Obat Tradisional Dan Fitoterapi Sistem Pernafasan
Obat Tradisional Dan Fitoterapi Sistem Pernafasan
SISTEM PERNAFASAN
Disusun oleh:
I. Pendahuluan
Pemanfaatan tanaman sebagai obat sudah seumur dengan peradaban
manusia. Tumbuhan adalah gudang bahan kimia yang memiliki sejuta
manfaat termasuk untuk obat berbagai penyakit. Kemampuan meracik
tumbuhan berkhasiat obat dan jamu merupakan warisan turun temurun dan
mengakar kuat di masyarakat.
Di hutan tropis Indonesia terdapat 30.000 spesies tumbuhan. Dari
jumlah tersebut sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, tetapi baru
200 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat
tradisional. Peluang pengembangan budidaya tanaman obat-obatan masih
sangat terbuka luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu,
obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional.
Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka
dan kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya
tanaman obat di Indonesia.
Bahan alam (herbal) banyak digunakan oleh masyarakat terutama
dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif, misalnya untuk mengatasi
gangguan pada sistem pernafasan. Beberapa contoh gangguan saluran
pernafasan adalah batuk, influenza, otitis media, sinusitis, tonsilitis,
bronkitis, rhinitis alergi dan lain-lain.
Oleh karena itu, perlu meninjau jenis herbal yang dapat digunakan
untuk mengatasi berbagai gangguan saluran pernafasan tersebut.
II. Sistem Pernafasan Manusia
1. Hidung
Hidung merupakan organ pertama yang dilalui oleh udara. Di
dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut dan selaput lendir, yang
berfungsi sebagai penyaring, penghangat, dan pengatur kelembaban
udara yang akan masuk keparu-paru.
2. Saluran pernapasan (faring, laring, trakea, bronkhus, bronkeolus,
alveolus)
· Faring
Faring (tekak) merupakan persimpangan antara kerongkongan dan
tenggorokan. Terdapat katup yang disebut epiglotis (anak tekak) berfungsi
sebagai pengatur jalan masuk ke kerongkongan dan tenggorokan.
· Laring
Laring adalah pangkal tenggorokan, terdiri atas kepingan tulang rawan
membentuk jakun dan terdapat celah menuju batang tenggorok (trakea)
disebut glotis, di dalamnya terdapat pita suara dan beberapa otot yang
mengatur ketegangan pita suara sehingga timbul bunyi.
· Trakea (Batang Tenggorok)
Berupa pipa yang dindingnya terdiri atas 3 lapisan, yaitu lapisan luar
terdiri atas jaringan ikat, lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin
tulang rawan, dan lapisan dalam terdiri atas jaringan epitelium besilia.
Terletak di leher bagian depan kerongkongan.
· Bronkhus
Merupakan percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan
kiri. Struktur bronkhus sama dengan trakea, hanya dindingnya lebih halus.
Kedudukan bronkhus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkhus kanan,
sehingga bronkhus kanan lebih mudah terserang penyakit.
· Bronkheolus
Bronkheolus adalah percabangan dari bronkhus, saluran ini lebih
halus dan dindingnya lebih tipis. Bronkheolus kiri berjumlah 2, sedangkan
kanan berjumlah 3, percabangan ini akan membentuk cabang yang lebih
halus seperti pembuluh.
· Alveolus
Berupa saluran udara buntu membentuk gelembung-gelembung udara,
dindingnya tipis setebal selapis sel.
3. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput
yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi
paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut
pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam
terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-
paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi.
Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan
daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter
±1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih
mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus
bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir
pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir
bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga
menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput
tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan
terjadinya difusi gas pernapasan.
b. Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau
dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi
oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas
maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan
pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi
antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan
pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam
kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan
tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar
maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada
lebih besar maka udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang
terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara
(ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam,
yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut
terjadi secara bersamaan.
Pernafasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot
antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang
rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam
rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga
udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau
kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh
turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai
akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada
tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon
dioksida keluar.
Pernafasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya
melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut
dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan
menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.
Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi
sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan
tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya
otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga
rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya
udara keluar dari paru-paru. Dalam keadaan normal, volume udara
paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai
kapasitas total udara pernapasan manusia.
Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam
proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa
udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian
paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah
jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah
mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau
menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya
menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal
= ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk
pare-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi
maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara
pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume =
1500 cc).
c. Pertukaran CO2 dan O2 dalam pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung
pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis
pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang
dimakan.
Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen
dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki
ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih
banyak. Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih
banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada
seorang vegetarian.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc
oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut
berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa
kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi
berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin
darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler
darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen
diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk
diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit
ini tersusun oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur
besi dan globin yang berupa protein. Oksigen yang kita hasilkan dalam
tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc dimana setiap liter darah mampu
melarutkan 4,3 cc CO2. Karbondioksida yang dihasilkan akan keluar dari
jaringan menuju paru-paru dengan bantuan darah.
Proses kimiawi pernafasan pada manusia:
Pembuangan CO2 dari paru-paru :
H + HCO3 H2CO3 H2 + CO2
Pengikatan oksigen oleh hemoglobin :
Hb + O2 HbO2
Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel :
HbO2 Hb + O2
Pengangkutan karbondiolsida didalam tubuh :
CO2 + H2O H2 + CO2
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara
yakni sebagai berikut.
1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat
dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino
hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui
proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2).
d. Energi dalam pernafasan
Energi yang digunakan dalam kegiatan respirasi bersumber dari
ATP (Adenosin Tri Fosfat) yang ada pada masing-masing sel. ATP
berasal dari bahan-bahan karbohidrat yang diubah menjadi fosfat melalui
tiga tahapan. Mula-mula proses glikolisis oleh enzim glukokinase
membentuk piruvat pada siklus Glukosa (Tahap I). Kemudian tahap II,
yakni siklus krebs (TCA = Tri Caboxylic Acid Cycle). Lalu tahap III,
yakni tahap transfer elektron. Glikolisis terjadi di sitoplasma, siklus krebs
terjadi di mitokondria.
III. Teori Gangguan Sistem Pernafasan dan Penggunaan Obat Herbal
e. Demulsen pernafasan
Herbal ini mengandung musilago yang memiliki aktivitas
antiinflamasi pada saluran pernafasan bagian bawah. Walaupun
mekanismenya tidak jelas, efek berlawanan dengan stimulan ekspektoran
telah diketahui yaitu efeknya merupakan salah satu reflek dari efek
demulsen pada faring dan saluran pencernaan atas, juga dapat terjadi
pada embrio dan saraf vagal.
Herbal utama yang memiliki efek demulsen pada saluran
pernapasan yaitu: Althaea officinalis (daun atau akar marshmallow) dan
famili Malvaceae (mallows), Ulmus spp (slippery elm), genus plantago,
Cetaria islandica (lumut islandia), dan Chondrus crispus (lumut
irlandia). Tussilago (coltsfoot) dan Sympythum (comfrey) sangat popular
digunakan sebelum alkaloid pyrolizidine penjualannya dibatasi.
Aktivitas antitusif telah dibuktikan dengan penelitian
menggunakan ekstrak Althaea officinalis (marshmallow) dosis oral
1000mg/kg dibandingkan dengan polisakarida yang diisolasi dengan
dosis 50 mg/kg. Dari uji praklinik pada hewan ini dapat diketahui bahwa
untuk aplikasi uji klinis diperlukan dosis yang lebih besar, binatang
berukuran besar memerlukan dosis yang lebih besar seperti halnya pada
manusia. Demulsen pernapasan yang popular digunakan pada anak-anak,
untuk mengobati batuk kering, iritasi (gatal-gatal) dan batuk berdahak.
Kontra indikasinya terjadi kasus paru-paru basah, walaupun terkadang
cocok digunakan jika ada iritan.
Tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai demulsen
pernafasan adalah Althea (marshmallow), Tussilago (coltsfoot), Plantago
spp (ribwort and plantain), Verbascum (mullein), Glycyrrhiza (licorice),
Chondrus (Irish moss), Cetraria (iceland moss).
Indikasi untuk demulsen pernafasan
Batuk kering, non produktif, iritasi, Batuk pada anak-anak,
Asma mengi dan sesak asma.
Kontraindikasi untuk demulsen pernafasan
Penggunaan demulsen pernafasan kontraindikasi dengan kondisi
kongestif atau profuse catarrhal mukosa.
Aplikasi
Demulsen pernafasan baik digunakan sebelum makan, efektif
dalam bentuk infus air panas dan pengobatan jangka panjang masih
dapat ditoleransi.
f. Spasmolitik Pernafasan
Spasmolitik pernapasan dapat merelaksasikan bronkiolus paru-
paru. Secara tradisional, tanaman yang digunakan sebagai spasmolitik
pernapasan seperti Solanaceous (family nightshade) yang mengandung
atropine kuat yang berhubungan dengan antiparasimpatetik: pada zaman
dahulu Datura, Atropa dan Solanum digunakan sebagai antiasma.
Sekarang secara farmakologinya diketahui bahwa obat ini cenderung
digunakan untuk mengeringkan mukosa dan memiliki efek lain yang
tidak diinginkan sehingga obat ini kurang popular. Ephedra sinica (ma
huang) dari Asia menjadi sangat popular setelah digunakan di Eropa, dan
bekerja dengan memberikan aksi simpatomimetik. Obat lainnya yang
digunakan seperti hyssop dan khususnya thyme, Grindelia comporum
dari Amerika utara.
Tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai
spasmolitik pernafasan adalah Ephedra (ma huang), Datura stramonium,
Atropa belladona, Solanum dulcamara, Hyssopus (hyssop), Thymus
vulgaris, Lobelia inflata, Marrubium vulgare, Grindelia camporum,
Euphorbia hirta, Coleus forskohlii, Glycyrrhiza (licorice), Inula.
Indikasi untuk spasmolitik pernafasan
Sesak nafas, batuk tidak produktif, Mengi dan gejala asma
lainnya, Relaksan, Solanaceous berpotensi sebagai neuroaktif
Kontraindikasi untuk spasmolitik pernafasan
Tanaman solanaeous kontraindikasi pada penyakit: glukoma,
batu ginjal, paralisis ileus, obstruksi usus. Ephedra kotraindikasi
dengan penyakit glukoma, adanya MA01 inhibitor.
Aplikasi
Spasmolitik pernafasan baik digunakan kapanpun sewaktu
diperlukan, pengobatan dalam waktu yang lama dengan spasmolitik
pernafasan diperbolehkan tetapi penggunaan ephedra dan tanaman
solanaeous dalam jangka waktu yang lama perlu diperhatikan.
g. Anticatarrhal
Ada banyak herbal yang banyak digunakan untuk mengobati
gangguan mukosa pada saluran pernapasan, tapi mekanisme aksinya
belum diketahui. Herbal tersebut dapat digunakan untuk beberapa
indikasi yaitu mulai dari penyakit kongesti catarrhal sampai beberapa tipe
hipersensitif mukosa, seperti demam dan rhinitis alergi.
Tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai
anticatarrhal adalah Euphrasia spp, Plantago lanceolata, Sambucus
nigra, Nepeta hederacea, Solidago virgaurea, Verbascum thapsis, dan
Hydrastis canadensis.
Indikasi untuk anticatarrhal
Kondisi catarrhal, khususnya untuk mengatasi gangguan saluran
pernafasan bagian atas Sinusitis, othitis media Rinithis alergi, dan
pada kondisi hipersensitifitas lainnya
Kontraindikasi untuk anticatarrhal
Anticatarrhal umumnya dianggap aman dan ringan
Aplikasi
Anticatarrhal sebaiknya digunakan sebelum makan, pemakaian
jangka panjang anticatarrhal dapat ditoleransi dengan baik.
h. Antitusif
Antitusif merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi batuk
kering, beberapa antitusif bekerja menekan kemampuan mengiritasi
saluran pernapasan (demulsen pernapasan). Beberapa mengklaim untuk
mengatasi batuk kering dilakukan dengan cara menghilangkan mukus
(ekspektoran). Akan tetapi istilah antitusif seringkali diartikan sebagai
penekan reflek batuk. Dalam tumbuhan, Glikosida sianogenik digunakan
sebagai antitusif. Tradisi di barat biasanya menggunakan Prunus serotina
(Cherry liar). Terdapat beberapa tradisi lainnya yang menggunakan opiat
dan Lactuca. Penggunaan antitusif yang ditujukkan untuk membersihkan
paru-paru merupakan pengobatan yang tidak rasional. Terdapat banyak
kasus dimana menggunakan antitusif hanya untuk membantu mengatasi
batuk namun tidak digunakan untuk mengatasi iritasi (contohnya di satu
sisi terkena batuk, dan disisi lain terkena tumor).
Tanaman yang secara tradisional digunakan sebagai antitusive adalah
Primus serotina (wild cerry bark), Lactuca (wild lettuce)
Indikasi untuk antitusive
Batuk tidak berdahak, batuk membandel atau batuk persisten
yang susah disembuhkan, Batuk yang menggelisahkan adalah Batuk
yang disebabkan oleh irritasi eksternal atau obstruksi (tumor)
Kontraindikasi untuk antitusive
Antitusive hanya digunakan jika diperlukan, dan terbatas untuk
anak-anak.
Applikasi
Antitusive baik digunakan sebelum makan, pengobatan dalam
waktu yang lama dengan antitusive tidak disarankan.
i. Herbal Antialergi
Pada umumnya herbal antialergi digunakan untuk mengatasi alergi
saluran pernapasan, diantaranya Ephedra, Albizzia dan Scutellaria
baicalensis (Baical skullcap). Urtika merupakan contoh herbal lain yang
memiliki efek antialergi yang terutama berguna untuk mengatasi Rhinitis
alergi.
j. Kombinasi Pengobatan
Seperti yang telah dijelaskan di atas, beberapa herbal mungkin
digunakan untuk berbagai indikasi, karena mengandung berbagai
komponen zat aktif yang memiliki aksi yang berbeda-beda, contoh
Verbascum mengandung saponin yang digunakan sebagai ekspektoran,
mucilago sebagai demulsen dan iridoid digunakan sebagai anticatarrhals.
Walaupun Laobelia dapat menyebabkan mual dan digunakan sebagai
stimulan ekspektoran, tetapi khasiat utamanya yaitu sebagai relaksan
yang digunakan di Amerika Utara pada abad ke-19. Tanaman ini
mempunyai efek spektrum luas pada saluran pernapasan. Glycyrhizza
dikombinasi dengan saponin yang mempunyai efek stimulan, efek
antiinflamasi.
Pengobatan
Pendekatan pengobatan rhinitis menggunakan herbal adalah untuk
mengatasi gejala dan penyebabnya. Tindakan untuk mengurangi paparan
alergi udara menjadi bagian dari pengobatan.
Diet tidak dicoba untuk kedua rhinitis alergi dan non alergi. Herbalists
percaya bahwa diet dapat menyebabkan hipersensitivitas dan penyakit
selesema dari selaput lendir yang dapat mempengaruhi rhinitis. Makanan
yang membantu pengobatan ini tidak selalu memberikan reaksi positif
terhadap RAST atau tes kulit tusuk. Contohnya produk susu, gandum,
garam dan karbohidrat olahan. Konsumsi berlebihan harus dihindari oleh
penderita rhinitis misalnya susu, harus dihindari setidaknya 1 bulan. Aspek
penting dari pengobatan adalah sebagai berikut:
1. Herbal yang dapat meningkatkan kekebalan seperti Echinacea. Terutama
untuk kasus rhinitis alergi.
2. Herbal antialergi misalnya Albizzia, hanya digunakan dalam kasus
rhinitis alergi.
3. Herbal anticatarrhal saluran pernafasan atas untuk kedua tipe rhinitis,
misalnya Eupharasia, hydrastis dan Plantago lanceolata.
4. Ketika mengobati rinitis alergi musiman, pengobatan harus dimulai 6
minggu sebelum musim dimulai dan terus berlanjut sampai musim
berlangsung. Diet dapat membantu tetapi juga harus mengikuti pola
waktu ini.
5. Stres dapat memperburuk rhinitis dan harus dihindari jika dianggap
sebagai faktor penyebab rhinitis. Herbal tonik dalam dosis kecil, herbal
sedative dan adaptogen yang sesuai dapat digunakan untuk mengatasi hal
ini.
6. Pengobatan rhinitis pada tingkat yang lebih tinggi biasanya digunakan
deparatives misalnya Galium (cleavers), limfatik misalnya phyolacca
(poke root), choleretik dan hepatik.
Contoh kasus
Seorang pasien wanita berusia 30 tahun dengan rinitis persisten
kronis. Gejala buruk di pagi hari dengan sekret hidung dan iritasi mata. Dia
sensitif terhadap debu tungau rumah dan menderita tonsilitis, radang
kelenjar gondok dan otitis media sejak anak-anak. Dia biasa menggunakan
antihistamin. Pengobatan terdiri dari diet susu.
Langkah-langkah protektif terhadap debu tungau rumah dan menggunakan
herbal berikut ini.
Echinacea angustifolia 1:2 30 ml
Picrorrhiza kurroa 1:2 5 ml
Zingiber officinale 1:2 5 ml
Euphrasia officinalis 1:2 25 ml
Scutellaria baicalensis 1:2 20 ml
Albizzia lebbeck 1:2 15 ml
Total 100 ml
Dosis 8 ml dengan air, dua kali sehari. Tablet Hydrastis 500 mg, satu tablet
tiga kali sehari. Setelah 3 bulan pemakaian herbal, konsumsi antihistamin
berkurang, gejala-gejala yang dirasakan berkurang dan kondisinya saat ini
menjadi lebih baik.
Pengobatan
Pendekatan utama dalam pengobatan salesma dan influenza pada dasarnya
adalah sama. Namun, dalam kasus influenza yang lebih berat, pengobatan
perlu ditingkatkan (misalnya dengan pemberian dosis berulang atau dosis
yang lebih tinggi).
Aspek penting dalam pengobatan adalah sebagai berikut:
Obat yang memiliki efek diaphoretik dan menghangatkan tubuh
digunakan untuk mengatasi dan memperbaiki respon terhadap demam.
Contoh agen langsung, Zingiber sebagai stimulan (jahe, terutama jahe
segar yang diparut) dan kayu manis diletakkan dalam air panas dapat
digunakan untuk mengatasi gejala mukosa dan menghilangkan rasa
dingin. Untuk efek yang lebih ringan tetapi berkelanjutan, terutama pada
anak-anak, teh panas Mentha piperita (pippermint), Perfoliatum
eupatorium (boneset), cataria Nepeta (carmint), Achillea (yarrow), Tilia
(lime flowers) dan Sambucus (elderflower), dapat digunakan untuk
membuat pendekatan diaporetik yang dapat memberikan efek dingin
yang berbeda ketika dikonsumsi pada waktu yang berdeda pula.
Asclepias tuberosa (akar pleurisy) diindikasikan jika ada komplikasi paru
atau bronkial. Allium sativum (bawang putih, diambil yang mentah) juga
dapat berguna sebagai agen defensif umum dan penghangat tubuh.
Herbal yang dapat meningkatkan sistem imun seperti Echinacea,
Andrographis, Picrorrhiza digunakan untuk membantu melawan virus
yang menyerang tubuh. Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa
Astragalus dan tonik seperti Panax gingseng adalah kontraindikasi pada
tahap infeksi akut.
Herbal anticatarrhal untuk penyakit selesma saluran pernafasan atas,
terutama digunakan Euphrasia (eyebright), Sambucus (elder) dan
Hydrastis (golden seal). Secara tradisional, Hydrastis dinyatakan
kontraindikasi pada tahap infeksi akut sehingga sebaiknya digunakan
pada tahap akhir infeksi bakteri sekunder.
Hypericum (St John's wort) digunakan sebagai antivirus untuk
pengobatan influenza.
Bekerja efektif selama 10 menit sekali, sampai dua kali sehari. Jauhkan dari
mata. Gunakan sarung tangan atau cuci tangan setelah penggunaan.
Capsicum dan Myrica bekerja sebagai dekongestan, myrica sebagai
antiseptic dan lobelia membantu penetrasi. Untuk hydrasis telah dijelaskan
diatas. Jika lobelia tidak digunakan, dapat diganti dengan saponin yang
terdapat pada tanaman seperti Bupleulum atau Aeculus (horsechestnut).
Contoh kasus
Seorang pasien laki-laki berumur 36 tahun terkena sinusitis kronis
yang disertai dengan pilek yang berkepanjangan. Memiliki riwayat penyakit
rhinitis alergi kronik denganriwayat pengobatan menggunakan antihistamin
dan steroid semprot hidung. Penggunaan antibiotik dihentikan dalam
pengobatan ini yang telah digunakan selama 4 tahun. Pasien memiliki
kebiasaan banyak makan dan merokok.
Pengobatan
Pengobatan
Pendektan penggunaan herbal untuk pengobatan tonsilitis kronik dan
radang tenggorokan kronik pada umumnya sama. Aspek utama dari
pengobatan adalah sebagai berikut:
Herbal untuk meningkatkan kekebalan. Pada kondisi kronik, Astragalus
dapat digunakan yang memiliki efek sebaik Echinacea, Picrorhiza dan
Andrographis.
Herbal limfatik dan depuratif
Untuk pengobatan lokal dapat digunakan sediaan berupa obat semprot
tenggorokan atau lozenge dari herbal, seperti :
Glycyrhiza (licorice) : antiinflamasi, antivirus topikal
Salvia (sage) : astringen dan antiseptik
Propolis : antiseptik dan anastetik
Kava : anastetik
Echinacea : meningkatkan sistem imun, antiinflamasi
Capsicum : stimulan, antiseptik
Hydrastis (golden seal) : trophorestoratif membran mukosa dan
antiseptik
Althaes (akar marshmallow) : demulsen
Myrrh : antiseptik, termasuk luekositosis lokal
Diet makanan berupa buah-buahan dan sayuran harus diperhatikan.
Contoh kasus
Seorang pasien laki-laki umur 65 tahun menderita radang tenggorokan
kronik selama bertahun-tahun. Kondisi lainnya telah diobati. Untuk radang
tenggorokan kronik diberi resep:
Echinacea anguistifolia 1:2 5 ml 1 x sehari dengan air
5. Otitis Media
Otitis media adalah inflamsi pada telinga bagian tengah. Otitis
media dibagi menjadi akut dan kronik.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh virus dapat
menyebabkan otitis media akut, walaupun penyebab utama
infeksi/peradangan adalah bakteri. Gejalanya meliputi sakit, telinga
bernanah, hilang pendengaran, rasa pusing, tinnitus dan demam. Tanda
mengalami otitis media adalah kemerahan, bengkak dan tonjolan pada
gendang telinga.
Otitis media kronik dapat disebabkan oleh kekambuhan otitis
media akut atau otitis media akut yang bertambah parah. Infeksi juga
dapat disebabkan oleh bakteri.
Otitis media kronik atau pengeluaran lendir (cairan telinga) akibat
otitis media yang terjadi pada anak-anak umumnya sukar diketahui.
Tandanya adalah keluarnya cairan dari rongga telinga bagian tengah yang
dapat mengkibatkan hilangnya pendengaran. Alergi, Infeksi telinga dan
infeksi sinus kronis berkaitan dengan peningkatan frekuensi dari infeksi
saluran pernapasan. Pengobatan dapat menggunakan grommets untuk
mengalirkan cairan dari rongga telinga bagian tengah. Penggunaan
antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat dapat menyebabkan gangguan
ini, walaupun gangguan ini pada beberapa pasian disebakan oleh
infeksi/peradangan karena bakteri.
Pengobatan
Pengobatan otitis media kronis dan akut pada umumnya adalah sama
dengan pengobatan pada sinusitis kronis dan akut yang berkepanjangan
(dengan pengobatan secara topikal yang mengandung Capsicum).
Secretory Otitis Media (SOM) harus dikenal sebagai suatu gangguan alergi,
Diet makanan dan diet rendah garam sebaiknya dicoba. Akan tetapi, adanya
mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi atau malfungsi harus
diperhatikan. Jika ada adenoid maka SOM sebaiknya diberikan pengobatan
yang sama seperti pada tonsilitis. Beberapa herbal yang digunakan selama
pengobatan adalah sebagai berikut:
Berikut tanaman obat yang digunakan untuk pengobatan.
a. Herbal antialergi dan dekongestan seperti Albizzia, Ephedra dan
Scutellaria baicalensis.
b. Herbal anticatarrhal untuk saluran pernapasan bagian atas seperti
Euphrasia, Solidago, Hydrastis, Plantago lanceviata dan Glecoma
Hederacea.
c. Herbal depuratif dan limfatik seperti Galium (pembelah) dan phytolacca.
d. Herbal yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, misalnya
Echinacea dan Astragalus, untuk mencegah adanya alergi dan terjadinya
infeksi/peradangan.
e. Tablet kunyah Hydrastis (sulit diberikan untuk anak-anak karena rasanya
pahit) akan menekan membran mukus trophorestorative dan mempunyai
efek sebagai antibakteri pada saluran pernapasan bagian atas.
6. Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah peradangan akut dari trakea dan bronkus
yang disebabkan oleh bakteri. Biasanya diikuti dengan pilek, influenza,
campak atau batuk rejan. Pasien dengan bronkitis akut sangat rentan
untuk berkembang menjadi bronkitis kronik (dimana dahak berubah dari
abu-abu atau putih ke kuning atau hijau). faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan bronkitis akut adalah dingin, lembab, debu dan asap rokok.
Awalnya terjadi iritasi, batuk tidak produktif yang akhirnya setelah
beberapa hari berkembang menjadi dahak mukopurulen. Infeksi biasanya
dimulai di trakea dan berkembang ke bronki sehingga menyebabkan
demam suhu 38-39 celcius. Pengobatan bertahap harus dilakukan selama
4-8 hari ke depan. Namun, dapat berkembang menjadi bronkiolitis atau
bronchopneumonia.
Pengobatan
Pemberian herbal secara terus menerus diperlukan untuk pengobatan
bronkitis akut dan jika infeksi bertambah parah maka dosis pengobatan
harus ditingkatkan.
Herbal yang berkhasiat sebagai antiseptik seperti Nelenium inula,
Thymus vulgaris dan Allium sativum (bawang putih) harus diberikan
selama infeksi terjadi dan sebaiknya dilanjutkan selama 1 minggu untuk
pemulihan dan mencegah kekambuhan.
Selama fase batuk kering tidak dapat diatasi, demulsen seperti Althaea
glycetract harus diberikan.
Herbal diaphoretics (herbal yang memiliki khasiat membantu
mengeluarkan keringat) digunakan selama fase demam, terutama
Asclepias tuberosa (akar pleurisy) yang spesifik untuk infeksi saluran
pernapasan bawah akut. Biasanya sering dikombinasikan dengan jahe
untuk meningkatkan efektivitas. Diaphoretics lain seperti Tilia dan
Achillea juga dapat diberikan.
Herbal ekspektoran, seperti Inula helenium, Thymus vulgaris, Polygala
dan herbal yang mengandung saponin lainnya, Foeniculum (adas),
Pimpinella (adas manis) dan Marrubium (horehound putih) dapat
digunakan selama menderita gangguan ini.
Herbal anticatarrhal, terutama Verbascum, Plantago lanceolata dan
Hydrastis, dapat digunakan ketika dahak berlebih atau jika batuk
produktif tetap ada sampai melampaui tahap akut.
Herbal antitusif harus digunakan untuk membantu meredakan batuk,
terutama pada malam hari, dan Prunus serotina (cherry liar) terutama
diindikasikan jika trakheitis dominan.
A. Batuk Produktif
Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan fungsi
mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu dan sebagainya) dan dahak
dari batang tenggorokan. Maka pada dasarnya jenis batuk ini tidak boleh
ditekan tetapi dalam prakteknya sering kali batuk yang hebat dapat
mengganggu tidur dan melelahkan pasien ataupun berbahaya, misalnya
setelah pembedahan. Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi
batuk, terapi simptomatis diberikan dengan obat-obat pereda batuk (Tjay
dan Rahardja, 2003: 620).
Disamping larangan merokok, biasanya dilakukan pengobatan sebagai
berikut:
a. Uap air (mendidih) yang dihirup (inhalasi) guna memperbanyak
sekret yang diproduksi di tenggorokan. Cara ini efektif dan murah,
terutama pada batuk dalam, yakni bila rangsangan batuk timbulnya
dari bawah pangkal tenggorokan. Seringkali minum banyak air
juga bisa menghasilkan efek yang sama. Selain itu untuk
meringankan batuk dapat dilakukan dengan menghirup uap
menthol atau minyak atsiri.
b. Emolliensia (mollis = lunak) memperlunak rangsangan batuk
memperlicin tenggorokan agar tidak kering dan melunakan selaput
lendir yang teriritasi. Dapat digunakan Thymi vulgaris, akar manis.
c. Ekspektoransia (ex = keluar, pectus = dada) memperbanyak
produksi dahak (yang encer) dan dengan demikian mengurangi
kekentalannya, sehingga mempermudah pengeluarannya dengan
batuk.
d. Mukolitik dikatakan dapat mengencerkan sputum dan mengurangi
viskositasnya, sehingga mudah dibatukkan (Tjay dan Rahardja,
2003: 620).
B. Batuk Non Produktif
Batuk non produktif bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya
pada batuk rejan (pertusis) atau juga karena pengeluarannya memang
tidak mungkin seperti pada tumor. Batuk jenis ini tidak ada manfaatnya,
maka harus dihentikan. Untuk maksud ini tersedia obat-obat yang
berdaya menekan rangsangan batuk, yaitu zat-zat pereda,
antihistaminika, dan anestetika tertentu (Tjay dan Rahardja, 2003: 620-
621).
8. Batuk Rejan
Batuk rejan atau pertusis adalah penyakit infeksi yang parah, yang
disebabkan oleh Bordetella pertusis. Sekitar 90% kasus terjadi pada anak
dibawah usia 5 tahun.
Infeksi tahap pertama berupa infeksi saluran pernafasan selama sekitar
satu minggu disertai konjungtivitis, rhinitis, dan batuk tidak produktif.
Diagnosis sulit pada level ini, ketika terjadi bersamaan dengan infeksi
saluran pernafasan lain.
Tahap batuk dikarakterisasi oleh beberapa jenis batuk. Paroxysm (batuk
yang hebat) terdiri dari batuk pendek yang cepat dan lama serta berakhir
dengan nafas yang dalam ketika terjadi pertusis. Paroxysm diakhiri
dengan mual. Tahap ini dapat berlanjut dari satu sampai beberapa
minggu. Sputum adalah partikular yang kuat dan susah untuk
dikeluarkan.
Pengobatan
Pengobatannya sama dengan Bronkhitis akut, tetapi perbedaan aspek
dalam pengobatan dapat diabaikan.
Herbal yang meningkatkan kekebalan seperti: Echinacea dan Andrografis
dan herbal antiseptik saluran pernafasan seperti Inula helenium, Thymus
vulgaris, Allium Sativum (Bawang putih) dapat digunakan untuk
mengobati infeksi dan mencegah terjadinya komplikasi.
Drosera (Sundew) adalah spesifik untuk pertusis dan memiliki efek
antikejang, demulsen dan ekspektoran
Pada tahap batuk, herbal ekspektoran seperti Inula helenium, Thymus
vulgaris, Lobelia inflata, Polygala, Glycyrrhiza (Licorice) dan herbal
lain yang mengandung saponin, Foeniculum (Fennel), Pimpinella (Adas
manis) dan Murrubium (White Horehound) dapat digunakan untuk
menghilangkan sputum yang sulit dikeluarkan
Herbal antitusif dan demulsen dibutuhkan untuk menekan dan
menghilangkan refleks batuk. Jika mual terjadi, dapat ditekan dengan
spasmolitik saluran perrncernaan seperti Viburnum opulus.
Spasmolitik saluran pernafasan juga memiliki aktivitas ekspektoran
seperti Grindelia dan Inula helenium, dapat digunakan pada tahap batuk.
Kombinasi Inula, Glycyrrhiza dan Lobelia dapat digunakan untuk
mengatasi gejala yang lain.
Herbal mukolitik seperti Allium sativum dan Armoracia dibutuhkan untuk
membantu menghilangkan sputum sulit dikelurkan.
Pengobatan
Pada bronkitis kronik terjadi hiperaktivitas dari sel goblet dan kelenjar
pensekresi mukus. Selain itu selaput mukus, dinding bronkial dan clogs
bronkial bertambah luas. Hal yang lebih buruk yaitu banyak sel bersilia
columunar digantikan oleh sel goblet yang menyebabkan iritasi kronik. Oleh
karena itu lendir yang berlebihan sulit untuk dibersihkan dari paru-paru.
Maka penggunaan ekspektoran diperlukan dalam pengobatan bronkitis
kronik, karena faktanya batuk produkrif dapat menjadi penyebab penyakit
ini (pada beberapa pasien, hanya sedikit sputum yang dikeluarkan tetapi
tetap membutuhkan ekspektoran).
Iritasi bronkial harus dihindari. Berhenti merokok, mengganti pekerjaan
atau perubahan iklim mungkin perlu dilakukan. Makanan yang dapat
menyebabkan produksi mukus seperti produk susu dan pisang harus
dikurangi.
Infeksi kronik harus diobati dan infeksi akut harus dicegah dengan
menggunakan herbal yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh,
misalnya Echinacea dan Astragalus (Astragalus sebaiknya dihentikan
ketika terjadi demam infeksi akut). Banyak pasien yang mengalami
bronkitis kronis sering merasakan dingin terus menerus, sehingga herbal
yang memiliki efek menyebabkan rasa dingin seperti Picrorrhiza dan
Andrographis sebaiknya dihindari. Herbal yang mempunyai efek sebagai
penghangat tubuh seperti kayu manis dapat membantu penyembuhan dan
dapat digunakan bersamaan tumbuhan yang memeberikan efek dingin.
Herbal yang mempunyai efek ekpektoran seperti Inula helenium, Thymus
vulgaris, Polygala dan herbal lain yang mengandung saponin,
Feoniculum (adas), Pimpinella (adas manis) dan Marrubium dapat
digunakan untuk pengobatan. Sifat stimulan dari jahe mempunyai potensi
sebagai ekspektoran.
Herbal antiseptik saluran pernafasan juga memiliki efek sebagai
ekspektoran atau mukolitik seperti Inula helenium, Thymus vulgaris dan
Allium sativum.
Ketika sel goblet menjadi oversekresi mukus maka herbal seperti
Verbascum, Plantago lanceolata dan Hydrastis dapat membantu
mengurangi oversekresi mukus tersebut.
Jika batuk tidak produktif terjadi di malam hari, dapat diberikan demulsen
seperti Althaea glycetract dan Glycyrrhiza dan antitusif seperti
Glycyrrhiza dan Bupleurum.
Sediaan inhalasi berupa kombinasi pipermint dan minyak eucalyptus dapat
digunakan untuk membantu menghilangkan dahak dan melebarkan
saluran nafas sehingga mempermudah bernafas
Herbal bronkodilator seperti Coleus dan Lobelia mungkin berguna.
Ephedra sebaiknya mungkin dihindari. Penggunaannya dengan herbal
yang memiliki aktivitas ekspektoran seperti Grindelia dapat digunakan
sebagai pilihan.
Ketika ada inflamasi kronik, herbal antiinflamasi seperti Glycyrrhiza,
Bupleurum dan Rehmannia mungkin dapat digunakan seperti halnya
asam lemak omega-3.
Untuk mendukung fungsi jantung dan sirkulasi sistemik dapat digunakan
Crataegus dan Gingko.
Contoh kasus
Pasien laki-laki, 66 tahun, telah menjalani pengobatan herbal untuk
bronkitis kronik yang diderita selama 7 tahun. Terjadi peningkatan yang
besar pada pasien tersebut. Teman-temannya sering berkomentar tentang
kemajuan kondisi pasien tersebut. Frekuensi episode akut telah berkurang
secara bermakna dan fungsi paru-parunya telah membaik. Meskipun
pengobatan bervariasi, pengobatan herbal yang digunakan adalah sebagi
berikut:
a. Citrus aurantifolia
Gb 5. Buah jeruk nipis
Nama simplisia
Citri aurantifoliae Fructus (buah jeruk nipis)
Pemerian
Pohon kecil bercabang lebat, tetapi tidak beraturan, tinggi 1,5-3,5 m,
batang bulat, berduri pendek, kaku dan tajam. Daun tunggal, tangkai daun
bersayap sempit. Helaian daun berbentuk jorong sampai bundar telur
lonong, pangkal bulat, ujung tumpul, tepi beringgit, permukaan atas
berwarna hijau tua mengkilap, petmukaan daun bagian bawah berwarna
hijau muda, panjang 2,5-9 cm, lebar 2-5 cm. Bunga majemuk, tersusun
dalam malai yang keluar dari ketiak daun, bunga berbentuk bintang,
diameter 1,5-2,5 cm, berwarna putih, baunya harum. Buahnya buah buni,
berbentuk bulat sampai bulat telur, diameter 2-2,5 cm, berkulit tpis tanpa
benjolan, berwarna hijau yang akan menjadi kuning jika matang, rasanya
asam. Bijinya banyak, kecil-kecil, licin, bulat telur sungsang.
Sifat
Pahit, asam, sedikit dingin
Kandungan kimia
Jeruk nipis mengandung minyak atsiri limonene dan linalool. selain
itu, juga mengandung flavonoid, seperti poncirin, hesperidine, rhoifolin dan
naringin. Buah masak mengandung synephrine dan N-methyltyramine.
Disamping itu juga mengandung asam sitrat, kalsium, fosfor, besi dan
vitamin A, B1 dan C.
Efek Farmakologi buah jeruk
Obat batuk, peluruh dahak (mucolitik), peluruh kencing (diuretik)
(Dalimartha, 2000: 86-87).
b. Licorice
Gb 6. Akar manis
Nama lain
Akar manis, Liquiritae radix, Glycyrrhizae radix
Klasifikasi botani
Jenis Glycyrrhiza, terutama G. Glabra L, Papilionaceae
Asal
Akar manis spanyol berasal dari G. Glabra var. Typica (negara Laut
Tengah), akar manis Rusia diperoleh dari G. Glabra var glanduliferal dan
G. Uralensis (dibudidayakan di delta Wolga dekat batum).
Pemerian
Obat alam ini terdiri atas akar dan rimpang yang dikeringkan berupa
potongan berwarna kelabu kecoklatan sampai coklat yang panjangnya
sampai 1 m dan tebalnya 0,5-4 cm. Permukaan luarnya keriput dan beralur
melintang, akar yang dikuliti ujudnya kasar berserabut, berwarna kuning
muda sampai kuning tua. Penampang melintang yang digosok menunjukkan
lapisan gabus berwarna coklat, sebelah bawahnya adalah kulit, sempit,
berwarna kuning muda sampai kuning coklat (Stahl, 1985: 119).
c. Zingiberis rhizome
Gb 7. Rimpang jahe
Klasifikasi botani
Zingiber officinale Roscoe, Zingiberaceae
Asal
Asli dari tropis, dibudidayakan di India, Indonesia, Jepang, Afrika
Barat, Amerika Selatan dan Tengah.
Bau
Aromatik
Rasa
Tajam dan aromatik
Kandungan
0,6% -3,3% minyak atsiri (minimum 1,5%) termasuk terutama
zingiberena yaitu sesquiterpena dan alkoholnya yaitu zingiberol. Beberapa
unsur berasa tajam terdapat dalam bagian damar dari rimpang yaitu
zingeron, metilgingeron dan keton sejenis serta gula dan pati 50%.
Efek Farmakologi dan penggunaan
Antianoreksia, tonikum lambung, obat batuk, penghangat badan.
Sebagai rempah-rempah dalam pembuatan bir jahe (baik yang beralkohol
maupun yang tidak beralkohol) dan permen jahe (Stahl, 1985: 194-195).
d. Herba Thyme
Gb 8. Herba thymi
Klasifikasi botani
Thymus vulgaris L. Labiatae, tumbuhan tahunan
Asal
Perdu rendah dari daerah Laut Tengah, dibudidayakan di Eropa
sampai ke Norvegia.
Pemerian
Daun dan bunga yang dipotong-potong dan dikeringkan. Daun
berbentuk lanset lurus sampai seperti elips, bertangkai pendek atau tanpa
tangkai, panjang 4-8 cm, lebar sampai 3 mm. Permukaan atas daun licin,
berwarna kehijauan, permukaan bawah berambut dengan urat daun utama
menonjol. Bunga sering terdapat pada kelompok, panjang 3-6 mm,
berwarna ungu sampai merah muda. Buah masak sampai bulat telur dan
panjangnya sampai 1 mm.
Bau
Berbau timol
Rasa
Aromatik, agak pedas yang disebabkan oleh timol
Kandungan
Minyak atsiri 0,8-2,5% (minimum 1,2% v/b) termasuk 20-60% timol
dan karvakol, terpen, borneol, linalool dan ester. Disamping itu juga
mengandung tanin, flavon, asam kaveat, 1,7% asam ursolat dan 0,6% asam
oleanolat.
Efek Farmakologi dan penggunaan
Antiseptik (turunan fenol) dan perangsang sekresi karena itu
digunakan sebagai ekspektoran dalam bentuk ekstrak (ekstrak cair dan
sirop). Minyak atsirinya dapat menghilangkan bau tidak enak, berkhasiat
anastetik lemah. Digunakan sebagai obat luar yaitu obat gosok (Stahl, 1985:
168-169).
Gb 9. Daun permen
Klasifikasi botani
Mentha piperita L., Labiatae, hibrida dari berbagai jenis tumbuhan
tersebut
Asal
Dibudidayakan di daerah beriklim sedang di seluruh dunia
Pemerian
Daun berbentuk bulat lonjong sampai bentuk lanset, warna hijau
umumnya mempunyai panjang 3-7 cm dan lebar 1-3 cm. Tepi daun
bergerigi tajam. Biasanya daun hanya ditemukan pada permukaan bawah
daun. Urat daun bersirip menonjol pada permukaan bawah daun. Urat utama
dan tangkai daun mint hitam berwarna ungu merah.
Bau
Khas yang disebabkan oleh mentol
Rasa
Aromatik, mendingin (mentol)
Kandungan
1-2 % minyak (minimum 1,2% v/b) termasuk kira-kira 50% mentol,
10-30% menton, piperiton dan sejenisnya, 5-15% mentil-ester, 5-10%
mentofuran. Selain itu, tumbuhan obat ini mengandung 5-10% tanin dan
flavonoid.
Efek Farmakologi dan penggunaan
Pada penggunaan saluran pencernaan bahan ini berkhasiat sebagai
spasmolitik, kolagogum dan antidiare ringan. Selain itu juga bersifat
antiseptik lemah. Digunakan secara luas untuk penutup bau dan rasa yang
tidak enak (Stahl, 1985: 164-165).
f. Kaemferia rhizome
Klasifikasi botani
Kaemferia galanga L.
Pemerian
Daun membulat, pinggiran daun rata, bagian atas hijau gelap, bagian
bawah hijau kemerahan, rimpang gemuk membulat, kulit berwarna coklat
terang, daging rimpang kuning, aroma rimpang kurang menyengat, rasa
rimpang kurang pedas.
Kandungan kimia
Minyak atsiri, Minyak atsiri terpenoid (0,25 – 1%) khususnya
bisabolol dan chamazulene, epigenin, borneol, kamper, sineol, etil alkohol,
methil-p-cumaric acid, cinnamicacid ethyl, ester, pentadecane, cinnamic
aldehyde dan camphene.
Efek Farmakologi
Batuk, bau napas, kembung, mual masuk angin, masalah pencernaan,
karena bersifat karminatif, antispasmodik, antiinflamasi, dan antiseptik.
g. Myristicae semen
Klasifikasi botani
Pohon daerah tropis yang daunnya selalu hiaju. Buah mirip persik dan
mempunyai biji yang bersalut kulit berwarna merah.
Asal
Pulau Belanda, suatu pulau di kepulauan Maluku (Indonesia),
dibudidayakan di Jawa, India, Brazil dan beberapa pulau di Amerika
Tengah.
Bau
Aromatik
Rasa
Seperti rempah-rempah, agak pahit
Kandungan
5-15% minyak atsiri (minimum 5% v/b) termasuk terutama
hidrokarbon terpena serta fenilpropanoid, misalnya safrol, sampai 8%
miristisin, eugenol, isoeugenol, alkohol terpena lain: borneol, linalool dan
lain-lain. Biji mengandung minyak lemak (trimiristin) 25-35% dan pati
30%, pektin dan damar.
Efek Farmakologi dan penggunaan
Sedatif, pereda batuk. Minyak atsiri atau campuran minyak kempaan
(mentega pala) kadang-kadang digunakan dalam salep sebagai perangsang
(Stahl, 1985: 197-198).
h. Valerian
Gb 12. Valerian
Sinonim
Valeriana officinalis Linn.
Nama daerah
Valerian
Nama simplisia
Valerianae Radix (akar valerian)
Pemerian
Tanaman tahunan, tinggi sekitar 60 cm. Batang tegak, lunak,
permukaan licin, berwarna hijau pucat. Daun majemuk, helaian daun
berbentuk lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi bercangap, permukaan
berkerut, berwarna hijau. Perbungaan majemuk yang keluar dari ujung
batang, bentuk tandan, kelopak hijau muda, mahkota berwarna putih. Buah
buni, berbentuk lonjong, berwarna coklat. Biji bulat kehitaman.
Sifat
Pedas, sedikit pahit, sejuk.
Kandungan kimia
Minyak atsiri (termasuk isovalerianic acids, bornil acetate,beta-
caryphyllene), actinidine, bornyl isovalerate, caffeic acid, iridoids
(valepotriates), valtrate, isovaltrate, didrovaltrate, valeranone, valerianina
dan ionona.
Efek Farmakologi
Berkhasiat tonik pada jantung, penenang (sedatif), obat tidur
(hipnotik), pereda kejang (spasmolitik), peluruh kentut (karminatif), peluruh
kencing (diuretik), peluruh dahak (expectorant) dan penurun tekanan darah
(hipotensif) (Dalimartha, 2006: 112).
Simplisia ini terdiri atas rimpang dan herba yang dikeringkan dari
tanaman Asarum europaeum L dan suku Aristolochiaceae.
Kandungan isi
Simplisia ini mengandung minyak atsiri 0,8 – 1,0% yang mengandung
transisoasaron, trans-isoeugenol atau trans-isolemisin.
Rhizoma asari diggunakan sebagai akspektoran, obat bronkoospasmolitik,
antiemetik, anestetik lokl dan antibakteri.
j. Althaeae flos
Simplisia ini masing-masing berasal dari akar, daun dan bunga yang
dikeringkan dari tanaman Althaea officinalis L dari suku Malvaceae.
Kandungan isi
Pada akhir musim gugur, akar tanaman mengandung lendir sampai
15%, sedangkan pada musim panas hanya 5-6%. Kandungan lendir di dalam
daun dan bunga adalah 6-9%. Di dalam akar, lendir berada di dalam sel
lendirjaringan parenkim. Zat lendir itu mengandung galakturonoramnan,
glikan dan arabinogalaktan.
Penggunaan
Karena mampu mengurangi aktivitas kelenjar lendir, simplisia ini
digunakan sebagai obat batuk dan ekspektoran.
Kandungan isi
Semua lendir berasal dari jaringan epidermis testa. Lendir yang
diambil dan dikumpulkan selama 24 jam dipisahkan menjadi 2 fraksi. Fraksi
yang pertama larut di dalam air dingin dan fraksi kedua di dalam air panas
yang pada pendinginan menghasilkan larutan kental membentuk gel.
Jika dihidrolisis, kedua fraksi menghasilkan D-xilosa, L-arabinosa, ramnosa,
galaktosa dan asam aldobiuronat. Biji juga mengandung minyak lemak,
glikosida aukubin, berbagai macam basa, gula, sterol dan protein. Kadar
aurkubin beragam bergantung pada jenis tanaman asalnya.
Pengguanaan
Biji plantago digunakan sebagai demulsen untuk mengobati obstipasi
kronis, sedangkan daunnya digunakan sebagai ekspektoran.
l. Plantaginis herba
Simplisia ini terdiri atas herba dan daun yang dikeringkan dari
tanaman Plantago lanceolata L. Dari suku Plantaginaceae. Sebagai
pengganti dapat digunakan P major.
Kandungan isi
Lendir yang mengandung glikosida iridioid aukubin dan katapol (1,9-
2,4%), jika di hidrolisa menghasilkan L-ramnosa, L-arabinnosa, D-manosa,
D-galaktosa, D-glukosa, L-fukosa dan xilosa.
Penggunaan
Dalam bentuk simplisia, sirup dan tablet hisap digunakan sebagai
ekspektoran dan obat batuk.
m. Cetrariae lichen
Simplisia ini terdiri atas talus berbentuk seperti daun dengan panjang
5-10 cm dan tebal 0,5 mm yang dikeringkan, berasal dari lumut Cetraria
islandica (L) Acharius dan C. Tenuifolia (RETZ) Howe dari suku
Oarmeliaceae, yang dikumpulkan dari Skandinavia dan Eropa Tengah.
Kandungan isi
Simplisia ini mengandung 50% polisakarida yang larut dalam air
(rohlikenin) yang terdiri atas komponen likenin dan isolikenin.
Likenin terdiri atas 60-200 unit glukosa, masing-masing dalam bentuk β-
glikosida-1,3-(30%) dan 1,4-(70%). Zat ini memiliki sifat seperti selulosa,
yaitu hanya dapat larut di dalam air panas dan pada saat pendinginan
membentuk gel. Dengan perioksi iodin, likenin tidak emberi warna.
Isolikenin terdiri atas 40 unit glukosa dengan komposisi α-glikosida-
1,3- dan 1,4- dalam rasio 3:3, mempunyai sifat sepeti amilum, larut di dalam
air dingin, dan dengan pereaksi iodin memberi warna biru.
Setraria juga mengandung zat pahit depsidon, asam setratat dan asam-asam
lain seperti asam likestearat dan asam usnat yang memiliki daya antibiotik.
Penggunaan
Setraria digunakan sebagai bahan obat batuk dan ekspektoran dalam
bentuk rebusan atau tablet hisap.
p. Jamu
OB Herbal
Bentuk sediaan OB herbal berupa mixtura yaitu sediaan cair
yang mengandung bahan kimia terlarut dalam jumlah banyak, sebagai
pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain (Anief, 2006: 95).
Gb 18. OB Herbal
Diproduksi oleh : PT. Deltomed Laboratories, Wonogiri Indonesia
Isi : 60 ml
Harga : Rp. 6.500,-
POM TR 052650651
Tiap 15 ml mengandung
Citrus aurantifolia fructus 1,50 g
Licorice 0,25 g
Zingiberis rhizoma 4,50 g
Herba Thymi 1,50 g
Mentahae folium 0,75 g
Kaempferiae rhizoma 1,50 g
Myristicae ekstrak 0,75 g
Madu ad 15 ml
Indikasi
Meredakan batuk karena alergi dan batuk yang disebabkan karena
masuk angin
Dosis:
Dewasa : 3 x 1 sendok makan (15 ml)
Anak-anak : 3 x 1/2 sendok makan (7,5 ml)
Gb 19. Laserin
VI. Kesimpulan
Anief, M., 2006., Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek., Yogyakarta: UGM
Press.
Dalimartha, S., 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia., Jilid 2., Jakarta: Trubus
Agriwidjaya
Dechacare., Info Obat., www.dechacare.com/Laserin-Syrup-60ml-P289.html.
[Diakses tanggal 20 Mei 2011 ].
Departemen Kesehatan Indonesia., 1979., Farmakope Indonesia., Edisi Ketiga.,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI., 2000., Penelitian Tanaman Obat di Beberapa
Perguruan Tinggi di Indonesia., Departemen Kesehatan RI Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan., Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi., Jakarta.
Redaksi Better Book., 2009., Sembuh dengan Obat Alami., Jakarta: Better
Book., halaman: 27.
Rostita., 2007., Berkat Madu: Sehat, Cantik, dan Penuh Vitalitas., Bandung:
Qanita, PT Mizan Pustaka.
Sirait, N H., 2010., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
SaluranPernafasan,http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
20483/4/Chapter%20II.pdf. [ Diakses tanggal 23 Mei 2011 ].
Pearce, C, E., 2007., Anatomi dan Fisiologi., Jakarta., PT Gramedia., Halaman:
211.
Simon Millis and Keribon., 2000., Principles and Practise of Phytotherapy.,
British., Curcil Living Stone.
Smallcrab., Informasi Kesehatan: Kelainan dan Penyakit pada Sistem
Pernafasan Manusia., www.smallcrab.com/.../626-kelainan-dan-penyakit-
pada-sistem-pernafasan-manusia -. [Diakses tanggal 20 Mei 2011 ].
Stahl, Egon., 1985., Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Bandung: ITB
Tjay, T.H dan Rahardja, K., 2003., Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan,
dan Efek Sampingnya., Jakarta: PT. Media Elex Komputindo., Halaman:
620-621.
Wiyorwidagdo, S., 2008. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam., Edisi 2.,
Jakarta: EGC.