Anda di halaman 1dari 18

1/9/2015

TETANUS NEONATORUM

Divisi Neurologi Anak


Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi

Tetanus Neonatorum (TN)


Tetanus adalah suatu penyakit dengan gejala utama
spasme otot tanpa gangguan kesadaran, yang diakibatkan
infeksi dari kuman Clostridium tetani.
Clostridium tetani tetanospasmin
(eksotoksin/neurotoksin) paralitik spastik
Akut

1
1/9/2015

Epidemiologi
Angka kematian TN masih sangat tinggi (50% atau lebih).
SKRT 2001:
penyebab kematian neonatal dini:
asfiksia neonatorum (33,6%)
tetanus neonatorum (4,2%)
penyebab kematian neonatal lambat:
asfiksia neonatorum (27%)
tetanus (9.5%).
Sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan
neonatal, terutama pelayanan persalinan yang bersih dan
aman, khususnya perawatan tali pusat

2
1/9/2015

Patogenesis
Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih
menunjukkan perilaku seperti menangis dan menyusui
seperti bayi yang normal pada dua hari yang pertama.
Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mulai terlihat.
Masa inkubasi umumnya antara 3-12 hari, namun dapat
mencapai 1-2 hari, dan kadang-kadang bisa melebihi satu
bulan.
Makin pendek masa inkubasi, makin buruk prognosis.

Berkembang dalam
Tetanospasmin
C.tetani masuk melalui suasana anaerob,
menyebar melalui aliran
tali pusat memproduksi
darah dan limfe
tetanospasmin

Proses pertolongan persalinan tidak steril, alat dan obat-


obat topikal tali pusat terkontaminasi spora C.tetani

Tetanus toksin
Menyebar melalui akson menempati reseptor
menuju dan berikatan yang berperan dalam
dengan motor neuron menghambat kontraksi
otot rangka

Sekali melekat pada reseptor, toksin tidak


dapat dinetralkan dengan antitoksin
6

3
1/9/2015

4 tipe tetanus:
Generalisata
Lokal
Sefalik
Neonatal
Manifestasi klinis terjadi sebagai dampak eksotoksin pada
sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction, serta
saraf otonom

4
1/9/2015

Pada awalnya toksin terikat pada terminal saraf perifer


Kemudian berjalan dalam akson dan menyeberangi
penghubung sinaps sampai mencapai susunan saraf pusat
Menetap dengan cepat di gangliosid pada presinaps ujung
saraf motorik, kemudian dibawa ke dalam akson dengan
cara endositosis.
Toksin bekerja dengan memblok pelepasan
neurotransmiter inhibitor (glisin dan gamma-amino
butyric acid) melalui celah sinaps.
Impuls saraf tidak dapat melakukan mekanisme inhibisi
normal, sehingga muncul kontraksi otot/kejang.

Tingkat derajat penyakit:


Tetanus ringan:
kekakuan yang tampak jelas hanya trismus, tanpa disertai kejang
rangsang.
Tetanus sedang:
kaku tanpa kejang spontan, tetapi dijumpai kejang rangsang.
Tetanus berat:
kaku dan sering kejang spontan (kejang terjadi tanpa rangsangan).

Tetanus neonatorum dikelompokkan dalam tetanus berat


karena prognosis yang buruk.

10

5
1/9/2015

Dampak toksin:
Pada ganglion medula spinalis: eksotoksin memblok sinaps jalur
antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls
sehingga tonus otot meningkat, otot menjadi kaku.
Pada otak: toksin menempel pada gangliosid serebral
menyebabkan kekakuan dan kejang.
Pada saraf otonom: mengenai saraf simpatis, menimbulkan
gejala berkeringat yang berlebihan, hipertermia,
hipotensi/hipertensi, aritmia, blok jantung, atau takikardia.

11

Anamnesis
Persalinan yang kurang higienis, ditolong tenaga nonmedis
yang tidak terlatih.
Perawatan tali pusat tidak higienis, pemberian dan
penambahan suatu zat/ramuan pada tali pusat.
Bayi mengalami kekakuan (spasme/kejang), terutama bila
terangsang atau tersentuh.
Bayi tetap sadar saat serangan kejang.
Bayi malas minum.

12

6
1/9/2015

Pada orang tua ditanyakan:


Siapa penolong persalinan. Medis/paramedis, non medis/dukun
bayi, terlatih atau tidak terlatih.
Alat apa yang dipakai untuk memotong tali pusat.
Ramuan apa yang dibubuhkan pada tali pusat.
Sejak kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period).
Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek
dengan gejala kejang pertama (onset period).
Apakah ibu pernah mendapatkan imunisasi tetanus toksoid
(TT)

13

Manifestasi klinis
Bisa terjadi dalam 3-12 hari setelah lahir
Bayi apatis, menangis hebat tanpa penyebab jelas
Terjadi spasme otot berulang. Dipicu oleh rangsangan taktil dan
sinar.
Mulut mencucu seperti mulut ikan (carper mouth)
Trimus (mulut sukar dibuka)
Tidak mau minum, atau disfagia, sering tersedak
Perut teraba keras (perut papan), bisa terjadi konstipasi
Tubuh kaku melengkung bagai busur (Opistotonus, ada sela
antara punggung bayi dengan alas saat bayi ditidurkan).
Tali pusat biasanya kotor dan berbau.
Anggota gerak spastik (boxing position).
Jika otot-otot pernafasan terkena apneu, sianosis.

14

7
1/9/2015

Bila kekakuan otot semakin berat timbul kejang-kejang


umum yang terjadi setelah penderita menerima
rangsangan (dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar
sinar yang kuat dan sebagainya)
Saat kejang bayi terlihat sadar
Lambat laun, “masa istirahat” kejang semakin pendek
sehingga menyebabkan status konvulsivus (bangkitan
kejang berlangsung terus menerus lebih dari 30 menit)
bisa menyebabkan kematian

15

16

8
1/9/2015

Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis dan PF sudah cukup khas tidak perlu
pemeriksaan penunjang, kecuali dalam keadaan meragukan
untuk membuat diagnosis.
Pemeriksaan untuk membedakan antara tetanus
neonatorum dengan sepsis neonatal atau meningitis:
Pungsi lumbal
Pemeriksaan darah rutin, preparat darah hapus
Kultur dan sensitivitas.

17

Tata Laksana
Prinsip pengobatan tetanus:
antibiotik,
netralisasi toksin,
antikonvulsan,
perawatan luka atau port d’entrée, dan
terapi suportif lainnya.
Faktor yang berperan besar dalam keberhasilan terapi:
kecepatan pemberian terapi netralisasi toksin.

18

9
1/9/2015

Jaga Airway, Breathing, Circulation


Jalan nafas terjaga. Sekresi jalan nafas dibersihkan dengan
suction
Oksigenasi
Pasang jalur IV dan beri cairan infus dengan dosis rumatan.

19

Penanganan kejang/spasme
Diazepam 0,1-0,2 mg/kg per kali pemberian bolus IV
setiap 3-6 jam atau 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam,
maksimum 40 mg/kg/hari.
Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan
berikan diazepam melalui pipa atau melalui rektum. Bila
perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg tiap 6 jam.

20

10
1/9/2015

Bila frekuensi napas < 30 kali/menit dan tidak tersedia


ventilator, diazepam dihentikan meskipun bayi masih
mengalami spasme.
Bila bayi mengalami henti napas selama spasme atau
sianosis sentral setelah spasme berikan oksigen dengan
kecepatan aliran sedang. Bila belum bernapas lakukan
resusitasi, bila tidak berhasil rujuk ke RS yang mempunyai
fasilitas NICU.

21

Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara


bertahap 5-10 mg/hari dan diberikan melalui rute
orogastrik.
Pada kondisi tertentu, mungkin diperlukan vencuronium
dengan ventilasi mekanik untuk mengontrol spasme.

22

11
1/9/2015

Netralisasi toksin
Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 500 IU
intramuskular (bila tersedia), atau
Equine Tetanus Antitoxin (Anti Tetanus Serum/ATS) 5.000 IU
setengah dosis intramuskular dan setengah berikutnya
intravena, dilakukan uji kulit lebih dulu.

Tetanus toksoid 0,5 mL IM pada tempat yang berbeda


dengan pemberian antitoksin. (Imunisasi dengan tetanus
toksoid ini perlu ditunda hingga 4-6 minggu setelah
pemberian tetanus imunoglobulin).

23

Saat ini di Indonesia terdapat dua pilihan untuk terapi


netralisasi toksin tetanus, yaitu anti-tetanus serum (ATS)
yang berasal dari serum kuda (equine) atau human tetanus
immunoglobulin (HTIG) yang berasal dari serum manusia.

24

12
1/9/2015

Dari studi yang ada, angka kematian pada penggunaan


HTIG sama atau lebih rendah dibandingkan ATS.
Pemberian HTIG juga memberikan risiko efek samping
reaksi hipersensitif sistemik dan reaksi lokal yang lebih
kecil dibandingkan ATS.
Sehingga disarankan memberikan HTIG sebagai pilihan
utama terapi netralisasi toksin pada kasus tetanus.
Pemberian ATS dilakukan hanya apabila HTIG tidak dapat
diberikan.
HTIG mempunyai efek yang lebih lama:
Waktu paruh 5-6 minggu
Waktu paruh ATS 1-2 minggu

25

Anti mikroba
Lini I :Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap
enam jam (oral/parenteral) selama 7-10 hari, atau
Lini 2: Penisilin procain 100.000 U/kg IV dosis tunggal
selama 7-10 hari. Jika hipersensitif terhadap penisilin,
berikan tetrasiklin 50 mg/kg/hari.
Jika terdapat sekunder infeksi, bronkopneumonia, sepsis
berikan antibiotik yang sesuai.
Sebaiknya hindari injeksi intra muskular

26

13
1/9/2015

Bila terjadi kemerahan dan/atau pembengkakan pada kulit


sekitar pangkal tali pusat, atau keluar nanah dari
permukaan tali pusat, atau bau busuk dari area tali pusat
berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.
Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk
melindungi ibu dan bayi yang dikandung berikutnya) dan
minta datang kembali satu bulan kemudian untuk
pemberian dosis kedua.

27

Suportif
Rawat di ruang dengan lingkungan yang tenang dan
pencahayaan minimal, hindari rangsangan yang tidak perlu,
tetapi harus dipastikan bayi tidak terlantar.
Jalan napas terjaga dengan baik.
Cegah akan luka dekubitus.
Hidrasi dan nutrisi adekuat.
Diet per oral dihentikan.
Pasang pipa lambung, beri ASI perah di antara periode spasme. Mulai
dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan dinaikkan secara
perlahan hingga mencapai kebutuhan penuh per hari. Kenaikannya
dilakukan dalam 2 hari perawatan.
Nilai kemampuan minum, dianjurkan menyusu ASl secepatnya begitu
terlihat bayi siap untuk mengisap.

28

14
1/9/2015

Suportif
Bila terjadi kekakuan atau spastisitas yang menetap
fisioterapi.
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas rujuk ke
RS yang mempunyai NICU.
Konsultasi ke Divisi Neurologi Anak dan Bagian
Rehabilitasi Medik bila diperlukan.
Rujukan lainnya, ke spesialisasi atau ke subspesialis sesuai
kebutuhannya
Bila sudah tidak spasme selama dua hari, bayi dapat minum
balk, tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan di
rumah sakit bayi dapat dipulangkan.

29

Tumbuh Kembang
Meskipun angka kematian tergolong tinggi (≥ 50%), namun
bila bayi bisa bertahan hidup maka tidak mempunyai
dampak penyakit di masa datang.
Diperlukan pemantauan tumbuh kembang, asupan gizi
seimbang, dan stimulasi mental.

30

15
1/9/2015

Prognosis
Prognosis lebih buruk pada:
Onset gejala muncul di minggu pertama kehidupan
Interval antara trismus dan kejang/spasme kurang dari 48 jam
Demam tinggi dan takikardia
Spasme pada laring menyebabkan apnea

31

Promotif Preventif
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial: terutama
pemotongan tali pusat dengan alat steril
Perawatan pascanatal: tidak mengoles atau menabur
sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat.
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat: berikan pengobatan
yang tepat dengan antibiotik lokal dan sistemik (bila
diperlukan). Pilih antibiotika yang efektif terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

32

16
1/9/2015

Penyakit tetanus dapat dicegah dengan baik dengan vaksin


tetanus
Imunisasi dapat memberikan perlindungan selama 10
tahun
Dimulai sejak masa bayi dengan serial vaksin DPT (difteri,
pertusis, dan tetanus)
Usia 2, 4, 6, 18 bulan, dan 5 tahun dengan DPT
Usia 10 dan 18 tahun dengan Td.
Sebelum menikah: 2 kali, dengan TT
Saat hamil I: 2 kali, dengan TT
Saat hamil II: 1 kali, dengan TT

33

Bayi yang menderita penyakit tetanus tidak menghasilkan


imunitas terhadap penyakit tersebut. Sehingga setelah bayi
sembuh harus diberikan vaksin tetanus.

34

17
1/9/2015

Kepustakaan
Arnon SS. Tetanus (Clostridium tetani). Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St.Gerne III
JW, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2011. h. 991-3.
Cherry JD, Harrison RE. Tetanus. Dalam: Feigin RD, Cherry JD, Demmler GJ, Kaplan SL,
penyunting.Textbook of pediatric infectious diseases. 5th ed. Philadelphia: Saunders; 2004.
h.1766-76.
Volpe JJ. Bacterial and fungal intracranial infection.Tetanus neonatorum. Dalam:Volpe JJ.
Neurology of the newborn. 5th ed. Saunders Elsevier; 2008. h.916-56.
Tetanus. Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long SS, McMilan JA. Red Book 2006: Report of the
committee on infectious diseases. 27th ed. Elk Grove Village: American Academy of Pediatrics;
2006. h.648-53.
Puopolo KM. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR.
Manual of neonatal care. 5th ed. Philadelphia: Lippincott williams and wilkins;2004. h.287-313.
Walsh LE, Garg BP. Poisoning and drug-induced neurologic diseases. Dalam: Swaiman KF,
Ashwal S, Ferreiro DM, Schor NF. Swaiman’s pediatric neurology principles and practice. 5th ed.
Elsevier; 2012. h.1731-57.
Martinus M. Leman, Alan R. Tumbelaka. Penggunaan Anti Tetanus Serum dan Human
Tetanus Immunoglobulin pada Tetanus Anak, Laporan Kasus. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 4, Desember 2010.

35

36

18

Anda mungkin juga menyukai