Anda di halaman 1dari 183

Metopel Pendidikan Agama Islam 1

BAB I
PARADIGMA PENELITIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Pengertian Metode Penelitian PAI


Secara umum metode penelitian diartikan sebagai
suatu usaha pencarian kebenaran terhadap fenomena,
fakta, atau gejala dengan cara ilmiah untuk memecahkan
masalah atau mengembangkan ilmu pengetahuan.
Sedangkan Agama Islam adalah dinullah berisi
ajaran, aturan, syari’at, perilaku, sebagai pedoman
kehidupan manusia yang diwahyukan oleh Allah sejak
zaman Nabi Adam as, sampai kepada khatam al-anbiya’i
wa al-mursaliin Muhammad saw.
Pendidikan Islam adalah upaya secara sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, mengimani,
bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama
Islam yang bersumberkan dari kitab suci al-Quran dan al-
Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,
serta penggunaan pengalaman.1
Sedangkan metode penelitian Pendidikan Agama
Islam dapat diartikan sebagai suatu usaha pencarian
kebenaran terhadap fenomena, fakta, atau gejala
dengan cara ilmiah untuk memecahkan masalah atau
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya bidang
Pendidikan Agama Islam, bersumberkan al-Quran, al-
Sunnah, dan Ijtihad.

1
Ramayulis, 1994, Metodologi Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Kalam Mulia, h. 21.

Azwir Salam & Amri Darwis


2 Metopel Pendidikan Agama Islam

B. Jenis-jenis Metode Penelitian PAI


Sama halnya dengan jenis penelitian secara
umum, maka jenis penelitian Pendidikan Agama Islam
dapat dikemukakan pada tabel berikut.

Tabel I. 1. Jenis-jenis Penelitian2

Ditinjau dari; Jenis


Bidang Penelitian Akademis
Profesional
Institusional
Tujuan Penelitian Murni
Terapan
Metode Survey
Expostfacto
Eksperimen
Naturalistik
Policy Research
Action Research
Evaluasi
Sejarah
Research and Development
Tingkat Eksplanasi Desriptif
Komparatif
Korelasional
Waktu Cross Sectional

2
Sugiono 2010, Metode Penelitian Pendidikan :
Pedekatan Kuntitatif, kualitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, hh. 8-9

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 3

Longitudinal

Macam-macam metode penelitian dapat dilihat pada


tabel berikut;
Tabel I. 2. Macam-Macam Metode Penelitian3
Macam Metode Jenis
Korelasional
Kuantitatif Survey
Eksperimen
Fenomenologi
Grounded Theory
Kualitatif Ethnografi
Case Study
Narrative
Analisis Kebijakan
Kebijakan (Policy
Evaluasi Kebijakan
Research)
Campuran

C. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif


Secara singkat perbedaan kedua pendekatan
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.3 Perbedaan Kuantitatif dengan Kualitatif4
Aksioma
Kuantitatif Kualitatif
Dasar
Dapat
Ganda, holistik,
diklasifikasikan,
Sifat realitas dinamis, hasil konstruksi
konkrit,
dan pemahaman
teramatiterukur
Hubungan Independen, Interaktif dengan

3
Ibid, h.10.
4
Sugiono 2012, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Alfabeta, hh.
26-29.

Azwir Salam & Amri Darwis


4 Metopel Pendidikan Agama Islam

peneliti
supaya terbangun sumber data supaya
dengan yang
obyektivitas memperoleh makna
diteliti
Hubungan Sebab —akibat
Timbal balik/interaktif/
variabel (kausal)
Cenderung Transferability (hanya
Kemungkinan
membuat mungkin dalam ikatan
generalisasi
generalisasi konteks dan waktu)
Terikat nilai-nilai yang
Cenderung bebas
Peranan nilai dibawa peneliti dan
nilai
sumber data

D. Pilih Kuantitatif, Kualitatif, atau Keduanya


Berikut dikemukakan kapan sebaiknya kedua
pendekatan tersebut digunakan.
1. Pemilihan Pendekatan Kuantitatif
Metode kuantitatif digunakan jika:
a. Masalah yang merupakan pertanyaan
penelitian sudah jelas. Masalah adalah merupakan
penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang
terjadi, antara teori dengan praktek, antara rencana
dengan pelaksanaan. Dalam menyusun proposal
penelitian, masalah ini harus ditunjukkan dengan
data, baik data hasil penelitian sendiri maupun
dokumentasi;
b. Peneliti bertujuan untuk memperoleh fakta
yang luas dari suatu populasi, mendapatkan
informasi yang luas tetapi tidak mendalam;
c. Untuk mencari pengaruh variabel tertentu
terhadap variabel lain.
d. Menguji hipotesis penelitian, baik hipotesis
deskriptif, komparatif maupun asosiatif;

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 5

2. Pemilihan Pendekatan Kualitatif


Pendekatan kualitatif digunakan jika:
a. Masalah penelitian belum jelas. Peneliti
kualitatif langsung masuk ke lapangan melakukan
penjelajahan ke obyek yang diteliti, sehingga
masalah akan dapat ditemukan dengan jelas.
Peneliti akan melakukan eksplorasi terhadap suatu
obyek tertentu;
b. Ingin memahami makna dibalik data yang
tampak. Gejala sosial sering tidak bisa difahami
berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan
orang. Setiap ucapan dan tindakan orang sering
mempunyai makna tertentu;
c. Ingin memahami interaksi sosial. Dengan cara
ikut berperan serta, wawancara mendalam terhadap
interaksi sosial tersebut. Dengan demikian akan
dapat ditemukan pola-pola hubungan yang jelas;
d. Ingin memahami perasaan orang. Perasaan
orang sulit dimengerti kalau tidak diteliti dengan
metode kualitatif;
e. Ingin mengembangkan teori melalui data
yang diperoleh di lapangan. Teori yang demikian
dibangun melalui grounded research;

3. Metode Kombinasi
Secara umum metode penelitian kombinasi
digunakan apabila peneliti ingin memperoleh data dan
informasi yang lengkap, valid, reliabel dan obyektif.
Dengan menggunakan metode kombinasi, maka
kelemahan-kelemahan yang ada dalam metode
kuantitatif maupun kualitatif dapat dieliminir.
Selanjutnya secara spesifik metode kombinasi
digunakan jika:
a. Peneliti ingin melengkapi hasil penelitian
kuantitatif yang diperkaya dengan data-data yang

Azwir Salam & Amri Darwis


6 Metopel Pendidikan Agama Islam

bersifat kualitatif yang tidak bisa digali dengan


metode kuantitatif;
b. Peneliti ingin hasil penelitian kualitatif dapat
diberlakukan pada populasi yang lebih luas atau
menguji hipotesis hasil penelitian kualitatif;
c. Peneliti ingin mendapatkan data yang lebih
komprehensif yang dapat dicari dengan metode
kuantitatif dan kualitatif dalam waktu yang sama;
d. Peneliti ingin melakukan penelitian yang
bersifat proses dengan metode kualitatif, dan
meneliti produk dengan metode kuantitaif;
e. Peneliti ingin melakukan penelitian tindakan
(action research), untuk menemukan tindakan yang
teruji secara efektif. Pada tahap menemukan
masalah atau “penyakit” dan hipotesis tindakan
digunakan metode kualitatif. Pada saat melakukan
pengujian digunakan metode kuantitatif dan
kualitatif secara bersama-sama. Dalam hal ini
digunakan model sequential exploratory;
f. Peneliti ingin melakukan penelitian untuk
menghasilkan produk yang teruji dengan metode R &
D (Research and Development). Pada tahap analisis
kebutuhan dan membuat rancangan bisa
menggunakan metode kualitatif dan pada saat
menguji rancangan produk dengan metode
kuantitatif/ eksperimen pada sampel yang semakin
luas.

E. Ruang Lingkup Penelitian Pendidikan Agama Islam


Masalah klasik yang dikeluhkan sebagian
mahasiswa atau guru pendidikan agama Islam adalah
sulitnya mencari tema, judul, atau ruang lingkup
penelitian. Selama ini terfokus pada metode
pembelajaran. Sementara filosofi, psikologi, sosiologi,
karakteristik atau budaya pendidikan, media, evaluasi,

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 7

teknik evaluasi, tindak lanjut evaluasi jarang sekali


diteliti. Sebagian mahasiswa kurang menguasai konsep
atau teori tentang topik penelitian serta kuliah
matakuliah-matakuliah tersebut hanya sekadar untuk
lulus ujian semester belaka.
Sekiranya mahasiswa ingin benar-benar teliti
(penelitian), menguasai konsep atau teorinya, dia tidak
akan kesulitan memilih topik yang akan dikaji. Salah satu
cara adalah mengkaji ulang topik-topik kajian dalam
buku-buku pembelajaran. Seperti strategi pembelajaran,
metodologi pembelajaran agama Islam, active learning,
psikologi pembelajaran, ilmu pendidikan Islam, dan
buku-buku pembelajaran lainnya. Sebagai contoh buka
daftar isi strategi pembelajaran yang ditulis Made Wina
terdapat puluhan topik yang akan dikaitkan dengan
kenyataan yang terjadi di lapangan. Topik-topik kajian
buku tersebut antara lain:
Bab I Standar Proses Pendidikan:
1. Perlunya Standar Proses Pendidikan;
2. Pengertian Standar Proses Pendidikan;
3. Fungsi Standar Proses Pendidikan;
4. Keterkaitan Standar Proses Pendidikan dengan
Standar Lainnya;
Bab II Guru dalam Pencapaian Standar Proses Pendidikan:
5. Peningkatan Kemampuan Profesional;
6. Mengoptimalkan Peran Guru dalam Proses
Pembelajaran;
7. Keterampilan Dasar Mengajar bagi Guru.
Bab III Sistem Pembelajaran dalam Standar Proses
Pendidikan:
8. Pengertian dan Kegunaan Sistem;
9. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Sistem
Pembelajaran;
10. Komponen-komponen Sistem Pembelajaran;
Bab IV Tujuan dan Standar Kompetensi:

Azwir Salam & Amri Darwis


8 Metopel Pendidikan Agama Islam

11. Pentingnya Perumusan Tujuan;


12. Tingkatan Tujuan;
13. Tujuan dan Kompetensi;
14. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan;
15. Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran;
16. Merumuskan Tujuan Pembelajaran;
Bab V Mengajar dan Belajar dalam Standar Proses
Pendidikan
17. Konsep Dasar Mengajar;
18. Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar;
19. Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan;
20. Teori-teori Belajar;
Bab VI Strategi Pembelajaran Berorientasi . Aktivitas Siswa:
21. Pengertian Strategi, Metode, dan Pendekatan
Pembelajaran;
22. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran;
23. Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran;
24. Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran
dalam Konteks Standar Proses Pendidikan;
25. Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS).
Bab VII Metode dan Media Pembelajaran dalam Standar
Proses Pendidikan:
26. Penggunaan Metode Pembelajaran;
27. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar;
Bab VIII Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE):
28. Konsep dan Strategi Pembelajaran Ekspositori;
29. Prosedur Pelaksanaan Straregi Ekspositori;
30. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Ekspositori;
Bab IX Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI):
31. Konsep Dasar SPI;
32. Prinsip-prinsip Penggunaan SPI;
33. Langkah Pelaksanaan SPI;
34. Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial;
35. Kesulitan-kesulitan Impelementasi SPI;
36. Keunggulan dan Kelemahan SPI;

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 9

Bab X Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM):


37. Konsep Dasar dan Karakteristik SPBM;
38. Hakikat Masalah dalam SPBM;
39. Tahapan-tahapan SPBM;
40. Keunggulan dan Kelemahan SPBM.
Bab XI Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan
Berpikir (SPPKB):
41. Hakikat dan Pengertian Strategi Pembelajaran
-Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPICB);
42. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis SPPKB;
43. Hakikat Kemampuan Berpikir dalam SPPKB;
44. Karakteristik SPPKB;
45. Perbedaan SPPKB dengan Pembelajaran
Konvensional;
46. Tahapan-tahapan Pembelajaran SPPKB;
Bab XII Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK):
47. Konsep Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK);
48. Karakteristik dan Prinsip-prinsip SPK;
49. Prosedur Pembelajaran Kooperatif;
50. Keunggulan dan Kelemahan SPK;
Bab XIII Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL):
51. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual;
52. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL;
53. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional;
54. Peran Guru dan Siswa dalam CTL;
55. Asas-asas CTL;
56. Pola dan Tahapan Penibelajaran CTL;
Bab XIV Stratcgi PembelajaranMektif:
57. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap;
58. Proses Pembentukan Sikap;
59. Model Strategi Pembelajaran Sikap;
60. Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif;5

5
Made Wina,

Azwir Salam & Amri Darwis


10 Metopel Pendidikan Agama Islam

F. Sebelum memilih Judul Didahului dengan


Penetapan Masalah
Semestinya, tentukan masalah dan karakteristik
data penelitian sebelum menetapkan judul penelitian.
Terutama penelitian kuantitatif, umumnya masalah
sudah jelas. Namun, kebiasaan bagi peneliti pemula
seperti penelitian skripsi, cenderung memilih topik atau
judul lebih dahulu karena kurangnya pemahaman tentang
mengidentifikasi masalah. Kebiasaan ini jelas
bertentangan dengan prinsip ilmiah. Sarjana adalah
intelektual yang ”mampu menyelesaikan masalah
kehidupan secara ilmiah”. Aksioma inilah yang
mengharuskan sebuah penelitian skripsi dimulai dengan
masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari,
terlebih masalah, tantangan, dan pengembangan
Pendidikan Agama Islam.

G. Data dan Variabel Penelitian


Sebelum memilih pendekatan kuantitatif atau
kualitatif, hendaklah dilihat karakteristik data yang
diteliti. Secara singkat, macam-macam data dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 1.4. Macam-macam Data6
Pendekatan Jenis Keterangan
Kualitatif Data Kualitatif Permasalahan belum
Empiris jelas (masih umum)
Data Kualitatif
Bermakna
Kuantitatif Data Diskrit
Data Kontinum Ordinal
Interval
Rasio

6
Sugiono 2012, 6

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 11

Berdasarkan tabel 1.4 tersebut terlihat bahwa


terdapat dua macam data dalam penelitian yaitu, data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data
yang berbentuk kata, kalimat, gerak tubuh, ekspresi wajah,
bagan, gambar dan foto. Data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka atau data kualitatif yang
diangkakan/scoring. Data kualitatif dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu data kualitatif empiris dan data
kualitatif bermakna. Data kualitatif empiris adalah data
sebagaimana adanya (tidak diberi makna). Peneliti melihat
seseorang pegawai memakai baju merah, atau baju hitam
lalu dilaporkan sebagaimana adanya. Data kualitatif
bermakna adalah data dibalik fakta yang tampak.
Seseorang memakai baju hitam dapat diberi makna
bermacam-macam, misalnya sedang pulang dari takziah,
merupakan seragam anggota kelompok tertentu, atau
karena kesenangannya memakai baju hitam. Penelitian
kualitatif akan lebih banyak berkaitan dengan data
kualitatif yang bermakna, oleh karena itu peneliti kualitatif
harus mampu memberi makna terhadap fakta-fakta yang
diperoleh di lapangan.
Selanjutnya data kuantitatif dibedakan menjadi
dua, yaitu data diskrit dan data kontinum. Data diskrit
sering juga disebut data nominal, adalah merupakan data
kuantitatif yang satu sama lain terpisah, tidak dalam satu
garis kontinum. Data ini diperoleh dan hasil
menghitung/membilang. Contoh dalam satu ruang kelas ada
30 murid, 16 wanita dan 14 pria. Angka 30, 16 dan 16
adalah data diskrit.
Data kontinum adalah data kuantitatif yang satu
sama lain berkesinambungan dalam satu garis. Data
kontinum diperoleh dari hasil mengukur, seperti mengukur
derajat kesehatan, berat badan, kemampuan, motivasi, IQ
dan lain-lain. Data kontinum dapat dibedakan menjadi tiga,

Azwir Salam & Amri Darwis


12 Metopel Pendidikan Agama Islam

yaitu data ordinal, interval dan ratio. Bentuk data dapat


dilihat pada tabel 1.5 berikut ini.

Tabel 1.5.Jenis Data Berdasarkan Karakteristik

Karakteristik Jenis data


Data Nominal Ordinal Interval Rasio
Atribut/-
√ √ √ √
Identitas
Ada Jarak - √ √ √
Jaraknya Sama - - √ √
Punya nol
- - - √
Mutlak
Peringkat Hasil Suhu
Nomor
Kelas, Belajar, Badan,
Rumah,
Tingkat Skor Tinggi
CONTOH Jenis
Eselon, Motivasi, Badan
Kelamin,
Peringkat Skor Jarak antar
Jenis Darah
Lomba aktifitas Kota

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 13

BAB II
MEMULAI PROSES PENELITIAN

A. Judul Penelitian
1. Pengertian Judul Penelitian
Semestinya sebelum penetapan judul, didahului
dengan perumusan masalah. Setelah masalah penelitian
dapat ditetapkan atau dipilih, maka langkah selanjutnya
yang harus dilakukan adalah merumuskan atau membuat
judul penelitian. Judul penelitian merupakan identitas
atau cermin jiwa dari sebuah penelitian. Judul
penelitian pada wujudnya merupakan kalimat, dan
hanya satu kalimat pernyataan (bukan kalimat
pertanyaan), yang terdiri dari kata-kata yang kongkrit
(bukan umum), jelas (tidak kabur), singkat (tidak
bertele-tele), deskriptif (berkaitan atau runut), tidak
terlalu puitis.
Judul adalah pernyataan singkat tentang
masalah/variabel, subyek/obyek, tempat dan atau
waktu penelitian sesuai dengan jenis penelitian
(deskriptif atau korelasional. Judul sebaiknya memiliki
kata maksimal 20 kata. Judul semestinya:
a. Tidak boleh memiliki kata bermakna ganda atau
jamak;
b. Aktual dan menarik;
c. Ada konsep teoretiknya;
d. Bisa/mampu diteliti, diukur, dijawab persoalannya.
e. Jelas variabelnya.
Di antara judul-judul yang salah diajukan
mahasiswa seperti:
”Upaya Guru PAI Mengembangkan Bacaan Khusus
Mengantisipasi Kesurupan Massal di SMPN 1 X kecamatan
Q”.
Pada judul tersebut ada kata ”upaya” tidak ada
konsep teorinya dalam buku-buku pembelajaran. Kata

Azwir Salam & Amri Darwis


14 Metopel Pendidikan Agama Islam

yang sudah ada konsep teorinya sebagai pengganti


”upaya” antara lain ”strategi, metode, pendekatan,
model, dan teknik”. Selanjutnya ada kata ”bacaan
khusus” bermakna umum, multi makna, masih kabur,
apakah bacaan khusus yang dimaksud itu ruqyah,
mantra, sihir, dzikir, ayat, dan sebagainya. Kemudian
kata ”kesurupan” juga belum ada konsep teori
kesurupan dalam buku paedagogik maupu psikologi
pembelajaran. Kalaulah ”kesurupan” itu diartikan
kemasukan setan, maka berapa ekor jumlah setan yang
masuk ke dalam tubuh siswa tersebut tidak bisa diukur.
Ada lagi judul mahasiswa yang masuk pada tahun 2010
berbunyi; ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan
terhadap Hasil Belajar Siswa SMPN 5 Kota X”. Mahasiswa
tersebut berupaya dengan segala cara agar judulnya itu
diterima oleh fakultas. Gagal mempengaruhi dosen
pembimbing, pimpinan universitas, lalu dikirim ke surat
pembaca koran di kota tersebut. Meskipun ketua
jurusan diminta melakukan delik pers agar judulnya
diterima, melakukan teror lewat sms dan facebook,
namun upaya mahasiswa itu kandas ketika ditanya; ”apa
yang dikatakan variabel?”. ”Apakah benda seperti
”sarana” itu variabel?”. Setelah diberi waktu sepekan,
mahasiswa itu mengaku bahwa variabel itu gejala
bervariasi, benda bukan variabel, yang dimaksud
variabel adalah atribut atau variasinya.
Tahun 2010 keponakan seorang pejabat tinggi di
sebuah universitas memasukkan judul ”Pengaruh Guru
Vripat terhadap Hasil Belajar PAI di SMPN 3 Desa P Kec.
T”. Kata ”Vripat” tidak ada dalam istilah ilmiah, yang
ada cuma kata ”privat”. Guru privat PAI tidak ada di
desa tersebut, yang ada cuma guru privat matematika,
komputer, dan bahasa Inggris. Meskipun demikian ”guru
privat” bukanlah variabel.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 15

Tahun 2009, ada judul diajukan mahasiswa


berbunyi; ”Pengaruh Metode Imlak dalam Meningkatkan
Hasil Belajar SKI di Pesantren X”. Metode Imlak
bukanlah variabel, akan tetapi ”Penggunaan Metode
Imlak” dapat dikatakan variabel. Sementara kata
”meningkatkan” dipakai untuk Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Metode imlak atau dikte lazim dilakukan
zaman dahulu ketika buku sulit dimiliki anak. Sekarang
berbagai macam bacaan baik tertulis, digital,
elektronik, bahkan di internet sudah banyak. Sehingga
metode dikte Catat Buku Sampai Habis (CBSH) tidak
aktual dan tidak realistis lagi zaman modern. Kalaupun
ada memakai metode imlak cuma pada pelajaran
bahasa atau Arab Melayu, jarang pada pelajaran sejarah
seperti SKI.
Dengan membaca judul, maka orang langsung
dapat menduga apa materi atau masalahnya serta
kaitan aspek lainnya. Selain itu, dapat pula diketahui
mengenai obyek, metode, tujuan dan kegunaan
penelitian. Dengan demikian, judul penelitian ini pada
hakekatnya merupakan gambaran dan konsep umum
suatu penelitian.
Fungsi utama dari judul penelitian bagi penulis
atau peneliti adalah sebagai kompas dalam melakukan
penelitian atau menyusun tulisannya. Sedangkan bagi
pembaca, fungsi utama judul penelitian ini adalah
menunjukkan hakekat dari pada obyek penelitian,
wilayahnya serta metode yang dipergunakan dalam
melakukan penelitian atau menyusun tulisan.
Dasar utama seorang peneliti dalam merumuskan
judul penelitian adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui status sesuatu.
Apabila peneliti bermaksud mengetahui keadaan
sesuatu mengenai sesuatu dan bagaimana, berapa
banyak, sejauh mana, dan sebagainya, maka

Azwir Salam & Amri Darwis


16 Metopel Pendidikan Agama Islam

penelitiannya bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan


atau menerangkan peristiwa.
b. Membandingkan status dua fenomena atau
lebih.
Dalam melakukan perbandingan, peneliti selalu
memandang dua fenomena atau lebih, ditinjau dari
perbedaan atau persamaan yang ada. Namun, yang
sering terjadi, peneliti membandingkan dua
fenomena terhadap suatu standar. Penelitian ini
bersifat komparatif, artinya membandingkan dua atau
lebih fenomena. Contoh judul penelitian komparatif:
“penelitian komparasi antara ...dengan ...“.
c. Mengetahui hubungan atau pengaruh antara
dua fenomena atau lebih.
Penelitian hubungan atau pengaruh, lebih
dikenal dengan istilah penelitian korelasi. Penelitian
korelasi memiliki dua jenis, yaitu sebagai berikut.
1) Korelasi sejajar, menyangkut penelitian tentang
dua hal atau lebih yang tidak mempunyai
hubungan sebab akibat, tetapi dapat dicari alasan
mengapa diperkirakan ada hubungannya. Contoh
judul penelitian : “Korelasi antara ...dengan ....“.
2) Korelasi pengaruh atau sebab akibat,
menyangkut penelitian tentang dua hal atau lebih
yang saling memiliki pengaruh. Antara keadaan
yang satu dengan lainnya terdapat hubungan
sebab akibat. Keadaan pertama diperkirakan
menjadi penyebab keadaan yang kedua. Keadaan
pertama berpengaruh pada keadaan kedua.
Contoh Judul penelitian : “pengaruh ...
terhadap ...“.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 17

B. Latar Belakang Masalah


Memulai sebuah proposal atau laporan penelitian
harus didahului dengan latar belakang masalah. Latar
belakang masalah merupakan fondasi dari seluruh proses
penelitian, urgensi, substansi masalah, dan semua konsep
dasar dijelaskan di sini.
Latar belakang masalah berisi uraian tentang:
1. Dasar-dasar pemikiran tentang urgensi masalah yang
diteliti baik secara teoritis maupun empiris. Secara
teoritis hal ini diuraikan dengan bertitik tolak dari
suatu teori yang relevan dengan permasalahan,
kemudian dilakukan kajian terhadap berbagai
penelitian yang pernah dilakukan tentang itu dan
beberapa sumber bacaan yang terkait. Selanjutnya
teori itu dilihat realisasinya dalam kenyataan empiris
di lapangan;
2. Konsep umum tentang variabel Y atau variabel
utama yang akan diteliti. Memang ada dua pendapat
ahli tentang latar belakang masalah ini. Kelompok ahli
pertama melarang adanya teori atau kutipan konsep
pada latar belakang masalah ini, kecuali fenomena,
data, peristiwa, fakta atau informasi umum tentang
variabel yang akan diteliti. Kelompok ahli kedua
mengatakan harus ada konsep teori umum tentang
variabel yang akan diteliti. Khusus penelitian
Pendidikan Agama Islam (PAI) menggabungkan
keduanya.
3. Ungkapan tentang kesenjangan-kesenjangan yang
terjadi antara teori dan praktik, serta uraian mengenai
usaha-usaha yang pernah dilakukan untuk
mengatasinya yang dirumuskan dengan gejela-gejala
yang muncul. Gunakan bahasa yang santun dan ilmiah
dalam menulis gejala-gejala tersebut agar tidak
menyulitkan peneliti dalam mengkomunikasikannya
baik kepada responden maupun pembaca. Selama ini,

Azwir Salam & Amri Darwis


18 Metopel Pendidikan Agama Islam

ada kalimat peneliti yang bombastis pada gejala yang


dituliskan. Contoh, “Guru X tidak mampu menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)”. Kasus ini
menyulitkan peneliti karena guru X tersebut merasa
tersinggung, tidak bersedia memberikan data, dan
terpaksa mengajukan proposal ulang pindah ke sekolah
lain. Semestinya kata “tidak” dalam gejala diganti
dengan kata “masih belum… sempurna”. Maka kalimat
gejala di atas menjadi; “Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) guru x masih belum tersusun
sempurna”;
4. Uraian tentang urgensi penelitian yang dilakukan. Di
sini diuraikan, argumentasi pentingnya penelitian itu
dilakukan dalam hubungan dengan ilmu, pemecahan
masalah, kebijakan, atau berkaitan dengan
peningkatan kualitas. Argumentasi tersebut dapat
dilihat dari fakta empiris maupun deduksi teori. Ada
baiknya kalau diutarakan kerugian-kerugian apa yang
bakal diderita apabila masalah tersebut dibiarkan
tidak diteliti dan keuntungan-keuntungan apa yang
kiranya bakal diperoleh apabila masalah tersebut
diteliti;
5. Di akhir latar belakang masalah dikemukakan topik
atau judul yang akan diteliti berdasarkan argumen
poin 1, 2, 3, dan 4 di atas;
6. Untuk mampu merumuskan latar belakang masalah
secara runut, jelas dan tajam maka peneliti dituntut
mampu membaca dan memaknakan gejala-gejala yang
muncul dalam bidang keilmuannya. Untuk itu,
pengetahuan peneliti yang luas dan terpadu mengenai
teori-teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang
terkait merupakan hal yang sangat prinsip. Ini
merupakan alasan lain mengapa penelaahan terhadap
jurnal-jurnal hasil penelitian terdahulu yang terkait
harus dilakukan sejak awal.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 19

C. Penegasan Istilah
Penegasan istilah sering menjebak mahasiswa salah
paham, sehingga disamakan dengan mengartikan kata
dengan menggunakan kamus. Penegesan istilah adalah
mengemukakan ketegasan peneliti mengenai istilah-
istilah yang terdapat dalam judul. Oleh karena tidak
semua kata yang terdapat dalam judul perlu dijelaskan
pengertiannya. Penegasan istilah tidak diambil dari
kamus. Akan tetapi diambil dari buku-buku yang memuat
konsep teori variabel yang ada pada judul. Ketika
menjelaskan makna suatu istilah, bisa saja terdapat
beberapa pengertian tergantung dari sudut mana ia
dilihat. Dalam hal ini perlu ditegaskan konsep atau
pengertian mana yang peneliti gunakan, terutama
terdapat istilah yang mempunyai makna ganda.

D. Permasalahan
1. Pengertian Masalah Penelitian
Masalah adalah penyimpangan antara yang
diharapkan dengan kejadian atau kenyataan dan dapat
diselesaikan. Masalah timbul karena adanya tantangan,
adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap
suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti
(ambiguity), adanya halangan atau rintangan, adanya
celah (gap) baik antar kegiatan atau antar fenomena,
baik yang telah ada ataupun yang akan ada.
Masalah penelitian adalah masalah yang akan
menjadi obyek penelitian. Masalah penelitian akan
dipelajari, dikaji dipecahkan atau diselesaikan, lalu
dibuat kesimpulannya sesuai dengan konteks
permasalahan oleh peneliti melalui penelitian. Di
dalam permasalahan ini, diungkapkan keresahan,
kesulitan, dilema, persoalan yang harus diatasi. Ada
sesuatu yang tidak beres, ada penjelasan yang kurang

Azwir Salam & Amri Darwis


20 Metopel Pendidikan Agama Islam

meyakinkan, ada keraguan tentang ide-ide atau teori-


teori lama, ada sesuatu yang harus segera dilakukan

2. Ciri-ciri Masalah Penelitian


Pemilihan masalah penelitian ini merupakan
tahap awal dan sebuah penelitian. Dalam memilih
masalah penelitian ini, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu sebagai berikut;
a. Masalah yang dipilih hendaknya dapat diteliti,
artinya penelitiannya dapat dilaksanakan;
b. Tersedia faktor pendukung dari masalah yang
diteliti, dalam hal ini ada data dan izin dari institusi
terkait;
c. Masalah yang diteliti harus mempunyai atau
memberikan manfaat;
d. Masalah tersebut dapat dicari jawaban;
e. Nilai yang disertakan dalam masalah yang diamati
dapat diukur;
f. Harus mengungkapkan suatu hubungan antara dua
variabel atau lebih;
g. Harus dinyatakan secara jelas dan tidak ambigu
dalam bentuk pertanyaan;
h. Masalah dan pernyataan harus dirumuskan dengan
cara tertentu yang menyiratkan adanya kemungkinan
pengujian empiris;
i. Masalah yang dipilih harus mempunyai nilai
penelitian.
j. Masalah harus mempunyai keaslian, dalam hal ini
menyangkut hal-hal yang up to date dan baru,
mempunyai nilai ilmiah atau aplikasi ilmiah, tidak
berisi hal-hal yang sepele;
k. Masalah harus menyatakan suatu hubungan;
l. Masalah harus merupakan hal yang penting, dalam
hal ini harus mempunyai arti dan nilai, baik dalam

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 21

bidang ilmunya sendiri maupun dalam bidang aplikasi


untuk penelitian terapan;
m. Masalah harus dapat diuji dengan perlakuan-
perlakuan serta data dan fasilitas yang ada.
Sekurang-kurangnya, memberikan implikasi untuk
kemungkinan pengujian secara empiris;
n. Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan yang jelas dan tidak membingungkan;
o. Masalah yang dipilih harus mempunyai fisibilitas:
1) Data dan metode untuk memecahkan masalah
harus tersedia.
2) Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif
harus dalam batas-batas kemauan.
3) Waktu untuk memecahkan masalah harus wajar.
4) Biaya dan hasil, minimal harus seimbang.
5) Administrasi dan sponsor harus kuat.
6) Tidak bertentangan dengan hukum dan adat.
p. Masalah yang dipilih harus sesuai dengan kualifikasi
peneliti;
1) Menarik bagi peneliti, dalam hal ini menarik
keingintahuan peneliti dan memberi harapan
untuk menemukan jawaban ataupun menemukan
masalah lain yang lebih penting dan lebih
menarik;
2) Masalah yang dipilih hendaknya sesuai dengan
minat dan keahlian peneliti;
3) Cocok dengan kualifikasi peneliti, dalam hal ini
masalah yang harus dipecahkan sesuai dengan
derajat keilmiahan yang dipunyai peneliti, atau
minimal cocok dengan bidang kemampuannya.

3. Sumber Masalah Penelitian


Masalah penelitian dapat muncul dari:

Azwir Salam & Amri Darwis


22 Metopel Pendidikan Agama Islam

a. Kehidupan sehari-hari, karena menjumpai hal-hal


tertentu atau didorong rasa ingin tahu atau untuk
meningkatkan hasil kinerja;
b. Buku-buku/majalah-majalah/koran-koran;
c. Hasil pemberian orang lain atau pihak lain;
d. Dari diri sendiri, didorong oleh kebutuhan
memperoleh jawaban;
e. Pengamatan terhadap kegiatan manusia;
f. Pengamatan terhadap alam sekitar;
g. Bacaan;
h. Ulangan serta perluasan penelitian;
i. Cabang studi yang sedang dikembangkan;
j. Pengalaman dan catatan pribadi;
k. Praktik serta kepentingan masyarakat;
l. Bidang sosialisasi
m. Pelajaran atau mata pelajaran yang sedang diikuti;
n. Analisis bidang pengetahuan;
o. Diskusi-diskusi ilmiah;
p. Perasaan intuisi.

Substansi masalah penelitian digambarkan pada


latar belakang masalah bab pendahuluan. Pada akhir bab
ini peneliti mengemukakan bagaimana mengidentifikasi
masalah, pembatasan masalah, dan merumuskan
masalah.
1. Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi berarti mencari, mempertanya-kan,
mengenal, menemukan atau menampilkan hal yang
spesifik yang diangkat dari materi yang masih bersifat
umum. Oleh karena mencari dan mempertanyakan
sesuatu persoalan, maka identifikasi masalah
sebaiknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.
Identifikasi masalah diperlukan agar peneliti benar-
benar menemukan masalah ilmiah. Dengan
melakukan identifikasi masalah peneliti dapat

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 23

merinci secara cermat masalah yang dikaji dan


sekaligus dapat dijadikan sebagai dasar pembatasan
masalah. Pada bagian ini dikemukakan masalah-
masalah atau persoalan-persoalan yang mungkin
muncul sehubungan dengan judul penelitian yang
diajukan. Identifikasi masalah ditulis runut dari
masalah utama atau pokok, masalah sekunder, dan
berbagai cabang masalah yang terkait berdasarkan
konsep teori. Susunlah semua persoalan atau
pertanyaan terkait judul sebanyak mungkin.

2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah jangan diartikan karena
keterbatasan ilmu yang dimiliki mahasiswa
menyebabkan masalah-masalah yang telah
diidentifikasi tidak dapat diteliti semuanya, sehingga
hanya dibatasi sebagian saja. Pembatasan masalah
mempunyai kaitan erat dengan identifikasi masalah.
Skripsi penelitian kuantitatif dan PTK biasanya
masalahnya bisa diidentifikasi dengan jelas dan
mudah apa masalah utama fokus penelitian. Maka
skripsi penelitian kuantitatif dan PTK cukup dibatasi
satu masalah utama saja. Pada skripsi penelitian
kualitatif memang agak sulit mengidentifikasi
masalah, namun tetap dibatasi pada masalah paling
utama dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Bentuk pembatasan masalah berbentuk kalimat
pernyataan bukan kalimat pertanyaan.
3. Rumusan Masalah
Masalah yang sudah diidentifikasi dan dibatasi,
selanjutnya dibuatkan rumusan masalahnya. Rumusan
masalah sering disebut dengan pernyataan masalah
(statement of problems). Rumusan masalah adalah
pernyataan singkat suatu masalah yang akan diteliti.

Azwir Salam & Amri Darwis


24 Metopel Pendidikan Agama Islam

Cara membuat rumusan masalah adalah sebagai


berikut;
a. Rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan;
(1) Penelitian deskriptif menggunakan
pertanyaan;
“Bagaimanakah…………………………………….?”
(2) Penelitian korelasional menggunakan
pertanyaan;
“Apakah ada hubungan X dengan Y?”
“Apakah ada pengaruh X terhadap Y?”
(3) Penelitian komparasi menggunakan
pertanyaan;
“Apakah ada perbedaan X dengan Y?”
(4) Penelitian Tindakan Kelas menggunakan
pertanyaan;
”Apakah penerapan metode X dapat
meningkatkan hasil belajar Fiqih materi
berwudhuk siswa kelas III SD Y?” (Uji
Hipotesis).
”Bagaimanakah tingkat hasil belajar fiqih
materi berwudhuk melalui penerapan metode
X siswa kelas III SD Y?” (hanya persentase/-
deskriptif).
b. Rumusan masalah hendaknya jelas dan padat;
c. Rumusan masalah harus berisi implikasi adanya
data untuk memecahkan masalah;
d. Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam
membuat hipotesis;
e. Rumusan masalah harus mengarahkan kepada
jawaban atau kesimpulan penelitian.
Rumusan masalah sebaiknya tidak dibuat dari
masalah yang berkaitan tentang pembenaran suatu
etika atau moral, sebab pertanyaan-pertanyaan
tentang nilai dan value judgement tidak bisa dijawab

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 25

secara ilmiah. Hindarkan rumusan masalah yang


masalahnya bersangkutan dengan isu SARA khusus
bagi peneliti pemula.

Tujuan dan rumusan masalah adalah sebagai berikut:


a. Mencari sesuatu dalam rangka pemuasan
akademis seseorang;
b. Memuaskan perhatian serta keingintahuan
seseorang akan hal-hal baru.
Rumusan masalah mencerminkan adanya
permasalahan yang perlu dipecahkan atau yang perlu
untuk dijawab. Rumusan masalah merupakan inti
penelitian, sehingga dapat dipakai sebagai
pertimbangan dalam menyusun judul dan hipotesis.
Rumusan masalah juga harus selaras dengan
pembatasan masalah di atas.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Pada bagian ini, disebutkan secara spesifik tujuan
yang ingin dicapai. Tujuan penelitian dirumuskan selaras
dengan dan berorientasi kepada acuan-acuan pertanyaan di
dalam masing-masing rumusan masalah. Dengan kata lain,
ia menjawab pertanyaan penelitian. Kalau rumusan
masalahnya cuma satu, maka tujuan penelitiannya hanya
satu saja. Bila rumusan masalahnya dua (kualitatif), maka
tujuan penelitiannya juga dua. Adapun bentuknya
dirumuskan berupa kalimat pernyataan.
Kegunaan penelitian mencerminkan nilai manfaat
praktis dan sumbangan ilmiah penelitian. Artinya, manfaat
apa yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut untuk
penelitian, lembaga/instansi serta pihak-pihak yang terkait
dengan objek penelitian. Sementara itu, sumbangan ilmiah
biasanya terletak pada harapan dapat dibangunnya
landasan teoritis bagi persoalan yang diteliti.

Azwir Salam & Amri Darwis


26 Metopel Pendidikan Agama Islam

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 27

BAB III
STUDI KEPUSTAKAAN ATAU KAJIAN TEORI

Dalam bab II, ada sebagian mahasiswa menggunakan


istilah "Kajian Pustaka" (Studi Kepustakaan) dan ada pula
menggunakan istilah "Kajian Teoretik" (Kajian Teori). Kajian
teoretik penelitian PAI memiliki karakteristik tersendiri dan
berbeda dengan metodologi penelitian sekuler. Maka,
dalam kajian teoretik peneliti menjelaskan (a) Prinsip-
prinsip Pendidikan Islam (konsep, aksioma, dasar-dasar
pendidikan dalam al-Quran, Hadits, dan pendapat Tokoh
Pendidikan Islam). (b) Konsep umum teoritis yang berkaitan
dengan masalah atau variabel yang diteliti. (c) Temuan atau
hasil penelitian yang relevan dan pernah dilakukan peneliti
lainnya sebelumnya dalam bidang masalah atau variabel
yang sama, baik yang sejalan maupun yang berbeda dengan
teori yang sedang atau akan dikemukakan. Berdasarkan
teori dan hasil temuan tersebut, peneliti dapat
mengembangkan; (d) Konsep operasional yang benar, tepat
dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti.
Selanjutnya apabila peneliti mengajukan (e) Hipotesis
penelitian, maka hipotesa tersebut didasarkan pada teori-
teori dan hasil temuan tadi yang dirumuskan dalam suatu
pernyataan yang jelas. Hipotesis tersebut harus dapat diuji
secara statistik. Berikut diuraikan lebih jelas.

A. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam


Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang
diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian
pendidikan Islam yang tujuan utamanya adalah
mengembangkan aspek teoretis maupun aspek manfaat
praktis yang bersumber dari al-Quran (Tafsir Tarbawi),
Sunnah (Hadits Tarbawi), serta konsep-konsep teoretik hasil
ijtihad para pendidik Muslim. Hal tersebut juga wajib
sifatnya karena didasarkan pada realita bahwa penelitian

Azwir Salam & Amri Darwis


28 Metopel Pendidikan Agama Islam

kuantitatif menggunakan pendekatan ilmiah yang di


dalamnya mengandung unsur kombinasi antara dasar
berpikir deduktif dan induktif, serta integrasi antara
kebenaran ilmiah dengan kebenaran wahyu.
Cara berpikir deduktif ialah suatu bentuk
pendekatan pemikiran yang mengutamakan langkah awal
dan pengetahuan umum yang telah diverifikasikan yang
kemudian akan memperoleh bentuk kesimpulan yang
sifatnya lebih spesifik. Sedangkan, cara berpikir induktif
merupakan pola pendekatan yang berasal dari hal yang
sifatnya spesifik dan realitas sebagai Iangkah awal,
kemudian menuju pola cakupan yang lebih umum atau luas
untuk kemudian mencapai bentuk kesimpulan.
Kemunduran peradaban Islam berawal dari prinsip
meninggalkan kebenaran wahyu dan berkembangnya ilmu-
ilmu sekuler. Model pengembangan ilmu dengan
mendikotomi ilmu agama dengan ilmu sekuler bahkan
meninggalkan kebenaran wahyu telah merusak peradaban
dunia, merusak hak azazi manusia, perang, serta bencana
kehidupan lainnya.

B. Kajian Teoretik
Kajian teoretik atau studi kepustakaan dilakukan
oleh setiap peneliti dengan tujuan yang utama yaitu
mencari dasar pijakan atau fondasi untuk memperoleh dan
membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan
menentukan dugaan sementara atau sering pula disebut
sebagai hipotesis penelitian. Para peneliti dapat mengerti,
melokasikan, mengorganisasikan, dan kemudian
menggunakan variasi pustaka dalam bidangnya. Dengan
melakukan studi kepustakaan, para peneliti mempunyai
pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap
masalah yang hendak diteliti. Karena memang studi
kepustakaan mempunyai beberapa manfaat;

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 29

1. Peneliti akan mengetahui batas-batas cakupan dan


permasalahan.
2. Dengan mengetahui teori yang berkaitan dengan
permasalahan, peneliti dapat menempatkan
pertanyaan secara perspektif.
3. Dengan studi literatur, peneliti dapat membatasi
pertanyaan yang diajukan dan menentukan konsep
studi yang berkaitan erat dengan permasalahan.
4. Dengan studi literatur, peneliti dapat mengetahui dan
menilai hasil-hasil penelitian yang sejenis yang
mungkin kontradiktif antara satu penelitian dengan
penelitian lainnya.
5. Dengan melalui studi literatur, peneliti dapat
menentukan pilihan metode penelitian yang tepat
untuk memecahkan permasalahan.
6. Dengan studi literatur dapat dicegah atau dikurangi
replikasi yang kurang bermanfaat dengan penelitian
yang sudah dilakukan peneliti lainnya.
7. Dengan studi literatur, para peneliti dapat Iebih yakin
dalam menginterpretasikan hasil penelitian yang
hendak dilakukannya.
Melakukan studi literatur ini dilakukan oleh peneliti
antara setelah mereka menentukan topik penelitian dan
ditetapkannya rumusan permasalahan, sebelum mereka
terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan. Dalam penelitian pendidikan maupun penelitian
sosial, mencari masalah penelitian adalah hal yang paling
sulit, maka pada tingkat melakukan studi penelitian adalah
pekerjaan yang paling banyak memerlukan waktu, tenaga,
dan biaya.
Karena dalam kegiatan ini sebagian besar tugas
penelitian adalah berada di perpustakaan, mencari dan
menyisir dari bermacam-macam sumber data yang
berkaitan dengan permasalahan yang hendak diteliti.

Azwir Salam & Amri Darwis


30 Metopel Pendidikan Agama Islam

Macam-macam sumber literatur tersebut diantaranya


adalah:
a. Jurnal;
b. laporan hasil penelitian;
c. majalah ilmiah;
d. surat kabar;
e. buku yang relevan;
f. hasil-hasil seminar;
g. artikel ilmiah;
h. narasumber;
i. surat-surat keputusan;
j. internet;
k. dan sebagainya.
Kegiatan studi kepustakaan pada prinsipnya adalah
sangat positif baik bagi peneliti maupun bagi orang lain
yang tertarik terhadap penelitian. Jika kegiatan ini
dilaksanakan secara teliti dan intensif dengan logika dan
cara yang benar, maka peneliti akan dapat menambah
dimensi baru dalam kerangka berpikir.
Mengenai dimana tempat melakukan studi
kepustakaan, banyak ahli penelitian menganjurkan
perpustakaan adalah tempat yang paling ideal. Karena di
perpustakaan seorang peneliti akan dengan mudah
mengakses bermacam-macam sumber yang relevan dengan
permasalahan yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu,
sangat dianjurkan bagi seorang peneliti untuk mengetahui
sistematika pencarian sumber baik secara manual maupun
dengan menggunakan komputer dalam perpustakaan
tersebut, agar dalam mencari sumber-sumber yang
diinginkan dapat dilakukan secara mudah dan cepat.
Tempat lain yang juga baik untuk melakukan studi
kepustakaan adalah bertanya secara interaktif dengan
narasumber langsung. Dengan wawancara bebas atau
dipandu dengan petunjuk wawancara.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 31

Isi studi kepustakaan dapat berbentuk kajian


teoretis yang pembahasannya difokuskan pada informasi
sekitar permasalahan penelitian yang hendak dipecahkan
melalui penelitian. Misalnya, jika seorang peneliti hendak
mengungkapkan tentang pengaruh prestasi belajar dilihat
dari faktor-faktor: hubungan anak dengan orang tua,
pekerjaan orang tua, dan status orang tua, maka peneliti
dapat melakukan studi kepustakaan yang berhubungan
dengan: teori paedagogik, sosiologi dan psikologi
pendidikan anak serta hubungan sosial sekitar kegiatan
anak dalam keluarga, peranan orang tua, dan jenis
pekerjaan.
Materi dapat diambil dengan hal yang sederhana
menuju yang kompleks atau yang langsung berkaitan
dengan masalah yang sedang menggejala saat sekarang.
Kata-kata kunci seperti variabel, rangkaian teoretis dan
setiap variabel, hasil penelitian yang dapat mendukung
setiap variabel dan rangkaiannya. Pendapat pakar atau
narasumber yang berkompetensi di bidangnya dan ulasan
peneliti dalam usaha membangun kerangka teoretis dan
mencapai hipotesis penelitian atau pertanyaan penelitian.
Jumlah daftar kepustakaan menentukan ukuran
keseriusan mahasiswa dan wawasannya. Tentang berapa
jumlah buku dalam kajian pustaka kadang ditanyakan oleh
para peneliti muda atau para mahasiswa yang baru pertama
kali mempunyai tugas menyusun studi literatur dan sumber-
sumber pustaka yang ada dan menghubungkan dengan
permasalahan penelitian. Tidak ada batasan pasti tentang
berapa jumlah buku yang harus digunakan sebagai acuan,
tetapi ada petunjuk yang memberi arah bahwa semakin
banyak buku dan sumber-sumber informasi mendukung
kegiatan eksplorasi kajian pustaka, semakin baik dan
menguntungkan bagi si peneliti.
Apabila jumlah referensi yang ada sangat terbatas,
peneliti dianjurkan untuk mencari sumber yang

Azwir Salam & Amri Darwis


32 Metopel Pendidikan Agama Islam

berhubungan erat misalnya tentang sejarah atau asal-. usul


tentang permasalahan yang hendak dipecahkan. Di samping
itu peneliti juga diwajibkan melakukan eksplorasi lapangan,
dengan menggunakan metode observasi dan wawancara
kepada narasumber.
Bekal utama yang perlu ada dalam eksplorasi
pustaka adalah kemampuan menulis dan merangkai ide
yang hendak dituangkan dalam kajian pustaka dengan inti
permasalahan dan sumber-sumber yang betul-betul relevan.
Pekerjaan menulis kajian pustaka itu dirasakan sulit bagi
peneliti atau mahasiswa yang jarang menulis karya ilmiah.
Akibatnya, ada beberapa dari mereka yang akhirnya
terjebak dalam menyontek karya orang lain atau plagiator
yang dilarang bagi para peneliti muda atau para mahasiswa
karena akan dapat merugikan diri yang bersangkutan. Untuk
mencegah hal seperti di atas, perlu bagi para peneliti muda
untuk latihan membuat karya ilmiah atau secara intensif
bertanya pada pembimbing yang telah disediakan oleh
lembaga pendidikan yang ada.
Setelah informasi yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian diperoleh secara komprehensif dan
lengkap dengan pencatatan sumber informasi sesuai dengan
aturan tata tulis yang ditetapkan, langkah berikutnya yang
perlu diperhatikan oleh para peneliti ialah mengorganisasi
materi yang diperoleh secara sistematis sebagai bahan
acuan selama melakukan kegiatan penelitian. Untuk
memberikan sekadar rambu-rambu cara mengorganisasi
data yang berasal dari bermacam-macam sumber, berikut
ini diberikan beberapa langkah untuk dapat diaplikasikan
sesuai dengan keadaan yang ada.
1. Mulai dengan materi hasil penelitian
yang secara konsekuensi harus diperhatikan dari yang
paling relevan, relevan, dan cukup relevan. Cara lain
dapat juga, misalnya dengan melihat tahun penelitian

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 33

diawal dan yang paling mutakhir dan berangsur-angsur


mundur ke tahun-tahun yang lebih lama.
2. Membaca abstrak dari setiap
penelitian lebih dahulu untuk memberikan penilaian
apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang
hendak dipecahkan dalam penelitian.
3. Mencatat bagian-bagian penting dan
relevan dengan permasalahan penelitian. Agar tidak
terjebak dalam unsur plagiat, para peneliti hendaknya
juga mencatat sumber-sumber informasi dan
mencantumkannya dalam daftar pustaka. Buatlah
catatan, kutipan, atau salinan informasi dan susun
secara sistematis sehingga peneliti dengan mudah
dapat mencari kembali jika sewaktu-waktu diperlukan.
Jadi, secara umum, penyusunan kajian teori
memuat empat aspek, yaitu konsep teoritis, penelitian
yang relevan, konsep operasional, serta asumsi dan
hipotesa (jika ada). Berikut ini penjelasan masing--
masing aspek secara lebih jelas dan rinci tentang apa,
mengapa, bagaimana dan seperti apa penyusunan
aspek-aspek tersebut.
Konsep teoritis adalah identifikasi teori-teori
yang dijadikan sebagai landasan berfikir untuk
melaksanakan suatu penelitian. Konsep teoritis ini
mendeskipsikan kerangka refleksi atau teori yang
digunakan untuk mengkaji permasalahan. Konsep teoritis
ini menyangkut konsep, perspektif, pendekatan, dan
sebagainya. Sebelum melakukan sebuah penelitian,
seorang peneliti perlu menelaah teori-teori yang ada
yang berkaitan dengan variabel yang diteliti.
Adapun guna dari konsep teoritis yang dijadikan
sebagai rujukan ialah agar peneliti dapat
1. Memfokuskan aspek yang akan
diteliti.
2. Mempertajam permasalahan.

Azwir Salam & Amri Darwis


34 Metopel Pendidikan Agama Islam

3. Mencari pendekatan-pendekatan
baru yang akan digunakan untuk pemecahkan masalah
yang sedang diteliti.
4. Memberikan dasar untuk
pengembangan desain atau rancangan penelitian.
5. Menjadikan sebagai kerangka
berfikir dalam menetapkan instrument dan penafsiran
data yang nantinya akan diperoleh, dan
6. Mendasari analisa data.
Untuk membuat konsep teoritis ada 3 (tiga) langkah
pokok yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Membuat daftar kata-kata, istilah-istilah dan konsep-
konsep kemudian mencari penjelasannya dalam
beberapa refleksi, seperti ensiklopedi, jurnal dan buku-
buku teks.
2. Memberikan kata-kata kunci yang berkaitan dengan topik
yang dipilih kemudian mencari pendapat-pendapat
pakar tentang topik tersebut terutama yang diambil
dari temuan penelitian yang dilaksanakan sebelumnya.
3. Membaca dan mencatat konsep teoritis yang diambil
dari bahan bacaan yang sudah dipilih (selected
references) untuk dijadikan dasar kerangka berfikir
dalam melaksanakan penelitian yang sedang dijalankan.
4. Menggunakan atau mengutip teori-teori tersebut ketika
menjadikan konsep-konsep yang diperbincangkan, baik
dengan cara mengunakan kata-kata atau kalimat dari
penelitian sendiri (paraphrase) atau mengutip langsung
kata-kata atau kalimat dan penulis atau peneliti
terdahulu (citation).

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 35

C. Hasil Penelitian yang Relevan


Bagian ini memuat hasil-hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh peneliti lain dan memiliki kaitan dengan
penelitian yang sedang dilaksanakan. Di sini harus dicari dan
diuraikan berbagai desain dan temuan penelitian yang telah
dilaksanakan orang yang relevan dengan topik penelitian
yang sedang atau akan dilaksanakan.
Tinjauan terhadap hasil penelitian terdahulu ini
dilakukan dengan maksud bukan hanya untuk
menghindari duplikasi atau orisinilitas penelitian bahwa
topik yang diteliti belum pernah diteliti oleh peneliti lain
dalam konteks yang sama. Akan tetapi bertujuan untuk
melihat keterkaitan, kelanjutan, atau kritik terhadap
temuan yang telah diteliti. Selain itu, dengan mengenal
penelitian terdahulu, akan sangat membantu peneliti dalam
memilih dan menetapkan desain penelitian yang sesuai
karena peneliti memperoleh gambaran dan perbandingan
dari desain-desain yang telah dilaksanakan pada waktu dan
tempat berbeda.
Dengan menggunakan hasil penelitian terdahulu
yang terbaru atau terkini sebagai landasan berfikir
diharapkan permasalahan yang akan dikaji dan alasan
mengapa masalah tersebut dikaji kembali akan dapat
dikemukakan lebih tajam lagi. Oleh sebab itu, pembahasan
penelitian yang relevan dengan topik yang akan dikaji
hendaknya mendapat tempat yang proporsional dalam
menyusun kerangka teoritis.
Di akhir kajian terhadap prinsip-prinsip pendidikan
Islam, kajian teoretik, serta hasil penelitian yang relevan
dirumuskan konsep teoretik atau definisi konseptual dari
variabel yang diteliti. Contoh, peneliti meneliti tentang
”Pengaruh self-efficacy terhadap motivasi belaja siswa SMA
Sinamanenek” dirumuskan konsep teoretiknya:”Dari
berbagai pendapat, dalil, teori, dan konsep terdahulu dapat
dirumuskan konsep teoretik self-efficacy adalah

Azwir Salam & Amri Darwis


36 Metopel Pendidikan Agama Islam

kepercayaan diri dalam belajar yang tercermin pada


keyakinan, ketegasan, kesungguhan, dan kesediaan
mengambil risiko dalam melaksanakan tugas-tugas
pembelajaran untuk mencapai tujuan dengan sukses.
Sedangkan Motivasi belajar adalah dorongan dari dalam diri
siswa sendiri yang mempengaruhi perilakunya dalam belajar
untuk mencapal hasil belajar yang Iebih baik”.

D. Konsep Operasional
Konsep operasional atau operasional variabel
merupakan operasional dari semua variabel yang dapat diolah
dari definisi konseptual. Disini variabel yang akan diteliti
didefinisikan secara operasional yang
menggambarkan cara mengukur variabel tersebut, dengan
demikian mudah diidentifikasikan dan mudah dikumpulkan
datanya, karena sudah operasional dan dapat diukur atau
diobservasi. Dari konsep operasional dirumuskan indikator-
indikator untuk selanjutnya dirinci lagi pada instrumen
penelitian.
Dengan telah dioperasionalkannya konsep-konsep
yang menjadi objek penelitian diharapkan peneliti dapat
mengidentifikasi dengan jenis poin-poin apa saja yang akan
dikumpulkan datanya di lapangan dan bagaimana cara
mengumpulkan data tersebut.
Cara yang praktis dalam merumuskan konsep teoritis
menjadi konsep operasional ialah dengan mengubah
konsep-konsep yang abstrak yang sulit diidentifikasi atau
diukur menjadi kata-kata operasional yang bisa diidentifikasi
atau diukur. Untuk aspek aktifitas dan perilaku, misalnya,
dapat digunakan kata kerja operasional. Dengan demikian
semua konsep yang abstrak harus diubah menjadi konsep
yang operasional agar semua data yang diinginkan dapat
dikumpulkan dengan baik dan mudah. Konsep operasional
harus diambil dari konsep teoritis. Sebagai contoh konsep
operasional dari konsep teoretik di atas sebagai berikut;

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 37

” Berdasarkan konsep teoretik di atas dirumuskan


konsep operasionalnya;
Operasional variabel self-efficacy adalah persepsi
siswa dalam menilai dirinya untuk melakukan tugas, yang
dapat diukur pada indikatornya; (1) keyakinan pada
kemampuan belajar, (2) keyakinan pada keunggulan belajar
(3) keyakinan pada prestasi belajar, (4) keyakinan pada
suasana belajar, (5) ketegasan menyampaikan pendapat (6)
ketegasan dalam pengambilan keputusan, (7) ketegasan
dalam pendirian, (8) ketegasan menentukan prioritas, (9)
kesediaan menerima tantangan, (10) kesediaan menerima
perubahan, dan (11) kesediaan menanggung kerugian.
Operasional variabel motivasi belajar adalah
dorongan dari dalam dirinya yang mempengaruhi
perilakunya dalam belajar untuk mencapai hasil belajar
yang Iebih baik yang dapat diukur dengan indikator; (1)
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, (2) berupaya
bekerja keras, (3) menepati waktu dalam belajar, (4)
berusaha untuk unggul, (5) ingin mendapat nilai yang baik,
(6) berupaya memenuhi kelulusan, (7) senang memperoleh
nilai baik, dan (8) belajar dengan harapan mendapat
perhatian.

E. Asumsi dan Hipotesis


Hipotesa adalah "jawaban sementara" terhadap
permasalahan yang diajukan dalam penelitian kuantitatif.
Sebelum peneliti mengadakan proses pengumpulan data
dilapangan dan menganalisanya untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan yang dirumuskan, peneliti
terlebih dahulu memberikan jawaban sementara. Jawaban
sementara ini perlu diuji atau dijawab melalui
pengumpulan data di lapangan dan analisis data untuk
membuktikan apakah jawaban sementara tersebut
terbukti kebenarannya atau tidak.
Tujuan merumuskan hipotesis ialah agar (a) objek

Azwir Salam & Amri Darwis


38 Metopel Pendidikan Agama Islam

yang akan dikaji jelas, (b) kegiatan peneliti terarah, dan (c)
membantu peneliti menginformasikan teori.
Meskipun jawaban sementara ini dibuat di awal atau
sebelum proses penelitian, namun tidak berarti hipotesis
dapat dirumuskan secara serampangan, karena jawaban
tersebut harus merupakan jawaban bernalar. Cara yang
bijaksana dalam merumuskan hipotesis ialah dirumuskan
dalam kalimat deklaratif, yang menyatakan hubungan dua
variabel atau lebih.
Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan ketika
membuat hipotesis, ialah sebagai berikut:
1.Hipotesis dinyatakan dalam bentuk hubungan yang
diharapkan antara dua variabel atau lebih.
2. Hipotesis didasarkan atas konsep teoritis tertentu
atau keyakinan (bernalar) sebagai landasan dalam
merumuskan hipotesis yang akan diuji.
3.Hipotesis dapat diuji.
4.Hipotesis jelas dan konsisten dengan apa yang dikaji.
Dalam metode penelitian, hipotesis adalah alat yang
mempunyai kekuatan dalam proses inkuiri. Karena hipotesis
dapat menghubungkan dari teori yang relevan dengan
kenyataan yang ada atau fakta, atau kenyataan dengan
teori yang relevan.
Hipotesis dikatakan sementara karena kebenarannya
masih perlu diuji atau dites kebenarannya dengan data
yang asalnya dari lapangan. Hipotesis juga penting
peranannya karena dapat menunjukkan harapan dari si
peneliti yang direfleksikan dalam hubungan ubahan atau
variabel dalam permasalahan penelitian. Oleh karena itu,
hipotesis dibuat sebaiknya sebelum peneliti terjun ke
lapangan mengumpulkan data yang diperlukan. Mengapa
hipotesis dibuat sebelum peneliti ke lapangan, ada dua
alasan yang mendasarinya, yaitu:
1. Hipotesis yang baik
rnenunjukkan bahwa penelitian mernpunyai ilmu

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 39

pengetahuan yang cukup dalam kaitannya dengan


permasalahan.
2. Bahwa dengan hipotesis dapat
memberikan arah dan petunjuk tentang pengambilan
data dan proses interpretasinya.

Azwir Salam & Amri Darwis


40 Metopel Pendidikan Agama Islam

BAB IV
PEMILIHAN METODE PENELITIAN

Dalam BAB III karya ilmiah, salah satu komponen


penelitian yang mempunyai arti penting adalah metode
penelitian. Pada komponen ini, metode yang digunakan
oleh peneliti dalam mencari dan memecahkan masalah
penelitian harus diuraikan secara jelas. Tujuannya adalah
agar para peneliti dapat memberikan gambaran yang
sistematis dan terencana tentang apa yang hendak mereka
lakukan ketika hendak berada di kancah penelitian,
sehingga memberikan peluang kepada peneliti lain untuk
dapat melakukan tracking (penjejakan) kembali jika
diperlukan.
Ada beberapa istilah atau batasan yang berkaitan
dengan subjek atau objek yang hendak diteliti. Beberapa
batasan penting tersebut di antaranya, termasuk tempat
penelitian, populasi penelitian, jumlah subjek yang
diperlukan untuk penelitian, dan teknik pemilihan subjek.
Batasan tersebut harus diuraikan oleh para peneliti baik
ketika mereka menyusun rencana penelitian yang biasanya
dituangkan dalam bentuk proposal, maupun dalam bab
ketiga dalam laporan penelitian, agar secara pasti mereka
dapat melakukan persiapan kegiatan untuk mendukung
tercapainya pengumpulan data. Beberapa batasan yang erat
kaitannya dengan kegiatan di lapangan tersebut akan
dibahas secara jelas dibab ini.

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian menunjukan batas penelitian itu
dilakukan dari mulai hingga akhir. Dengan kata lain, waktu
penelitian menunjukkan kapan penelitian itu dilakukan.
Peneliti harus menyebutkan waktu penelitiannya, misalnya
Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Sinamanenek Tapung.
Penelitian dilaksanakan sejak bulan oktober 2012 sampai

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 41

dengan bulan Januari 2013, yang didahului dengan uji coba


instrumen.

B. Subyek dan Obyek Penelitian


Obyek penelitian adalah masalah yang dijadikan
fokus utama penelitian. Secara lebih khusus, objek
penelitian adalah masalah yang telah dirumuskan dalam
rumusan masalah penelitian. Dalam judul di atas dinyatakan
subyek penelitian adalah siswa SMA Sinamanenek,
sedangkan objek penelitiannya adalah pengaruh self-
efficacy terhadap motivasi belajar.
Subyek peneliti merupakan sumber data responden,
atau informan penelitian. Subyek penelitian bisa berbentuk
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Dalam
penelitian sosial dan kependidikan khususnya penelitian
kependidikan Islam, subjek peneliti bisa berupa manusia
dan bisa berupa benda. Oleh sebab itu, subjek penelitian
berkenaan dengan dari siapa dan dari mana data diperoleh
serta dimana data itu melekat.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi (population) merupakan keseluruhan
(jumlah) subjek atau sumber data penelitian. Populasi
adakalanya terhingga (terbatas) dan tidak terhingga
(tidak terbatas). Sampel merupakan populasi atau
subjek yang dipilih dan ditetapkan sebagai sumber
data atau sumber informasi penelitian. Penarikan
sampel ditentukan oleh banyaknya populasi atau
tingkat heterogenitas populasi. Demikian juga besaran
persentase penarikan sampel ditentukan oleh
banyaknya populasi karena tidak ada petunjuk buku
tentang besaran persentase penarikan sampel.
Apabila populasi sedikit dan mampu dijangkau
keseluruhannya oleh peneliti, maka tidak perlu

Azwir Salam & Amri Darwis


42 Metopel Pendidikan Agama Islam

diambil sampel. Artinya, keseluruhan populasi diteliti


(sampai jenuh).
Populasi pada prinsipnya adalah semua
anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau
benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan
secara terencana menjadi target kesimpulan dari
hasil akhir suatu penelitian. Populasi dapat berupa:
guru, siswa, kurikulum fasilitas, lembaga sekolah,
hubungan sekolah dengan masyarakat, karyawan
perusahaan, jenis tanaman hutan, jenis padi,
kegiatan marketing, hasil produksi dan sebagainya.
Populasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
populasi target dan populasi akses. Populasi yang
direncanakan dalam rencana penelitian dapat disebut
populasi target. Populasi target ini dapat berupa
jumlah guru atau jumlah objek yang ditetapkan oleh
peneliti atau yang ada secara pasti di kantor wilayah
yang ada.
Dalam kenyataannya, sering kali target
populasi tersebut tidak dapat dipenuhi karena
beberapa alasan, misalnya orang (guru) tidak dapat
ditemui, orang tersebut sudah pensiun, sudah
meninggal, atau pindah pekerjaan. Orang-orang atau
benda yang dapat ditemui ketika dalam penentuan
jumlah populasi berdasarkan keadaan yang ada
disebut populasi akses atau populasi yang dapat
ditemui, ada pula ahli menyebutnya populasi
terjangkau. Populasi target dengan populasi akses
yang paling baik adalah sama besar. Tetapi, peneliti
juga dapat mencapai hasil baik, jika misalnya
populasi akses yang dicari mencapai 80%—100% dari
populasi target.
Kita tidak menginginkan adanya perbedaan
yang sangat berbeda antara populasi akses dengan
populasi target. Karena perbedaan yang jauh dapat

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 43

menimbulkan tanda tanya di antara sesama peneliti


maupun dengan pembimbingnya.
Sering kali terjadi bahwa peneliti tidak dapat
melakukan studi terhadap semua anggota kelompok
yang menjadi interes penelitian. Mereka hanya
mampu mengambil sebagian dari jumlah populasi
yang ada. Sebagian dari jumlah populasi yang ada
tersebut diambil datanya. Data yang terkumpul
tersebut kemudian dianalisis. Hasil akhir penelitian
yang didapatkan, kemudian digunakan untuk
merefleksikan keadaan populasi yang ada. Cara
berpikir yang demikian diperbolehkan dalam proses
inkuiri Ilmiah.
Sebagian dari jumlah populasi yang dipilih
untuk sumber data tersebut disebut sampel atau
cuplikan. Memang salah satu syarat yang harus
dipenuhi di antaranya adalah bahwa sampel harus
diambil dari bagian populasi. Yang dapat diambil
sebagai sampel dalam hal ini adalah populasi akses,
yaitu jumlah anggota kelompok yang dapat ditemui di
lapangan dan bukan populasi target. Syarat yang
paling penting untuk diperhatikan dalam mengambil
sampel ada dua macam, yaitu jumlah sampel yang
mencukupi dan profil sampel yang dipilih harus
mewakili. Untuk itu perlu ada cara memilih agar
benar-benar mewakili semua populasi yang ada.
Subjek yang akan diambil dalam penelitian
biasanya disebut sebagai populasi. Jika jumlah
populasi terlalu besar, maka peneliti dapat
mengambil sebagian dari jumlah total populasi.
Sedangkan untuk jumlah populasi kecil, sebaiknya
seluruh populasi digunakan sebagai sumber
pengambilan data. Sebagian dari populasi yang
terpilih untuk penelitian ini jumlahnya harus
memenuhi syarat mewakili populasi yang ada.

Azwir Salam & Amri Darwis


44 Metopel Pendidikan Agama Islam

Seorang peneliti muda umumnya akan


bertanya mengenai berapa jumlah sampel dalam
suatu penelitian? Ada hukum statistika dalam
menentukan jumlah subjek penelitian. Hukum
tersebut adalah semakin besar jumlah sampel yang
digunakan dalam studi semakin kuat dan
merefleksikan keadaan populasi yang ada. Jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian juga
tergantung dari keadaan populasi penelitian. Jika
keadaan populasi homogen atau mempunyai
karakteristik sama maka jumlah sampel dapat lebih
kecil. Walaupun pemakaian jumlah subjek yang besar
itu sangat dianjurkan, ada kemungkinan bahwa
seorang peneliti mempunyai tiga faktor keterbatasan,
yaitu waktu yang sempit, kemampuan menganalisis
terbatas, dan keterbatasan biaya guna menyelesaikan
proses penelitian secara komprehensif. Kondisi yang
demikian cenderung memotivasi peneliti untuk
mencari alternatif lain, sehingga penelitian tetap
dapat dilakukan dengan syarat dan aturan statistika
tetap dapat dipenuhi.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi.
Misalnya, karena keterbatasan dana, tenaga dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dan populasi itu. Apa yang dipelajari
dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel yang
diambil dari populasi harus betul-betul representatif
(mewakili).

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 45

Bila sampel tidak representatif, maka ibarat


empat orang yang ditutup matanya, disuruh
menyimpulkan karakteristik gajah. Orang pertama
memegang telinga gajah, maka ia menyimpulkan
gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang
badan gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti
tembok besar. Orang ketiga memegang ekornya,
maka ia menyimpulkan gajah itu kecil seperti seutas
tali. Orang keempat memegang kaki gajah, maka ia
menyimpulkan gajah seperti sebatang pohon.
Begitulah kalau sampel yang dipilih tidak
representatif, maka ibarat 4 orang yang ditutup
matanya memegang gajah, mereka tidak mampu
memilih sampel yang reprsentatif, sehingga membuat
kesimpulan yang salah tentang gajah.

3. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang
akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai
teknik sampling yang digunakan. Secara skematis,
teknik macam-macam sampling ditunjukkan pada
gambar 4.1.

Azwir Salam & Amri Darwis


46 Metopel Pendidikan Agama Islam

Gambar 4.1
Teknik Sampling
Dari gambar tersebut terlihat bahwa teknik
sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu Probability Sampling, dan Nonprobability
Sampling. Probability sampling meliputi, simple random,
proportionate stratified random, disproportionate
stratified random, dan area random. Non-probability
sampling meliputi, sampling sistematis, sampling kuota,
sampling incidental, purposive sampling, sampling jenuh,
dan snowball sampling.
a. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi
setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random
sampling, proportionate stratified random sampling,
disproportionate stratified random, area (cluster)
sampling (sampling menutut daerah).
1) Simple Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan
anggota sampel dan populasi dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota
populasi dianggap homogen.
2) Proportionate Stratified
Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai
anggota unsur yang tidak homogen dan berstrata
secara proporsional. Suatu organisasi yang
mempunyai pegawai dan latar belakang
pendidikan yang berstrata, maka populasi
pegawai itu berstrata. Misalnya jumlah pegawai
yang lulus S1 45, S2 = 30, STM = 800, ST 900, SMEA

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 47

= 400, SD = 300. Jumlah sampel yang harus


diambil meliputi strata pendidikan tersebut.

3) Disproportionate Stratified
Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah
sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang
proporsional. Misalnya, pegawai dari unit kerja
tertentu mempunyai; 3 orang lulusan S3, 4 orang
lulusan S2, 90 orang S1, 800 orang SMU, dan 700
orang SMP, maka tiga orang lulusan S3 dan empat
orang S2 itu diambil semuanya sebagai sampel.
Karena dua kelompok ini terlalu kecil bila
dibandingkan dengan kelompok SI, SMU, dan SMP.
Teknik sampling daerah digunakan untuk
menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti
atau sumber data sangat luas, misal penduduk
dari suatu negara, provinsi atau kabupaten. Untuk
menentukan penduduk mana yang akan dijadikan
sumber data, maka pengambilan sampelnya
berdasarkan daerah populasi yang telah
ditetapkan. Misalnya, di Indonesia terdapat 30
provinsi, dan sampelnya akan menggunakan 15
provinsi, maka pengambilan 15 provinsi itu
dilakukan secara random. Tetapi perlu diingat,
karena provinsi-provinsi di Indonesia itu berstrata
(tidak sama) maka pengambilan sampelnya perlu
menggunakan stratified random sampling.
Provinsi di Indonesia ada yang penduduknya
padat, ada yang tidak; ada yang mempunyai
hutan banyak, ada yang tidak, ada yang kaya
bahan tambang ada, yang tidak. Karakteristik
semacam ini perlu diperhatikan sehingga
pengambilan sampel menurut strata populasi itu

Azwir Salam & Amri Darwis


48 Metopel Pendidikan Agama Islam

dapat ditetapkan. Teknik sampling daerah ini


sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap
pertama menentukan sampel daerah, dan tahap
berikutnya menentukan orang-orang yang ada
pada daerah itu secara sampling juga.
b. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis,
kuota, insidental, purposive, jenuh, snowball.
1) Sampling Sistematis
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan
sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi
yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota
populasi yang terdiri dari 100 orang. Dan semua
anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor 1
sampai dengan nomor 100. Pengambilan sampel
dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap
saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu,
misalnya kelipatan dan bilangan lima. Untuk itu,
maka yang diambil sebagai sampel adalah nomor
1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100.)
2) Sampling Kuota
Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan
sampel dan populasi yang mempunyai ciri-ciri
tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
Sebagai contoh, peneliti akan melakukan
penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap
pelayanan masyarakat dalam urusan Izin
Mendirikan Bangunan. Jumlah sampel yang
ditentukan 500 orang. Kalau pengumpulan data
belum didasarkan pada 500 orang tersebut, maka
penelitian dipandang belum selesai, karena belum

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 49

memenuhi kuota yang ditentukan. Bila


pengumpulan data dilakukan secara kelompok
yang terdiri atas 5 orang pengumpul data, maka
setiap anggota kelompok harus dapat
menghubungi 100 orang anggota sampel, atau 5
orang tersebut harus dapat mencari data dan 500
anggota sampel.
3) Sampling Insidental
Sampling Insidental adalah teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan inI insidental bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,
bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu
cocok sebagai sumber data.
4) Sampling Purposive
Sampling Purposive adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalnya
akan melakukan penelitian tentang kualitas
makanan, maka sampel sumber datanya adalah
orang yang ahli makanan, atau penelitian tentang
kondisi politik di suatu daerah, maka sampel
sumber datanya adalah orang yang ahli politik.
Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian
kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak
melakukan generalisasi.
5) Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau
penelitian yang ingin membuat generalisasi
dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain
sampling jenuh adalah sensus, dimana semua
anggota populasi dijadikan sampel. Sampling
jenuh juga sering diartikan sampel yang sudah

Azwir Salam & Amri Darwis


50 Metopel Pendidikan Agama Islam

maksimum, ditambah berapapun tidak akan


mengubah keterwakilan.
6) Snowball sampling
Adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola
salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi
besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama
dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan
dua orang ini belum merasa lengkap terhadap
data yang diberikan, maka peneliti mencari orang
lain yang dipandang lebih tahu dan dapat
melengkapi data yang diberikan oleh dua orang
sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah
sampel semakin banyak. Pada penelitian kualitatif
banyak menggunakan sampel Purposive dan
Snowball. Misalnya akan meneliti siapa provokator
kerusuhan, maka akan cocok menggunakan
Purposive dan Snowball sampling.

4. Menentukan Ukuran Sampel


Jumlah anggota sampel sering dinyatakan
dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang
diharapkan 100% mewakili populasi adalah sama
dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Jadi bila
jumlah populasi 1000 dan hasil penelitian itu akan
diberlakukan untuk 1000 orang tersebut tanpa ada
kesalahan, maka jumlah sampel yang diambil sama
dengan jumlah populasi tersebut yaitu 1000 orang.
Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka
peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan
sebaliknya, makin kecil jumlah sampel menjauhi
populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi
(diberlakukan umum).
Berapa jumlah anggota sampel yang paling
tepat digunakan dalam penelitian? Jawabannya

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 51

tergantung pada tingkat ketelitian atau kesalahan


yang dikehendaki. Tingkat ketelitian kepercayaan
yang dikehendaki sering tergantung pada sumber
dana, waktu dan tenaga yang tersedia. Makin besar
tingkat kesalahan maka akan semakin kecil jumlah
sampel yang diperlukan, dan sebaliknya, makin kecil
tingkat kesalahan, maka akan semakin besar jumlah
anggota sampel yang diperlukan sebagai sumber data.
Selanjutnya pada tabel berikut ini diberikan
cara menentukan jumlah anggota sampel dengan
menggunakan Nomogram Herry King. Dalam
Nomogram Herry King tersebut, jumlah populasi
maksimum 2000, dengan taraf kesalahan yang
bervariasi, mulai 0,3% sampai dengan 15%, dan faktor
pengali yang disesuaikan dengan taraf kesalahan yang
ditentukan. Dalam nomogram terlihat untuk
confident interval (interval kepercayaan) 80% faktor
pengalinya = 0,780, untuk 85% faktor pengalinya =
0,785; untuk 99% faktor pengalinya = 1,195 dan untuk
99% faktor pengalinya 1,573.
Tabel Harry King untuk Menentukan Ukuran
Sampel dan Populasi Sampai 2.000
TABEL 4.2
PENENTUAN JUMLAH SAMPEL DARI POPULASI TERTENTU
DENGAN TARAF KESALAHAN 1%, 5%, DAN 10%
N 1% 5% 10% N 1% 5% 10% N 1% 5% 10%
10 10 10 10 280 197 155 138 2800 537 310 247
15 15 14 14 290 202 158 140 3000 543 312 248
20 19 19 19 300 207 161 143 3500 558 317 251
25 24 23 23 320 216 167 147 4000 569 320 254
30 29 28 27 340 225 172 151 4500 578 323 255
35 33 32 31 360 234 177 155 5000 586 326 257
40 38 36 35 380 242 182 158 6000 598 329 259

Azwir Salam & Amri Darwis


52 Metopel Pendidikan Agama Islam

45 42 40 39 400 250 186 162 7000 606 332 261


50 47 44 42 420 257 191 165 8000 613 334 263
55 51 48 46 440 265 195 168 9000 618 335 263
60 55 51 49 460 272 198 171 10000 622 336 263
65 59 55 53 480 279 202 173 15000 635 340 266
70 63 58 56 500 285 205 176 20000 642 342 267
75 67 62 59 550 301 213 182 30000 649 344 268
80 71 65 62 600 315 221 187 40000 563 345 269
85 75 68 65 650 329 227 191 50000 655 346 269
90 79 72 68 700 341 233 195 75000 658 346 270
95 83 75 71 750 352 238 199 100000 659 347 270
100 87 78 73 800 363 243 202 150000 661 347 270
110 94 84 78 850 373 241 205 200000 661 347 270
120 102 89 83 900 382 251 208 250000 662 348 270
130 109 95 88 950 391 255 211 300000 662 348 270
140 116 100 92 1000 399 258 213 350000 662 348 270
150 122 105 97 1100 414 265 217 400000 662 348 270
160 129 110 101 1200 427 270 221 450000 663 348 270
170 135 114 105 1300 440 275 224 500000 663 348 270
180 142 119 108 1400 450 279 227 550000 663 348 270
190 148 123 112 1500 460 283 229 600000 663 348 270
200 154 127 115 1600 469 286 232 650000 663 348 270
210 160 131 118 1700 477 289 234 700000 663 348 270
220 165 135 122 1800 485 292 235 750000 663 348 270
230 171 139 125 1900 492 294 237 8000Ô0 663 348 271
240 176 142 127 2000 498 297 238 850000 663 348 271
250 182 146 130 2200 510 301 241 900000 663 348 271
260 187 149 133 2400 520 304 243 950000 663 348 271
270 192 152 135 2600 529 307 245 1000000 663 348 271
664 349 272
co

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 53

D. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian merupakan kegiatan yang procedural (harus
dilakukan dengan mengikuti prosedur-prosedur tertentu).
Oleh karena itu, sebelum peneliti turun ke lapangan
mengumpulkan data, peneliti harus melakukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Mengurus surat izin riset atau penelitian melalui
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, kantor Gubernur up.
Kesbang Propinsi, kantor Walikota atau Bupati, Dinas
kecamatan, baru ke tempat penelitian.
1. Membuat instrument penelitian (alat pengumpulan
data).
2. Melakukan validitas dan keabsahan instrument melalui
uji coba instumen ke lapangan. Setelah instrument
dianggap layak baru dilakukan penelitian.
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara
tertentu atau teknik-teknik tertentu yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data.
Penelitian harus menjelaskan dalam desain dan laporan
hasil penelitiannya tentang cara-cara atau teknik-teknik
yang digunakan dalam mengumpulkan data
penelitiannya. Beberapa cara yang bisa digunakan dalam
mengumpulkan data adalah sebagai berikut :
1. Obs er v a s i
Observasi ialah melakukan pengamatan
terhadap sumber data. Observasi bisa dilakukan
secara terlibat (partisipasi) dan tidak terlibat (non
partisipasi). Dalam pengamatan terlibat, penelitian
ikut terlibat dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan
sumber data penelitian, sedangkan dalam pengamatan
yang tidak terlibat, peneliti tidak ikut terlibat dalam
aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data
penelitian. Di dalam desain penelitiannya, peneliti

Azwir Salam & Amri Darwis


54 Metopel Pendidikan Agama Islam

harus menjadikan siapa dan apa yang diobservasi,


bagaimana cara melakukan observasi, di mana
dilakukan observasi, misalnya daftar checklist,
kamera dan lain-lain. Hal-hal yang diobservasi harus
sesuai dengan masalah penelitian (rumusan masalah)
dan indikator-indikator dalam konsep operasional.

2. Wa w a nca r a
Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog
secara lisan di mana peneliti mengajukan pertanyaan
kepada responden atau informan dan responden atau
informan juga menjawab secara lisan. Sebagaimana
halnya observasi, dalam desain penelitiannya, peneliti
juga harus menjelaskan siapa yang diwawancarai,
wawancara tentang apa, kapan dan di mana
dilakukan wawancara, apa alat yang digunakan
untuk melakukan wawancara, bisa berupa pedoman
wawancara harus sesuai dengan masalah penelitian
(rumusan masalah) dan indikator-indikator dan konsep
operasional.
3. A ngket
Teknik ini dilakukan dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan atau pernyataan secara tertulis
kepada responden. Pertanyaan dan pernyataan dalam
angket harus merujuk kepada masalah (rumusan
masalah) penelitian dan indikator-indikator dalam
konsep operasional. Sebagaimana hal observasi dan
wawancara, dalam desain penelitiannya, peneliti
harus juga menjelaskan siapa yang diangket, angket
tentang apa, dan bagaimana cara penyebaran angket,
apakah melalui pos atau peneliti langsung
menyebarkannya ke lapangan.
4. Dokument a s i
Cara atau teknik ini dilakukan dengan
mengumpulkan dan menganalisis sejumlah dokumen

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 55

yang terkait dengan masalah penelitian. Dalam desain


penelitiannya, peneliti harus menjelaskan dokumen
apa yang dikumpulkan dan bagaimana cara
mengumpulkan dokumen tersebut. Pengumpulan data
melalui dokumen bisa mengunakan alat kamera
(video shooting), atau dengan cara foto kopi.
Teknik pengumpulan data di atas adalah alternative,
artinya peneliti boleh memilih salah satu di antara cara-
cara di atas untuk digunakan sebagai cara pengumpulan
data, tentunya disesuaikan dengan masalah yang diteliti.

Azwir Salam & Amri Darwis


56 Metopel Pendidikan Agama Islam

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data merupakan suatu proses
mengklasifikasi, memberikan kode-kode tertentu, mengolah
dan menafsirkan data hasil penelitian, sehingga data hasil
penelitian menjadi bermakna. Dalam desain penelitiannya,
peneliti harus menjelaskan cara atau teknik apa yang
digunakan untuk menganalisis data. Setidaknya ada 3 (tiga)
cara yang bisa digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu :
(1). Analisis deskriptif kualitatif (dengan kalimat tanpa
angka-angka), (2) Analisis diskriptif kuantitatif (dengan
angka persentase, histogram, atau diagram), (2). Korelasi,
dan (3). Komparasi. Selanjutnya, tentang bagaimana prosedur
kerja analisis data di atas bisa dilihat dalam bab tentang
analisis data.

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berguna untuk memperoleh data
yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada
langkah pengumpulan informasi di lapangan. Tetapi perlu
disadari bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen yang
hendak digunakan dan item yang perlu dimasukkan sebagai
isi instrumen, seluruhnya dibuat sebelum mereka memasuki
lapangan. Prinsip pembuatan instrumen dalam penelitian
kuantitatif sedikit berbeda dengan penelitian naturalistik
kualitatif, di mana instrumen penelitian dapat dibuat di
lapangan tempat penelitian berlangsung agar sesuai dengan
penelitian di lapangan.
Ada empat media untuk mengumpulkan data dalam
proses penelitian. Keempat media tersebut penggunaannya
dapat dipilih satu macam, atau gabungan antara dua media
tersebut, tergantung macam data yang diharapkan oleh
para peneliti. Keempat media pengumpul data tersebut di
antaranya adalah kuesioner, observasi, wawancara, dan
dokumentasi.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 57

1. Kuesioner
Salah satu media untuk mengumpulkan data dalam
penelitian pendidikan maupun penelitian sosial yang
paling populer digunakan adalah melalui kuesioner.
Kuesioner ini juga sering disebut sebagai angket di mana
dalam kuesioner tersebut terdapat beberapa macam
pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah
penelitian yang hendak dipecahkan, disusun, dan
disebarkan ke responden untuk memperoleh informasi
di lapangan. Dalam penelitian kuantitatif, penggunaan
kuesioner adalah yang paling sering ditemui karena jika
dibuat secara intensif dan teliti, kuesioner mempunyai
keunggulan jika dibanding dengan alat pengumpul
lainnya. Beberapa keunggulan tersebut di antaranya
dapat dilihat seperti berikut.
a. Dapat mengungkapkan pendapat atau
tanggapan seseorang baik secara individual maupun
kelompok terhadap permasalahan.
b. Dapat disebarkan untuk responden yang
berjumlah besar dengan waktu yang relatif singkat.
c. Tetap terjaganya objektivitas responden
dan pengaruh luar terhadap satu permasalahan yang
diteliti.
d. Tetap terjaganya kerahasiaan responden
untuk menjawab sesuai dengan pendapat pribadi.
e. Karena diformat dalam bentuk surat, maka
biaya lebih murah.
f. Penggunaan waktu yang lebih fleksibel
sesuai dengan waktu yang telah diberikan peneliti.
g. Dapat menjaring informasi dalam skala luas
dengan waktu cepat.
Di samping keunggulan, kuesioner juga
mempunyai beberapa kelemahan yang jika tidak
diperhatikan oleh peneliti dapat menyebabkan

Azwir Salam & Amri Darwis


58 Metopel Pendidikan Agama Islam

kegagalan dalam mencari nominasi yang diperlukan.


Beberapa kelemahan tersebut di antaranya adalah
seperti berikut.
a. Peneliti tidak dapat melihat reaksi responden ketika
memberikan informasi melalui isian kuesioner.
b. Responden tidak memberikan jawaban dalam waktu
yang telah ditentukan.
c. Responden memberikan jawaban secara asal-asalan.
d. Kembalinya kuesioner bergantung pada kesadaran
responden dalam menjawab dan mengantar lewat
kantor pos.
Agar memperoleh tingkat pengembalian
kuesioner yang tinggi, peneliti hendaknya
merencanakan strategi yang tepat untuk meningkatkan
pengembalian kuesioner. Cara meningkatkan tingkat
pengembalian ini ada bermacam-macam, di antaranya
termasuk:
a. Mengatur pengiriman kembali segera setelah
permohonan selesai dijawab, sebelum waktu
berakhir.
b. Menggunakan jasa asisten dalam mendistribusikan
dan mengambil jawaban kuesioner.
c. Menggunakan kiat yang menarik dan menguntungkan
bagi para responden yang telah mengembalikan
kuesioner jawaban. Cara tersebut misalnya dengan
memberikan hadiah atau cindera mata, atau dengan
undian dan hadiah menarik untuk responden yang
telah mengirimkan jawabannya.
Bentuk item kuesioner dalam penelitian pendidikan
konstruksi atau bentuk item kuesioner dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu kuesioner dengan item
pertanyaan secara terbuka dan item pertanyaan secara
tertutup.
Kuesioner dikatakan item terbuka, apabila dalam
menjawab pertanyaan yang direncanakan oleh si peneliti,

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 59

responden diberikan kesempatan yang luas untuk menjawab


pertanyaan tersebut. Kuesioner dengan item terbuka
biasanya dibuat oleh peneliti dengan menggunakan
pertanyaan seperti apakah, mengapa, kapan, bagaimana,
dan siapa. Responden diminta menjawab pertanyaan
tersebut secara jelas dan singkat pada ruang jawaban yang
telah disediakan.
Sebagai contoh kuesioner dengan item terbuka
dapat dilihat seperti berikut.
1. Apakah anda siap menerima tugas-tugas yang diberikan
oleh Bapak atau Ibu guru?
2. Tugas-tugas macam apakah yang pada umumnya
memberatkan anda dalam mengikuti mata pelajaran
tersebut?
Dalam kuesioner ini peneliti menyediakan kolom
jawaban dalam setiap item pertanyaan dengan maksud agar
para responden dapat memberikan informasi yang seluas-
luasnya tehadap pertanyaan yang telah direncanakan. Cara
ini dikatakan cukup efektif, karena responden dapat
memberikan jawabannya sesuai dengan yang mereka
pikirkan sehingga mereka dapat memberikan jawaban yang
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Kuesioner dikatakan menggunakan item tertutup,
apabila peneliti dalam hal ini menyediakan beberapa
alternatif jawaban, yang cocok bagi responden. Pada
kuesioner jenis ini, peneliti telah memberikan beberapa
alternatif jawaban pada kolom yang disediakan, sementara
itu responden tinggal memilih dari jawaban yang ada yang
paling mendekati pilihan responden. Kuesioner dengan item
tertutup ini pada prinsipnya sangat efektif dilihat dari
kepentingan peneliti, karena dengan hanya memberikan
beberapa alternatif jawaban, mereka lebih dapat
membawa jawaban responden sesuai dengan tujuan
penelitian yang ada.

Azwir Salam & Amri Darwis


60 Metopel Pendidikan Agama Islam

Dilihat dari cara memberikan alternatif jawaban


yang direncanakan oleh peneliti;
a Kuesioner dengan item tertutup dapat dibedakan
menjadi dua alternatif jawaban benar, salah; ya atau
tidak,
b Kuesioner dengan tiga atau lebih jawaban alternatif,
misalnya item kuesioner dengan empat, lima, enam ...
delapan jawaban alternatif. Contoh kuesioner dengan
lima jawaban alternatif dapat dilihat seperti berikut:
1) Tempat tinggal saya dengan tempat kegiatan praktik
dapat dijangkau dengan transportasi yang ada.
a. Mudah sekali
b. Mudah
c. Sedang
d. Sulit
e. Sangat Sulit
2) Untuk menambah pengalaman dalam bidang praktik,
saya mengikuti kursus-kursus.
a.Sangat setuju
b.Setuju
c.netral
d.Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
3) Saya melakukan kunjungan atau karyawisata di instansi
terdekat.
a. Selalu
c. Sering
b. kadang-kadang
d. Jarang
e. Sangat Jarang

Untuk jawaban yang dibuat secara ordinal maka


lima alternatif jawaban tersebut sudah menunjukkan
jawaban ordinal. Apabila peneliti hendak menggunakan

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 61

instrumen dengan interval maka mereka dapat


menambahkan informasi pembobot misalnya, jawaban
sering kali = 4; selalu = 3; sering = 2 dan sangat jarang =1
Syarat membuat kuesioner yang baik
untuk memperoleh item kuesioner yang baik, peneliti
hendaknya memperhatikan beberapa butir penting, ketika
mereka membuat item-item tersebut.
Beberapa butir penting tersebut termasuk:
1. Setiap item harus dibuat dengan bahasa yang jelas dan
tidak mempunyai arti yang meragukan.
2.Peneliti hendaknya menghindari pertanyaan atau
pernyataan ganda dalam satu item.
3.Item pertanyaan atau pernyataan berkaitan dengan
permasalahan yang hendak dipecahkan dalam penelitian.
4.Bahasa yang digunakan hendaknya menggunakan bahasa
yang baku.
5.Peneliti hendaknya tidak terlalu mudah menggunakan
item-item negatif atau item yang menjebak responden.
6.Peneliti hendaknya membangun item kuesioner yang
terarah dalam kisi-kisi kerja atau framework
permasalahan.

2. Observasi
Observasi adalah instrumen lain yang sering
dijumpai dalam penelitian pendidikan. Dalam penelitian
kuantitatif, instrumen observasi lebih sering digunakan
sebagai alat pelengkap instrumen lain, termasuk kuesioner
dan wawancara. Dalam observasi ini peneliti lebih banyak
menggunakan salah satu dari panca indranya, yaitu indra
penglihatan. Instrumen observasi akan lebih efektif jika
informasi yang hendak diambil berupa kondisi atau fakta
alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi
alami. Sebaliknya, instrumen observasi mempunyai
keterbatasan dalam menggali informasi yang berupa
pendapat atau persepsi dan subjek yang diteliti. Untuk

Azwir Salam & Amri Darwis


62 Metopel Pendidikan Agama Islam

memaksimalkan basil observasi, biasanya peneliti akan


menggunakan alat bantu yang sesuai dengan kondisi
lapangan. Di antara alat bantu observasi tersebut misalnya
termasuk; buku catatan dan checklist yang berisi objek
yang perlu mendapat perhatian lebih dalam pengamatan.
Alat lain yang juga penting yaitu kamera, film proyektor,
dan sebagainya karena banyaknya alat bantu observasi,
maka peneliti dianjurkan untuk dapat memilih yang tepat
dan dapat memaksimalkan pengambilan data di lapangan.
Dalam penelitian pendidikan, teknik pengambilan
data dengan menggunakan metode observasi dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.
a. Observasi terbuka
Pada posisi ini, kehadiran peneliti dalam
menjalankan tugasnya di tengah-tengah kegiatan
responden diketahui secara terbuka, sehingga antara
responden dengan peneliti terjadi hubungan atau
interaksi secara wajar.
b. Observasi tertutup
Pada kondisi ini, kehadiran peneliti dalam
menjalankan misinya, yaitu mengambil data dan
responden, tidak diketahui responden yang
bersangkutan. Model observasi tertutup ini, pada
umumnya untuk mengantisipasi agar reaksi responden
dapat berlangsung secara wajar dan tidak dibuat-buat,
sehingga peneliti dapat memperoleh data yang
diinginkan.
c. Observasi tidak langsung
Pada kondisi ini, peneliti dapat melakukan
pengambilan data dan responden walaupun mereka tidak
hadir secara langsung di tengah-tengah responden.
Observasi tidak langsung ini semakin banyak dilakukan,
sesuai dengan kemajuan teknologi komunikasi canggih,
seperti penggunaan telepon, televisi jarak jauh, dan jasa

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 63

satelit komunikasi yang dapat digunakan dalam dunia


penelitian.
3. Wawancara
Instrumen ketiga yang juga berfungsi untuk
pengambilan data di lapangan adalah menggunakan
teknik wawancara. Pada teknik ini peneliti datang
berhadapan muka secara langsung dengan responden
atau subjek yang diteliti. Mereka menanyakan sesuatu
yang telah direncanakan kepada responden. Hasilnya
dicatat sebagai informasi penting dalam penelitian. Pada
wawancara ini dimungkinkan peneliti dengan responden
melakukan tanya jawab secara interaktif maupun secara
sepihak saja, misalnya dari peneliti saja.
Teknik wawancara ini banyak digunakan dalam
penelitian pendidikan karena mempunyai beberapa
keunggulan yang mungkin tidak dimiliki oleh instrumen
penelitian lainnya. Beberapa keunggulan itu termasuk:
a. Penelitian memperoleh rata-rata jawaban yang
relatif tinggi dan responden.
b. Peneliti dapat membantu menjelaskan lebih, jika
ternyata responden mengalami kesulitan menjawab
yang diakibatkan ketidakjelasan pertanyaan.
c. Peneliti dapat mengontrol jawaban responden
secara lebih teliti dengan mengamati reaksi atau
tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan
dalam proses wawancara.
d. Peneliti dapat memperoleh informasi yang tidak
dapat diungkapkan dengan cara kuesioner ataupun
observasi. Informasi tersebut misalnya, jawaban
yang sifatnya pribadi dan bukan pendapat kelompok,
atau informasi alternatif (grapevine) dan suatu
kejadian penting.
Jika peneliti menetapkan wawancara sebagai teknik
untuk pengambilan data dan responden, maka dianjurkan

Azwir Salam & Amri Darwis


64 Metopel Pendidikan Agama Islam

agar mereka memperhatikan hal-hal penting seperti


berikut.
a. Dalam proses wawancara dengan responden,
peneliti hendaknya berpenampilan rapi.
b. Peneliti harus dapat bersikap ramah, sopan, dan
dapat beradaptasi dengan cepat terhadap kondisi
responden.
c. Peneliti hendaknya menguasai materi wawancara
dan familiar terhadap petunjuk wawancara yang
berisi item-item pertanyaan yang harus diajukan
kepada responden.
d. Peneliti hendaknya dapat mengikuti skenario atau
petunjuk wawancara secara fleksibel dan
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi responden.
e. Peneliti hendaknya mampu mencatat jawaban
semua responden secara tepat dan cepat dengan
tanpa mengurangi kelancaran dan kewajaran proses
wawancara.
f. Peneliti hendaknya juga mampu mengulang, dan
menerangkan pertanyaan yang diajukan responden,
apabila responden belum jelas atau tertarik dengan
pertanyaan yang diajukan sebelumnya.
g. Peneliti harus dalam kondisi sehat dan menjiwai
terhadap situasi wawancara.

Dilihat dari aspek pedoman (guide) wawancara


dalam proses pengambilan data, wawancara dapat
dibedakan menjadi tiga macam jenis yaitu terstruktur,
bebas, dan kombinasi.
Wawancara terstruktur yaitu wawancara di mana
peneliti ketika melaksanakan tatap muka dengan responden
menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan
lebih dahulu. Penggunaan pedoman secara terstruktur ini
penting bagi peneliti agar mereka dapat menekankan pada
hasil informasi yang telah direncanakan dalam wawancara.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 65

Wawancara bebas atau sering pula disebut tak


berstruktur, yaitu wawancara di mana peneliti dalam
menyampaikan pertanyaan pada responden tidak
menggunakan pedoman. Cara ini pada umumnya akan lebih
efektif dalam memperoleh informasi yang diinginkan.
Dengan wawancara bebas ini, peneliti dapat memodifikasi
jalannya wawancara menjadi Iebih santai, tidak
menakutkan, dan membuat responden ramah dalam
memberikan informasi.
Dikatakan sebagai wawancara kombinasi di antara
kedua jenis di atas, jika peneliti menggabungkan kedua
cara di atas dengan tujuan memperoleh informasi yang
semaksimal mungkin dan responden.

4. Dokumentasi
Cara lain untuk memperoleh data dan responden
adalah menggunakan teknik dokumentasi. Pada teknik ini,
peneliti dimungkinkan memperoleh informasi dan
bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada
pada responden atau tempat, di mana responden
bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-harinya.
Sumber dokumen yang ada pada umumnya dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumentasi resmi.
termasuk surat keputusan, surat instruksi, dan surat bukti
kegiatan yang dikeluarkan oleh kantor atau organisasi yang
bersangkutan dan sumber dokumentasi tidak resmi yang
mungkin berupa surat nota, surat pribadi yang memberikan
informasi kuat terhadap suatu kejadian. Di samping itu,
dalam penelitian pendidikan, dokumentasi yang ada juga
dapat dibedakan menjadi dokumen primer, sekunder, dan
tersier yang mempunyai nilai keaslian atau autentisitas
berbeda-beda. Dokumen primer biasanya mempunyai nilai
dan bobot Iebih jika dibanding dokumen sekunder.
Sebaliknya, dokumen sekunder juga mempunyai nilai dan

Azwir Salam & Amri Darwis


66 Metopel Pendidikan Agama Islam

bobot lebih jika dibandingkan dengan dokumen tersier, dan


seterusnya.
Seorang peneliti sebaiknya memanfaatkan kedua
sumber dokumentasi tersebut secara intensif, agar mereka
dapat memperoleh informasi secara maksimal, yang dapat
menggambarkan kondisi subjek atau objek yang diteliti
dengan benar.

Contoh Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian
Pengaruh Self-efficacy terhadap Motivasi Belajar
Siswa SMA X Kota Q

Penelitian ini menggunakan alat bantu (instrumen)


berupa kuesioner yang mendukung masing-masing indikator
dalam dua variabel, yaitu: (1) rasa percaya diri dan (2)
motivasi belajar siswa. Skala pengukuran variabel
menggunakan skala sikap, pendapat, atau persepsi siswa
dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert. Alternatif
pilihan yang disediakan tiap butir pertanyaan dalam
instrumen penelitian ini menggunakan 5 pilihan yakni:
Sangat Setuju, Setuju, Netral, Tidak Setuju, dan Sangat
Tidak Setuju7.
Adapun kriteria penilaian terhadap pernyataan
positif diberi nilai; Sangat Setuju=5, Setuju=4, Netral=3,
Tidak Setuju=2, Sangat Tidak Setuju=1. Sebaliknya, untuk
pernyataan negatif diberi nilai; Sangat Setuju=1, Setuju=2,
Netral=3, Tidak Setuju=4, Sangat Tidak Setuju=5. Secara
singkat dapat dilihat pada matrik berikut:

Tabel 4.3. Kriteria Nilai Pernyataan Positif dan Negatif

7
Djaali, 2004, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan,
Jakarta: PPs UNJ, h. 37.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 67

Sangat
JENIS Sangat Tidak
Setuju Netral Tidak
PERNYATAAN Setuju Setuju
Setuju
Positif 5 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4 5

Kuesioner sebagai instrumen untuk uji coba


selengkapnya dapat dilihat berikut ini.

1. Instrumen Variabel Rasa Percaya Diri/self-efficacy.

a. Definisi Konseptual
Self-efficacy adalah kepercayaan diri dalam
belajar yang tercermin pada keyakinan, ketegasan, dan
kesediaan mengambil risiko dalam melaksanakan tugas-
tugas pembelajaran untuk mencapai tujuan dengan
sukses.
b. Definisi Operasional
Operasional variabel self-efficacy adalah persepsi
siswa dalam menilai dirinya untuk melakukan tugas, yang
dapat diukur pada indikatornya; (1) keyakinan pada
kemampuan belajar, (2) keyakinan pada keunggulan
belajar (3) keyakinan pada prestasi belajar, (4)
keyakinan pada suasana belajar, (5) ketegasan
menyampaikan pendapat (6) ketegasan dalam
pengambilan keputusan, (7) ketegasan dalam pendirian,
(8) ketegasan menentukan prioritas, (9) kesediaan
menerima tantangan, (10) kesediaan menerima
perubahan, dan (11) kesediaan menanggung kerugian.
c. Kisi-kisi Instrumen Self-efficacy
Berdasarkan definisi konseptual dan operasional
variabel self-efficacy, maka indikator yang diukur dalam
variabel ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Azwir Salam & Amri Darwis


68 Metopel Pendidikan Agama Islam

Tabel 4.4 : Kisi-kisi Instrumen Variabel Self Efficacy.


No. Butir
No INDIKATOR Jml
soal
Keyakinan pada kemampuan belajar 1,17 2
Keyakinan pada keunggulan belajar 10,18 2
Keyakinan pada prestasi belajar 2,11 2
Keyakinan pada suasana belajar 3,19 2
Ketegasan menyampaikan pendapat 4,12 2
Ketegasan dalam pengambilan keputusan, 5,13 2
Ketegasan dalam pendirian 14,20 2
Ketegasan menentukan prioritas 6,15 2
Kesediaan menerima tantangan 7,16 2
Kesediaan menerima perubahan 8,21 2
Kesediaan menanggung resiko 9,22 2
TOTAL 22

Kuesioner Efficacy-diri

1. Saya masih meragukan kemampuan belajar saya sesuai


dengan tugas yang dibebankan kepada saya;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

2. Saya belum yakin prestasi belajar yang tinggi harus


dicapai dengan bekerja keras;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 69

3. Saya percaya dapat memperbaiki hubungan antara siswa


yang tidak sehat persaingannya;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

4. Saya suka menyampaikan pendapat yang unik, sehingga


membingungkan orang yang tidak mengerti pikiran saya;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

5. Saya merasa ragu memutuskan suatu sikap jika


suasananya tidak menentu;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

6. Saya mengalami kesulitan menentukan prioritas


pelaksanaan tugas yang dihadapi sehari-hari;-

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Azwir Salam & Amri Darwis


70 Metopel Pendidikan Agama Islam

7. Saya menyukai tugas yang menantang untuk mencapai


keberhasilan;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

8. Saya enggan menerima sesuatu yang baru yang


menyebabkan saya harus belajar lagi;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

9. Saya sudi menerima resiko atas kelalaian saya dalam


tugas;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

10. Saya memiliki keyakinan kuat untuk dapat mencapai hasil


kerja yang lebih unggul dalam melaksanakan tugas sehari-hari;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 71

11. Keberhasilan saya selama belajar di sekolah ini belum


mendorong saya untuk mencapai prestasi belajar yang
tinggi;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

12. Saya merasa ragu menyampaikan pendapat saya dengan


tegas;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

13. Saya tidak merasa ragu menyampaikan keputusan yang tepat


meskipun didesak oleh siswa lain untuk mengambil keputusan
yang lain;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

14. Ketegasan pendirian merupakan sesuatu yang jarang


terjadi pada diri saya;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Azwir Salam & Amri Darwis


72 Metopel Pendidikan Agama Islam

15. Ketegasan penentuan prioritas pekerjaan merupakan hal biasa


saya lakukan untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan
mudah;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

16. Saya keberatan untuk mengikuti perubahan yang baru


yang terjadi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

17. Saya percaya bahwa tugas belajar yang diberikan guru sesuai
dengan kemampuan saya;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

18. Saya belum yakin hasil belajar saya lebih baik dari
teman se-kelas;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 73

19. Saya tidak suka berkompetisi dalam hal belajar dengan


teman se-kelas;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

20. Saya memiliki pendirian yang tegas dalam memberikan


pendapat yang benar;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

21. Saya menyambut baik terhadap gagasan-gagasan baru;


A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

22. Saya keberatan bila dinilai gagal dalam menyelesaikan


suatu pekerjaan baru yang diberikan guru saya;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Azwir Salam & Amri Darwis


74 Metopel Pendidikan Agama Islam

2. Instrumen Variabel Motivasi Belajar.


a. Definisi Konseptual
Motivasi belajar adalah dorongan dari dalam
diri siswa sendiri yang mempengaruhi perilakunya
dalam belajar untuk mencapai hasil belajar yang Iebih
baik.
b. Definisi Operasional
Operasional variabel motivasi belajar adalah
dorongan dari dalam dirinya yang mempengaruhi
perilakunya dalam belajar untuk mencapai hasil
belajar yang Iebih baik yang dapat diukur dengan
indikator; (1) tanggung jawab dalam melaksanakan
tugas, (2) berupaya bekerja keras, (3) menepati waktu
dalam belajar, (4) berusaha untuk unggul, (5) ingin
mendapat nilai yang baik, (6) berupaya memenuhi
kelulusan, (7) senang memperoleh nilai baik, (8)
belajar dengan harapan mendapat perhatian.
c. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar Siswa
Berdasarkan definisi konseptual dan operasional
variabel motivasi belajar, maka indikator yang diukur
dalam variabel ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Kisi-kisi Instrumen Variabel Motivasi Belajar


No INDIKATOR No. Butir Jml
1 Tanggung jawab dalam belajar 1,8,10 3
2 Berupaya bekerja keras 2,11 2
3 Menepati waktu 3,12,16 3
4 Berusaha untuk unggul 4,13,17 3
5 Berhasil lulus, 5,18 2
6 Berupaya memenuhi kelulusan 6,9,14 3
7 Ingin memperoleh pujian. 15 1
8 Bekerja dengan harapan mendapat 7,19 2
perhatian
TOTAL 19

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 75

d. Kuesioner Motivasi Belajar

1. Saya tidak bertanggung jawab atas tugas belajar


kelompok, karena tugas-tugas itu tanggung jawab
bersama dengan teman-teman;
A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

2. Belajar semampunya saja merupakan bagian dari


kepribadian saya;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

3. Saya menepati jam belajar setiap hari;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

4. Saya tidak ingin belajar lebih unggul dari teman sekelas;

Azwir Salam & Amri Darwis


76 Metopel Pendidikan Agama Islam

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

5. Saya terdorong untuk belajar giat untuk meningkatkan


hasil belajar;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

6. Saya belajar di sekolah ini untuk mencari bekal hidup


masa depan;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 77

7. Saya bekerja berkeinginan untuk meningkatkan prestasi;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

8. Saya menyerahkan tugas saya kepada orang lain setiap


saya kesulitan mengerjakannya;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

9. Saya betah tetap belajar di kelas tepat waktu,


walaupun guru berhalangan hadir;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Azwir Salam & Amri Darwis


78 Metopel Pendidikan Agama Islam

10. Saya ingin belajar seadanya saja karena tidak mau


belajar keras yang menguras tenaga saya;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

11. Saya terdorong untuk menyelesaikan tugas sesegera


mungkin;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

12. Saya berusaha untuk tidak mengungguli teman saya


dalam belajar;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 79

13. Saya kehilangan semangat belajar karena belum adanya


peningkatan nilai;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

14. Saya senang bila hasil belajar saya dipuji guru;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

15. Bila pekerjaan cepat selesai sementara jam belajar di


sekolah belum habis, biasanya saya permisi keluar
sekolah cari kegiatan lain;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

Azwir Salam & Amri Darwis


80 Metopel Pendidikan Agama Islam

16. Dalam melakukan tugas yang bersifat kompetitif, saya


berusaha melebihi hasil belajar teman-teman;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

17. Saya merasa bahagia bila hasil belajar saya berhasil


sukses;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

18. Saya kurang semangat belajar karena kurang mendapat


perhatian dari guru saya;

A. Sangat Setuju
B. Setuju
C. Netral
D. Tidak Setuju
E. Sangat Tidak Setuju

G. Skala Pengukuran Variabel

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 81

Pengukuran di bidang pendidikan, menurut objek


yang hendak diteliti dapat dibedakan menjadi objek yang
nyata atau fisik dan objek yang abstrak. Untuk objek yang
nyata, misalnya tingkah laku manusia pada bidang teknik
dan rekayasa. Alat ukur dapat dibedakan menurut dimensi
benda tersebut, yaitu dimensi panjang, massa, dan waktu.
Semula bernama sistem CGS yang berdasarkan pada ukuran
sentimeter untuk panjang, gram untuk massa, dan sekon
atau detik untuk waktu. Unit-unit pengukuran kemudian
berkembang menjadi sistem MKSA plus dengan satuan
pengukuran meter untuk panjang, kilogram untuk massa,
sekon untuk waktu, ampere untuk satuan listrik, derajat
untuk satuan suhu, dan kandela untuk intensitas cahaya.
Untuk lebih mendalami sistem pengakuan ini pembaca
dapat mempelajari lebih jelas dalam teori pengukuran di
bidang metrologi industri.
Untuk penelitian dengan subjek manusia dengan
variabel atribut yang lebih bersifat abstrak maka macam-
macam alat ukur yang digunakan berbeda dengan alat ukur
untuk objek nyata. Alat-alat ukur harus dapat mengukur
konstruk subjek yang diteliti, termasuk di antaranya alat
ukur tidak langsung seperti: tes pencapaian hasil belajar,
tes bakat atau inteligen, dan tes kepribadian yang di
dalamnya mencakup teknik inventori dan proyektif,
sedangkan menurut cara membuat skala pengukuran juga
bervariasi, termasuk: skala sikap dan rating.

1. Tes Psikologi (TP)


Untuk penelitian dengan objek manusia yang di
dalamnya mencakup unsur variabel yang terkait dengan
manusia, tes merupakan alat ukur yang sering ditemui di
bidang penelitian pendidikan, psikologi maupun sosiologi.
Dengan tes, seorang peneliti dapat mengukur konstruk yang
diinginkan. Melalui indikator yang dipilih oleh mereka
sendiri, seorang peneliti kemudian dapat mengidentifikasi

Azwir Salam & Amri Darwis


82 Metopel Pendidikan Agama Islam

konstruk yang hendak diukur. Diidentifikasinya konstruk


objek melalui indikator dan digunakannya sebagai perkiraan
konstruk atas dasar kajian ilmiah yang ada, tes merupakan
aspek pengukuran penelitian yang mempunyai peranan
penting.
Dipenelitian pendidikan, komponen konstruk yang
terkait dengan variabel subjek yang hendak diteliti, sering
diidentifikasi sebagai variabel penting dalam pendidikan
misalnya, keterampilan, motivasi, pencapaian hasil belajar,
bakat dan kemampuan, sikap, hubungan manusia dengan
manusia lainnya dan interes individu maupun kelompok.
Variabel tersebut menjadi objek perhatian yang selalu
menarik para peneliti pendidikan.
Batasan operasional mengenai pengertian suatu tes
tidak lain adalah satu set stimuli yang diberikan kepada
subjek atau objek yang hendak diteliti. Tes merupakan
prosedur sistematik dimana individu yang dites
direpresentasikan dengan suatu set stimuli jawaban mereka
yang dapat menunjukkan ke dalam angka. Subjek dalam hal
ini, harus bersedia mengisi item-item dalam tes yang sudah
direncanakan sesuai dengan pilihan hati dan pikiran guna
menggambarkan respons subjek terhadap item yang
diberikan. Respons yang telah diberikan oleh subjek,
kemudian diolah oleh peneliti atau tester secara sistematis
menuju suatu arah kesimpulan yang menggambarkan
tingkah laku subjek tersebut. Sesuai dengan jenis penelitian
yang hendak digunakan, respons subjek pada umumnya
melalui angka untuk penelitian kuantitatif, dan tidak
melalui angka jika pilihan adalah melalui penelitian
kualitatif.
Dalam memilih atau memberikan respons, subjek
biasanya akan mengikuti petunjuk atau instruksi peneliti
yang sebelumnya diberikan sebagai bagian pengantar
pengerjaan tes. Apakah tes tersebut menjadi tes

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 83

pencapaian belajar, tes bakat atau inventori tergantung


dan tujuan peneliti dalam mendesain tes.
Tes ini merupakan instrumen yang dirancang untuk
mengukur aspek-aspek tertentu dan tingkah laku manusia.
Tes psikologi menghasilkan deskripsi yang objektif yang
diukur dengan menggunakan skor atau angka. Dalam tes
psikologi, seorang peneliti dapat membedakan menjadi
dua, yaitu tes prestasi dan tes bakat atau inteligensi.
Pemberian skor dalam tes psikologi pada umumnya
didasarkan pada sampel yang memiliki karakteristik
mewakili populasi. Di samping itu, tes psikologi juga
berdasarkan pada jawaban dan subjek secara individual.
Skor pada tes psikologi juga merupakan indikator yang
merefleksikan karakteristik yang dimiliki oleh subjek yang
diukur.
Seperti halnya bentuk tes lainnya, tes psikologi
sebaiknya juga harus memiliki tiga persyaratan, yaitu
validitas, reliabilitas, dan objektivitas. Pengertian tentang
validitas dan reliabilitas pada prinsipnya sudah dibahas
pada bab terdahulu, sedangkan yang dimaksud dengan
objektivitas suatu tes tidak lain adalah kesesuaian dengan
kenyataan atau ketidakberpihakan penilai pada subjek yang
diteliti. Suatu tes dikatakan objektif apabila tes tersebut
mampu merefleksikan keadaan yang senyatanya yang
biasanya ditunjukkan dengan tingkat kesesuaian antara
subjek dengan para penilai.

2. Tes Prestasi
Dalam penelitian pendidikan yang berkaitan dengan
efektivitas program, metode pengajaran, dan kegiatan yang
berkaitan dengan proses belajar-mengajar sering
direfleksikan sebagai variabel terikat di antaranya adalah
pencapaian hasil belajar. Untuk mengetahui apakah materi
yang diberikan oleh seorang guru kepada peserta didik
sudah dikuasai mereka, salah satu caranya adalah guru

Azwir Salam & Amri Darwis


84 Metopel Pendidikan Agama Islam

melakukan pengukuran dengan menggunakan tes prestasi.


Oleh karena itu, hal yang wajar sekali apabila tes prestasi
banyak digunakan dalam penelitian maupun dalam
pembahasan yang berkaitan erat dengan proses belajar-
mengajar dalam sistem pendidikan.
Tes prestasi pada umumnya mengukur penguasaan
dan kemampuan para peserta didik setelah mereka selama
waktu tertentu menerima proses belajar mengajar dan
guru. Tes tersebut umumnya untuk mengukur tingkat
penguasaan dan kemampuan peserta didik secara individual
dalam cakupan dan ilmu pengetahuan yang telah
ditentukan oleh para pendidik.
` Tes prestasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua macam bentuk tes, yaitu tes standar dan tes
buatan guru. Tes buatan guru ini juga sering disebut
sebagai tes yang belum distandardisasi. Tes standar
merupakan tes yang sudah dipublikasikan keberadaannya
dalam jurnal atau di media formal lainnya yang relevan.
Tes standar tersebut biasanya dihasilkan melalui proses
panjang yang merupakan usaha terencana, intensif dan
sistematis oleh para pembuatnya dengan memperhatikan
faktor-faktor penting termasuk substansi akademik yang
luas. Tes standar biasanya sudah dikomparasikan secara
normatif dengan bentuk yang ada, termasuk uji validitas
dan tingkat reliabilitas tes.
Membuat tes standar biasanya memerlukan proses
yang panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut pembuat tes
harus mengadministrasi tes kepada subjek sasaran atau
testcase yang berfungsi sebagai sampel. Di samping itu,
grup norma juga perlu dipilih untuk menjadi populasi,
misalnya propinsi, kabupaten, ranting atau sekolah. Rerata
dan sampel biasanya menjadi norma untuk tingkat
tersebut. Penggunaan grup norma tersebut penting bagi
peneliti, utamanya untuk menjadi dasar pembanding antara
rerata grup norma dengan rerata estimasi semua subjek

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 85

pada kelas yang sama. Tes standar pada umumnya diadakan


untuk mata pelajaran (subject matter) tertentu, misalnya
mata kuliah matematika, ilmu pengetahuan alam atau
fisika dan juga dalam bentuk tes komprehensif yang secara
simultan mengukur beberapa pencapaian prestasi belajar.
Contoh tes komprehensif ini misalnya tes kemampuan untuk
masuk perguruan tinggi atau tes kemampuan akademik
(TIKI), dan juga California Achievement Test (CAT) yang
mencakup kemampuan para calon mahasiswa dalam hal
membaca, bahasa, dan aritmatik.
Dalam memilih tes yang hendak digunakan, peneliti
hendaknya perlu hati-hati. Tes yang dipilih sebaiknya sudah
mengukur terhadap tujuan mata kuliah yang hendak diukur.
Jika tes standar belum ada di lembaga maka peneliti dapat
menggunakan tes yang ada di sekolah atau tes buatan
sendiri. Tes buatan sendiri ini biasanya lebih sesuai dengan
tujuan proses belajar-mengajar (PBM) dan guru atau si
pembuat tes itu sendiri. Jika dibandingkan antara tes
standar dengan tes buatan sendiri, dalam hal kesesuaiannya
dengan tujuan mengajar, keberadaan tes belum standar
atau buatan guru sendiri adalah lebih baik. Karena dengan
adanya tes yang dibuat oleh guru yang bersangkutan,
manajemen proses belajar yang mencakup di antaranya
perencanaan, implementasi dan evaluasi mengajar lebih
dapat terpenuhi.
Yang perlu diperhatikan bagi para peneliti
berkaitan dengan tes yang belum standar adalah bahwa
para peneliti harus tetap memperhatikan persyaratan tes
pada umumnya, yaitu validitas, tingkat reliabilitas, dan
objektivitas tes tersebut sebelum tes yang belum standar
hendak digunakan. Di samping persyaratan di atas,
alangkah baiknya bila pembuat tes juga mempunyai variasi
literatur sebagai bahan acuan yang relevan.
Dilihat dari aspek interpretasi yang dibuat oleh
peneliti, tes dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

Azwir Salam & Amri Darwis


86 Metopel Pendidikan Agama Islam

tes normatif dan tes kriteria.Tes normatif di mungkinkan


peneliti untuk:
a. membandingkan kinerja seseorang dengan orang lain
dalam penyelenggaraan tes yang sama;
b. menginterpretasikan performansi individual dalam
posisinya sebagai anggota kelompoknya atau dalam
grup normatif;
Tes kriteria sebaliknya, berprinsip pada
penggambaran apa yang telah dibuat oleh seseorang
sesuai dengan kapasitasnya tanpa menggunakan acuan
orang lain. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila
bentuk tes dapat mendeskripsikan apa yang telah
dikerjakan oleh seseorang, karena kinerja dalam tes
kriteria, pada prinsipnya dibuat atas dasar persyaratan
yang telah ditentukan lebih dahulu. Kinerja individual
dalam tes ini, direfleksikan melalui tingkat penguasaan
beberapa ranah pengetahuan atau keterampilan yang
dapat dicapai oleh orang tersebut melalui jawaban yang
benar pada tes yang telah direncanakan. Hasil tes ini
kemudian dilaporkan dalam bentuk persentase, skor
baku, varians, dan sebagainya.
Tes normatif maupun tes kriteria dapat dibuat
dengan tingkat kemudahan maupun kesulitan yang
bervariasi, tergantung pada apa yang hendak peneliti
ukur, sehingga dengan membuat tes yang bervariasi
tingkat kesulitannya diharapkan performa seseorang
dalam tes dapat digambarkan secara langsung melalui
pengetahuan yang spesifik dalam cakupan yang
proporsional dengan banyak orang masih dapat
mencapainya.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 87

3. Tes Inteligensi
Jenis tes lainnya yang juga banyak digunakan di
bidang pendidikan adalah tes inteligensi atau tes bakat.
Secara definitif: intelligence is the ability to undertake
activities that are characteristics by: 1) difficulty, 2)
complexity, 3) abstracness, 4) economy, 5) adaptiveness to
a goal, 6) social value, and 7) emergency of originals.
Sedangkan dilihat dari ragamnya, inteligensi
seseorang dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
sebagai berikut;
a. Inteligensi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk
mengerti dan bekerja sama dengan orang lain;
b. Inteligensi nyata, yaitu kemampuan seseorang untuk
mengetahui tingkat kemampuan seseorang dalam
berinteraksi dengan sesuatu yang nyata sebagai
realisasi keterampilan dan penerapan ilmu
pengetahuan.
c. Inteligensi abstrak, yaitu kemampuan seseorang
untuk mengerti dan berinteraksi dengan komunikasi
verbal yang mungkin berupa simbol-simbol seperti
dalam konteks ilmu pengetahuan, matematika,
budaya, dan sebagainya.
Tes inteligensi merupakan tes yang direncanakan
untuk mengukur cakupan khusus, yaitu kemampuan
seseorang dalam kaitannya dengan penggunaan
pengetahuan yang ada ke dalam konteks yang bervariasi.
Tes inteligensi pada prinsipnya tidak mengukur
inteligensi atau bakat yang ada pada seseorang secara
murni, tetapi kemampuan seorang peserta tes dalam
memecahkan permasalahan yang sudah direncanakan oleh
si pembuat tes. Tes semacam ini, banyak digunakan pada
tes yang mempunyai tujuan memprediksi keberhasilan
seseorang ketika mereka masuk di sekolah yang hendak
diikuti, Keberhasilan penampilan dalam tes inteligensi,
pada umumnya tergantung pada latar belakang subjek yang

Azwir Salam & Amri Darwis


88 Metopel Pendidikan Agama Islam

diukur. Dalam tes inteligensi sering timbul salah persepsi


yang menimbulkan keraguan atas hasil tes yang dilakukan.
Persepsi yang kurang tepat terhadap tes inteligensi
tersebut, di antaranya seperti seorang siswa yang
mempunyai inteligensi 110 ternyata tidak menghasilkan
atau berpenampilan baik sama dengan dua kali kemampuan
anak lain yang nilai tes inteligensinya.
Tes inteligensi berkembang bentuknya menjadi tes
kemampuan akademik yang biasanya diberikan para siswa
atau mahasiswa ketika mereka harus mengikuti tes masuk
ke jenjang pendidikan yang Iebih tinggi, misalnya ke
perguruan tinggi bagi para siswa setelah menyelesaikan
Sekolah Menengah Umum atau ke tingkat pascasarjana
setelah mereka menyelesaikan pendidikan sarjananya,
sebagai scholastic aptitude test.
Tes inteligensi juga banyak digunakan untuk tes
yang bertujuan memprediksi prospek keberhasilan seorang
siswa dalam menyelesaikan program pendidikannya.
Peneliti di bidang pendidikan juga menggunakan secara
luas, karena dalam bidang tersebut bakat atau inteligensi
dikontrol untuk melihat pengaruh atau hubungan antar
variabel yang direncanakan.
Dilihat dari subjek yang menjadi sasaran, tes
inteligensi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes
inteligensi untuk individual dan untuk kelompok.
a. Tes inteligensi untuk individual. Tes ini digunakan untuk
mengukur bakat seseorang. Tujuan pembuatan tes
inteligensi untuk individual tidak lain adalah guna
mengidentifikasi sifat-sifat seorang siswa atau anak
yang mungkin dimiliki dan merupakan potensi yang ada
untuk dapat dikembangkannya untuk kebaikan masa
depan mereka. Selain itu, di lembaga-lembaga
pendidikan, tes inteligensi individual ini juga dapat
digunakan untuk membagi para siswa menjadi kelompok
kelas yang memiliki karakteristik homogen. Yang

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 89

termasuk tes inteligensi individual sebagai contoh di


antaranya adalah tes Standford-Binet dan tes Wechler.
Tes Stanford-Binet ini mempunyai sifat-sifat penting di
antaranya adalah memberikan pengukuran secara umum
tentang inteligensi seseorang dan tidak memberikan
pengukuran kemampuan, seperti tes kemampuan
lainnya. Tes Wechler yang luas penggunaannya guna
mengukur inteligensi orang dewasa. Tes Wechler ini
dibagi menjadi subjek yang dapat mengerjakan
intelligence Quotient (IQ) secara verbal dan IQ
nonverbal. Subjek-subjek tersebut kemudian dibagi ke
dalam subskala yang menunjukkan penampiIan dalam
tugas-tugas spesifik.
b. Tes inteligensi kelompok. Tes inteligensi ini merupakan
tes alternatif yang digunakan untuk mengukur bakat
subjek yang diukur dalam kegiatan kelompok. Tes
inteligensi kelompok ini muncul sebagai koreksi atas
posisi tes inteligensi individual yang ternyata memiliki
beberapa kelemahan dalam praktiknya. Beberapa
kelemahan tersebut di antaranya seperti berikut. Tes
individual:
1) Harus diberikan oleh seorang yang mendalami
keahlian Psikometrik,
2) Memerlukan prosedur yang mengharuskan tes
diberikan kepada setiap individu, menjadikan
penyelenggaraan tes memerlukan biaya mahal
dalam terapannya,
3) Tes inteligensi kelompok memerlukan waktu,
biaya, dan tenaga para ahli pengukuran yang Iebih
banyak. Tes inteligensi kelompok semula digunakan
dalam Perang Dunia I untuk mengukur bakat orang-
orang yang ingin menjadi militer. Tes ini kemudian
dirancang dan dikembangkan untuk kegiatan sipil
atau umum termasuk untuk tujuan kegiatan
pendidikan.

Azwir Salam & Amri Darwis


90 Metopel Pendidikan Agama Islam

4. Pengukuran Kepribadian
Kepribadian seseorang ternyata juga menjadi salah
satu garapan penting dalam penelitian pendidikan. Karena
memang sebagian besar penelitian pendidikan mempunyai
subjek garapan adalah manusia, baik itu sebagai siswa,
guru, orang tua maupun masyarakat. Subjek penelitian
pendidikan dapat berupa individual atau kelompok yang
dua-duanya mengandung unsur pribadi sebagai manusia.
Tes kepribadian dapat dibedakan menjadi dua macam yang
pada prinsipnya tergantung dari teknik yang digunakan dan
tinjauan teori yang mendasari pembuatan tes tersebut
teknik inventori dan teknik proyektif.

1. Teknik Inventori
Pada teknik inventori, posisi subjek
direpresentasikan dengan item pertanyaan atau pernyataan
yang menggambarkan bentuk tingkah laku seseorang. Pada
tes inventori ini, subjek diminta untuk menunjukkan apakah
masing-masing pernyataan atau pertanyaan merefleksikan
tingkah laku mereka, dengan menjawab ya atau tidak;
sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Jawaban yang mereka berikan kemudian dihitung melalui
angka jawaban yang sesuai dengan sifat-sifat yang peneliti
hendak ukur.
Tes inventori telah digunakan oleh para peneliti
pendidikan guna memperoleh sifat-sifat kelompok tertentu,
misalnya motivasi anak terhadap pilihan sekolah mereka
SMK atau SMU. Minat para siswa SMK kelas tiga dalam
memasuki dan memilih jenis pekerjaan, keadaan para
alumni setelah mereka menyelesaikan pendidikannya, dan
para siswa yang keluar atau drop out karena alasan
tertentu.
Teknik inventori juga digunakan untuk mencari
hubungan antara variabel yang berkaitan dengan kegiatan
dalam pendidikan termasuk, misalnya inteligensi,

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 91

pencapaian basil belajar, sikap, persepsi, motivasi, dan


sebagainy. Selain itu, tes inventori juga banyak digunakan
untuk menggambarkan status atau kondisi responden yang
ada pada waktu tertentu. Untuk mengukur perubahan
kondisi sebagai akibat berubahnya faktor-faktor penyebab
dan juga untuk memprediksi tingkah laku yang akan datang
atas dasar performansi saat ini.
Tes inventori banyak digunakan dalam bidang
pendidikan karena mempunyai beberapa kelebihan jika
dibandingkan dengan bentuk tes lainnya. Beberapa
kelebihan tersebut di antaranya termasuk:
a. Lebih ekonomis dan memerlukan biaya murah,
b. Sederhana penampilan maupun cara
penyelenggaraannya,
c. Dapat menghasilkan data yang lebih objektif.
Walaupun demikian, tes inventori juga memiliki
kelemahan yang sering dan mempengaruhi hasil bila
tidak diperhatikan oleh para peneliti. Kelemahan
inventori yang paling utama adalah berkaitan dengan
validitas instrumen, karena validitas tes inventori pada
umumnya sangat tergantung pada kemampuan
responden dalam membaca tes per itemnya dan usaha
yang berkaitan dengan mengetahui diri mereka sendiri
khususnya dalam posisi penting, yaitu saat mereka:
1) Mengisi angket secara jujur
2) Mengetahui diri sendiri, dan
3) Kemudian menetapkan jawaban pilihan dengan yang
lebih mendekati hati nurani sendiri.

2. Teknik Proyektif
Teknik proyektif merupakan teknik pengukuran di
mana individu sebagai sumber informasi ditanya dan
kemudian menjawab stimulus yang disajikan oleh para
peneliti dalam bentuk tes yang diatur secara tidak
terstruktur. Teknik ini disebut teknik proyektif karena

Azwir Salam & Amri Darwis


92 Metopel Pendidikan Agama Islam

seseorang diharapkan memproyeksikan jawabannya ke


dalam stimulus yang disediakan sesuai dengan kebutuhan,
keinginan, dan juga ketakutannya pada diri sendiri (bila
ada). Tes proyektif pada prinsipnya mendasarkan asumsi
pada proses dimana secara tidak sadar seseorang akan
selalu bertindak sesuai dengan tiga atribut penting, yaitu;
a. Bahwa seseorang akan menuangkan pemikiran, sikap,
dan emosi tertentu atau reaksi terhadap sikap orang
lain atau terhadap dirinya kepada stimulus yang telah
disediakan
b. Bahwa seseorang akan bersikap atau bertindak atas
dasar refleksi dan kebutuhan mereka atas kepentingan
orang lain dalam lingkup mereka,
c. Bahwa seseorang akan menuangkan pada stimulus yang
ada sesuai dengan gambaran inferensi yang dialami
dan pengalaman mereka sendiri.
Tes proyektif merupakan tes yang di dalamnya
membenikan kesempatan kepàdá subjek dengan stimulus
situasi dan memberikan kesempatan kepada mereka secara
paksa atas dasar kebutuhan, persepsi, dan interpretasi
pribadi. Macam-macam bentuk tes proyektif yang sering
digunakan sebagai stimulan oleh para peneliti di antaranyã
termasuk: gambar-gambar, inkblots, kalimat tidak lengkap,
asosiasi kata, tulisan tangan dan gambar tangan, tes
kreatif, dan konstruktif. Stimulus tersebut direncanakan
secara sistematik untuk menerangkan jawaban yang akan
menunjukkan struktur pribadi termasuk perasaan, nilai, dan
model karakter yang diatur sehingga dapat memproyeksikan
aspek pribadi seseorang setelab melalui interpretasi.
Teknik proyektif, pada umumnya juga digunakan
oleh para ahli psikologi untuk keperluan klinis, yaitu
mendiagnosis seseorang yang berkepentingan melalui emosi
mereka. da bidang pendidikan, teknik ini penggunaannya
mirip dengan apa yang dilakukan para ahli psikologi, yaitu
untuk menganalisis dan melakukan testing kepada para

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 93

peserta didik yang mempunyai problem emosional yang


diperkirakan secara prospektif akan mempengaruhi proses
dan hasil belajar mereka. Agar mencapai hasil yang
maksimal, teknik proyektif perlu adanya orang-orang atau
para peneliti yang memahami analisis klinis secara
mendalam dan sistematik dan orang-orang yang mampu
menerjemahkan stimulan yang muncul ke dalam teknik
skoring. Dan hal itulah yang sebenarnya merupakan
kelemahan dari tes proyektif dalam pendidikan.

3. Teknik Membuat Skala


Teknik membuat skala pengukuran adalah cara
mengubah fakta-fakta kualitatif yang melekat pada objek
atau subjek penelitian (attribute) menjadi urutan
kuantitatif. Pembuatan skala pengukuran ini dibuat dengan
mendasarkan pada dua asumsi; (1) Ilmu pengetahuan pada
akhir-akhir ini Iebih cenderung menggunakan prinsip-prinsip
matematika, (2) Ilmu pengetahuan semakin menuntut
presisi yang lebih baik utamanya dalam hal mengukur
gradasi, misalnya sangat setuju, setuju, tidak setuju,
sangat tidak setuju; atau dalam urutan angka seperti
contohnya, 4, 3, 2, 1.8
Dalam membuat skala, peneliti perlu
mengasumsikan bahwa dalam fakta mengandung suatu
kontinum yang nyata yang berasal dan sifat-sifat subjek
atau objek yang diteliti. Kontinum tersebut pada umumnya
benvariasi, tergantung klasifikasi atributnya. Sebagai
contoh misalnya, himpunan subjek dengan baju merah,
baju kuning, dan baju hijau untuk pengukuran nominal yang
sifatnya hanya untuk membedakan di antara subjek atau
objek yang hendak diteliti. Demikian pula kontinum dapat

8
Nazir, 2005, Metode Penelitian, Bogor : Ghalia
Indonesia, hh. 328-329.

Azwir Salam & Amri Darwis


94 Metopel Pendidikan Agama Islam

berupa subjek paling tinggi, tinggi, sedang, rendah untuk


kontinum yang diukur dalam skala pengukuran ordinal.
Adanya kontinum membawa konsekuensi dalam
pembuatan skala. Salah satu konsekuensi tersebut adalah
bahwa item-item yang tidak berhubungan dengan atribut
variabel tidak dapat dimasukkan dalam skala yang sama.
Di samping itu, suatu atribut variabel juga tidak
boleh mempunyai tingkat degradasi lebih dari satu.
Dalam membuat skala item yang diukur dapat berasal dari
populasi atau dari sampel. Dalam penelitian tingkah laku
atau pendidikan item yang diukur biasanya lebih
menekankan pada item yang berasal dari sampel penelitian,
sedangkan dalam penelitian eksperimen laboratorium, item
yang diukur biasanya adalah atribut dan subjek atau objek
yang ada di labonatorium dan bukan atribut yang berasal
dari objek populasi. Dari pengukuran sampel, kemudian
peneliti diharapkan dapat melakukan inferensi terhadap
populasi. Oleh karena itu, peneliti perlu mengetahui secara
pasti sifat-sifat sampel maupun populasi yang hendak
diteliti.
Skala yang dibuat pada umumnya terbatas hanya
cocok untuk satu populasi tertentu. Seperti halnya
persyaratan instrumen dalam pembuatan skala yang baik,
peneliti sebaiknya juga harus memenuhi persyaratan
validitas dan reliabilitas yang tinggi.
Ada beberapa jenis skala pengukuran antara lain:
1. skala jarak sosial (skala Borgadus dan sosiogram);
2. skala penilaian (rating scalesI);
3. skala membuat ranking;
4. skala konsistensi internal (skala Thurstone);
5. skala likert; (skala sikap);
6. skala kumulatif Guttman;
7. semantic differential.9

9
Ibid.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 95

1. Skala Likert
Skala Likert adalah skala yang banyak digunakan
oleh para peneliti guna mengukur persepsi atau sikap
seseorang. Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang
diinginkan oleh para peneliti dengan cara mengajukan
beberapa pertanyaan atau pernyataan kepada responden.
Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban
atau respons dalam skala ukur yang telah disediakan,
misalnya sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak
setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Sementara
Sukardi membatasi empat pilihan saja; sangat setuju (SS),
setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Alasan Sukardi karena orang Asia termasuk orang Indonesia
cenderung pilih pertengaan (Netral) dan takut menerima
resiko bila bersikap tegas.10
Skala ukur tersebut pada umumnya ditempatkan
berdampingan dengan pertanyaan atau pernyataan yang
telah direncanakan, dengan tujuan agar responderi
lebih mudah mengecek maupun memberikan pilihan
jawaban yang sesuai dengan pertimbangan mereka.
Responden dianjurkan untuk memilih kategori
jawaban yang telah diatur oleh peneliti, misalnya sangat
setuju (SS), setuju (CS), tidak setuju (TS), dan sangat tidak
setuju (STS) dengan memberikan tanda silang (x) pada
jawaban yang dirasa cocok.
Dalam perencanaan penelitian item-item
pertanyaan atau pernyataan pada umumnya telah
dikelompokkan menurut variabel yang hendak menjadi
perhatian peneliti. Dengan cara demikian ini, peneliti atau
pembaca lain dapat dengan mudah mengecek kebulatan

10
Sukardi, 2002, Metodologi Penelitian Pendidikan,
Jakarta: Bumu Aksara , h.147

Azwir Salam & Amri Darwis


96 Metopel Pendidikan Agama Islam

instrumen yang dibuatnya. Untuk menskor skala kategori


jawaban diberi bobot atau disamakan dengan nilai
kuantitatif 4, 3, 2, 1, ke empat pilihan pernyataan positif.
Dan 1,2,3,4 untuk pernyataan yang bersifat negatif.
Peneliti dalam membuat skala Likert pada umumnya tidak
hanya membatasi alat ukur dengan empat tingkatan saja,
seringkali mereka membuat dengan 7, 8, maupun 9 pilihan.
Di samping itu, peneliti juga dapat menggunakan pilihan
ganjil, misalnya 5,4, 3, 2, 1. Atau pilihan genap seperti 4,
3, 2, 1.
Sering pula ditemui peneliti secara sengaja
memberikan kategori jawaban negatif, dengan susunan
bobot yang terbalik yaitu 1, 2, 3, 4 untuk empat pilihan
jawaban. Pernyataan negatif ini disisipkan di antara
pernyataan positif guna mengontrol tingkat ketelitian atau
keseriusan responden dalam memberikan respon. Peneliti
yang tidak serius atau ceroboh akan terjebak dengan
pernyataan tersebut. Contoh pernyataan yang menjebak
misalnya seperti berikut.
Contoh item positif dan item negatif.
Pernyataan (SS) (S) (TS) (STS). Matematika merupakan mata
peajaran favorit 4 3 2 1. Saya tidak senang dengan mata
pelajaran matematika 1 2 3 4 Responden yang senang
dengan pelajaran matematika pasti akan memberikan
pilihan 4 pada pernyataan pertama, dan pilihan 4 pada
pernyataan negatif. Jika di 4 skor jumlah bobot akan
menjadi 4 + 4 = 8. Dan sistem bobot skor memberikan arti
bahwa (SS) pada pernyataan pertama dan (STS) pada
pernyataan kedua menunjukkan bahwa responden tersebut
memiliki sikap positif terhadap objek matematika.

2. Skala Thurstone
Skala pengukuran jenis kedua ini semula
dikembangakan oleh L.L. Thurstone. Dia mengembangkan
metode pengukuran untuk mengurutkan responden

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 97

berdasarkan ciri atau kriteria tertentu. Sama halnya dengan


skala sikap responden mengemukakan jawaban sangat
tidak disenangi menilai secara spesifik terhadap objek atau
subjek yang hendak diteliti. Perbedaannya dengan skala
Likert, menilai sikap dengan cara menanyakan responden
untuk menunjukkan tingkat atau derajat sangat setuju (SS),
setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS)
melalui pernyataan atau pertanyaan kepada responden
untuk kemudian mereka memilih di antara pernyataan atau
pertanyaan mana yan paling mendekati kecocokan jawaban
dengan pilihan sikap mereka. Skala Thurstone menilai sikap
dengan cara merepresentasikan statemen tentang topik
yang tidak favorit, netral, dan sangat tidak disenangi.
Responden dalam dianjurkan untuk memilih pernyataan
item yang hampir mendekati atau c.,.. dengan pilihan sikap
mereka.
Salah satu contoh skala pengukuran yang dibuat
dengan model skala Thurston di antaranya dapat dilihat
seperti berikut, tentang pertanyaan mengenai kepuasan
seorang siswa terhadap penilaian hasil belajar. “Bagaimana
Anda puas dengan hasil belajar Anda? 1 2 3 4 5 6 7 8 9.
Skala Thurstone tidak terlalu banyak digunakan
sebagai instrumen di bidang pendidikan karena model ini
mempunyai beberapa kelemahan yang di antaranya sebagai
berikut.
* Memerlukan terlalu banyak pekerjaan untuk membuat
skala;
* Nilai pada skala yang telah dibuat memungkinkan pada
skor sama mempunyai sikap berbeda. Nilai yang dibuat
dipengaruhi oleh sikap parajuri atau penilai. Memerlukan
tim penilai yang objektif.

3. Skala Guttman
Skala Guttman sering pula disebut sebagai teknik
kumulatif. Guttman mengembangkan teknik ini guna

Azwir Salam & Amri Darwis


98 Metopel Pendidikan Agama Islam

mengatasi problem yang dihadapi oleh Likert


dan Thurstone. Di samping itu, skala Guttman mempunyai
asumsi bahwa dasar dan fakta dimana beberapa item di
bawah pertimbangan yang harus dibuktikan menjadi
petunjuk kuat satu vaniabel dibanding variabel lainnya).
Teknik tersebut dilihat dan sifat-sifatnya sebagai
skala yang memiliki dimensi. Tujuan utama pembuatan
skala model ini pada prinsipnya adalah untuk
menentukan, jika sikap yang diteliti benar-benar mencakup
satu dimensi. Sikap dikatakan berdimensi tunggal bila sikap
tersebut menghasilkan I skala kumulatif. Sebagai contoh,
jika seorang responden yang setuju terhadap item 2, maka
ia berarti juga setuju terhadap item nomor 1, sedangkan
seorang responden setuju dengan item 3 juga berarti ia
setuju pada item nomor 2 dan 1 dan seterusnya. Dengan
kata lain, seseorang yang setuju pada item tertentu dalam
tipe skala akan mempunyai skor yang lebih tinggi pada skala
total daripada seseorang tidak setuju pada item tersebut.
Responden, sebagai contohnya ditanyakan tentang
apakah setuju atau tidak terhadap peran organisasi guru
dan orang tua.
a. Asosiasi guru dan orang tua murid mempunyai peran
penting dalam perkembangan sekolah.
b. Asosiasi guru-onang tua murid mempunyai pengaruh
kuat terhadap perkembangan sekolah.
c. Asosiasi gunu-orang tua murid merupakan organisasi
penting untuk meningkatkan kualitas sekolah.

H. Validitas dan Reliabilitas


Seorang peneliti diharapkan dapat memahami
tentang dua macam persyaratan yang diperlukan untuk
suatu instrumen penelitian yang baik. Memahami prinsip-
prinsip validitas suatu instrumen. Memahami prinsip-prinsip
reliabilitas suatu instrumen yang baik. Menerapkan prinsip
validitas guna memenuhi persyaratan instrumen yang baik.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 99

Dapat menghitung tingkat reliabilitas instrumen dengan


cara benar.
Dalam kegiatan penelitian untuk memperoleh data
yang berasal dari lapangan, seorang peneliti biasanya
menggunakan instrumen yang baik dan mampu mengambil
informasi dari objek atau subjek yang diteliti. Untuk
mencapai tujuan tersebut seorang peneliti dapat membuat
instrumen tersebut. Di samping itu, mereka juga dapat
menggunakan instrumen yang telah ada yang telah
dimodifikasi agar memenuhi persyaratan yang baik bagi
suatu instrumen. Di bidang pendidikan dan tingkah laku,
instrumen penelitian pada umumnya perlu mempunyai dua
syarat penting, yaitu valid dan reliabel.

1. Validitas Instrumen
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang
digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur, Gay
(1983). Seorang guru hendak melakukan tes untuk
melakukan penilaian apakah para siswa dapat menguasai
pengetahuan yang telah diberikan di kelas. Agar dapat
memperoleh hasil yang baik guru tersebut perlu membuat
atau mengembangkan tes yang sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai, kemudian memanfaatkannya untuk
mengukur peserta didik. Oleh karena guru mengetahui
seluk-beluk siswa yang diajarkannya, mereka dapat
membuat tes yang cocok dengan tujuan pengajaran yang
telah ditetapkan. Apakah tes tersebut dapat mengukur
pada siswa lain dalam mata pelajaran sama dan guru yang
berbeda? Pertanyaan tersebut memerlukan kajian yang
cermat untuk menjawabnya.
Validitas suatu instrumen penelitian, tidak lain
adalah derajat yang menunjukkan di mana suatu tes
mengukur apa yang hendak diukur. Prinsip suatu tes adalah
valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu
diperhatikan oleh para peneliti adalah bahwa ia hanya valid

Azwir Salam & Amri Darwis


100 Metopel Pendidikan Agama Islam

untuk suatu tujuan tertentu saja. Tes valid untuk bidang


studi fiqih belum tentu valid untuk bidang yang lain,
misalnya bidang sejarah.
Hal ini juga dapat dianalogikan bahwa tes valid
untuk suatu kelompk individu belum tentu valid untuk
kelompok lainnya. Sebagai contoh suatu tes valid untuk
para siswa Madrasah Aliyah, belum tentu valid untuk anak
Sekolah Menengah Pertama (SMP).Yang menjadi pertanyaan
adalah bukannya valid atau tidak valid suatu tes, tetapi tes
yang telah dibuat, valid untuk apa dan valid untuk siapa?
Contoh yang berkaitan dengan validitas dapat digambarkan
seperti berikut. Seorang guru valid untuk mengajar
kelompok umur tertentu, misalnya taman kanak kanak,
belum tentu valid untuk mengajar anak kelompok usia
sekolah menengah kejuruan.
Validitas yang berkaitan untuk siapa perlu
diperhatikan, karena menyangkut dengan membangun
gambaran atau deskripsi terhadap suatu kelompok normal.
Derajat validitas hanya berlaku untuk suatu kelompok
tertentu yang memang telah direncanakan pemakaiannya
oleh si peneliti. Contoh dalam tes pencapaian prestasi anak
yang direncanakan oleh orang dewasa, akan berbeda
bentuk maupun substansinya dengan tes prestasi untuk
anak usia remaja. Oleh karena itu, tidak aneh dalam hal ini
jika instrumen direncanakan bervariasi bentuk maupun
isinya, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Secara metodologis, validitas suatu tes dapat
dibedakan menjadi empat macam, yaitu validitas: isi,
konstruk, konkuren, dan prediksi. Keempat macam validitas
ukuran pula dikelompokkan menjadi dua macam menurut
rentetan berpikirnya. Kedua macam validitas itu, yaitu
validitas logik dan validitas empirik.
Validitas logik pada prinsipnya mencakup validitas isi,
yang ditentukan utamanya atas dasar pertimbangan
(judgment) dari para pakar. Kelompok validitas yang lain

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 101

adalah validitas empirik. Dinamakan demikian karena


validitas tersebut ditentukan dengan menghubungkan
performansi sebuah tes terhadap kriteria penampilan tes
lainnya dengan menggunakan formulasi statistik. Yang
termasuk dalam validitas logik di antaranya adalah validitas
konkuren dan prediksi. Jika dibandingkan antara validitas
logik dan validitas empirik maka validitas empirik. pada
umumnya menunjukkan lebih objektif.
Penilaian validitas konstruk pada prinsipnya
mencakup dua aspek di atas, pertimbangan dan kriteria
eksternal. Untuk tes tertentu, ini penting untuk mencari
kejelasan (evidence) yang berkaitan dengan tipe validitas
yang tepat untuk suatu tujuan.
Dalam penelitian, validitas suatu tes dapat
dibedakan menjadi empat macam, yaitu validitas isi,
validitas konstruk, validitas konkuren, dan prediksi yang
akan di uraikan dengan lebih jelas seperti berikut.
Validitas Isi
Yang dimaksud validitas isi ialah derajat di mana
sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin diukur.
Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua aspek
penting, yaitu valid isi dan valid teknik samplingnya. Valid
isi mencakup khususnya, hal-hal yang berkaitan dengan
apakah item-item itu menggambarkan pengukuran dalam
cakupan yang ingin diukur. Sedangkan validitas sampling
pada umumnya berkaitan dengan bagaimanakah baiknya
suatu sampel tes merepresentasikan total cakupan isi.
Contoh, sebuah tes direncanakan untuk mengukur
pengetahuan tentang pendidikan teknologi kejuruan,
dikatakan valid, karena dalam kenyataannya semua item
benar-benar berkaitan dengan faktual PTK. Tetapi mungkin
tes tersebut mempunyai validitas sampling jelek, karena
pengambilan sampling materi tidak merepresentasikan
untuk materi yang dimaksud. Kadang-kadang tes validitas
isi juga disebut face validity atau validitas wajah.

Azwir Salam & Amri Darwis


102 Metopel Pendidikan Agama Islam

Walaupun hal tersebut masih meragukan, karena validitas


wajah hanya menggambarkan derajat di mana sebuah tes
tampak mengukur, tetapi tidak menggambarkan cara
psikometri yang mengukur apa yang ingin diusahakan dapat
diukur. Proses ini sering digunakan sebagai awal menyaring
dalam tes pilihan.
Validitas isi juga mempunyai peran yang sangat
penting untuk tes pencapaian atau achievement
test.Validitas isi pada umumnya ditentukan melalui
pertimbangan para ahli. Tidak ada formula matematis
untuk menghitung dan tidak ada cara untuk menunjukkan
secara pasti. Tetapi untuk memberikan gambaran
bagaimana suatu tes divalidasi dengan menggunakan
validitas isi, pertimbangan ahli tersebut dilakukan dengan
cara seperti berikut. Para ahli, pertama diminta untuk
mengamati secara cermat semua item dalam tes yang
hendak divalidasi. Kemudian mereka diminta untuk
mengoreksi semua item—item yang telah dihuat. Dan pada
akhir perbaikan mereka juga diminta untuk memberikan
pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut
menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur.
Pertimbangan ahli tersebut biasanya juga
menyangkut, apakah semua aspek yang hendak diukur telah
dicakup melalui item pertanyaan dalam tes. Atau dengan
kata lain, perbandingan dibuat antara apa yang harus
dimasukkan dengan apa yang ingin diukur yang telah
direfleksikan menjadi tujuan tes.

2. Validitas Konstruk
Validitas konstruk merupakan derajat yang
menunjukkan suatu tes mengukur sebuah konstruk
sementara atau hypotetical construct. Konstruk, secara
definitif, merupakan suatu sifat yang tidak dapat
diobservasi, tetapi para peneliti dapat merasakan
pengaruhnya melalui satu atau dua indranya. Contoh suatu

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 103

konstruk dalam lingkup pendidikan teknologi kejuruan


misalnya, implikasi orang terampil atau memiliki skill,
dapat dilihat dengan melalui tingkah laku dia ketika orang
tersebut melakukan pekerjaannya. Konstruk tidak lain
adalah merupakan “temuan” atau suatu pendekatan untuk
menerangkah tingkah laku. Konstruk arus listrik dalam
suatu benda, misalnya, dapat dirasakan efeknya, ketika
peneliti dengan sengaja atau tidak sengaja memegang dua
kabel tersebut secara bersama-sama. Peneliti tidak dapat
memotong benda dan melihat arus listriknya. Arus listrik
dalam benda tersebut dapat dirasakan pengaruhnya secara
lebih nyata dengan melalui alat ukur, misalnya ohmmeter
atau ampermeter. Dalam pendidikan anak contoh konstruk
seperti Intelligence Quotient (IQ), melalui penelitian
menghasilkan bahwa seseorang yang memiliki IQ lebih
tinggi, ada kecenderungan bahwa orang tersebut dapat
mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan lebih baik. Dalam
dunia pendidikan, contoh lain yang menyangkut konstruk,
misalnya ketakutan, kreativitas, semangat, dan sebagainya.
Proses melakukan validasi konstruk dapat dilakukan
dengan cara melibatkan hipotesis testing yang dideduksi
dari teori yang menyangkut dengan konstruk yang relevan.
Misalnya jika suatu teori kecemasan menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki kecemasan yang lebih tinggi akan
bekerja lebih lama dalam menyelesaikan suatu masalah,
dibanding dengan orang yang memiliki tingkat kecemasan
rendah. Jika terjadi orang yang cemasnya tinggi ternyata
kemudian bekerja sebaliknya, yaitu lebih cepat, ini bukan
berarti bahwa tes yang sudah baku tadi berarti tidak
mengukur kecemasan orang. Atau dengan kata lain
hipotesis yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang
dengan kecemasan tinggi tidak benar. Kasus tersebut
mengindikasikan bahwa konstruk yang berhubungan dengan
orang yang memiliki kecemasan tinggi memerlukan kaji
ulang, guna mengadakan koreksi dan penyesuaian kembali.

Azwir Salam & Amri Darwis


104 Metopel Pendidikan Agama Islam

Umumnya beberapa studi yang tidak berhubungan


digunakan untuk mendukung kredibilitas tes konstruk yang
telah ada.

3. Validitas Konkuren
Validitas konkuren adalah derajat di mana skor
dalam suatu tes dihubungkan dengan skor lain yang telah
dibuat. Tes dengan validasi konkuren biasanya
diadministrasi dalam waktu yang sama atau dengan kriteria
valid yang sudah ada. Seringkali juga terjadi bahwa tes
dibuat atau dikembangkan untuk pekerjaan sama seperti
beberapa tes lainnya, tetapi dengan cara yang lebih mudah
dan lebih cepat. Validitas konkuren ditentukan dengan
membangun analisis hubungan atau pembedaan. Metode
hubungan pada umumya dilakukan dengan cara melibatkan
antara skor-skor pada tes dengan skor tes yang telah baku
atau kriteria tes yang sudah ada. Cara-cara membuat tes
dengan validitas konkuren dapat dilakukan dengan
beberapa langkah seperti berikut.
a. Administrasikan tes yang baru dilakukan terhadap grup
atau anggota kelompok.
b. Catat tes baku yang ada termasuk berapa koefisien
validitasnya jika ada.
c. Hubungkan atau korelasikan dua tes skor tersebut.
Hasil yang dicapai atau koefisien validitas yang
muncul menunjukkan derajat hubungan validitas tes yang
baru. Jika koefisien tinggi, berarti tes yang baru tersebut
mempunyai validitas konkuren baik. Sebaliknya tes yang
baru dikatakan mempunyai validitas konkuren jelek, jika
koefisien yang dihasilkan rendah.
Metode pembeda (discrimination) merupakan
validitas konkuren yang melibatkan penentuan suatu tes.
Jika skor tes dapat digunakan untuk membedakan antara
orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang diinginkan
dengan seseorang yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 105

Tes mental adalah merupakan contoh nyata terapan suatu


tes pembeda yang sering ditemui dalam kasus-kasus
psikologi. Jika hasil skor suatu tes dapat digunakan dengan
benar untuk mengklarifikasi person yang satu dengan
person lainnya maka validitas konkuren tes tersebut
memiliki daya pembeda yang baik.

4. Validitas Prediksi
Validitas prediksi adalah derajat yang menunjukkan
suatu tes dapat memprediksi tentang bagaimana seseorang
akan melakukan suatu prospek tugas atau pekerjaan yang
direncanakan.Tes kemampuan aljabar, sebagai contohnya,
dapat dikatakan mempunyai nilai validasi prediksi, jika tes
tersebut dapat menduga pada seseorang yang memiliki
kemampuan aljabar dengan anak yang tidak memiliki
kemampuan. Tes kemampuan akademik yang sering
diberikan pada mahasiswa yang hendak melanjutkan ke
jenjang pascasarjana juga dikenal mempunyai nilai prediksi
yang baik terhadap calon mahasiswa dalam menyelesaikan
studi di pascasarjana tersebut.
Instrumen validitas prediksi mungkin bervariasi
bentuknya tergantung beberapa faktor, misalnya kurikulum
yang digunakan, buku pegangan yang dipakai, intensitas
mengajar, dan letak geografis atau daerah sekolah. Yang
perlu diperhatikan ketika peneliti akan melakukan tes
prediksi di antaranya adalah perlunya memperhatikan
proses dan cara membandingkan instrumen yang divalidasi
dengan tes yang telah dibakukan. Untuk tes validasi
prediksi, prinsip instrumen umum yang menyatakan bahwa
tidak ada tes yang memiliki tes prediksi sempurna masih
tetap berlaku. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa skor
tes yang dihasilkan juga memiliki sifat ketidaksempurnaan
tersebut. Konsekuensi lain dari prinsip umum tersebut yang
harus selalu diingat oleh para peneliti adalah bahwa
menggunakan kombinasi beberapa kriteria akan lebih tepat

Azwir Salam & Amri Darwis


106 Metopel Pendidikan Agama Islam

hasilnya, jika dibandingkan dengan satu tes yang


mempunyai validasi prediksi yang dibuat hanya atas dasar
satu kriteria. Hal ini berarti, jika suatu klasifikasi dianggap
penting atau keputusan pemilihan harus dilakukan maka
para peneliti sebaiknya mendasarkan pada data yang
diperoleh dari tes yang menggunakan lebih dariatu
indikator.
Validitas prediksi suatu tes pada umumnya
ditentukan dengan membangun hubungan antara skor tes
dan beberapa ukuran keberasilan dalam situasi tertentu
yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan, yang
selanjutnya disebut sebagai prediktor. Sedangkan tingkah
laku yang hendak diprediksi pada umumnya disebut sebagai
kriteria. Dalam membuat validasi prediksi, suatu tes
biasanya mempunyai sekuensi seperti berikut.
Pertama, mengidentifikasi dan mendefinisikan
secara teliti kriteria yang hendak diinginkan. Kriteria yang
terpilih harus mengukur validitas terhadap tingkah laku
yang diprediksi. Sebagai contoh misalnya, jika peneliti
hendak memprediksi mata kuliah matematika. Kelengkapan
kehadiran kuliah satu semester, menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan dan mengikuti mid semester dari kuliah
tersebut dapat digunakan sebagai indikator kriteria.
Sedangkan mahasiswa yang tidak hadir dan tidak
mengumpulkan tugas-tugasnya, skor penuh yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai tersebut tidak merefleksikan
prediksi keberhasilan. Yang perlu diperhatikan ketika suatu
kriteria ditentukan oleh seorang peneliti adalah bahwa
dalam menentukan tercapainya suatu kriteria, apakah
sebagian besar mahasiswa yang mengambil mata kuliah
tersebut dapat mencapai kriteria yang telah ditentukan?
Seberapa besar mahasiswa dapat mencapai kriteria dalam
suatu tes sering disebut sebagai rerata dasar atau baserate.
Rerata dasar adalah proporsi individual yang diharapkan
dapat memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Dalam

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 107

penentuan kriteria suatu objek, peneliti sebaiknya


menghindari kriteria di mana nilai rerata dasarnya adalah
sangat tinggi. Nilai rerata dasar tinggi berarti sangat
mudah. Sebaliknya, jangan pula terjadi bahwa nilai rerata
dasar yang ada ternyata sangat rendah. Karena nilai rerata
dasar rendah tidak lain adalah menunjukkan bahwa nilai tes
sangat sulit.
Ketika kriteria telah diidentifikasi dan ditentukan,
prosedur selanjutnya adalah menentukan validitas prediksi
suatu tes dengan cara seperti berikut.
a. Buat item tes sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai;
b. Tentukan grup yang dijadikan subjek dalam pilot
study;
c. Identifikasi kriteria prediksi yang hendak dicapai;
d. Tunggu sampai tingkah laku yang diprediksi atau
variabel kriteria muncul dan terpenuhi dalam grup
yang telah ditentukan;
e. Capai ukuran-ukuran criterion tersebut;
f. Korelasikan dua set skor yang dihasilkan;
Hasil angka beberapa koefisien validitas adalah
menunjukkan validitas prediksi terhadap tes yang baru
dibuat. Jika koefisien tinggi, berarti tes mempunyai
prediksi bagus. Sebaliknya, jika koefisien rendah berarti tes
yang baru dibuat mempunyai tes prediksi rendah.
Untuk memudahkan gambaran proses validasi
prediksi akan diuraikan seperti berikut. Misalnya, peneliti
akan menyelenggarakan tes untuk menentukan validitas
prediksi tes pada mahasiswa yang mengikuti mata kuliah
matematika teknik. Maka, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah dengan membuat tes item, kemudian
memberikannya kepada grup mahasiswa potensi yang
mengambil kuliah matematika teknik. Kemudian, peneliti
menunggu selama satu semester penuh pada grup

Azwir Salam & Amri Darwis


108 Metopel Pendidikan Agama Islam

mahasiswa yang hendak diprediksi pada mata kuliah yang


sama dengan mengukur melalui nilai ujian akhir. Hasil
korelasi antara dua sets nilai akan menentukan validasi
prediksi tes. Jika hasil korelasi menunjukkan koefisien,
korelasi tinggi, berarti tes mempunyai validitas prediksi
tinggi.
Yang menarik antara validitas konkuren dengan
validitas prediksi di antaranya adalah bahwa kedua validitas
tersebut hampir sama cara pelaksanaannya. Perbedaan
utama yang terjadi adalah dalam hal ketika pengukuran
criterion. Dalam melakukan tes validasi konkuren
pelaksanaan tes dapat dilakukan dalam waktu sama atau
dengan penentuan predicktor atau beda sedikit.
Dalam pelaksanaan tes validasi prediksi, salah satu
harus menunggu sampai kriteria yang direncanakan
terpenuhi, walaupun harus dengan menunggu waktu dan
pengumpulan data yang kadang memerlukan waktu lama.
Isu yang muncul kemudian adalah dapatkah validasi
konkuren digantikan posisinya dengan validitas prediksi?
Pertanyaan itu muncul guna menghilangkan masalah yang
menyangkut keharusan mengawasi jejak subjek. Jawaban
pertanyaan tersebut, pada umumnya tergantung dan
beberapa faktor seperti di antaranya:
siapa yang membuat tes tersebut?; bagaimana tujuan tes
direncanakan; kemudian tergantung pula dengan subjek
yang dites.
Dalam kedua tes, baik konkuren maupun prediksi,
yang mesti ada padanya adalah koefisien korelasi yang
mungkin tinggi atau mungkin rendah. Yang menjadi
pertanyaan dalarn hal ini adalah seberapa tinggi dan
seberapa rendah koefisien korelasi dalam suatu tes harus
ada? Dalam hal ini tidak ada pernyataan pasti untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Tetapi sebagai acuan,
dapat digambarkan seperti berikut. Koefisien 0,5 mungkin

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 109

dapat diterima, jika hanya ada satu-satunya tes. Sebaliknya


koefisien = 0,5 juga tidak diterima, jika ternyata ada tes
prediksi lain yang sejenis dan mempunyai koefisien lebih
tinggi.
Syarat lainnya yang juga penting bagi seorang
peneliti adalah reliabilitas. Reliabilitas sama dengan
konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian
dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila
tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam
mengukur yang hendak diukur. Ini berarti semakin reliabel
suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin peneliti
dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai
hasil yang sama ketika dilakukan tes kembali.
Tidak reliabel suatu tes pada prinsipnya dikatakan
juga sia-sia tes tersebut, karena jika dilakukan pengetesan
kembali hasilnya akan berbeda. Reliabilitas suatu tes pada
umumnya diekspresikan secara numerik dalam bentuk
koefisien. Koefisien tinggi menunjukkan reliabilitas tinggi.
Sebaliknya jika koefisien suatu tes rendah maka reliabilitas
tes rendah. Jika suatu tes mempunyai reliabilitas
sempurna, berarti bahwa tes tersebut mempunyai koefisien
+1 atau —1.
Dalam kenyataannya tes yang mempunyai nilai
sempurna adalah tidak ada. Karena skor itu kemungkinan
besar bervariasi, yang disebabkan oleh terjadinya kesalahan
pengukuran dan bermacam-macam sumber. Reliabilitas
tinggi menunjukkan kesalahan varian yang minim. Jika
sebuah tes mempunyai reliabilitas tinggi maka pengaruh
kesalahan pengukuran telah terkurangi.
Kesalahan pengukuran mempengaruhi skor dalam
tampilan secara random yang ditunjukkan dengan beberapa
skor, mungkin bertambah selagi yang lainnya berkurang
secara tidak beraturan.
Kesalahan pengukuran dapat disebabkan oleh
karakteristik tes itu sendiri, oleh kondisi pelaksanaan tes

Azwir Salam & Amri Darwis


110 Metopel Pendidikan Agama Islam

yang tidak mengikuti aturan baku seperti: tes item yang


meragukan dan status mahasiswa yang mengikuti. Status
mahasiswa yang mengikuti tes misalnya, seseorang yang
sedang lelah, atau mempunyai masalah pribadi, mahasiswa
mempunyai motivasi rendah, atau kombinasi dari semua
gejala di atas.
Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa
sumber-sumber kesalahan telah dihilangkan sebanyak
mungkin. Perhitungan reliabilitas pada umumnya lebih
mudah dibanding validasi. Hal ini terjadi karena dalam
menentukan koefisien korelasi, peneliti tidak lagi
memikirkan substansi dalam tes.
Ada beberapa tipe reliabilitas tes sering digunakan
dalam kegiatan penelitian dan masing-masing reliabilitas
mempunyai konsistensi yang berbeda, termasuk: tes-retes,
ekuivalen, dan belah dua yang ditentukan melalui korelasi.
Sedangkan reliabilitas ekuivalensi diperhitungkan melalui
bagaimana masing-masing item pertanyaan berkorelasi
dengan item-item keseluruhan dalam tes.

1. Reliabilitas Tes-Retes
Reliabilitas tes-retes tidak lain adalah derajat yang
menunjukkan konsistensi hasil sebuah tes dari waktu ke
waktu. Tes-retes menunjukkan variasi skor yang diperoleh
dari penyelenggaraan satu tes yang dilakukan dua kali atau
lebih, sebagai akibat kesalahan pengukuran. Dengan kata
lain, kita tertarik dalam mencari kejelasan bahwa skor
seseorang mencapai suatu tes pada waktu tertentu adalah
sama hasilnya, ketika orang tersebut dites lagi dengan tes
tersebut. Dengan melakukan tes-retes tersebut peneliti
mengetahui sejauh mana konsistensi suatu tes mengukur
dengan apa yang ingin diukur. Reliabilitas tes-retes ini
penting, khususnya ketika digunakan untuk menentukan
predicktor, misalnya tes kemampuan. Tes kemampuan tidak
akan bermanfaat,jika ternyata menunjukkan hasil yang

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 111

selalu berubah-ubah secara signifikan saat diberikan kepada


responden.
Penentuan pemakaian reliabilitas tes-retes,juga
tepat ketika bentuk tes alternatif lainnya tidak ada, dan
ketika tampak bahwa orang yang mengambil tes kedua
kalinya tidak ingat atas jawaban tes yang pertama. Para
pengambil tes pada umumnya akan terus mengingat
jawabannya, jika item- item yang ada banyak mengandung
faktor sejarah, dibanding bentuk jawaban item ilmu
pengetahuan aljabar misalnya.
Reliabilitas tes-retes dapat dilakukan dengan cara
seperti berikut.
a. Selenggarakan tes pada suatu grup yang tepat sesuai
dengan rencana.
b. Setelah selang waktu tertentu, misalnya satu minggu
atau dua minggu, lakukan kembali penyelenggaraan tes
yang sama dengan grup yang sama tersebut.
c. Korelasikan hasil kedua tes tersebut.
Jika hasil koefisien korelasi menunjukkan tinggi,
berarti reliabilitas tes adalah bagus. Sebaliknya, jika
korelasi rendah maka berarti bahwa tes tersebut
mempunyai konsistensi rendah.
Tes-retes juga mempunyai beberapa permasalahan.
Di antara permasalahan tersebut, yaitu faktor waktu
tenggang yang diambil ketika dilakukan tes pertama dengan
tes kedua. Jika interval waktu terlalu pendek maka
responden memiliki kesempatan untuk mengingat jawaban
dalam tes, sehingga tes yang kedua dapat dipastikan lebih
baik, karena faktor resistansi atau sisa-sisa hafalan yang
terjadi pada subjek pelaku. Jika interval waktu terlalu
panjang, kemampuan para pelaku yang mengikuti tes
mungkin bertambah, karena dua kemungkinan, yaitu faktor
maturasi atau kedewasaan, faktor intervensi dan faktor
belajar para subjek.

Azwir Salam & Amri Darwis


112 Metopel Pendidikan Agama Islam

Faktor-faktor tersebut menjadikan konsistensi tes


cenderung artifisial dan kendali. Mengenai interval waktu
yang baik antara tes pertama dengan tes berikutnya
diberikan kepada subjek pelaku pilot study, para ahli
memberikan referensi bahwa satu hal terlalu pendek,
sebaliknya satu bulan terlalu panjang. Oleh karena itu,
selisih waktu pemberian tes melalui tes-retes di antara satu
atau dua minggu.

2. Reliabilitas Bentuk Ekuivalensi


Sesuai dengan namanya, yaitu ekuivalen maka tes
yang hendak diukur reliabilitasnya dibuat identik. Setiap
tampilannya, kecuali substansi item yang ada dapat
berbeda. Kedua tes tersebut sebaiknya mempunyai
karakteristik sama. Karakteristik yang dimaksud termasuk,
misalnya; mengukur variabel yang sama, mempunyai
jumlah item sama, struktur sama, mempunyai tingkat
kesulitan dan mempunyai petunjuk, cara skoring, dan
interpretasi yang sama.
Dari semua kondisi yang direncanakan secara
ekuivalen di atas, idealnya jika grup sama mengambil dua
tes tersebut maka rerata skor maupun variabilitas skor yang
dicapai dari kedua tes yang diambil mestinya sama. Jika
dikehendaki, sebenarnya peneliti dapat memilih,
mengambil sampel, dan item yang berbeda dari ranah
tingkah laku sama. Hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah skor tergantung item pilihan atau pada penampilan
atas item-item yang dapat digeneralisasi pada lainnya. Jika
item terpilih baik dan setiap setnya menggambarkan ranah
yang setaraf maka penggambaran tersebut harus benar.
Reliabilitas ekuivalen pada umumnya juga
menggambarkan bentuk konsistensi alternatif, yang dapat
menunjukkan variasi skor yang terjadi dari bentuk tes satu
dengan bentuk lainnya. Tetapi juga perlu diingat bahwa
pengambil tes reliabilitas ekuivalen ini akan dapat

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 113

mencapai hasil yang tepat, jika pengambil tes hafal


terhadap jawaban tes yang dibuat dalam sesi pertama,
sehingga mereka dapat menjawab kembali tes yang kedua.
Ketika dua bentuk altematif tersedia, yang perlu diketahui
dari kedua tes adalah berapa reliabilitas ekuivalensi. Hal ini
perlu diyakinkan kembali agar terjadi bahwa skor seseorang
tidak akan dipengaruhi oleh cara mengadministrasi tes
tersebut.
Implikasi dari analisis di atas ialah bahwa seringkali
terjadi bahwa sebuah tes diberikan lebih dari satu kali pada
grup yang sama. Pertama tes diberikan pada grup sebagai
pretes dan setelah selang waktu tertentu diberikannya
untuk yang kedua kalinya sebagai post-test. Hal lain yang
juga perlu diketahui ialah bahwa ada kemungkinan
pengaruh kegiatan intervening, ketika mengukur suatu hal
yang esensinya sama dengan menggunakan tes sama.
Mengenai pertanyaan bagaimanakah proses
melaksanakan tes reliabilitas secara ekuivalen? Berikut ini
akan ditunjukkan beberapa langkah yang perlu diambil oleh
seorang mahasiswa peneliti. Langkah-Iangkah tersebut di
antaranya adalah seperti berikut.
a. Tentukan subjek sasaran yang hendak dites.
b. Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran
tersebut.
c. Administrasikan hasilnya secara baik.
d. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan
pengetesan untuk yang kedua kalinya pada grup
tersebut.
e. Korelasikan kedua hasil tes skor.
Jika hasil koefisien ekuivalen tinggi, berarti tes
memiliki reliabilitas ekuivalen baik. Sebaliknya apabila
ternyata bahwa koefisien rendah maka reliabilitas
ekuivalen tes rendah. Reliabilitas ekuivalen merupakan
salah satu bentuk yang dapat diterima dan umum dipakai
dalam penelitian terutama penelitian pendidikan. Yang

Azwir Salam & Amri Darwis


114 Metopel Pendidikan Agama Islam

perlu diketahui juga bagi para peneliti adalah bahwa tes


ekuivalen mempunyai kelemahan, yaitu bahwa membuat
dua buah tes yang secara esensial ekuivalen adalah sulit.
Akibatnya, akan selalu muncul terjadinya kesalahan
pengukuran.

3. Reliabilitas Belah Dua


Reliabilitas belah dua ini, termasuk reliabilitas yang
mengukur konsistensi internal. Yang dimaksud dengan
konsistensi internal ialah salah satu tipe reliabilitas yang
didasarkan pada keajekan dalam tes. Reliabilitas belah dua
ini pelaksanaannya hanya memerlukan waktu satu kali. Ada
beberapa kemungkinan dengan cara ini. Termasuk
perbedaan kondisi tes yang terjadi ketika menggunakan
metode tes-retes dapat dihilangkan. Reliabilitas belah dua
juga tepat ketika tes itu terlalu panjang.
Cara melakukan reliabilitas belah dua pada garis
besarnya dapat dilakukan dengan urutan seperti berikut.
a. Lakukan pengetesan item-item yang telah dibuat
kepada subjek sasaran.
b. Bagi tes yang ada menjadi dua atas dasar jumlah item-
yang paling umum dengan membagi ganjil dan genap
pada kelompok tersebut.
c. Hitung skor subjek pada kedua belah kelompok
penerima item genap dan item ganjil.
d. Korelasikan kedua skor tersebut, menggunakan
formula korelasi yang relevan dengan teknik
pengukuran.
Jika hasil koefisien korelasi tinggi maka tes
mempunyai tingkat reliabilitas baik. Akan dapat diartikan
sebaliknya jika hasil korelasi ternyata rendah.
Perlu diingat bahwa dan analisis belah dua di atas, hasil
korelasi yang muncul baru separoh. Sebenarnya apa yang
peneliti kerjakan adalah menciptakan secara artifisial dua
macam kelompok ekuivalen dan menghitung bentuk

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 115

reliabilitas ekuivalensi yang direncanakan terjadi dalam


waktu yang sama. Oleh karena itu, analisis di atas dapat
dikatakan sebagai reliabilitas atau konsistensi internal.
Oleh karena reliabilitas yang digambarkan baru separoh dan
tes sebenarnya maka formula koreksi perlu digunakan untuk
meningkatkan ketepatan perhitungan tingkat konsistensi.
Uji validitas butir dilakukan untuk setiap butir/item
yang ada dalam sebuah (satu) instrumen. Valid-tidaknya
suatu butir ditentukan oleh perbandingan antara r hitung dan
r tabel. Jika r hitung Iebih besar dan r tabel, maka butir tersebut
dinyatakan valid, sebaliknya jika r hitung Iebih kecil dan r tabel,
maka butir tersebut dinyatakan tidak valid (tabel product
moment dari Pearson dengan N= 30 dan taraf nyata 0.05
adalah 0.349). Perhatikan tabel 4.4 berikut.

Azwir Salam & Amri Darwis


116 Metopel Pendidikan Agama Islam

Contoh Uji Validitas Instrumen Self-efficacy


(diolah dengan program MS excel)

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 117

Jumlah butir pernyataan yang gugur (drop) adalah


sebanyak 8 butir, yaitu nomor, 2, 7, 14, 19, 23, 25, 26, dan
28. Sedangkan, butir pernyataan yang dapat digunakan
(valid) adalah sebanyak 22 butir. Jumlah butir yang valid
dapat mewakili masing-masing indikator, yakni nomor butir
1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22,
24, 27, 29, 30.
Sejumlah 30 butir instrumen. Setelah diuji validitas
dengan menggunakan korelasi Product Moment melalui
program Microsoft Excel. Maka hasil pengujian validitas
butir terhadap variabel self-efficacy diperoleh hasil sebagai
berikut: terdapat 22 butir pertanyaaan yang valid dengan r-
butir > r-kritis (tabel product moment dari Pearson dengan
N= 30 dan taraf nyata 0.05 adalah 0.349). Ternyata semua
butir yang valid tersebut mewakili indikator-indikator
variabel self-efficacy.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil uji
coba butir-butir instrumen self-efficacy yang valid mewakili
indikator-indikator sehingga instrumen ini dapat
dipergunakan dalam penelitian disertasi selanjutnya.
Perhatikan tabel 4.6 berikut;

Azwir Salam & Amri Darwis


118 Metopel Pendidikan Agama Islam

Contoh Perhitungan Reliabilitas Instrumen Self-efficacy


dengan MS Excel

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 119

Koefisien reliabilitas instrumen digunakan untuk


melihat konsistensi jawaban yang diberikan oleh responden.
Untuk menghitung koefisien reliabilitas untuk seluruh
butir/item yang valid dalam satu instrumen digunakan alat
perhitungan Alpha Cronbach. Jika jumlah variansi skor butir
lebih besar dari koofisien alpha cronbach, maka instrumen
tergolong reliabel.
Butir instrumen penilaian self-efficacy yang valid
selanjutnya diberi nomor urut baru kemudian dihitung
melalui program Microsoff Excel, nilai reliabilitasnya
dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach : r =
 22  18.96 
 1   = 0.893
 22  1  128.737 
Pengujian reliabilitas bulir variabel self-efficacy
didapatkan 22 butir pernyataan yang valid (k=22) adalah
variansi total 128,737. Sedangkan, total variansi butir
18,96, dan Alpha Cronbach 0,893. Ini berarti, reliabilitas
butir instrumen sangat tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil uji
coba butir-butir instrumen self-efficacy adalah reliabel.
Sehingga instrumen ini dapat dipergunakan dalam
penelitian disertasi selanjutnya.

Azwir Salam & Amri Darwis


120 Metopel Pendidikan Agama Islam

BAB V
PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini, (biasanya dalam skripsi BAB IV) ada 2


(dua) hal yang akan dibahas, yaitu panyajian data dan analisis
data penelitian.

A. Deskripsi Data
1. Pengertian Data
Data adalah segala sesuatu yang sudah dicatat.
Segala sesuatu itu bisa berbentuk dokumen, batu-
batuan, air, pohon, manusia. Data digolongkan menjadi
beberapa golongan atau jenis. Dilihat dari sifatnya data
terbagi 2 (dua), yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Dilihat dari sumbernya, data skalanya,
dikenal dengan data nominal, ordinal, interval, ratio.
Dilihat dari sifatnya yang lain, data dikenal dengan data
kontinus dan data kategorikal.

2. Sifat Data
Data dilihat dari sifatnya terdiri dari:
a. Data kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kalimat
atau non angka. Seperti jenis pekerjaan seseorang
(petani, pedagang, pegawai negeri, ABRI, Wiraswasta,
d11). Tingkat pendidikan (SD, SMP, SMA, Perguruan
Tinggi, Diploma). Data kualitatif dapat
dikualifikasikan sesuai dengan kebutuhan.
Penting untuk diperhatikan bahwa data kualitatif
berbeda dari penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif mengacu kepada metodologi penelitian
dengan paradigma yang khas dan berbeda dari
penelitian kuantitatif (nonkualitatif). Sedangkan data
kualitatif mengacu kepada data yang bersifat non-
angka.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 121

b. Data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-
angka. Misalnya berat badan 56 kg, tinggi badan 165
cm, kecepatan berlari, frekuensi kehadiran kuliah dan
lain-lain.

3. Sumber Data
Dilihat dari sumbernya data terbagi dua, yaitu data,
primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang diambil langsung, tanpa perantara dari sumbernya.
Sumber ini dapat berupa benda-benda, situs, atau
manusia. Misalnya, seorang antroplologi mendapatkan
data primernya dengan cara datang langsung kesuatu desa
untuk mengamati kehidupan suatu suku di desa tersebut.
Sedangkan, data skunder adalah data yang diambil
secara tidak langsung dari sumbernya. Data
sekunder biasanya diambil dari dokumen-dokumen
(laporan, karya tulis orang lain, Koran dan Majalah).

4. Penyajian Data
Setiap penelitian harus dapat menyajikan data
sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian
yang diinginkan, baik yang diperoleh melalui observasi,
wawancara, kuesioner (angket) maupun dokumentasi.
Prinsip dasar penyajian data adalah komunikatif dan
lengkap, dalam arti data yang disajikan dapat menarik
perhatian pihak lain untuk membacanya dan mudah
memahami isinya. Penyajian data kumunikatif dapat di
lakukan dalam bentuk :
a.Teks
Teks (textular) atau dikenal juga dengan narasi.
Penyajian cara textular adalah penyajian data hasil
penelitian dalam bentuk kalimat. Penyajian ini dikenal juga
narasi yakni penyajian data melalui diskripsi dari suatu
kejadiaan atau peristiwa misalnya, menyajikan suatu

Azwir Salam & Amri Darwis


122 Metopel Pendidikan Agama Islam

kejadian yang disusun berdasarkan urutan waktu. Misalnya,


jumlah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematikan
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau dan tahun
2001 sampai tahun 2005 adalah sebagai berikut: tahun
2001/2002 laki-laki berjumlah 26 orang, perempuan 87
orang. Tahun 2005/2006 laki-laki bcrjumlah 21 orang,
perempuan 65 orang.
b.Tabel
Penyajian data dalam bentuk tabel adalah suatu
penyajian yang sistematis dari data numerik, yang
tersusun dalam kolom dan lajur atau jajaran.

5. Analisis Data
Secara umum analisis data meliputi tiga langkah,
yaitu persiapan, tabulasi dan penerapan data sesuai
dengan analisis yang digunakan.
a. Persiapan
Tahap persiapan ini dilakukan sebenarnya untuk
menyortir atau memilih data agar data yang akan
digunakan benar-benar data yang memenuhi syarat
penelitian, sehingga dapat dihindari pengunaan data
yang tidak memenuhi syarat. Hal ini tentu dimaksudkan
agar hasil penelitian benar-benar valid dan memperkecil
kemungkinan terjadinya kesalahan pada tahap
pengumpulan data. Oleh karena itu, agar data yang
digunakan benar-benar layak untuk dijadikan sumber
informasi dalam penelitian. Langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam kegiatan persiapan ini adalah:
1) Mengecek kelengkapan nama dan identitas pengisi.
Hal ini dilakukan untuk kepentingan pengolahan Iebih
lanjut.
2) Mengecek kelengkapan data, yakni memeriksa
instrumen pengumpulan data. Bila ternyata ada
kekurangan halaman atau isi instrumen perlu
dilakukan pengembalian atau pengulangan di

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 123

kancah.
3) Mengecek isian data. Bila dalam isian instrumen
ternyata ada beberapa item yang di jawaban lain
yang tidak diharapkan oleh peneliti, maka item ini
perlu didrop.

b. Tabulasi
Adapun beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam
proses tabulasi data, antara lain sebagai berikut :
1) Memberikan skor terhadap item-item yang perlu
diberikan skor. Seperti tes, angket bentuk pilihan
ganda, rating scale, dll.
2) Memberi kode terhadap item-item yang tidak diberi
skor. Misalnya, jenis kelamin (pria=1, wanita=0),
tingkat pendidikan (SD=1, SMP=2, SMA=3, PT=4), dll.
3) Mengubah jenis data, disesuaikan dengan teknik
analisis yang akan digunakan. Misalnya, data interval
diubah menjadi data ordinal dengan membuat
tingkatan, data ordinal atau interval diubah menjdai
data diskrit.
4) Memberi kode (coding). Kegiatan ini dilakukan
biasanya untuk pengolahan data dengan
mengunakan computer, misalnya memberi kode
pada sernua variabel, lalu menempatkan di
dalam coing sheet (coding Jot). dalam baris
berapa dan kolom berapa dan seterusnya.

B. Analisis Data
Analisis data penelitian adalah pengelolaan data
dengan menggunakan teknik pengolahan data berupa rumus-
rumus atau aturan-aturan yang sesuai dengan rumusan
masalah dan pendekatan penelitian yang digunakan.
Kegiatan analisis data dalam suatu penelitian dapat
dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu mendeskripsikan
data dan melakukkan uji statistika.

Azwir Salam & Amri Darwis


124 Metopel Pendidikan Agama Islam

1. Mendeskripsikan Data
Mendiskripsikan data adalah menggambarkan data
yang ada guna memperoleh bentuk nyata dari responden,
sehingga lebih mudah dimengerti peneliti atau orang lain
yang tertarik dengan hasil penelian yang dilakukan.
Mendeskripsikan informasi dari responden ini ada dua
macam. Jika data yang ada adalah data kualitatif, maka
deskripsi data ini dilakukan dengan cara menyusun dan
mengelompokan data yang ada, sehingga memberikan
gambaran nyata terhadap responden.
Jika data tersebut dalam bentuk kuantitatif atau
ditransfer dalam bentuk angka, maka cara mendeskripsikan
data dapat dilakukan dengan mengunakan statistik
deskriptif. Tujuan dilakukan analisis deskriptif dengan
mengunakan teknik statistik adalah untuk meringkas data
agar menjadi lebih mudah dilihat dan dimengerti. Yang
termasuk analisis deskriptif pada umumnya termasuk
mengukur tendency central dan pengukuran variasi
kelompok.
Pertimbangan dalam memilih alat uji statistik adalah
sebagai berikut:
a. Pertanyaan peneliti yang digunakan,
b. Keadaan data yang akan dianalisis, antara lain
distribusi dan penyebaran data, jenis data dll,
c. Pengetahuan statistik,
d. Ketersediaan sumber data.

Langkah pertama dalam penyajian data adalah


melakukan rekap data. Sebagai contoh dari hasil kuesioner
yang diajukan kepada responden diperoleh data variabel x
(self-efficacy) pada tabel 5.1, sebagai berikut.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 125

REKAP DATA SELF EFFICACY


Tot
Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 al
1 1 2 1 3 3 2 4 2 2 2 2 2 4 2 4 2 3 2 2 2 3 3 53
2 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 5 4 4 5 4 5 4 5 4 4 87
3 2 2 1 3 2 3 4 2 2 4 2 1 2 2 4 2 3 3 2 2 2 3 53
4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 2 2 4 5 4 3 4 4 5 4 3 3 3 77
5 2 3 3 3 2 3 3 4 2 3 4 3 3 2 2 3 2 4 3 2 2 3 61
6 1 3 3 2 2 3 2 3 2 3 4 3 3 2 2 3 2 3 2 4 3 2 57
7 3 5 3 4 3 4 4 5 5 3 4 4 4 2 4 3 3 4 3 3 3 3 79
8 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 88
9 1 3 3 2 4 3 4 2 1 3 2 2 4 2 1 2 3 4 3 4 3 3 59
10 3 2 4 3 4 3 4 5 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 79
11 3 4 4 4 4 3 3 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 3 88
12 2 3 3 2 3 3 3 4 1 3 4 4 3 2 4 2 4 3 1 3 2 2 61
13 3 4 4 3 3 4 4 5 4 2 3 4 4 2 3 5 4 4 4 4 3 3 79
14 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 96
15 2 2 3 4 4 2 3 4 2 4 3 2 2 4 3 2 2 3 4 4 2 2 63
16 3 4 3 4 5 4 4 5 4 3 4 4 2 4 4 3 5 4 3 4 3 3 82
17 1 2 2 2 4 1 3 3 3 1 2 1 2 3 3 2 4 1 3 1 2 2 48
18 2 4 2 5 4 3 4 3 5 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 76
19 5 5 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 5 4 5 4 5 5 5 100
20 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 4 98
21 3 3 3 4 3 3 4 3 4 2 2 4 3 3 4 3 4 2 2 3 2 3 67
22 4 3 4 3 3 4 3 4 4 2 4 4 3 3 4 4 4 5 4 3 3 3 78
23 4 4 4 3 3 5 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 90
24 3 3 3 2 4 3 4 3 2 3 2 4 2 3 3 3 3 4 4 3 2 3 66
25 3 4 5 4 3 4 3 5 4 2 2 4 4 2 4 3 4 5 4 4 4 3 80
26 3 4 4 4 4 5 4 5 4 3 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 3 4 90
27 2 3 2 3 3 3 2 3 4 2 4 3 2 4 3 4 4 4 3 4 3 3 68
28 3 4 4 4 3 4 4 5 4 2 2 4 4 2 3 4 4 5 4 4 4 3 80
29 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 92
30 2 2 3 2 4 4 4 2 2 3 2 2 4 3 5 4 3 3 4 4 3 3 68
31 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 105
32 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 3 97
33 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 2 2 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 69
34 4 4 4 4 3 5 3 4 4 4 4 5 4 4 3 3 4 4 3 4 4 3 84
35 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 87
36 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 2 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 70
37 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 3 4 5 5 4 3 3 4 3 3 84
38 3 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 97

Azwir Salam & Amri Darwis


126 Metopel Pendidikan Agama Islam

Tot
Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 al
39 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 2 4 3 3 4 4 3 3 3 3 70
40 4 4 4 4 3 4 4 4 5 2 2 4 4 2 3 4 4 4 5 4 4 4 82
41 4 3 4 4 3 4 4 3 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 5 3 4 4 89
42 3 2 4 3 4 3 4 2 4 3 4 2 4 4 4 3 4 3 4 2 2 3 71
43 3 4 3 3 4 3 4 4 3 5 3 4 3 3 3 4 4 3 2 4 3 4 76
44 4 5 5 3 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 102
45 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 2 3 4 4 3 4 3 4 4 4 2 3 71
46 2 3 2 2 2 2 3 2 3 4 2 3 2 4 3 2 3 2 2 3 2 2 55
47 1 2 3 3 2 3 4 3 2 3 4 2 3 4 2 3 2 3 4 2 2 3 60
48 1 2 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 4 72
49 2 4 4 5 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 5 4 4 5 5 4 86
50 4 5 4 5 4 5 4 3 4 5 5 4 5 4 3 3 4 5 4 4 5 4 93
51 2 2 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 73
52 3 3 4 3 3 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 4 86
53 4 4 4 3 4 3 5 4 4 5 5 4 4 5 5 4 3 5 4 4 4 4 91
54 4 3 4 4 4 3 4 3 4 5 4 4 4 3 2 4 3 2 2 3 3 2 74
55 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 106
15 18 19 19 19 19 20 21 19 19 19 19 20 19 20 20 20 21 19 20 18 18 431
Total 8 9 3 2 5 7 3 0 9 4 4 7 1 4 1 0 7 6 6 6 7 4 3
"Rata- 2.8 3.4 3.5 3.4 3.5 3.5 3.6 3.8 3.6 3.5 3.5 3.5 3.6 3.5 3.6 3.6 3.7 3.9 3.5 3.7 3.4 3.3
rata" 7 4 1 9 5 8 9 2 2 3 3 8 5 3 5 4 6 3 6 5 0 5

Kemudian data variabel Y (Motivasi belajar)


diperoleh datanya pada tabel 5.2. sebagai berikut.
REKAP DATA MOTIVASI BELAJAR
Butir
No.
Pernyataan
Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Total
1 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 68
2 3 5 4 3 2 2 3 4 3 3 3 3 4 3 4 5 3 4 4 65
3 3 2 4 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 4 2 3 2 3 48
4 4 5 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 5 3 4 4 68
5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 80
6 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 4 3 3 2 3 2 53
7 5 4 3 4 3 3 3 2 3 4 5 5 3 3 4 3 4 4 3 68
8 4 4 3 3 4 3 5 2 2 4 5 5 3 3 4 3 3 5 4 69
9 1 3 4 4 1 1 3 4 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 2 54
10 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 2 4 2 69

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 127

11 5 4 3 4 5 3 5 2 2 4 5 5 3 5 4 3 4 4 4 74
12 2 3 3 4 3 4 1 3 2 3 4 3 2 4 4 3 4 2 1 55
13 4 3 4 3 4 5 4 3 4 4 2 3 4 4 4 5 3 3 4 70
14 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 3 81
15 4 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 4 4 3 3 2 2 3 56
16 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 70
17 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 81
18 1 3 4 4 1 5 3 3 4 1 4 3 3 4 1 3 3 4 3 57
19 3 3 4 3 4 5 4 4 5 3 4 3 4 5 3 4 4 3 4 72
20 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 3 82
21 1 3 4 3 3 2 3 2 2 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 58
22 2 4 4 2 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 2 4 5 4 4 71
23 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 83
24 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 5 3 4 4 4 5 5 77
25 4 4 3 3 4 5 4 3 3 4 4 3 4 4 5 4 3 3 4 71
26 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 5 4 84
27 4 2 3 4 4 2 4 4 3 2 4 3 4 4 4 2 2 3 2 60
28 4 2 4 4 3 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 72
29 4 3 4 3 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 77
30 2 3 2 4 3 4 4 4 3 4 3 2 4 4 3 4 3 2 2 60
31 5 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 73
32 5 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 87
33 3 4 3 3 4 2 4 3 4 4 4 2 4 4 4 2 4 2 3 63
34 3 4 4 3 4 2 4 5 5 4 3 4 5 5 4 3 5 3 4 74
35 5 4 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 86
36 3 3 4 3 3 3 3 3 2 4 4 5 3 3 3 4 4 3 4 64
37 2 4 3 4 5 4 4 5 4 4 5 4 3 5 5 4 4 4 2 75
38 3 3 5 4 3 5 3 2 3 4 5 5 3 3 5 3 4 5 4 72
39 3 2 4 3 3 4 3 2 4 3 4 3 5 4 4 3 4 4 2 64
40 4 4 3 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 75
41 5 5 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 88
42 3 3 3 3 4 2 3 2 2 4 5 5 3 3 3 3 3 4 4 62
43 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 76
44 5 4 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 88
45 5 4 3 4 4 3 3 2 4 3 5 3 3 4 2 3 4 4 2 65
46 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 5 4 4 77
47 5 4 4 3 3 5 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 72
48 4 4 2 3 4 5 2 2 3 4 3 5 4 2 4 4 3 4 4 66
49 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 5 4 78
50 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 90
51 4 4 4 3 4 2 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 66

Azwir Salam & Amri Darwis


128 Metopel Pendidikan Agama Islam

52 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 5 5 4 4 79
53 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 94
54 4 4 4 2 3 2 3 3 3 3 5 4 3 3 4 4 5 4 4 67
55 4 3 3 3 3 2 3 2 2 4 5 5 3 3 3 3 3 4 3 61
203
204
208
196
206
194
208
197
200
206
218
217
206
215
218
209
208
209
193
Total 3915
3.71

3.56

3.53

3.58

3.75

3.95

3.91

3.80

3.80
3.69

3.78

3.75

3.78

3.64

3.96

3.75

3.96

3.78

3.51
rata"

2. Melakukan Uji Statistika


Analisa data dilakukan dengan uji statistik. Uji statistik
atau teknik analisis data yang dilakukan umumnya
menggunakan analisis deskripsi, komparasi, korelasi, dan
analisis untuk melihat pengaruh sesuatu treatment (regresi).

1) analisis deskripsi
Peneliti diskripsi merupakan peneliti non hipotesis,
sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu
merumuskan hipotesis. Sifat dan analisis data penelitian
deskiptif ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yang
bersifat eksploratif dan bersifat developmental.
a) Penelitian deskiptif yang bersifat eksploratif
Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan keadan fenomena. Jadi,
peneliti hanya ingin mengetahui keadaan
sesuatu. Contoh dari rekap data tersebut
ditabulasi ke dalam tabel frekuensi 5.3,
sebagai berikut.
No SE MO
1 53 68
2 87 65
3 53 48
4 77 68
5 61 80
6 57 53

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 129

7 79 68
8 88 69
9 59 54
10 79 69
11 88 74
12 61 55
13 79 70
14 96 81
15 63 56
16 82 70
17 48 81
18 76 57
19 100 72
20 98 82
21 67 58
22 78 71
23 90 83
24 66 77
25 80 71
26 90 84
27 68 60
28 80 72
29 92 77
30 68 60
31 105 73
32 97 87
33 69 63
34 84 74
35 87 86
36 70 64
37 84 75
38 97 72
39 70 64
40 82 75
41 89 88
42 71 62
43 76 76
44 102 88

Azwir Salam & Amri Darwis


130 Metopel Pendidikan Agama Islam

45 71 65
46 55 77
47 60 72
48 72 66
49 86 78
50 93 90
51 73 66
52 86 79
53 91 94
54 74 67
55 106 61
4313 3915
78.418182 71.181818

Kemudian dengan program MS Excel dicari


interval data dengan rumus Stargus sebagai berikut.
Tabel: 5.4
Perhitungan Stargus
Nilai
tertinggi 106 n 55
Nilai
terendah 48 kelas 6.743197
rentang 58 interval 8.285714

Selanjunya dituangkan ke dalam tabel frekuensi


sebagai berikut;
Tabel 5.5, Frekuensi data Self-efficacy
interval frekuensi F rel F kum xi fi X i
48 - 56 4 7.27 7.27 52.25 209
57 - 65 8 14.55 21.82 61.75 494
66 - 74 9 16.36 38.18 70.22222 632
75 - 83 14 25.45 63.64 79.28571 1110
84 - 92 10 18.18 81.82 88.2 882
93 - 101 6 10.91 92.73 95.5 573

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 131

102 - 110 4 7.27 100.00 103.25 413


55 100.00 550.4579 4313
x= 78.41818
Dari tujuh kelas interval di atas kemudian
dideskripsikan ke dalam bentuk histogram sebagai berikut.

Gambar 5.1. Histogram Self-efficacy

a) Penelitian diskriptif yang bersifat developmental


Penelitian diskiptif jenis ini biasanya digunakan
untuk pengembangan berbagai bidang. Dalam
bidang pendidikan sering dilakukan pilot proyek
pengembangan model tertentu pada sampel terbatas.
Pelaksanaan model tersebut dapat diperluas. Jadi
sifat penelitian jenis ini mengunakan kriteria yang
sudah ditentukan sebelumnya. Analisis deskriptif
kualitatif dengan maksud mengevaluasi, analisis dapat
dilakukan dengan mengunakan tolak ukur yang sudah

Azwir Salam & Amri Darwis


132 Metopel Pendidikan Agama Islam

ditetapkan sebelumnya. Analisis diskriptif kualitatif


dengan maksud menggambarkan temuan hasil
penelitian dapat dilakukan dengan persentase
dan distribusi frekuensi, lalu menganalisis informasi
yang ada di balik angka-angka.

2) Analisis Komparasi
Penelitian kompa ra si bias anya dila kuka n
untuk membandingkan dua variabel atau lebih, sehingga
akan diperoleh persamaan atau perbedaan-perbedaan
tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur,
tentang kerja, tentang ide-ide dan lain-lain. Sedangkan
penelitian yang bersifat causal comparative studies
merupakan penelitian komperatif untuk melihat
perbandingan dua kejadian atau lebih, lalu mencari
penyebabnya.
Analisis data yang bersifat komparatif harus dilihat
terlebih dahulu apakah penelitiannya menggunakan
hipotesis atau non hipotesis. Perbedaan penelitian
hipotesis dengan penelitian non hipotesis terletak pada
hipotesis yang digunakan. Penelitian hipotesis rumusan
hipotesis dibuat sebelum analisis data dilakukan,
sedangkan penelitian non hipotesis tidak menggunakan
rumusan hipotesis.
Analisis komparatif dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan. Teknik analisis yang digunakan
antara lain tes "t" chi kuadrat, analisis varian dan lain-
lain. Terdapat dua model komparasi, yaitu komparasi
antara lebih dari dua sampel atau yang dikenal dengan k
sampel (multi variat). Setiap model komparasi,
sampel/variat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampel
yang berkorelasi dan sampel yang tidak berkorelasi
(independent). Sampel yang berkorelasi biasanya
terdapat dalam penelitian eksprimen. Sebagai contoh,
dalam membuat perbandingan kemampuan kerja pegawai

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 133

sebelum dilatih dengan yang sudah dilatih,


membandingkan nilai pretest dengan nilai post-test dan
membandingkan kelompok eksprimen dengan kelompok
control (pegawai yang diberi latihan dan tidak diberi
latihan).
Sampel yang tidak berkorelasi (sampel independent)
adalah sampel yang tidak berkaitan satu sama lain,
misalnya akan membandingkan kemampuan kerja SMU
dengan SMK, membandingkan penghasilan petani
dengan nelayan dan sebagainya.
Dalam pengujian hipotesis komparatif dua sampel atau
lebih (membuat generalisasi) terdapat berbagai teknik
statistik yang dapat digunakan. Teknik statistik yang akan
digunakan itu tergantung pada bentuk komparasi dan
macam data. Untuk data interval yang ratio digunakan
statistik parametrik, yaitu yang terukur dan tes
statistiknya berasumsi bahwa data tersebut memiliki
distribusi normal atau mendekati normal. Untuk data
nominal/diskrit dapat digunakan statistik non parametris.
Data jenis nonparametris dihitung atau dirangking. Tes
nonparametris, yang sering disebut tes bebas-distribusi,
tidak bersandar pada asumsi bahwa populasinya memiliki
distribusi normal.
Tabel berikut dapat digunakan sebagai pedoman untuk
memilih teknik statistik korelasi yang sesuai.
Tabel 5.6. Teknik Statistik Korelasi 11
Variabel X Variabel Y Teknik Analisis
Nomonal Nomonal Koef.Contigensi
Lamda, Phi
Nomonal Ordinal theta
Nominal Interval/Rasio Eta

11
Iqbal Hasan. M, 2002, Pokok-pokok Materi Metodologi
Penelitian dan Aplikasinya, Bogor: Ghalia Indonesia, h. 100.

Azwir Salam & Amri Darwis


134 Metopel Pendidikan Agama Islam

Ordinal Ordinal Gamma


Spearman's
Ordinal Interval/Rasio Jaspen's M
Interval/Rasio Interval/Rasio Pearson's r

Sedangkan teknik analisis statistik komparatif dapat


dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.7. teknik Statistik Komparatif12


Macam Bentuk Komparasi
data Dua Sampel K Sampel
Korelasi Independent Korelasi Independent
Nominal Mc.Nemar Chi kuadrat Cochran Q Chi kuadrat
dua sampel K sampel
Ordinal Sign Test Mann Whitney Friedman Kruskal wall
U test One way Anava
Interval/- t-test dua t-test dua sampel One way dan- anova
One way dan-
ratio sampel two way anova two way anova

Untuk lebih jelasnya bagaimana analisis komperatif


di lakukan dapat dibaca pada buku-buku statistik.

3) Analisis Korelasi
Penelitian korelasi adalah penelitian yang di lakukan untuk
mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara dua
variabel atau lebih. Jika ada hubungan, seberapa
besar hubungannya. Untuk menyatakan hubungan
digunakan kefiesien korelasi yang besarnya antara 0 sampai
t I.
Hubungan antara dua variabel disebut dengan korelasi
bivariat sedangkan hubungan antara tiga variabel atau lebih
disebut multivariat. Contoh penelitian yang menyatakan
hubungan antara dua variabel adalah korelasi antara
12
ibid.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 135

kegiatan ekstra kurikuler dengan prestasi belajar. Korelasi


yang menunjukkan tiga variabel misalnya hubungan antara
kegiatan ekstrakurikuler, tingkat kecerdasan dengan
prestasi belajar siswa.
Adapun bebarapa macam teknik analisa korelasi,
antara lain :
a) Teknik korelasi product moment (product moment
correlation). Teknik ini digunakan bila variabel yang
akan dikorelasi data bersifat kontinu, homogen atau
mendekati homogen dan regresinya linier.
b) Teknik korelasi tata jenjang (rank difference
correlation atau rank order correlation). Teknik ini
digunakan bila subyeknya sebagai sampel (N)
jumlahnya antara 10-29 subjek. Data yang akan
dikorelasikan adalah data ordinal atau data jenjang.
c) Teknik korelasi Phi ( phi coeffisieont correlation).
Teknik ini digunakan bila data yang akan dikorelasikan
adalah data yang benar-benar dikotomik (terpisah
secara tajam) atau variabel diskrit murni. Misalnya,
pria-wanita, lulus-tidak lulus, dan lain-lain.
d) Teknik korelasi keofisien kontingensi (contingency
coeffficent correlation), teknik ini digunakan
bila variabel yang akan dikorelasikan berbentuk
kategori atau gejala ordinal. Misalnya, tingkat
pendidikan terdiri dari rendah, menengah dan tinggi.
e) Teknik korelasi point biserial (point biserial
correlation). Teknik ini digunakan bila dua variabel
yang akan dikorelasikan variabel pertama berbentuk
variabel kontinu, misalnya skor hasil tes. Sedangkan,
variabel kedua berbentuk variabel diskrit murni,
misalnya salah betul.
f) Teknik korelasi serial. Teknik ini digunakan bila dua
variabel yang akan dikorelasikan bila variabel
pertama berbentuk variabel berskala ordinal,
sedangkan, variabel kedua berbentuk interval.

Azwir Salam & Amri Darwis


136 Metopel Pendidikan Agama Islam

Misalnya korelasi antara; prestasi belajar dengan


keaktifan dalam berdiskusi (aktif, sedang, pasif);
g) Teknik korelasi point serial. Teknik ini digunakan bila
dua varibel yang akan dikorelasikan variabel
pertama merupakan gejala nominal, sedangkan
variabel kedua berbentuk interval. Misalnya, korelasi
antara jenis kelamin dengan kecakapan berbahasa.
h) Korelasi parsial. Korelasi ini digunakan untuk
mengontrol Pengaruh suatu variabel terhadap
besarnya korelasi variabel-variabel lain. Misalnya,
hubungan antara variabel X1 dengan variabel X2
dikontrol oleh variabel X3.
i) Dan lain-lain.

4) Analisis regresi
Korelasi dan regresi keduanya mempunyai hubungan
yang sangat erat. Setiap regresi pasti ada korelasinya,
tetapi korelasi belum tentu dilanjutkan dengan regresi.
Korelasi yang tidak dilanjutkan dengan regresi adalah
korelasi antara dua variabel yang tidak mempunyai
hubungan kausal atau sebab akibat, atau hubungan
furigsional. Analisis regresi dilakukan bila hubungan dua
variabel berupa hubungan kausal atau fungsional. Untuk
menetapkan kedua variabel mempunyai hubungan kausal
atau tidak, maka harus didasarkan pada teori atau
konsep-konsep tentang dua variabel tersebut. Misalnya,
nilai fisika dan nilai matematika, dapat dikatakan sebagai
hubungan kausal, pengaruh antara nilai bahasa arab
dengan nilai tafsir, dan lain-lain. Pengaruh
kepemimpinan dengan kepuasan kerja guru dapat
dikatakan mempunyai hubungan fungsional.
Dalam melakukan analisis korelasi terlebih dahulu
harus diketahui apakah variabel-variabel yang akan
dikorelasikan itu merupakan regresi linier atau regresi
nonlinear, karena hal ini akan menentukan teknik analisis

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 137

korelasi mana yang akan dipergunakan dalam menganalisis


data.
Regresi dibagi dua; regresi sederhana/linear dan
regresi ganda.
a) Regresi linear
Untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang
akan dikorelasikan itu merupakan regresi linear atau
regresi nonlinear ada beberapa metode yang dapat
digunakan, yaitu metode tangan bebas dan metode
kuadrat terkecil. Metode tangan bebas menggunakan
diagram pencar sedangkan metode kuadrat terkecil
mengunakan rumus tetentu. (lihat buku statistik).
a) Regresi Ganda
Regresi ganda berguna untuk mencari pengaruh
dua variabel prediktor atau untuk mencari hubungan
fungsional dua variabel prediktor atau lebih terhadap
variabel kriteriumnya, atau untuk meramalkan dua
variabel prediktor atau lebih terhadap variabel
kriteriumnya. Dengan demikian, multiple regretion
digunakan untuk penelitian yang menyertakan beberapa
variabel sekaligus. Misalnya, seberapa besar kontribusi
kemampuan statistik (X1) dan kemampuan Bahasa (X2)
terhadap kemampuan metodologi penelitian.

Azwir Salam & Amri Darwis


138 Metopel Pendidikan Agama Islam

BAB VI
ANALISIS DATA PENELITIAN KUALITATIF

A. Pengantar
Data dalam penelitian kualitatif diperoleh dari
berbagai sumber menggunakan teknik pengumpulan data
yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara
terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan
yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data
tinggi sekali. Data yang diperoleh pada umumnya adalah
data kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif),
sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada
polanya yang jelas. Oleh karena itu sering mengalami
kesulitan dalam melakukan analisis. Melakukan analisis
adalah pekerjaan yang sulit, dan memerlukan kerja keras.
Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan
intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat
untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus
mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat
peneliti. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh
peneliti yaitu berbeda. Analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah difahami, dari temuannya dan
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan
dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam
unit-unit tertentu untuk menentukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan diceriterakan kepada orang lain.
Dalam proses penelitian kualitatif, analisis digunakan untuk
memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga
hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi. Spradley
menyatakan bahwa analisis dalam penelitian jenis apapun,
adalah merupakan cara berfikir. Hal itu berkaitan dengan
pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 139

menentukan bagian, hubungan antar bagian, dan


hubungannya dengan keseluruhan. Analisis adalah untuk
mencari pola.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan
bahwa, analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri maupun orang lain. Analisis data kualitatif
adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan
data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola
hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan
hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut,
selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang
sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis
tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang
terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan
secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata
hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang
menjadi teori.

B. Proses Anailsis Data


Pelaksanaan analisis data kualitatif dimulai sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah
selesai di lapangan. Analisis data menjadi pegangan bagi
penelitian selanjutnya, bahkan jika memungkinkan dapat
menemukan teori yang grounded”.

1. Analisis Data Sebelum di Lapangan


Peneliti melakukan analisis data sebelum peneliti
memasuki lapangan dilakukan terhadap data hasil studi
pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan

Azwir Salam & Amri Darwis


140 Metopel Pendidikan Agama Islam

untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus


penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan
berkembang setelah peneliti masuk atau selama di
lapangan. Jadi, ibarat seseorang ingin mencari ikan belut di
suatu sawah, berdasarkan karakteristik tanah dan air, maka
dapat diduga bahwa rawa tersebut ada ikan belut. Oleh
karena itu, peneliti dalam membuat proposal penelitian,
fokusnya, adalah ingin menemukan ikan belut pada rawa
tersebut berikut karakteristiknya.
Setelah peneliti masuk ke dalam rawa beberapa
lama, ternyata ikan belut tersebut tidak ada di rawa ini.
Peneliti kuantitatif tentu akan membatalkan penelitiannya.
Tetapi kalau peneliti kualitatif tidak, karena fokus
penelitian bersifat sementara dan akan berkembang setelah
di lapangan. Bagi peneliti kualitatif, kalau fokus penelitian
yang dirumuskan pada proposal tidak ada di lapangan, maka
peneliti akan merubah fokusnya, tidak lagi mencari ikan
belut lagi di rawa itu, tetapi akan berubah mencari ikan
lele, karen di rawa tersebut dijumpai banya jenis ikan lele.

2. Analisis selama di lapangan Model Miles and Hubermen


Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan
pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada
saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis
terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan,
maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai
tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.
Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam
analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 141

conclusion drawing/verification. Langkah-Iangkah analisis


ditunjukkan pada gambar berikut.

Pengumpula
n Data
Display
Data
Reduksi
Data

Pengumpulan
Data

Gambar 8. 1
Analisis Komponen Model Miles dan Huberman

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan, jumlahnya


cukup. Untuk itu, maka perlu dicatat secara teliti dan rinci.
Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke
lapangan, maka jumlah akan semakin banyak, kompleks dan
rumit. Untuk itu, perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Mereduksi data berikutnya
merangkum data, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian,
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

Azwir Salam & Amri Darwis


142 Metopel Pendidikan Agama Islam

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila


diperlukan yang masih kurang. Reduksi data dapat dibantu
dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan
memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Dapat
diilustrasikan bagaimana mereduksi hasil catatan lapangan
yang kompleks, rumit dan belum bermakna. Catatan
lapangan berupa huruf besar, huruf kecil, angka dan
simbol-simbol yang masih semrawut, yang tidak dapat
dipahami. Dengan reduksi, maka peneliti merangkum,
mengambil data yang pokok dan penting, membuat
kategorisasi, berdasarkan huruf besar, huruf kecil, dan
angka. Data yang tidak penting yang diilustrasikan dalam
bentuk simbol-simbol seperti %, # @ dsb, dibuang karena
dianggap tidak penting bagi peneliti.

Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu


oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dan
peneiltian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu,
kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan
segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum
memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian
peneliti dalam melakukan reduksi data. Ibarat melakukan
penelitian di sekolah, maka perilaku guru-guru dan warga
belajar yang belum dikenal selama ini, justru dijadikan
fokus untuk pengamatan selanjutnya.

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang


memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman
wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam
melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman
atau orang lain yang dipandang ahli, melalui diskusi itu,
maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat
mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan
pengembangan teori yang signifikan.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 143

b. Data Display (penyajian data)

Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data


ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, pie chart,
histogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut,
maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,
sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian
kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori flowchart
dan sejenisnya. Miles and Huberman menyatakan hal yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah difahami tersebut. Selanjutnya disarankan, dalam
melakukan display data, selain dengan teks yang naratif,
juga dapat berupa, grafik, matrik, network (jejaring kerja)
dan chart. Untuk mengecek apakah peneliti telah
memahami apa yang didisplaykan, maka perlu dijawab
pertanyaan berikut. Apakah anda tahu, apa isi yang
didisplaykan? Setelah peneliti mampu mereduksi data ke
dalam huruf besar, huruf kecil dan angka, maka langkah
selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam
mendisplaykan data, huruf besar, huruf kecil dan angka
disusun ke dalam urutan sehingga strukturnya dapat
dipahami. Selanjutnya, setelah dilakukan analisis secara
mendalam, ternyata ada hubungan yang interaktif antara
tiga kelompok tersebut.

Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh


data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi
pola yang baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut
selanjutnya didisplaykan pada laporan akhir penelitian.

Azwir Salam & Amri Darwis


144 Metopel Pendidikan Agama Islam

c. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat


sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang dapat dipercaya.

Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian


kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena
masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian berada di lapangan. Bahkan, kesimpulan dalam
penelitian kualitatif yang diharapkan merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat
berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga
setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan
kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Kesimpulan ini
sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data pada industri
lain yang luas, maka akan dapat menjadi teori.

3. Analisis Data Selama di Lapangan Model Spradley


Spradley membagi analisis data dalam penelitian,
berdasarkan tahapan dalam penelitian kualitatif. Tahapan
penelitian kualitatif menurut Spradley ditunjukkan pada
gambar 8.3 berikut.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 145
Analisis Domain
Memperoleh gambaran yang umum
dan menyeluruh dan obyek
penelitian atau situasi sosial.
Ditemukan berbagai domain atau
kategori. Diperoleh pertanyaan
grand dan minitour. Peneliti
menetapkan domain tertentu
sebagai pijakan untuk penelitian
selanjutnya. Makin banyak domain
yg dipilih, maka akan semakin
banyak waktu yang diperlukan
untuk penelitian.
Analisis Taksonomi

Domain yang dipilih tersebut


selanjutnya dijabarkan
menjadi lebih rinci, untuk
mengetahui struktur
internalnya. Dilakukan
dengan observasi terfokus.

Analisis Komponen

Analisis Data Mencari ciri


Kualitatif spesifik pada setiap
struktur internal dengan
cara mengkontraskan
antar elemen. Dilakukan
melaui observasi dan
wawancara
Analisis Tematerseleksi
dengan pertanyaan.
Kultural

Mencari
hubungan di antara
domain, dan bagaimana
hubungan dengan
keseluruhan, dan
selanjutnya dinyatakan
ke dalam tema/judul
penelitian.

Azwir Salam & Amri Darwis


146 Metopel Pendidikan Agama Islam

Berdasarkan gambar 8.3 tersebut terlihat bahwa,


proses penelitian kualitatif setelah memasuki lapangan,
dimulai dengan rnenetapkan seseorang informan kunci “key
informant” yang merupakan informan yang berwibawa dan
dipercaya mampu “membukakan pintu” kepada peneliti
untuk memasuki obyek penelitian. Setelah itu peneliti
melakukan wawancara kepada informan tersebut, dan
mencatat hasil wawancara. Selanjutnya, perhatian peneliti
pada obyek penelitian dan memulai mengajukan
pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis terhadap
hasil wawancara. Berdasarkan hasil dan analisis wawancara
selanjutnya peneliti melakukan analisis domain. Pada
langkah ketujuh peneliti sudah menentukan fokus, dan
melakukan analisis taksonomi. Berdasarkan hasil analisis
taksonomi, selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan
kontras, yang dilanjutkan dengan analisis komponensial.
Hasil dan analisis, komponensial, selanjutnya peneliti
menemukan tema-tema budaya. Berdasarkan temuan
tersebut, selanjutnya peneliti menuliskan laporan
penelitian etnografi. Jadi proses penelitian berangkat dan
yang luas, kemudian memfokus, dan meluas lagi. Terdapat
tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian
kualitatif, yaitu analisis domain, taksonomi, dan
komponensial, analisis tema kultural dapat digambarkan
sebagai berikut.

a. Analisis Domain
Setelah peneliti memasuki obyek penelitian yang
berupa situasi sosial yang terdiri atas, place, actor dan
activity (PAA), selanjutnya melaksanakan observasi
partisipan, mencatat hasil observasi dan wawancara,
melakukan observasi deskriptif, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis domain.
Analisis domain merupakan langkah pertama dalam
penelitian kualitatif. Langkah selanjutnya adalah analisis

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 147

taksonomi yang aktivitasnya adalah mencari bagaimana


domain yang dipilih itu dijabarkan menjadi lebih rinci.
Selanjutnya analisis komponen aktivitasnya adalah mencari
perbedaan yang spesifik setiap rincian yang dihasilkan dari
analisis taksonomi. Yang terakhir adalah analisis tema, yang
aktivitasnya adalah mencari hubungan di antara domain,
dan bagaimana hubungannya dengan keseluruhan,
selanjutnya dirumuskan dalam suatu tema atau judul
penelitian.
Analisis domain pada umumnya dilakukan untuk
memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang
situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian. Data
diperoleh dari grand tour dan minitour question. Hasilnya
berupa gambaran umum tentang obyek yang diteliti, yang
sebelumnya belum pernah diketahui. Dalam analisis ini
informasi yang diperoleh belum mendalam, masih di
permukaan, namun sudah menemukan domain-domain atau
kategori dan situasi sosial yang diteliti. Dalam situasi sosial
terdapat ratusan atau ribuan kategori. Suatu domain adalah
merupakan kategori budaya terdiri atas tiga elemen yaitu
cover term, included terms, dan semantic relationship.
Cover term adalah nama suatu domain budaya, included
term nama-nama yang lebih rinci yang ada dalam suatu
kategori. Elemen ketiga dari seluruh domain budaya adalah
hubungan semantik antar kategori. Hubungan semantik ini
merupakan hal yang penting untuk menemukan berbagai
domain budaya.
Untuk menemukan domain dan konteks sosial atau
budaya disarankan untuk melakukan analisis hubungan
semantik antar kategori, yang meliputi sembilan tipe.
Untuk memudahkan dalam melakukan analisis domain
terhadap data yang telah terkumpul dan observasi,
pengamatan dan dokumentasi, maka sebaiknya digunakan
lembaran kerja analisis domain (domain analysis
worksheet).

Azwir Salam & Amri Darwis


148 Metopel Pendidikan Agama Islam

Melalui lembaran kerja tersebut, semua included


term (rincian domain yang sejenis dikelompokkan)
selanjutnya dimasukkan ke dalam tipe hubungan semantik
yang mana (sembilan hubungan), dan setelah itu dapat
ditentukan masuk ke dalam domain apa. Sebagai contoh,
pendidikan penduduk yang lulusan SD, SLTP, SLTA, dan
perguruan tinggi sebagai domain dan pendidikan penduduk
masyarakat tertentu.
Berdasarkan lembaran analisis domain tersebut,
maka telah ditemukan sembilan domain yang terkait
dengan perguruan tinggi, yaitu: tugas perguruan tinggi,
bermacam-macam ruang di perguruan tinggi teknik,
kepemimpinan, kurikulum berbasis komptensi, alat yang
digunakan mahasiswa untuk mengerjakan tugas kuliah,
administrasi perkuliahan, dan gelar lulusan S1.

b. Analisis Taksonomi
Setelah peneliti melakukan analisis domain,
sehingga melakukan domain-domain atau kategori dan
situasi sosial tertentu, maka selanjutnya domain yang
dipilih oleh peneliti dan selanjutnya ditetapkan sebagai
fokus penelitian, perlu diperdalam lagi melalui
pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data
dilakukan secara terus menerus melalui pengamatan,
wawancara mendalam dan argumentasi sehingga data yang
terkumpul menjadi banyak. Oleh karena itu, pada tahap ini
diperlukan analisis lagi yang disebut dengan analisis
taksonomi. Jadi analisis taksonomi adalah analisis terhadap
keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang
telah ditetapkan. Dengan demikian domain yang telah
ditetapkan menjadi cover term peneliti dapat diurai secara
lebih rinci dan mendalam melalui lisis taksonomi ini. Hasil
analisis taksonomi dapat disajikan dalam bentuk diagram
kotak (box diagram), diagram garis dan simpul (lines
(node diagram) dan out line.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 149

Sebagai contoh, kalau domain yang menjadi fokus


perhatian pada jenjang pendidikan formal, maka melalui
analisis data dan untuk pendidikan dasar akan terdiri atas
Sekolah Dasar (S1 dan Sekolah Lanjutan Pertama
(SMP/MTs); selanjutnya untuk menengah terdiri atas
SMU/MA dan SMK/MAK. Selanjutnya pendidikan tinggi
terdiri atas, Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi: Institut
dan Universitas.

c. Analisis Komponensial
Dalam analisis taksonomi, yang diuraikan adalah
domain yang telah ditetapkan menjadi fokus. Melalui
analisis taksonomi, setiap domain dicari elemen yang
serupa atau serumpun. Ini diperoleh melalui observasi dan
wawancara serta dokumentasi yang terfokus. Pada analisis
komponensial, yang dicari untuk diorganisasikan dalam
domain bukanlah keserupaan dalam domain, tetapi justru
yang memiliki perbedaan atau yang kontras. Data ini dicari
melalul observasi, wawancara dan dokumentasi yang
terseleksi. Dengan teknik pengumpulan data yang bersifat
triangulasi tersebut, sejumlah dimensi yang spesifik dan
berbeda pada setiap elemen akan dapat ditemukan.
Sebagai contoh, dalam analisis taksonomi telah ditemukan
berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Berdasarkan jenjang
dan jenis pendidikan tersebut, selanjutnya dicari elemen
yang spesifik dan kontras pada tujuan sekolah, kurikulum,
peserta didik, tenaga kependidikan dan sistem
manajemennya.

d. Analisis Tema Budaya


Analisis tema atau discovering cultural themes,
sesungguhnya merupakan upaya mencari “benang merah”
yang mengintegrasikan lintas domain yang ada (Sanapiah
Faisal, 1990). Dengan ditemukan benang merah dan hasil
analisis domain, taksonomi, dan komponensial tersebut,

Azwir Salam & Amri Darwis


150 Metopel Pendidikan Agama Islam

maka selanjutnya akan dapat tersusun suatu “konstruksi


bangunan” situasi sosial/obyek penelitian yang sebelumnya
gelap atau remang-remang, dan setelah dilakukan
penelitian, malah menjadi lebih terang dan jelas.
Berdasarkan analisis tema budaya tersebut, selanjutnya
disusun judul penelitian baru, apabila judul dalam proposal
berubah setelah peneliti memasuki lapangan.
Seperti telah dikemukakan bahwa, analisis data
kualitatif pada dasarnya adalah ingin memahami situasi
sosial (obyek penelitian dalam penelitian kuantitatif)
menjadi bagian-bagian, hubungan antar bagian, dan
hubungannya dengan keseluruhan. Jadi, ibaratnya seorang
peneliti arkeologi, menemukan batu-batu pondasi, tiang-
tiang, pintu, kerangka atap, genting dan akhirnya dapat
dikontruksikan menjadi rumah jenis tertentu, sehingga
rumah tersebut dapat diberi nama. Jadi inti dan analisis
tema kultural itu adalah bagaimana peneliti mampu
mengkontruksi barang yang berserakan menjadi rumah, dan
rumah ini jenis rumah apa. Misalnya rumah itu adalah
rumah pedagang lembu. Jadi tema budayanya adalah:
"Rumah Pedagang Lembu”. Dalam penelitian kualitatif yang
baik, justru judul laporan penelitian tidak sama dengan
judul dalam proposal. Hal ini berarti peneliti mampu
melepaskan diri tentang apa yang dipikirkan sebelum
penelitian, dan mampu melihat gejala dalam situasi sosial.
Penelitian yang alamiah, lebih mampu memperhatikan
kondisi, sebenarnya terjadi di lapangan, tidak terpengaruh
oleh pola f sebelum peneliti ke lapangan. Dengan
menemukan judul baru laporan penelitian, berarti peneliti
telah melakukan analisis tema, temanya diwujudkan dalam
judul penelitian.
Teknik analisis data yang diberikan oleh Miles and
Hubermm dan Spradley saling melengkapi. Dalam setiap
tahapan penelitim Miles and Huberman menggunakan
langkah-langkah data reduksi data, display, dan

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 151

verification. Ketiga langkah tersebut dapat dilakukan pada


semua tahap dalam proses penelitian kualitatif, yaitu
deskripsi, fokus, dan seleksi.

C. Validitas dan Reliabilitas Penelitian Kualitatif


Dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian
kualitatif menggunakan istilah yang berbeda dengan
penelitian kuantitatif. Jadi, uji keabsahan data dalam
penelitian kualitatif meliputi; credibility (validitas
internal), transferability (validitas eksternal),
dependability (reliabilitas), dan confirmability
(obyektivitas).

1. Uji Kredibilitas
a. Perpanjangan pengamatan
Bermacam-macam cara pengujian kredibilitas data
atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif
antara lain, dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatkan ketekunan dalam penelitian, tringulasi,
diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan
member check.
Mengapa dengan perpanjangan pengamatan akan
dapat meningkatkan kepercayaan/kredibitas data? Dengan
perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan
sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.
Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan
peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk
raport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin
terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi
yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk rapport,
maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian, di mana
kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang
dipelajari.

Azwir Salam & Amri Darwis


152 Metopel Pendidikan Agama Islam

Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan,


peneliti masih dianggap orang asing, masih dicurigai,
sehingga informasi yang diberikan belum lengkap, tidak
mendalam, dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan.
Dengan perpanjangan pengamatan ini peneliti mengecek
kembali apakah data yang telah diberikan selama ini
merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data
yang diperoleh selama ini setelah dicek kembali pada
sumber data asli atau sumber data lain ternyata tidak
benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang
lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti
kebenarannya. Berapa lama perpanjangan pengamatan ini
dilakukan, akan sangat tergantung pada kedalaman,
keluasan dan kepastian data. Kedalaman artinya apakah
peneliti ingin menggali data sampai pada tingkat makna.
Makna berarti data di balik yang tampak. yang tampak
orang sedang menangis, tetapi sebenarnya dia tidak sedih
tetapi malah sedang berbahagia. Keluasan berarti, banyak
sedikitnya atau ketuntasan informasi yang diperoieh. Dalam
hal ini setelah peneliti memperpanjang pengamatan,
apakah akan menambah fokus penelitian, sehingga
memerlukan tambahan informasi baru lagi. Data yang pasti
adalah data yang valid yang sesuai dengan apa yang terjadi.
Untuk memastikan siapa yang menjadi provokator dalam
kerusuhan, maka harus betul-betul ditemukan secara pasti
siapa yang menjadi provokator. Dalam perpanjangan
pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini,
sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang
telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah
dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau
tidak. Bila setelah dicek kembali ke lapangan data sudah
benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan
pengamatan dapat diakhiri.
Untuk membuktikan apakah peneliti itu melakukan
uji kredibilitas melalui perpanjangan pengamatan atau

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 153

tidak, maka akan lebih baik kalau dibuktikan dengan surat


keterangan perpanjangan. Selanjutnya surat keterangan
perpanjangan ini dilampirkan dalam laporan penelitian.
Mengecek apakah data yang saya temukan benar atau
tidak. Meningkatkan ketekunan berarti melakukan
pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.
Dengan cara tersebut, maka kepastian data dan urutan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
Sebagai contoh mengamati sekelompok masyarakat yang
sedang olahraga pagi. Bagi orang awam olahraga adalah
untuk meningkatkan kebugaran fisik. Tetapi, bagi peneliti
kualitatif tentu akan lain kesimpulannya. Setelah peneliti
mengamati secara mendalam, olahraga pagi itu bagi
sekelompok masyarakat Itu merupakan wahana untuk
transaksi bisnis. Selanjutnya, untuk dapat memahami
proses perdagangan narkoba, maka peneliti harus
melakukan pengamatan secara terus-menerus dan
memahami bahasa-bahasa sandi mereka.

b. Meningkatkan Ketekunan
Mengapa dengan meningkatkan ketekunan dapat
meningkatkan kredibilitas data? Meningkatkan ketekunan
itu ibarat kita mengecek pengerjaan soal-soal ujian, atau
meneliti kembali tulisan dalam makalah yang telah
dikerjakan, ada yang salah atau tidak. Dengan
meningkatkan ketekunan itu, maka peneliti dapat
melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah
ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan
meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan
deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang
diamati.
Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan
ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi
buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-
dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.

Azwir Salam & Amri Darwis


154 Metopel Pendidikan Agama Islam

Dengan membaca ini, maka wawasan peneliti akan semakin


luas dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa
data yang ditemukan itu benar/dipercaya atau tidak.

c. Triangulasi
Triangulation is qualitative cross-validation, It
assesses the sufficiency of the data according to the
convergence of multiple data sources or multiple data
collection procedures (Wiliam Wiersma, 1986). Triangulasi
dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dan berbagai sumber dengan berbagai
cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian, terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data,
dan waktu.

1) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji
kredibilitas data tentang perilaku murid, maka
pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh
dapat dilakukan ke guru, teman murid yang bersangkutan
dan orang tuanya. Data dan ketiga sumber tersebut, tidak
bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif,
tetapi dideskripsikan, dikategonisasikan, mana pandangan
yang sama, yang berbeda, dan mana spesifik dan tiga
sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh
peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
selanjutnya dimintakan kesepakatan (member chcek)
dengan tiga sumber data tersebut.

2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya, data diperoleh

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 155

dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi,


dokumentasj, atau kuesioner. Bila dengan tiga teknik
pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data
yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi Iebih
lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang
Jam, untuk memastikan data mana yang dianggap benar.
Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya
berbeda-beda.

3) Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data.
Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi
hari pada saat nara sumber masih segar, belum banyak
masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga
lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian
kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain
dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara
berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian
datanya. Triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara
mengecek hasil penelitian, dan tim peneliti lain yang diberi
tugas melakukan pengumpulan data.

d. Analisis Kasus Negatif


Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau
berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu.
Mengapa dengan analisis kasus negatif akan dapat
meningkatkan kredibilitas data? melakukan analisis kasus
negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau
bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan
dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat
dipercaya. Tetapi, hasil peneliti masih mendapatkan data-
data yang betentangan dengan data yang ditemukan, maka

Azwir Salam & Amri Darwis


156 Metopel Pendidikan Agama Islam

peneliti mungkin akan merubah temuannya. Hal ini sangat


tergantung seberapa besar kasus negatif yang muncul
tersebut. Sebagai contoh, bila ada 99% guru mengatakan
ahwa si A, pengedar narkoba, sedangkan 1% menyatakan
tidak negatif. Dengan adanya kasus negatif ini maka
peneliti justru harus mencari tahu secara mendalam
mengapa masih ada data yang berbeda. Peneliti harus
menemukan kepastian apakah 1% kelompok yang
menyatakan si A bukan pengedar narkoba itu betul atau
tidak. Kalau akhirnya yang 1% kelompok menyatakan bahwa
si A adalah pengedar narkoba, berarti kasus negatifnya
tidak ada lagi. Dengan demikian temuan penelitian menjadi
lebih kredibel.

e. Menggunakan Bahan Referensi


Yang dimaksud dengan bahan referensi di sini adalah
adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah
ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil
wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman
wawancara. Data tentang interaksi manusia, atau gambaran
suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto. Alat-alat
bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti
kamera, handycam, alat rekam suara sangat diperlukan
untuk mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan
oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, sebaiknya data-
data yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto
atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih dapat
dipercaya.

f. Mengadakan Member Check


Member check adalah, proses pengecekan data yang
diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member
check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 157

pemberi data berarti datanya data tersebut valid, sehingga


semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang
ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak
disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu
melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila
perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah
temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data. Jadi, tujuan membercheck
adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan
dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud
sumber data atau informan. Pelaksanaan membercheck
dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data
selesai, atau setelah mendapat suatu temuan, atau
kesimpulan. Caranya dapat dilakukan secara individual,
dengan cara peneliti datang ke pemberi data, atau melalui
forum diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok, peneliti
menyampaikan temuan kepada sekelompok pemberi data.
Dalam diskusi kelompok tersebut, mungkin ada data yang
disepakati, ditambah, dikurangi atau ditolak oleh pemberi
data. Setelah data disepakati bersama, maka para pemberi
data diminta untuk menandatangani, supaya lebih otentik.
Selain itu juga sebagai bukti bahwa peneliti telah
melakukan member check.

2. Pengujian Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam
penelitian. Validitas eksternal menunjukkan derajat
ketepatan atau dapat diterapkan hasil penelitian ke
populasi di mana sampel tersebut diambil. Nilai transfer ini
berkenaan dengan pertanyaan, sampai dimana hasil
penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi
lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai transfer bergantung
pada pemakai, hingga manakala hasil penelitian tersebut
dapat digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain.
Peneliti sendiri tidak menjamin “validitas eksternal” ini.

Azwir Salam & Amri Darwis


158 Metopel Pendidikan Agama Islam

Oleh karena itu, supaya orang lain dapat memahami hasil


penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk
menerapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam
membuat laporan harus memberikan uraian yang rinci,
jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian,
pembaca dapat melihat dengan jelas hasil penelitian
tersebut, sehingga dapat mengaplikasikan (tranferability)
hasil penelitian tersebut di tempat lain.

3. Pengujian Dependability
Dalam penelitian kuantitatif, dependability disebut
reliabilitas. Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila
orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian
tersebut. Dalam penelitian kualitatif, uji depenability
dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan
proses penelitian. Sering terjadi, peneliti tidak melakukan
proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan
data. Peneliti seperti ini perlu diuji depenabilitynya. Kalau
proses penelitian tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka
penelitian tersebut tidak reliabel atau dependable. Untuk
itu pengujian depenability dilakukan dengan cara
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
Caranya dilakukan oleh auditor yang independen, atau
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti
dalam melakukan penelitian. Bagaimana peneliti mulai
menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan,
menentukan sumber data, melakukan analisis data,
melakukan uji keabsahan data, sampai membuat
kesimpulan harus dapat ditunjukkan oleh peneliti. Jika
peneliti tak mempunyai dan tak dapat menunjukkan “jejak
aktivitas lapangannya”, maka depenabilitas penelitiannya
patut diragukan (Sanafiah Faisal 1990). Pengujian
konfirmability dalam penelitian kuantitatif disebut dengan
uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif
bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 159

penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji


dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan
secara bersamaan.

4. Pengujian Konfirmability
Konfirmability berarti menguji hasil penelitian,
dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil
penelitian merupakan fungsi dan proses penelitian yang
dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi
standar konfirmability. Dalam penelitian, jangan sampai
proses tidak ada, tetapi hasilnya ada.

Azwir Salam & Amri Darwis


160 Metopel Pendidikan Agama Islam

BAB VII
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Setelah data yang berasal dari lapangan dianalisis


dengan menggunakan teknik statistika deskripsi maupun
inferensial langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah
melaporkan hasil analisis tersebut ke dalam bab berikutnya
yaitu bab yang berkaitan dengan kesimpulan implikasi dan
saran

A. Kesimpulan
Pada subbab ini, yang dimaksudkan dengan
kesimpulan penelitian adalah pernyataan singkat tentang
hasil analisis deskripsi dan pembahasan tentang harus
pengetesan hipotesis yang telah dilakukan di bab
sebelumnya. Tujuan penulisan kesimpulan adalah untuk
memberikan kesempatan dan informasi kepada para
pembaca guna mengetahui secara cepat tentang apa hasil
akhir yang diperoleh dan penelitian yang telah dilakukan.
Pada bagian kesimpulan ini, peneliti dapat menyampaikan
ringkasan basil yang dianggap penting, dengan tidak
menggunakan bahasa statistik lagi. Mereka dianjurkan
menguraikan hasil analisis data dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh para pembaca maupun oleh orang-orang
yang berkepentingan. Oleh karena itu, beberapa istilah
seperti misalnya nilai signifikan, kesalahan tipe I dan
kesalahan tipe II, ditolak atau diterimanya suatu analisis
diganti dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga orang
lain termasuk para pembaca, sponsor, dan para
pengambilan keputusan dapat mengerti dan menggunakan
secara tepat.
Kesalahan yang sering ditemui adalah peneliti
membuat kesimpulan yang lain yang bukan dan hasil
analisis data, tetapi memberikan tafsiran mereka menurut
gambaran yang telah ada dalam pikiran peneliti. Sering

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 161

ditemui pula terutama pada para peneliti muda, substansi


kesimpulan diisi dengan menyerang pendapat orang lain
yang berbeda, dan menguatkan atau mendukung, ketika
basil penelitian mereka sesuai dengan apa yang telah
mereka dapatkan.
Hal yang demikian mestinya dibatasi, dan bila
seandainya memang perlu, sebagai contoh, penelitian yang
dilakukan adalah penelitian replikasi atau pengulangan
terhadap penelitian yang sudah dilakukan oleh orang lain.
Maka uraian atau ulasan yang mengaitkan dengan hasil
penelitian replikasi tersebut dapat ditempatkan pada
bagian lain, yaitu bagian implikasi yang fungsinya
membandingkan antara basil penelitian yang lalu dengan
basil penelitian yang baru dilakukan, diterangkan pada sub
bagian berikutnya yaitu bagian implikasi.
Sub bagian yang juga memiliki arti penting lainnya,
yaitu bagian implikasi. Dalam sub bagian ini peneliti dapat
melaporkan suatu analisis yang lebih mendalam yang
berkaitan dengan kesimpulan utamanya. Ketika terjadi
rangkaian yang perlu mendapatkan penjelasan mengapa
suatu kesimpulan tersebut terjadi, dan menarik untuk
diketahui oleh para pembaca atau para pengguna lainnya
seperti misalnya ketika:
1. Peneliti ternyata dalam melaksanakan studinya menemui
kesenjangan antara tinjauan secara teoretis yang telah
berlaku selama ini dengan hasil temuan yang baru saja
dilakukan. Pada bagian ini, seorang peneliti dapat
merunut atau menunjukkan kembali tahapan-tahapan
yang sistematis sehingga memperoleh hasil temuan.
2. Peneliti menemukan hal berharga yang sebelumnya
belum memperoleh perhatian atau terabaikan
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Peneliti dalam
hal ini dapat memberikan keterangan logis yang dapat
mendukung mengapa faktor-faktor tersebut terjadi.

Azwir Salam & Amri Darwis


162 Metopel Pendidikan Agama Islam

3. Hasil penelitian ternyata bertentangan dengan hasil


penelitian yang telah dilaksanakan terlebih dahulu.
Pada kesempatan ini, peneliti dapat menganalisis di
mana kemungkinan terjadi perbedaan kondisi atau apa
penyebab terjadinya perbedaan tersebut. Peneliti
dalam hal ini dapat mengajukan argumentasi baru atau
jawaban sementara yang mungkin perlu dikaji lebih
lanjut.
Beberapa laporan penelitian, di samping
mendiskusikan hal-hal seperti tersebut di atas, pada
bagian implikasi juga melaporkan tentang kemungkinan
konsekuensi hasil temuan penelitian apabila diterapkan
di lapangan. Apa yang perlu dilakukan agar hasil
tersebut dapat memberikan konstribusi yang maksimal
dalam penggunaan dan mengeliminasi risiko negatifnya.

B. Implikasi.
Implikasi merupakan akibat dari sebuah kesimpulan
penelitian. Maka rumusannya selalu ” Karena ...........
maka hasil penelitian ini akan berakibat
terhadap ................”.

C. Saran-Saran
Saran yang diberikan kepada para pembaca,
sebaiknya saran-saran yang betul-betul didasarkan atas
hasil temuan dalam studi yang telah dilakukan, dan bukan
berupa pendapat atau tinjauan idealis pribadi peneliti.
Ditambah lagi, saran yang diajukan hendaknya saran yang
konstruktif dengan mengacu kepada terpenuhinya beberapa
persyaratan saran yang baik seperti di bawah ini.
1. Saran sebaiknya diuraikan secara singkat dengan bahasa
yang jelas.
2. Saran mempunyai sasaran subjek yang jelas yang
memiliki otoritas penerapan misalnya kepala sekolah,
guru, atau para penyelenggara pendidikan.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 163

3. Saran sebaiknya disertai pula dengan tindakan


operasional yang memungkinkan dapat dilakukan.
4. Saran sebaiknya disertai pula dengan kriteria indikator
keberhasilan, jika saran- saran yang dianjurkan tersebut
dapat dilaksanakan.
5. Saran dalam laporan penelitian pada prinsipnya dapat
juga berupa imbauan untuk melakukan penelitian
sejenis yang menekankan pada pendalaman.

D. Bagian Akhir Tulisan


Bagian akhir dan suatu laporan penelitian biasanya
berisi daftar pustaka, yaitu catatan secara sistematis
tentang semua sumber-sumber yang digunakan sebagai
acuan atau referensi yang digunakan dalam penelitian.
Catatan tersebut disusun secara sistematis misalnya
tentang nama penulis, tahun terbit, judul buku, kota di
mana penerbit berada, dan perusahaan yang menerbitkan.
Itu semua kemudian disusun sesuai dengan urutan abjad
pengarang atau nomor urut yang konsisten dan
menyesuaikan dengan pedoman penulisan buku yang ada.
Oleh karena itu, dianjurkan bagi para peneliti untuk
menggunakan pedoman yang telah ditetapkan oleh para
ahlinya atau penyelenggara institusi tersebut. Apabila
ternyata belum ada kesepakatan ataupun pedoman yang
digunakan sebagai acuan, peneliti dapat menentukan salah
satu pedoman yang kemudian dipakai secara konsisten
dalam penulisan laporan.
Bagian lain setelah daftar pustaka dalam suatu akhir
laporan penelitian pada umumnya berisi daftar lampiran
yaitu semua surat keterangan atau bukti penguat yang
digunakan selama penelitian. Beberapa daftar lampiran
yang sering dilampirkan suatu laporan peneliti di antaranya
termasuk:
1. Daftar izin dan instansi yang berkaitan untuk dapat
melaksanakan suatu penelitian,

Azwir Salam & Amri Darwis


164 Metopel Pendidikan Agama Islam

2. Lampiran angket atau kuesioner yang digunakan dalam


studi
3. Lampiran hasil validitas dan mencari tingkat reliabilitas
instrumen penelitian,
4. Tampilan hasil analisis statistika data, baik yang berupa
statistika deskripsi maupun statistika inferensial, dan
5. Surat keterangan dan para penyelenggara dimana
penelitian dilakukan.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 165

BAB VIII
TEKNIK PENULISAN

A. Aturan Penulisan
Skripsi ditulis dua spasi pada kertas HVS 70 gram,
berukuran A4. Margin penulisan adalah; 4 cm dan tepi kiri
dan tepi atas, 3 cm dan tepi kanan dan tepi bawah.
Paragraf dimulai pada 7 pukulan tik atau spasi “tab” pada
komputer. Jenis dan ukuran huruf adalah Time New Roman
”12” dengan huruf tegak bukan huruf miring kecuali pada
bagian-hagian khusus. Komputer akan mengatur sendiri agar
tepi kiri dan tepi kanan tulisan menjadi rata dan tidak ada
pemotongan kata dengan mengklik ctrl J atau icon Justify.
Huruf atau kata yang dicetak miring (italic) untuk
menuliskan kata dalam bahasa asing dan menulis judul buku
yang ada pada catatan kaki dan pada daftar pustaka. Judul
bab ditulis dengan huruf besar pada halaman baru,
ditempatkan di tengah-tengah secara simetris. Nomor bab
menggunakan angka Romawi besar (I, II, III dst). Sub judul
bab diberi nomor urut alfabetis ditulis dengan huruf besar
(A-B.-C dst), sedangkan unsur-unsur dan setiap sub judul
ditulis dengan angka nomor urut ( 1-2-3 dst). Selanjutnya
pasal dipakai huruf kecil (a, b, c, dst), kemudian ayatnya
ditulis { 1), 2), 3), dst }. Jika ada rinciannya lagi digunakan
{ a), b), c), dst}.
Nomor halaman menggunakan angka ditempatkan
pada sudut kanan atas, kecuali untuk halaman judul bab
ditempatkan di tengah-tengah halaman bagian bawah.
Nomor halaman untuk kata pengantar, daftar isi, daftar
tabel, daftar lampiran, daftar gambar dan lain-Iainnya (jika
ada), menggunakan angka Romawi kecil (i-ii-iii-iv dst)
ditempatkan di tengah-tengah halaman bagian bawah.
Judul tabel, gambar, diagram dan yang sejenisnya diberi
nomor urut dengan angka Arab (biasa) dan ditulis di atas isi
tabel, sedangkan untuk diagram dan gambar diletakan di

Azwir Salam & Amri Darwis


166 Metopel Pendidikan Agama Islam

bawah. Jika isi tabel diambil dan data pada suatu lembaga,
maka di bawah tabel diberi keterangan yang isinya; sumber
data tersebut misalnya, Sumber: Dinas Pendidikan
Kabupaten Bekasi Tahun 2009. Isi tabel dibuat dalam
kolom-kolom tabel vertikal dan horizontaI, kecuali tabel
yang berisi dua unsur atau dua aspek tidak usah diberi
kolom.

1. Penomoran
Agar mudah bagi para pembaca untuk dapat
mengetahui dengan mudah substansi yang dilaporkan,
peneliti biasanya memberikan penomoran. Penomoran
halaman mungkin diletakkan di sebelah kanan atas,
kanan bawah, atau tengah bawah, dua spasi di atas baris
pertama teks atau 2 cm dan baris terakhir. Bila dilihat
dan tepi atas atau bawah penomoran dapat 3 cm dan
tepi atas dan dan tepi bawah. Nomor-nomor halaman
tersebut biasanya digunakan huruf Arab. Jika
menggunakan penomoran komputer akan mengerjakan
secara otomatis setelah mendapat perintah atau
command yang sesuai. Laporan penelitian yang
menggunakan sejumlah rumus, persamaan matematis,
persamaan aljabar, penomoran dibuat dengan
menggunakan angka Arab yang ditempatkan di batas tepi
di antara dua kurung.
Tata tulis laporan penelitian pada umumnya
mencakup:
1) Kertas naskah dan sampul,
2) Pengetikan,
3) Penomoran,
4) Penyajian tabel dan gambar,
5) Pengutipan, dan
6) Penulisan daftar pustaka.

2. Kertas dan Naskah Sampul

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 167

Kertas dan naskah sampul laporan penelitian, pada


umumnya mencakup kertas yang digunakan kertas HVS 80
gram dengan ukuran kuarto atau 21 x 28,5. Sampul
laporan biasanya ditempatkan sebagai tutup laporan
penelitian dan dibuat dari kertas yang mempunyai
ketebalan lebih. Kertas sampul ini dapat dibuat dan
kertas bufalo atau kertas linen yang warnanya
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di lembaga
masing-masing. Pada kertas sampul ini biasanya
dicantumkan judul penelitian dan simbol dan lembaga
peneliti. Dibuat dengan ukuran yang lebih besar, dan bila
perlu juga memuat simbol atau logo lembaga di mana
peneliti bekerja. Ukuran tulisan dibuat besar dengan
maksud agar mudah dibaca oleh para peneliti lainnya.

3. Pengetikan
Naskah laporan pada umumnya diketik dengan
menggunakan huruf pica yang mencakup 10 huruf dalam
1 inchi. Jika diketik menggunakan komputer, laporan
diketik menggunakan kualitas surat (letter quality).
Laporan penelitian biasanya diketik dengan menggunakan
jarak antar baris 2 spasi. Hal yang demikian berbeda jika
seorang peneliti mengetik abstrak penelitian. Abstrak
penelitian biasanya diketik dengan jarak antar baris 1
spasi.
Batas tepi pengetikan naskah pada umumnya
mencakup ketentuan seperti berikut:
a) tepi atas= 4 cm,
b) tepi bawah = 3 cm,
c) tepi kiri= 4 cm,
d) tepi kanan = 3 cm.
Alinea baru dimulai pada huruf keenam dan tepi kiri
atau satu tab ketukan pada mesin ketik atau mesin
komputer. Judul bab diketik dengan huruf kapital
yang penempatannya diatur secara simetris antara

Azwir Salam & Amri Darwis


168 Metopel Pendidikan Agama Islam

margin kiri dengan margin kanan. Jika diketik dengan


menggunakan mesin komputer, maka dapat diatur
dengan perintah justfied center. Nomor huruf bab ditulis
dengan angka Romawi yang ditempatkan secara simetris
di atas judul dibuat dengan tebal yang berbeda.
Pada laporan penelitian sebelum halaman laporan
biasanya didahului dengan kata pengantar, daftar isi,
abstrak, daftar tabel, dan lampiran. Halaman-halaman
pengantar tersebut biasanya menggunakan angka Romawi
kecil, misalnya i, ii, iii, iv ... dan seterusnya.

4. Penyajian Tabel dan Gambar


Laporan penelitian pada umumnya juga mencakup
penyajian tabel dan gambar. Cara penyajiannya perlu
mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh lembaga
bersangkutan. Menurut pedoman penelitian UNY sebagai
contohnya, penomoran tabel diletakkan di tengah antara
margin kiri dan margin kanan, dan diikuti nama tabel di
bawahnya dengan jarak satu spasi, nomor tabel dengan
rnenggunakan angka Arab, penyajian tabel sebaiknya
dalam satu halaman.
Cara penulisan gambar dan nomor gambar, dalam
laporan penelitian pada umumnya dapat diletakkan di
bawah gambar, di tengah antara margin kiri dan margin
kanan. Nomor gambar ditulis dengan menggunakan angka
arab, dan gambar sebaiknya ditampilkan dalam satu
halaman.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 169

B. Notasi Ilmiah
Dalam laporan penelitian kutipan dibedakan
menjadi kutipan langsung dan tidak langsung. Pengutipan
dikatakan langsung jika substansi ditulis sama persis dengan
sumber aslinya. Cara menulis kutipan langsung adalah
dengan menggunakan dalam satu spasi dimulai dan satu
ketukan tab dan margin kiri.
Kutipan dikatakan tidak langsung, jika peneliti
menulis substansi tidak sama persis dengan aslinya. Untuk
kutipan tidak langsung, maka peneliti dapat menulis dengan
spasi rangkap sama seperti teksnya. Untuk semua kutipan
baik secara langsung maupun tidak langsung, setelah
substansi yang diinginkan ditulis, sebaiknya sumber kutipan
nama pengarang atau pemilik ide, tahun terbitan, dan
nomor halaman.

1. Penulisan Daftar Pustaka


Daftar pustaka dalam laporan penelitian merupakan
komplemen terakhir sebelum daftar lampiran. Penulisan
daftar pustaka, ada bermacam-macam misalnya APA
(American Psychological Association), ASA (American
Sociological Association), dan masih banyak lagi. Untuk
APA, butir-butir pustaka disusun secara alfabetis menurut
nama pengarang.
Contoh daftar pustaka menurut APA.
Kerlinger, F.N (1988) Foundations of Behavioral Research
and Evaluation. 3rd Edition. New York: Holt Rinehart and
Winston. USA.
Agus Irianto (1988) Statistik Pendidikan. Jakarta:
Depdikbud. Dirjen Pendidikan Tinggi P2LPTK.
Jika lembaga tidak menentukan cara penulisan
baku, peneliti dapat menggunakan salah satu sumber dalam
menuliskan daftar pustaka yang digunakan secara
konsisten. Dan tidak boleh menggunakan kombinasi sumber,

Azwir Salam & Amri Darwis


170 Metopel Pendidikan Agama Islam

karena hasilnya akan tidak menunjukkan konsistensi dalam


menulis daftar pustaka.
2. Kutipan
Lazimnya sebuah skripsi mengutip pendapat,
konsep, teori dan sumber lain dengan menyebutkan
sumbernya sesuai dengan notasi yang diacu oleh penulis.
Ada dua cara mengutip pendapat, konsep dan teori yaitu
kutipan langsung dan kutipan tak langsung. Kutipan
langsung adalah pengambilan bagian tertentu dan tulisan
orang lain tanpa melakukan perubahan baik isi maupun
redaksinya.
Syarat kutipan Iangsung adalah sebagai berikut:
a. Tidak boleh melakukan perubahan terhadap teks asli
yang dikutip;
b. Menggunakan tiga titik berspasi [. . ] jika ada bagian
yang dihilangkan dan kutipan tersebut;
c. Menyebutkan sumber sesuai dengan teknik notasi yang
digunakan;
d. Bila kutipan Iangsung pendek (tidak Iebih empat baris)
dilakukan dengan cara memasukan Iangsung dalam
tubuh teks, beri jarak antarbaris yang sama dengan
teks, diapit oleh tanda kutip.
Bila kutipan Iangsung panjangnya lebih dari empat
baris dilakukan dengan cara dipisahkan dengan spasi (jarak
antar baris) lebih dari teks, diberi jarak rapat antar baris
dalam kutipan, ketik satu spasi.
Contoh Kutipan Langsung Pendek (kurang dari 3 baris).
"Kecerdasan emosional merupakan kemampuan mamantau
dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta
menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran
dan tindakan".1
______________
1. Joseph LeDoux, 1996, The Emotional Brain, New York: Simon & Schuster,
h. 143.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 171

Contoh Kutipan Langsung Panjang Iebih dari tiga baris

Mayer dan Salovey mendefinisikan kecerdasan emosional


sebagai berikut:

Emotional intelligence involves the ability to perceive


accurately, appraise, and express emotion: the ability to
understand emotion and emotional knowledge; and
ability to regulate emotions to promote emotional and
intellectual growth".2
_______________
2. Peter Salovey dan D.J. Sulyster, Emotional Development and Emotional
Inteligence (New York: Basic Books, 1997), h. 10.

Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang


menuliskan kembali dengan kata-kata sendiri. Kutipan ini
dapat dibuat panjang atau pendek dengan cara
mengintegrasikan dalam teks, tidak diapit oleh tanda kutip
dan menyehutkan sumbernya sesuai dengan teknik
penulisan ilmiah yang dijadikan pedoman dalam menulis
karya ilmiah.
Contoh Kutipan Tak Iangsung
Modernisasi sangat berkaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, yang merupakan salah satu dari ketiga kesatuan
kebudayaan modern, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan,
perkembangan ekonomi kapitalis, dan berkengnya masyarakat
borjuis.1
_______________
1. SMoedjanto et al.,1993, Tantangan Kemanusiaan Universal, Yogyakarta:
Kanisius, h. 145.

Tanda catatan kaki diletakkan di ujung kalimat yang


dikutip dengan mempergunakan angka Arab yang diketik
naik setengah spasi. Catatan kaki dengan mempergunakan
angka diberi nomor mulai dan angka I sampai selesai dalam
satu bab. Dalam satu kalimat dapat mengutip lebih dari
satu kutipan. Setiap pernyataan atau konsep yang dikutip

Azwir Salam & Amri Darwis


172 Metopel Pendidikan Agama Islam

diberi tanda kutip. Semua tanda kutip disebutkan


sumbernya pada catatan kaki.
Contoh kutipan lebih dan satu kutipan dalam satu kalimat.
Emosi adalah persepsi mental yang merupakan umpan
balik dari stimulus1, Bila ditinjau dari sudut pandang biologi
emosi adalah ekspresi dan perasaan yang ada pada cortex2,
sedangkan emosi dipandang dari konteks sosial adalah
perasaan pribadi dan pendekatan perilaku sebagai bawaan. 3
_______________
1. Joseph LeDoux, The Emotional Brain ( New York: Simon & Schuster, 1996),
h. 143.
2. K. T. Strangman, The Psychology of Emotion (New York: Chichester, John
Wiley & Sons, 1996), h. 143.
3. Peter Salovey dan D. J. Sulyster, Emotional Development and Emotional
Inteligence (New York: Basic Books, 1997), h. 13

Sekiranya kalimat di atas yang menggunakan tiga


kutipan dalarn satu kalimat disusun menjadi tiga buah
kalimat yang masing-masing mengandung satu kutipan maka
tanda catatan kaki ditulis sesudah tanda baca penutup.
Menurut LeDoux, emosi adalah persepsi mental yang
merupakan umpan balik dari stimulus1. Berbeda dengan
pendapat Strangman bahwa emosi ditinjau dari sudut pandang
biologi adalah ekspesi dan perasaan. Dalam hal ini ekspresi
berada pada hypoyhalamus, sedangkan perasaan pada
cortex.2 Salovey dan Sulyster mendefinisikan emosi dari
korteks sosial adalah perasaan pribadi dan pendekatan
perilaku, emosi dipandang sebagai bawaan.3
_______________
1. Joseph LeDoux, The Emotional Brain, New York: Simon & Schuster, 1996),
h. 143.
2. K. T. Strangman, The Psychology of Emotion (New York: Chichester, John
Wiley & Sons, 1996), h. 143.
3. Peter Salovey dan D. J. Sulyster, Emotional Development and Emotional
Inteligence (New York: Basic Books, 1997), h. 13

2. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah penyebutan sumber yang
dijadikan kutipan, untuk memberikan penghargaan

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 173

terhadap sumber yang dikutip dan aspek legalitas untuk izin


penggunaan karya tulis yang dikutip, serta yang terpenting
adalah etika akademik dalarn masyarakat ilmiah sebagai
wujud kejujuran penulis. Kalimat yang dikutip tersebut
harus dituliskan sumbernya secara tersurat dalam catatan
kaki. Kutipan yang diambil dan halaman tertentu harus
disebutkan halamannya dengan singkatan h. Sekiranya
kutipan itu disarikan dan beberapa halaman maka dituliskan
halaman-halaman yang dimaksud, umpamanya, hh. 6-10.
Perhatikan contoh di bawah ini:
1
. Dalil S.,1992, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta:Bina
Ilmu, hh. 12-16.
Catatan kaki ditulis satu spasi ukuran huruf 10, dan
dimulai langsung dari pinggir, atau dapat juga dimulal
setelah beberapa ketukan ketik dan pinggir asalkan
dilakukan secara konsisten. Judul buku dicetak miring.
Nama pengarang yang jumlahnya sampal tiga orang
dituliskan lengkap sedangkan jumlah pengarang lebib dan
tiga orang hanya dituliskan nama pengarang pertama
ditambah kata et al. (et al., artinya, dan kawan-kawan).
Jika nama pengarangnya tidak ada maka Iangsung
saja nama bukunya. Sebuah buku yang diterjemahkan harus
ditulis baik pengarang maupun penterjemah buku,
sedangkan sebuah kumpulan karangan cukup disebutkan
nama editornya. Demikian pula, jika buku itu terjemahan
ditambah siapa penterjemahnya, contoh sebagai berikut:

3
Peter lauster, 2012, Tes Kepribadian terjemahan D.H.
Gulo, Solo: Sultan Press, h. 27.
4
Mariamis (Ed.), 2012), Kurikulum Pendidikan Budaya
Solo: Sultan Press, hh. 22-23.

Sebuah makalah yang dipublikasikan dalam majalah,


koran, kumpulan karangan atau dituliskan dalam forum

Azwir Salam & Amri Darwis


174 Metopel Pendidikan Agama Islam

ilmiah dituliskan dalam tanda kutip disertai informasi


mengenai makalah tersebut.
Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama
dilakukan dengan memakai notasi op. cit. (opere citato,
artinya, dalam karya yang telah dikutip) dan loc. cit. (loco
citato, artinya, dalam tempat yang telah dikutip) dan ibid.
(ibidem, artinya, dalam tempat yang sama). Pengulangan
kutipan dengan sumber yang sama dilakukan dengan
pengulangan nama pengarang tidak ditulis lengkap
melainkan cukup nama familinya saja. Sekiranya
pengulangan dilakukan dengan tidak diselang oleh
pengarang lain maka dipergunakan notasi ibid. seperti
tampak dalam contoh berikut:

4
Ibid., h. 131.

Artinya, dalam catatan kaki nomor 14 kita mengulangi


kutipan dari karangan Jujun S. Suriasumantri seperti
tercantum dalam catatan kaki nomor 13 dengan nomor
halaman yang berbeda. Sekiranya kita mengulang karangan
H. Diessel dan M. Tomasello pada halaman yang sama pada
catatan kaki nomor 12 yang terhalang oleh karangan Jujun
S. Suriasumantri maka kita tidak lagi menggunakan ibid.
melainkan loc. cit. seperti contoh:

15
Diessel dan Tomasello, loc. cit.

Ulangan halaman yang berbeda dan telah diselang


oleh pengarang lain ditulis dengan mempergunakan op. cit.
sebagai berikut:

16
Diessel dan Tomasello, op. cit., h.7.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 175

Sekiranya dalam kutipan yang dipergunakan


terdapat seorang pengarang yang menulis beberapa
karangan maka penggunaan loc. cit. atau op. cit. akan
membingungkan. Oleh sebab, itu sebagai penggantinya
dituliskan tahun karangannya. Bila judul itu panjang maka
dapat dilakukan penyingkatan selama hal itu mampu
mewakili judul karangan yang dimaksud. Contohnya adalah
sbb:

17
Diessel dan Tomasello, 1988, loc.cit.

Semua kutipan tersebut di atas, baik yang dikutip


Langsung maupun tidak langsung, sumbernya disertakan
dalam daftar pustaka. Kecuali untuk kutipan yang
didapatkan dan sumber kedua sebagaimana tampak dalam
catatan kaki. Nomor 18, Dalam catatan kaki nama
pengarang dituliskan lengkap dengan tidak mengalami
perubahan apa-apa, umpamanya, J. LeDoux ditulis lengkap
Joseph LeDoux sedangkan dalam daftar pustaka nama
pengarang disusun berdasarkan urutan abjad nama huruf
awal nama familinya, yakni, LeDoux, Joseph. Tujuan utama
catatan kaki adalah mengidentifikasi lokasi yang spesifik
dan karya yang dikutip.

3. Daftar Pustaka

Daftar pustaka merupakan rujukan penulis dalam


menyusun penulisan baik sebagai penunjang maupun
sebagai data. Tujuan utama dan daftar pustaka adalah
mengidentifikasi karya ilmiah itu sendiri. Untuk itu, dalam
daftar pustaka tanda kurung yang membatasi penerbit,
domisili penerbit dan lokasi halaman dihilangkan, tanda
koma diganti dengan tanda titik. Dengan demikian maka
catatan kaki (CT) pada contoh 1, 4. 5, 6, 7, 8, dan 9 bila

Azwir Salam & Amri Darwis


176 Metopel Pendidikan Agama Islam

dimasukkan ke dalam daftar pustaka (DP) mengalami


perubahan sebagai berikut:

(CATATAN KAKI)
1
Ronald K. Hambleton, H. Swaminathán dan H. Jane
Rogers, 1991, Fundamentals of Item Response Theory
London: Sage Publications, hh. 12-13.

[DAFTAR PUSTAKA]

Hambleton, Ronald K., H. Swaminathan, dan H. Jane


Rogers., 1991, Fundamentals of Item Response
Theory, London: Sage Publications, hh. 12-13.

[CATATAN KAKI]
2.
John A. R. Wilson et al.,2004, Psychological Foundation of
Learning and Teaching, New York: McGraw-Hill Book
Company, h. 406.

[DAFTARPUSTAKA]
Wilson, John A. R., et al.,2004, Psychological Foundation
of Learning and Teaching. New York: McGraw-Hill
Book Company.

[CATATAN KAKI]
3
Kementerian Pendidikan Nasional, Rencana Strategi
Pendidikan, Jakarta: Dit.Program, h. 32.

[DAFTAR PUSTAKA]
Kementerian Pendidikan Nasional, 2010, Rencana Strategi
Pendidikan. Jakarta:Dit.Program.

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 177

C. Bagian Muka Skripsi


1. Halaman judul dan halaman sampul atau cover skripsi
terdiri dari:
a. judul skripsi,
b. logo UIN Suska Riau,
c. nama penulis dan nomor induk mahasiswa,
d. nama fakultas dan universitas,
e. nama kota, dan
f. tahun penyelesaian skripsi (Hijriah dan Masehi).
2. Halaman cover kedua berisi:
a. judul skipsi;
b. jenis karya tulis "skripsi";
c. pernyataan tentang pengajuan skripsi dengan
kalimat: "Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I)";
d. logo UIN Suska Riau;
e. nama penulis dan nomor induk mahasiswa;
f. nama jurusan, fakultas dan universitas;
g. nama kota, dan
h. tahun penyelesaian skripsi (Hijriah dan Masehi).
3. Halam persetujuan berisi :
a. kata "PERSETUJUAN", ditulis dengan huruf kapital
pada posisi tengah tanpa tanda petik,
b. Pernyataan bahwa skripsi dapat diterima dan
disetujui untuk diujikan dalam sidang munaqasyah,
c. Nama kota dan tanggal persetujuan, dan
a. Nama ketua jurusan dan pembimbing, di atas nama
ketua jurusan dan pembimbing, masing-masing
dicantumkan kata "ketua jurusan" dan
"pembimbing", sesuai jurusan dan pembimbing
mahasiswa. Halaman ini ditandatangani oleh ketua
jurusan dan pembimbing.
4. Halaman pengesahan berisi:
a. kata "PENGESAHAN", ditulis dengan mcngunakan
huruf kapital pada posisi tenggah tanpa tanda petik,

Azwir Salam & Amri Darwis


178 Metopel Pendidikan Agama Islam

b. pernyataan bahwa skripsi telah diujikan dalam


sidang munagasyah dan telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I), atau Sarjana Pendidikan
(SPd).
c. nama kota dan tanggal pengesahan (Hijriah dan
Masehi),
d. nama ketua, sekretaris, dan anggota sidang
munagasyah, dan
e. nama dekan dan disertai nomor induk pegawai.
Halaman ini ditandatanggani oleh sidang
munagasyah dan dekan setelah karya tulis diperbaiki
sesuai dengan petunjuk dan saran-saran penguji.
5. Penghargaan
Penghargaan berisi ucapan rasa syukur dan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah berjasa dalam membantu
penyelesaian karya tulis, dengan urutan sebagai berikut.
a. Rektor,
b. Dekan,
c. Ketua Jurusan,
d. Pembimbing,
e. Lembaga atau instansi tertentu tcmpat penulis
mengadakan penelitian atau memperoleh informasi,
f. Pimpinan perpustakaan yang telah memberikan fasilitas
untuk mengadakan studi kepustakaan,
g. Dosen-dosen lain yang nyata membimbing.
h. Orang tua dan keluarga lain yang berjasa,
i. Pihak-pihak lain yang benar-benar memberikan
bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.
Ucapan terima kasih diutarakan secara wajar,
tidak berlebihan, tidak terlalu merendahkan diri, dan tidak
perlu ada ucapan permintaan maaf atas segala kekurangan
yang terdapat di dalam karena karya tulis tersebut
merupakan karangan ilmiah yang bersifat objektif.
Lampiran I: Contoh Halaman Sampul

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 179

PENGARUH TINGKAT EKONOMI ORANG TUA TERHADAP


MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGGAH PERTAMA
SE-KOTA PEKANBARU

Oleh
Arif Susanto
NIM. 10934022685

FAKULTAS TARBIYAH DA KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN KASIM RIAU
PEKANBARU
1433 H/2012 M

Azwir Salam & Amri Darwis


180 Metopel Pendidikan Agama Islam

Lampiran II: Contoh Halaman Judul

PENGARUH TINGKAT EKONOMI ORANG TUA TERHADAP


MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGGAH PERTAMA
SE-KOTA PEKANBARU

Skripsi
Ditulis untuk Memenuhi sebahagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh
Arif Susanto
NIM. 10934022685

Program Studi Pendidikan Agama Islam


FAKULTAS TARBIYAH DA KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN KASIM RIAU
PEKANBARU
1433 H/2012 M

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 181

Lampiran 3: Contoh Halaman Persetujuan

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul Pengaruh Tingkat Ekonomi Orang


Tua terhadap Motivasi Belajar Siswa Sekolah Menengah
Pertanian Se-Kota Pekanbaru yang ditulis oleh Arif Susanto
NIM. 10534022685 dapat diterima dan disetujui untuk
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Ketua Jurusan Pembimbing

Dr. H. Amri Darwis, M.Ag Sopyan Hadi, S.Ag. M.Ag.

Azwir Salam & Amri Darwis


182 Metopel Pendidikan Agama Islam

Lampiran 4: Contoh Halaman Pengesahan

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan


Orang Tua terhadap Motivasi Belajar Siswa Sekolah
Menengah Pertama Se-Kota Pekanbaru yang ditulis oleh
Muhammad Khusaini NIM. 10534022685 telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sultan SyarifKasim Riau pada
tanggal 12 Dzulhijjah 1426 H/12 Januari 2006 M. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pendidikan (S.Pd.I) pada Jurusan Pendidikan
Agama Islam.
Pekanbaru, 12 Dzulhijjah
1431H 12 Ja nuar i
2010M
Mengesahkan
Tim Penguji
Ketua Sekretaris

Drs. Azwir Salam, M.Ag Dr.H. Amri Darwis, M.Ag


Penguji I Penguji II

Dr. Kadar, M. Ag Drs.M. Hanafi, MA.

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Dr.Hj. Helmiati, M.Ag.


NIP.19700222 199703 2 001

Amri Darwis & Azwir Salam


Metopel Pendidikan Agama Islam 183

DAFTAR REFERENSI

Ating Somantri & Sambas Ali Muhidin, 2006, Aplikasi


Statistika dalam Penelitian, Jakarta: CV.
Pustaka Setia;
Emzir, 2008, Metodologi Penelitian Pendidikan:
Kuantitatif & Kualitatif, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada;
Hamid Patilima, 2007, Metode Penelitian Kualitatif,
Bandung: Alfabeta;
Nana Sudhana & Ibrahim, 1969, Penelitian dan
Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru;
Nazir.M, 2005, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia
Indonesia;
Punaji Setyosari, 2010, Metode Penelitian Pendidikan
dan Pengembangan, Jakarta: Kencana;
Ramayulis, 2005, Metodologi Pendidikan Agama Islam,
Padang: Kalam Mulia;
Strauss. Anlem & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian
Kualitatif, (terj.M.Shodiq dkk.), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar;
Suharsimi Arikunto, 1998, Prosedur Penelitian,
Yogyakarta: Rineka Cipta;
_______, 2009, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka
Cipta;
Suwarsih Madia, 2006, Teori dan Praktik Penelitian
Tindakan Kelas: Action Research, Bandung:
Alfabeta;
Sugiono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, R&D,,
Bandung: Alfabeta;
_______, 2012, Metode Penelitian kuantitatif,
Kualitatif, dan Kombinasi, Bandung: Alfabeta;

Azwir Salam & Amri Darwis

Anda mungkin juga menyukai