Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SUPERVISI
KEPERAWATAN MANAJEMEN

IKHWAN RIZANI, S.KEP


NIM: 1614901220630

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHAP PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2017
BAB 1

TINJAUAN TEORITIS

1.1.1. Supervisi

1.1.1. Pengertian Supervisi

Supervisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan berupa pengawasan,


pengontrolan, pengendalian maupun pengevaluasian (KBBI, 2014).
Menurut Gillies (1994), menyatakan supervisi atau pengawasan
merupakan salah satu dari prinsip perilaku kepemimpinan. Supervisi
dilakukan untuk melihat pekerjaan yang sedang berlangsung dan
memperbaikinya apabila terjadi pelaksanaan yang tidak baik.
Menurut RCN (2007), supervisi adalah proses memastikan kegiatan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan organisasi, dengan cara
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.

Fayol dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa supervisi


merupakan pemeriksaan apakah segala sesuatunya terjadi sesuai
dengan rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan,
serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan yang bertujuan untuk
menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan
tidak terjadi lagi. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara
langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan
bawahan yang kemudian bila ditemukan masalah segera dilakukan
bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli, 2012).

Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa supervisi adalah


kegiatan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan
dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi tidak
hanya sekedar mengontrol melihat apakah segala kegiatan sudah
dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah
ditentukan, tetapi supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi
atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan untuk
tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efesien.

NHS (2012), mendefenisikan supervisi adalah sebuah kegiatan


professional untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan
yang saling membantu melalui proses pembelajaran sesuai dengan
tanggung jawab dalam tindakan praktek. Sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Nursalam (2011), bahwa supervisi dalam
praktek keperawatan professional merupaka suatu proses pemberian
sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan
tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi.

Supervisi adalah pengawasan langsung yang dilakukan untuk


mengawasi pekerjaan atau prestasi orang lain. Supervisi meliputi
penilaian kepada individu untuk melihat kegiatan apa yang telah
selesai dan apa yang mungkin masih perlu untuk diselesaikan
sepanjang hari (Tappen, Weiss, & Whitehead 2010). Menurut
Swanburg (2010), menyatakan bahwa supervisi adalah suatu proses
untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas
keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan akan sulit
dipertahankan dan ditingkatkan tanpa melakukan supervisi.

Kron (1987), menyatakan bahwa supervisi adalah merencanakan,


mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, memotivasi,
memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus
pada setiap perawat dengan sabar, adil serta bijaksana. Hasil dari
pelaksanaan supervisi diharapkan setiap perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat
secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari
perawat yang bersangkutan.
Supervisi klinis adalah mekanisme dukungan untuk praktisi
profesional klinis di mana mereka dapat berbagi pengalaman
organisasi, perkembangan dan emosional dengan aman dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Proses ini akan
menyebabkan peningkatan kesadaran termasuk akuntabilitas dan
praktek reflektif ( Lynch & Happel, 2008).

Berdasarkan beberapa uraian pendapat diatas dapat ditarik


kesimpulan bahwa supervisi adalah suatu kegiatan profesional dalam
pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh manajer kepada
bawahan. Proses supervisi merupakan kegiatan pembelajaran,
pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan pengetahuan dan
keterampilan serta serta memberikan dukungan kepada bawahan dan
merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan asuhan
keperawatan.

1.1.2. Tujuan Supervisi

Menurut Gillies (1994), tujuan dari supervisi adalah untuk


memeriksa, menilai dan memperbaiki penampilan kerja pegawai
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Swanburg (2010)
mengatakan tujuan supervisi adalah (1) Memperhatikan anggota unit
organisasi di samping itu area kerja dan pekerjaan itu sendiri. (2)
Memperhatikan rencana, kegiatan, dan evaluasi dari pekerjaannya.
(3) Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan
dan bimbingan individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan
kepada kemampuan ketrampilan keperawatan.
Menurut Suarli (2012), tujuan supervisi adalah memberikan bantuan
kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut
bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas
atau pekerjaan dengan hasil yang baik. Supervisi yang baik adalah
supervisi yang dilakukan secara berkala.

1.1.3. Pelaksana Supervisi

Menurut Suyanto (2008), supervisi keperawatan dilaksanakan oleh


personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain:

1.1.3.1. Kepala Ruangan


Kepala ruangan bertanggung jawab melakukan supervisi
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien
diruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan
mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan
keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung
disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di
ruang perawatan tersebut.

1.1.3.2. Pengawas Perawatan (Supervisor)


Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah
unit fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang
bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan
keperawatan.

1.1.3.3. Kepala Bidang Keperawatan


Kepala bidang keperawatan yang merupakan top manajer
dalam bidang keperawatan, bertanggung jawab untuk
melakukan supervisi baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui para pengawas perawatan.
Suarli (2012), mengemukakan bahwa yang bertanggung jawab
melakukan supervisi adalah atasan langsung yang memiliki
kelebihan dalam organisasi tersebut. Karakteristik yang harus
dimiliki oleh pelaksana supervisi meliputi: (1) Atasan langsung dari
yang disupervisi, apabila tidak memungkinkan, dapat ditunjuk staf
khusus dengan batas-batas dan wewenang dan tanggung jawab yang
jelas. (2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk
jenis pekerjaan yang akan disupervisi. (3) Memiliki keterampilan
melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta
teknik supervisi. (4) Memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan
otoriter. (5) Mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu
berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku
bawahan yang disuperisi.

1.1.4. Teknik Supervisi

Menurut Arwani (2006), secara teknis supervisi dapat dilakukan


secara langsung dan tidak langsung. Supervisi langsung bertujuan
untuk proses pembimbingan, arahan, dan pencegahan serta
memperbaiki kesalahan yang terjadi, maka supervisi langsung lebih
tepat digunakan. Supervisi yang ditujukan untuk memantau proses
pelaksanaan tugas kepearawatan yang telah dijalankan maka
supervisi tidak langsung lebih tepat digunakan. Supervisi langsung
dilakukan pada kegiatan yang sedang berlangsung. Supervisor
terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk
tidak dirasakan sebagai perintah.

Supervisi tidak langsung dilakukan melalui laporan tertulis seperti


laporan pasien dan catatan asuhan keperawatan pada shift pagi, sore
dan malam. Dapat juga dengan menggunakan laporan lisan seperti
saat timbang terima shift, ronde keperawatan maupun rapat.
Supervisor tidak melihat langsung kejadian dilapangan sehingga
memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Hasil temuan dari
supervisi tidak langsung memerlukan klarifikasi dan umpan balik
diberikan agar tidak terjadi salah persepsi dan masalah segera dapat
diselesaikan (Suyanto, 2008).

Menurut Suarli (2012), teknik pokok supervisi mencakup empat hal


yaitu (1) menetapkan masalah dan prioritasnya, (2) menetapkan
penyebab masalah, (3) melaksanakan jalan keluar, (4) menilai hasil
yang dicapai untuk tindak lanjut.

Douglas dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa dalam


pelaksanaan aktivitas supervisi perlu mempertimbangkan hubungan
interpersoanal dan komunikasi. Aktivitas tersebut meliputi teknis
ataupun objektif yang meliputi: (1) menurumuskan tujuan perawatan
realistis untuk klinik kesehatan, pasien dan personel keperawatan,
(2) membrikan prioritas utama untuk kebutuhan pasien atau klien
sehubungan dengan tugas-tugas staf perawatan, (3) melaksanakan
koordinasi untuk efesiensi pelayanan yang diberikan oleh bagaian
penunjang, (4) mengidentifikasi tanggung jawab untuk seluruh
kegiatan yang dilakukan staf perawatan, (5) memberikan perawatan
yang aman dan berkesinambungan, (6) mempertimbangkan
kebutuhan terhadap tugas-tugas yang bervariasi dan pengembangan
staf perawatan, (7) memberikan kepemimpinan terhadap anggota staf
untuk bantuan dalam hal pengajaran, konsultasi dan evaluasi, (8)
mempercayai anggota untuk mengikuti perjanjian yang telah mereka
sepakati, (9) menginterpretasikan protokol untk berespon terhadap
hal-hal incidental, (10) menjelaskan prosedur yang harus diikuti
dalam keadaan darurat, (11) memberikan laporan ringkas dan jelas,
(12) menggunakan proses kontrol manajemen untuk mengkaji
kualitas pelayanan yang diberikan dan mengawasi penampilan kerja
individu dan kelompok staf perawatan.
Menurut Kirk, Eaton & Auty (2000), proses supervisi dapat
dilakukan dengan cara self-supervision, one-to-one supervision dan
team supervision. Bush (2005), mengemukakan supervisi dapat
dilakukan dengan cara one-to-one dengan expert berasal dari disiplin
ilmu yang sama, one-to-one dengan expert berasal dari disiplin ilmu
yang berbeda, one-to-one yang dilakukan oleh rekan, group
supervision dan network supervision. Kegiatan tersebut dilaksanakan
dengan meningkatkan hubungan interpersonal sehingga tujuan dari
supervisi dapat tercapai (Heron 1990).

1.1.5. Kompetensi Supervisor

Seorang supervisor keperawatan dalam melaksanakan supervisi


harus memiliki kemampuan (1) memberikan pengarahan dan
petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan
pelaksana keperawatan, (2) memberikan saran, nasehat dan bantuan
kepada staf dan pelaksana keperawatan, (3) mmeberikan motivasi
untuk meningkatkan semangat kerja staff dan pelaksana
keperawatan, (4) mampu memahami dinamika kelompok, (5)
memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan, (6) melakukan
penilaian terhadap penampilan kerja perawat, (7) mengadakan
pengawasan agar agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik
(Suyanto, 2008).

1.1.6. Peran dan Fungsi Supervisi

Peran supervisor adalah tingkah laku seorang supervisor yang


diharapkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi.
Menurut Kron (1987) peran supervisor adalah sebagai perencana,
pengarah, pelatih, dan penilai.
1.1.6.1. Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut
mampu membuat perencanaan sebelum melaksanakan
supervisi. Dalam perencanaan seorang supervisor banyak
membuat keputusan mendahulukan tugas dan pemberian
arahan, untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan
waktunya, bagaimana, mengapa, termasuk memberikan
instruksi.

1.1.6.2. Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu


memberikan arahan yang baik saat supervisi. Semua
pengarahan harus konsisten dibagiannya dan membantu
perawat pelaksana dalam menampilkan tugas dengan aman
dan efisien meliputi: pengarahan harus lengkap sesuai
kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan
indikasi yang penting, bicara pelan dan jelas, pesannya
masuk akal, hindari pengarahan dalam satu waktu, pastikan
arahan dapat dimengerti, dan dapat ditindaklanjuti.
Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan
keperawatan pasien berkualitas tinggi, maka supervisor
harus mengarahkan staf pelaksana untuk melaksanakan
tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit.
Pengarahan sangat penting karena secara langsung
berhubungan dengan manusia, segala jenis kepentingan,
dan kebutuhannya. Tanpa adanya pengarahan, karyawan
cenderung melakukan pekerjaan menurut cara pandang
mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang seharusnya
dilakukan, bagaimana melakukan dan apa manfaatnya.

1.1.6.3. Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam


memberikan supervisi harus dapat berperan sebagai pelatih
dalam pemberian asuhan keperawatan pasien. Dalam
melakukan supervisi banyak menggunakan keterampilan
pengajaran atau pelatihan untuk membantu pelaksana
dalam menerima informasi. Prinsip dari pengajaran dan
pelatihan harus menghasilkan perubahan perilaku, yang
meliputi mental, emosional, aktivitas fisik, atau mengubah
perilaku, gagasan, sikap dan cara mengerjakan sesuatu.

1.1.6.4. Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan


supervisi dapat memberikan penilaian yang baik. Penilaian
akan berarti dan dapat dikerjakan apabila tujuannya spesifik
dan jelas, terdapat standar penampilan kerja dan
observasinya akurat. Dalam melaksanakan supervisi
penilaian hasil kerja perawat pelaksana saat melaksanakan
asuhan keperawatan selama periode tertentu seperti selama
masa pengkajian. Hal ini dilaksanakan secara terus menerus
selama supervisi berlangsung dan tidak memerlukan tempat
khusus.

Pelaksanaan supervisi berfungsi untuk meningkatkan keyakinan diri,


peningkatan kemampuan untuk mendukung pasien, peningkatan
kemampuan dalam hubungan dengan pasien, dan peningkatan
kemampuan untuk mengambil tanggung jawab kualitas supervisi
menunjukkan bahwa kepuasan dalam pelaksanaan supervisi
mendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan (Berggren &
Severinsson, 2005).

Peran yang dilakukan supervisor saat pelaksanaan supervisi meliputi


mengamati dan membimbing, memberikan sikap yang mendukung,
dan mampu mengidentifikasi masalah bersama pasien dan
pelaksanaan berfokus pada teoritis (Christiansen, at al, 2011).
Berdasarkan Departement of Health Human Service (DHHS) (2009),
fungsi seorang supervisor klinik adalah:

1.1.6.1. Teacher: membantu untuk mengembangkan pengetahuan


dan keterampilan, meningkatkan kesadaran diri, melalui
proses pembelajaran dengan mengidentifkasi kebutuhan
untuk meningkatkan professional. Supervisor adalah guru,
pelatih dan seorang role model profesional.

1.1.6.2. Consultant: sebagai konsultan kinerja serta memantau


masalah yang ada dan juga menentukan alternatif
penyelesaian masalah untuk mencapai tujuan bersama.
Konsultan sebagai unit terdepan dalam organisasi untuk
mengenali dan mengatasi masalah yang ada.

1.1.6.3. Coach: memberikan dukungan dalam pembentukan moral,


menilai kebutuhan serta kekuatan, menyarankan berbagai
pendekatan klinis, model serta mengatasi kelelahan melalui
pelatihan terus menerus.

1.1.6.4. Mentor (role model): supervisor mengajarkan supervisees


melalui peran model, memfasilitasi pengembangan
professional serta melatih generasi berikutnya.

Menurut Farington (1995), Hawkins & Shohet (1989) dalam White


at.all (1998), mengemukakan bahwa fungsi supervisi meliputi:

1.1.6.1. Fungsi edukasi yang meliputi pengembangan skill, dan


kemampuan memberikan pemahaman terhadap orang lain.
Pengembangan skill perawat pelaksana dilakukan melalui
proses pembelajaran. Seorang manager harus mampu
mengajarkan dan memberikan pelatihan yang terus menerus
tentang apa yang belum diketahui oleh perawat
pelaksanaan. Meningkatkan apa yang telah diketahui untuk
pelayanan keperawatan yang lebih baik. Melalui supervisi
manager tidak hanya mampu mengajarkan tetapi harus
mampu memerankan apa yang diajarkan sehingga perawat
pelaksana langsung dapat melihat tidak hanya pada saat
supervisi berlangsung namun juga dalam kegiatan sehari-
hari.

1.1.6.2. Fungsi supportive yaitu pemberian dukungan terhadap


masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan praktek serta
meningkatkan hubungan interpersonal. Manager/supervisor
memberikan dukungan kepada perawat pelaksana.
Dukungan yang diberikan dapat dirasakan oleh perawat
pelasana, memberikan kesempatan untuk menyampaikan
permasalahan yang dihadapi dan mampu meredam konflik
yang ada di antara perawat.

1.1.6.3. Fungsi manajerial yaitu merupakan quality kontrol dalam


pemberian pelayanan klinik . Seorang manager adalah
pengawas untuk tetap menjaga kualitas pelayanan
keperawatan. Manager harus mampu mengidentifikasi
masalah kualitas pelayanan. Apabila kualitas tersebut
menurun maka manager harus mampu mencari penyebab
dan mampu memberikan penyelesaian masalah.

Menurut Severinson (2001), Bush (2005), Dowson, at. all. (2012),


supervisi adalah merupakan pengawasan manajerial yang bertujuan
untuk memfasilitasi dan mendorong praktek profesional yang terdiri
dari tiga fungsi utama supervisi yaitu:

1.1.6.1. Fungsi formatif, meliputi proses edukatif untuk


mengembangkan keterampilan. Proses edukatif adalah
pembelajaran antara supervisor dengan perawat pelaksana.
Manager mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dan
membantu perawat pelaksana untuk meningkatkan
pemahaman dari setiap pelayanan asuhan keperawatan .
seorang manager melatih perawat pelaksana untuk
meningkatkan teknik-teknik dalam bekerja sehingga
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Pelaksanaan
kegiatan edukatif memberikan kesempatan kepada perawat
pelaksana untuk mengeksplor dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki.

1.1.6.2. Fungsi restorative, yaitu memberikan dukungan


professional yang terus-menerus untuk mengurangi stress
dan kelelahan. kegiatan ini berfungsi untuk
mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi perawat
pelaksana dalam pemberian pelayanan keperawatan.
Permasalahan dapat disebabkan kelelahan dalam bekerja,
stress akibat beban kerja. Fungsi restorative dapat dilakukan
dengan menggali emosi ketika bekerja. Manager harus
mampu untuk meredam konflik yang terajadi. Keseluruhan
tim harus memiliki sikap yang saling mendukung sehingga
memberikan kenyamanan dalam bekerja.

1.1.6.3. Fungsi normative, meliputi fungsi manajerial untuk


perbaikan, peningkatan dan pengendalian kualitas praktek
profesional pelayanan keperawatan. Fungsi normative untuk
peningkatan dan perbaikan standar contoh mengkaji
(Standar Prosedur Operasional) SPO yang telah ada yang
kemudian dapat diperbaiki jika diperlukan. Kegiatan ini
memberikan kepada perawat pelaksana untuk lebih
meningkatkan kemampuan dalam manajemen pengelolaan
pasien. Penerapan fungsi ini dapat dilakukan dengan
mengadakan pertemuan atau rapat untuk membahan
pelayanan keperawatan yang ada saat ini. Tujuan yang
diharapkan dari fungsi ini adalah adanya perubahan yang
lebih baik dalam tindakan pemberian pelayanan
keperawatan, pemecahan masalah, meningkatkan praktik,
kepuasan kerja dan peningkatan produktivitas kerja.

Menurut Swanburg (2010), supervisi dilakukan untuk mengontrol


tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini
memerlukan tindakan koreksi yang dibutuhkan untuk memperbaiki
kinerja dan produktivitas, kebijakan serta prosedur yang digunakan
sebagai standar. Tindakan-tindakan perbaikan dapat bersifat benar,
disiplin atau mendidik.

Tempat evaluasi saat melakukan supervisi berada di lingkungan


perawatan pasien dan pelaksana supervisi harus menguasai struktur
organisasi, uraian tugas, standar hasil kerja, metode penugasan dan
dapat mengobservasi staf yang sedang bekerja. Penilaian membuat
perawat mengetahui tingkat kinerja mereka (Marquis & Huston,
2010).

Menurut Suarli (2012), supervisor harus menyadari fungsinya


sebagai berikut: (1) Mengatur dan mengorganisir proses pemberian
pelayanan keperawatan menyangkut pelaksana standar asuhan
keperawatan yang telah disepakati. (2) Menilai dalam memperbaiki
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberian asuhan
keperawatan. (3) Mengkoordinasikan, menstimulasi dan mendorong
kearah peningkatan kualitas asuhan keperawatan. (4) Membantu
(asistensing), memberi dukungan (supporting) dan mengajak untuk
diikutsertakan (sharing).
1.1.7. Model Supervisi

Menurut Suyanto (2008), beberapa model supervisi dapat diterapkan


dalam kegiatan supervisi antara lain:

1.1.7.1. Model konvensional


Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk
menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian
asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi
kesalahan dan memata-matai staff dalam menjalankan
tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi
negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para
perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-
hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.
1.1.7.2. Model ilmiah
Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah
direncanakan sehingga tidak hanya mencari kesalahan atau
masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan
dengan model ini memiliki karakteristik: a) dilakukan
secara berkesinambungan, b) dilakukan dengan prosedur,
instrument dan standar supervisi yang baku, c)
menggunakan data yang obyektif sehingga dapat diberikan
umpan balik dan bimbingan.
1.1.7.3. Model klinis
Supervisi ini bertujuan untuk membantu perawat pelaksana
dalam mengembangkan profesionalisme sehingga
penampilan kinerjanya dalam pemberian asuhan
keperawatan meningkat. Supervisi yang dilakukan secara
sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan
dengan standar keperawatan.
1.1.7.4. Model artistik
Model ini dilakukan dengan pendekatan personal untuk
menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima
oleh perawat pelaksana yang akan di supervisi. Pendekatan
interpersonal akan menciptakan hubungan saling percaya
sehingga hubungan antara perawat pelaksana dengan
supervisor akan terbuka yang mempermudah proses
supervisi.

Beberapa model supervisi telah dikembangkan antara lain Model


Proctor: model ini mengembangkan bahwa seorang supervisor harus
memenuhi tiga fungsi utama utama yaitu: restoratif, formatif dan
normative. Model ini yang memandu praktek supervisi tidak boleh
terlalu preskriptif, tetapi bertindak sebagai kerangka kerja yang
didukung oleh prinsip teori (Bush, 2005). Model lain adalah The
CLEAR (integratif) model menjelaskan tugas atau proses
pengawasan meliputi beberapa komponen yaitu kontrak,
mendengarkan, mengeksplorasi, tindakan dan meninjau. Komponen
kontrak menggambarkan adanya proses sebelum pelaksanaan
supervisi melalui sesi negosiasi untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Komponen mendengarkan meliputi adanya proses
menjadi seorang pendengar yang aktif. Komponen mengeksplorasi
dilakukan dengan menggunakan pertanyaan untuk mendapatkan
informasi baru dalam kemajuan klinis. Komponen tindakan dan
meninjau dilakukan sebagai kegiatan terakhir. Dilakukan dengan
proses bimbingan secara bertahap berdasarkan teoritis. Supervisi
yang dilakukan berdasarkan kerangkan kerja yang bertujuan untuk
pengembangan supervisees. Supervisor harus menyadari elemen
utama dalam model ini adalah: murah hati, bermanfaat, bersikap
terbuka, mau belajar, bijaksana dan pemikiran, manusiawi, sensitive
(Berggren & Severinsson, 2005).
Supervisi Keperawatan

Pilihan Jawaban
Kadang- Tidak
No Pernyataan Selalu
kadang pernah
dilakukan
dilakukan dilakukan
Supervisor menetapkan kegiatan yang
1. akan di supervisi
Supervisor menetapkan tujuan
2. supervisi
Supervisor ikut dalam
pendokumentasian kegiatan pelayanan
3. bersama-sama ketua tim dan perawat
pelaksana
Supervisor meneliti dokumentasi status
4.
klien
Supervisor mendapatkan hal-hal yang
5.
perlu di lakukan pembinaan
Supervisor memanggil ketua tim dan
6. perawat pelaksana yang perlu
dilakukan pembinaan
Supervisor mengklasifikasi
7. permasalahan yang ada
Supervisor memberikan masukan pada
8.
ketua tim dan perawat pelaksana
Supervisor mengevaluasi hasil
9. bimbingan
Supervisor memberikan reward atau
10. umpan balik kepada ketua tim dan
perawat pelaksana

Anda mungkin juga menyukai