Tetanus Neonatorum - Modul 5.1 (Final)
Tetanus Neonatorum - Modul 5.1 (Final)
TETANUS NEONATORUM
1
1/9/2015
Epidemiologi
Angka kematian TN masih sangat tinggi (50% atau lebih).
SKRT 2001:
penyebab kematian neonatal dini:
asfiksia neonatorum (33,6%)
tetanus neonatorum (4,2%)
penyebab kematian neonatal lambat:
asfiksia neonatorum (27%)
tetanus (9.5%).
Sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan
neonatal, terutama pelayanan persalinan yang bersih dan
aman, khususnya perawatan tali pusat
2
1/9/2015
Patogenesis
Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih
menunjukkan perilaku seperti menangis dan menyusui
seperti bayi yang normal pada dua hari yang pertama.
Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mulai terlihat.
Masa inkubasi umumnya antara 3-12 hari, namun dapat
mencapai 1-2 hari, dan kadang-kadang bisa melebihi satu
bulan.
Makin pendek masa inkubasi, makin buruk prognosis.
Berkembang dalam
Tetanospasmin
C.tetani masuk melalui suasana anaerob,
menyebar melalui aliran
tali pusat memproduksi
darah dan limfe
tetanospasmin
Tetanus toksin
Menyebar melalui akson menempati reseptor
menuju dan berikatan yang berperan dalam
dengan motor neuron menghambat kontraksi
otot rangka
3
1/9/2015
4 tipe tetanus:
Generalisata
Lokal
Sefalik
Neonatal
Manifestasi klinis terjadi sebagai dampak eksotoksin pada
sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction, serta
saraf otonom
4
1/9/2015
10
5
1/9/2015
Dampak toksin:
Pada ganglion medula spinalis: eksotoksin memblok sinaps jalur
antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls
sehingga tonus otot meningkat, otot menjadi kaku.
Pada otak: toksin menempel pada gangliosid serebral
menyebabkan kekakuan dan kejang.
Pada saraf otonom: mengenai saraf simpatis, menimbulkan
gejala berkeringat yang berlebihan, hipertermia,
hipotensi/hipertensi, aritmia, blok jantung, atau takikardia.
11
Anamnesis
Persalinan yang kurang higienis, ditolong tenaga nonmedis
yang tidak terlatih.
Perawatan tali pusat tidak higienis, pemberian dan
penambahan suatu zat/ramuan pada tali pusat.
Bayi mengalami kekakuan (spasme/kejang), terutama bila
terangsang atau tersentuh.
Bayi tetap sadar saat serangan kejang.
Bayi malas minum.
12
6
1/9/2015
13
Manifestasi klinis
Bisa terjadi dalam 3-12 hari setelah lahir
Bayi apatis, menangis hebat tanpa penyebab jelas
Terjadi spasme otot berulang. Dipicu oleh rangsangan taktil dan
sinar.
Mulut mencucu seperti mulut ikan (carper mouth)
Trimus (mulut sukar dibuka)
Tidak mau minum, atau disfagia, sering tersedak
Perut teraba keras (perut papan), bisa terjadi konstipasi
Tubuh kaku melengkung bagai busur (Opistotonus, ada sela
antara punggung bayi dengan alas saat bayi ditidurkan).
Tali pusat biasanya kotor dan berbau.
Anggota gerak spastik (boxing position).
Jika otot-otot pernafasan terkena apneu, sianosis.
14
7
1/9/2015
15
16
8
1/9/2015
Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis dan PF sudah cukup khas tidak perlu
pemeriksaan penunjang, kecuali dalam keadaan meragukan
untuk membuat diagnosis.
Pemeriksaan untuk membedakan antara tetanus
neonatorum dengan sepsis neonatal atau meningitis:
Pungsi lumbal
Pemeriksaan darah rutin, preparat darah hapus
Kultur dan sensitivitas.
17
Tata Laksana
Prinsip pengobatan tetanus:
antibiotik,
netralisasi toksin,
antikonvulsan,
perawatan luka atau port d’entrée, dan
terapi suportif lainnya.
Faktor yang berperan besar dalam keberhasilan terapi:
kecepatan pemberian terapi netralisasi toksin.
18
9
1/9/2015
19
Penanganan kejang/spasme
Diazepam 0,1-0,2 mg/kg per kali pemberian bolus IV
setiap 3-6 jam atau 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam,
maksimum 40 mg/kg/hari.
Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan
berikan diazepam melalui pipa atau melalui rektum. Bila
perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg tiap 6 jam.
20
10
1/9/2015
21
22
11
1/9/2015
Netralisasi toksin
Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 500 IU
intramuskular (bila tersedia), atau
Equine Tetanus Antitoxin (Anti Tetanus Serum/ATS) 5.000 IU
setengah dosis intramuskular dan setengah berikutnya
intravena, dilakukan uji kulit lebih dulu.
23
24
12
1/9/2015
25
Anti mikroba
Lini I :Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap
enam jam (oral/parenteral) selama 7-10 hari, atau
Lini 2: Penisilin procain 100.000 U/kg IV dosis tunggal
selama 7-10 hari. Jika hipersensitif terhadap penisilin,
berikan tetrasiklin 50 mg/kg/hari.
Jika terdapat sekunder infeksi, bronkopneumonia, sepsis
berikan antibiotik yang sesuai.
Sebaiknya hindari injeksi intra muskular
26
13
1/9/2015
27
Suportif
Rawat di ruang dengan lingkungan yang tenang dan
pencahayaan minimal, hindari rangsangan yang tidak perlu,
tetapi harus dipastikan bayi tidak terlantar.
Jalan napas terjaga dengan baik.
Cegah akan luka dekubitus.
Hidrasi dan nutrisi adekuat.
Diet per oral dihentikan.
Pasang pipa lambung, beri ASI perah di antara periode spasme. Mulai
dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan dinaikkan secara
perlahan hingga mencapai kebutuhan penuh per hari. Kenaikannya
dilakukan dalam 2 hari perawatan.
Nilai kemampuan minum, dianjurkan menyusu ASl secepatnya begitu
terlihat bayi siap untuk mengisap.
28
14
1/9/2015
Suportif
Bila terjadi kekakuan atau spastisitas yang menetap
fisioterapi.
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas rujuk ke
RS yang mempunyai NICU.
Konsultasi ke Divisi Neurologi Anak dan Bagian
Rehabilitasi Medik bila diperlukan.
Rujukan lainnya, ke spesialisasi atau ke subspesialis sesuai
kebutuhannya
Bila sudah tidak spasme selama dua hari, bayi dapat minum
balk, tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan di
rumah sakit bayi dapat dipulangkan.
29
Tumbuh Kembang
Meskipun angka kematian tergolong tinggi (≥ 50%), namun
bila bayi bisa bertahan hidup maka tidak mempunyai
dampak penyakit di masa datang.
Diperlukan pemantauan tumbuh kembang, asupan gizi
seimbang, dan stimulasi mental.
30
15
1/9/2015
Prognosis
Prognosis lebih buruk pada:
Onset gejala muncul di minggu pertama kehidupan
Interval antara trismus dan kejang/spasme kurang dari 48 jam
Demam tinggi dan takikardia
Spasme pada laring menyebabkan apnea
31
Promotif Preventif
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial: terutama
pemotongan tali pusat dengan alat steril
Perawatan pascanatal: tidak mengoles atau menabur
sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat.
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat: berikan pengobatan
yang tepat dengan antibiotik lokal dan sistemik (bila
diperlukan). Pilih antibiotika yang efektif terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
32
16
1/9/2015
33
34
17
1/9/2015
Kepustakaan
Arnon SS. Tetanus (Clostridium tetani). Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St.Gerne III
JW, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2011. h. 991-3.
Cherry JD, Harrison RE. Tetanus. Dalam: Feigin RD, Cherry JD, Demmler GJ, Kaplan SL,
penyunting.Textbook of pediatric infectious diseases. 5th ed. Philadelphia: Saunders; 2004.
h.1766-76.
Volpe JJ. Bacterial and fungal intracranial infection.Tetanus neonatorum. Dalam:Volpe JJ.
Neurology of the newborn. 5th ed. Saunders Elsevier; 2008. h.916-56.
Tetanus. Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long SS, McMilan JA. Red Book 2006: Report of the
committee on infectious diseases. 27th ed. Elk Grove Village: American Academy of Pediatrics;
2006. h.648-53.
Puopolo KM. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR.
Manual of neonatal care. 5th ed. Philadelphia: Lippincott williams and wilkins;2004. h.287-313.
Walsh LE, Garg BP. Poisoning and drug-induced neurologic diseases. Dalam: Swaiman KF,
Ashwal S, Ferreiro DM, Schor NF. Swaiman’s pediatric neurology principles and practice. 5th ed.
Elsevier; 2012. h.1731-57.
Martinus M. Leman, Alan R. Tumbelaka. Penggunaan Anti Tetanus Serum dan Human
Tetanus Immunoglobulin pada Tetanus Anak, Laporan Kasus. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 4, Desember 2010.
35
36
18