bebas untuk menyelenggarakan pendidikan program-program tersebut ataupun tidak.

2) FAKULTATIF. Tidak ada paksaan bagi perguruan tinggi untuk menyelenggarakan


pendidikan program-program yang tercantum dalam ayat ini. Sanksi terhadap ayat ini pun
tidak dapat dikenakan apabila ada yang melanggarnya.

“(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
1) PERINTAH. Penjelasan ayat-ayat sebelumnya dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah. Ada bentuk perintah agar ada Peraturan Pemerintah yang
mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan dalam ayat-ayat sebelumnya.

2) FAKULTATIF. Ayat ini bersifat melengkapi, di mana ketentuan mengenai perguruan


tinggi yang dimaksud akan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 25:
“(1) Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik,
profesi, atau vokasi.”
1) PERINTAH. Ayat ini berisi perintah bagi perguruan tinggi untuk menetapkan persyaratan
kelulusan bagi mahasiswanya untuk mendapatkan gelar akademik.

2) IMPERATIF. Sifat ayat ini merupakan imperatif, karena penetapan persyaratan kelulusan
adalah suatu hal yang wajib untuk dilaksanakan oleh semua perguran tinggi.
“(2) Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar
akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.”
1) LARANGAN. Ayat ini berisi larangan, yaitu larangan bagi peserta didik perguruan tinggi
untuk menjiplak atau melakukan plagiarisme dalam membentuk karya ilmiahnya.

2)IMPERATIF. Terdapat sanksi yang dapat dipaksakan, yaitu pencabutan gelar akademik
bagi pelanggar ketentuan ini.

“(3) Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau
vokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.”
1) PERINTAH. Ayat ini merupakan perintah agar dibuatnya Peraturan Pemerintah yang
mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan di ayat (1) dan ayat (2) dalam pasal ini.

2) FAKULTATIF. Ayat ini bersifat pelengkap, di mana ketentuan pada ayat 1 dan ayat 2
pasal ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Sama halnya dengan UU no.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi di mana UU
menjadi dasar dalam pembentukan peraturan di bawahnya, UU no. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional ini pun menjadi acuan dalam pembentukan peraturan-peraturan
di bawah nya. PP no. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional dan PP no. 48
tahun 2008tentang Pendanaan Pendidikan mengacu pada UU no. 20 tahun 2003. Hal ini
dapat dibuktikan dalam bagian pembukaan kedua PP tersebut pada bagian mengingat bahwa
salah satu dasarnya adalah UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ini.

Anda mungkin juga menyukai