Anda di halaman 1dari 60

OBAT TRADISIONAL DAN FITOTERAPI

SISTEM PERNAFASAN

Disusun oleh:

Aji Aji, S.Farm 100802004

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS
2011
OBAT TRADISIONAL DAN FITOTERAPI SISTEM
PERNAFASAN

I. Pendahuluan
Pemanfaatan tanaman sebagai obat sudah seumur dengan peradaban
manusia. Tumbuhan adalah gudang bahan kimia yang memiliki sejuta
manfaat termasuk untuk obat berbagai penyakit. Kemampuan meracik
tumbuhan berkhasiat obat dan jamu merupakan warisan turun temurun dan
mengakar kuat di masyarakat.
Di hutan tropis Indonesia terdapat 30.000 spesies tumbuhan. Dari
jumlah tersebut sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, tetapi baru
200 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat
tradisional. Peluang pengembangan budidaya tanaman obat-obatan masih
sangat terbuka luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu,
obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional.
Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka
dan kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya
tanaman obat di Indonesia.
Bahan alam (herbal) banyak digunakan oleh masyarakat terutama
dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif, misalnya untuk mengatasi
gangguan pada sistem pernafasan. Beberapa contoh gangguan saluran
pernafasan adalah batuk, influenza, otitis media, sinusitis, tonsilitis,
bronkitis, rhinitis alergi dan lain-lain.
Oleh karena itu, perlu meninjau jenis herbal yang dapat digunakan
untuk mengatasi berbagai gangguan saluran pernafasan tersebut.
II. Sistem Pernafasan Manusia

a. Organ-Organ pernapasan Manusia


Alat-alat pernapasan pada manusia meliputi :

Gb 1. Skema sistem pernafasan pada manusia

1. Hidung
Hidung merupakan organ pertama yang dilalui oleh udara. Di
dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut dan selaput lendir, yang
berfungsi sebagai penyaring, penghangat, dan pengatur kelembaban
udara yang akan masuk keparu-paru.
2. Saluran pernapasan (faring, laring, trakea, bronkhus, bronkeolus,
alveolus)

Gb 2. Struktur paru-paru Gb 3. Alveolus yang diperbesar

· Faring
Faring (tekak) merupakan persimpangan antara kerongkongan dan
tenggorokan. Terdapat katup yang disebut epiglotis (anak tekak) berfungsi
sebagai pengatur jalan masuk ke kerongkongan dan tenggorokan.
· Laring
Laring adalah pangkal tenggorokan, terdiri atas kepingan tulang rawan
membentuk jakun dan terdapat celah menuju batang tenggorok (trakea)
disebut glotis, di dalamnya terdapat pita suara dan beberapa otot yang
mengatur ketegangan pita suara sehingga timbul bunyi.
· Trakea (Batang Tenggorok)
Berupa pipa yang dindingnya terdiri atas 3 lapisan, yaitu lapisan luar
terdiri atas jaringan ikat, lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin
tulang rawan, dan lapisan dalam terdiri atas jaringan epitelium besilia.
Terletak di leher bagian depan kerongkongan.
· Bronkhus
Merupakan percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan
kiri. Struktur bronkhus sama dengan trakea, hanya dindingnya lebih halus.
Kedudukan bronkhus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkhus kanan,
sehingga bronkhus kanan lebih mudah terserang penyakit.
· Bronkheolus
Bronkheolus adalah percabangan dari bronkhus, saluran ini lebih
halus dan dindingnya lebih tipis. Bronkheolus kiri berjumlah 2, sedangkan
kanan berjumlah 3, percabangan ini akan membentuk cabang yang lebih
halus seperti pembuluh.
· Alveolus
Berupa saluran udara buntu membentuk gelembung-gelembung udara,
dindingnya tipis setebal selapis sel.
3. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput
yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi
paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut
pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam
terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-
paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi.
Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan
daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter
±1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih
mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus
bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir
pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir
bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga
menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput
tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan
terjadinya difusi gas pernapasan.
b. Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau
dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi
oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas
maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan
pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi
antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan
pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam
kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan
tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar
maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada
lebih besar maka udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang
terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara
(ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam,
yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut
terjadi secara bersamaan.

 Pernafasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot
antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang
rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam
rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga
udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau
kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh
turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai
akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada
tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon
dioksida keluar.
 Pernafasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya
melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut
dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan
menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.
Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi
sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan
tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya
otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga
rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya
udara keluar dari paru-paru. Dalam keadaan normal, volume udara
paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai
kapasitas total udara pernapasan manusia.
Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam
proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa
udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian
paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah
jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah
mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau
menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya
menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal
= ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk
pare-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi
maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara
pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume =
1500 cc).
c. Pertukaran CO2 dan O2 dalam pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung
pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis
pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang
dimakan.
Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen
dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki
ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih
banyak. Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih
banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada
seorang vegetarian.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc
oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut
berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa
kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi
berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin
darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler
darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen
diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk
diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit
ini tersusun oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur
besi dan globin yang berupa protein. Oksigen yang kita hasilkan dalam
tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc dimana setiap liter darah mampu
melarutkan 4,3 cc CO2. Karbondioksida yang dihasilkan akan keluar dari
jaringan menuju paru-paru dengan bantuan darah.
Proses kimiawi pernafasan pada manusia:
 Pembuangan CO2 dari paru-paru :
H + HCO3 H2CO3 H2 + CO2
 Pengikatan oksigen oleh hemoglobin :
Hb + O2  HbO2
 Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel :
HbO2  Hb + O2
 Pengangkutan karbondiolsida didalam tubuh :
CO2 + H2O  H2 + CO2
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara
yakni sebagai berikut.
1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat
dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino
hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui
proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2).
d. Energi dalam pernafasan
Energi yang digunakan dalam kegiatan respirasi bersumber dari
ATP (Adenosin Tri Fosfat) yang ada pada masing-masing sel. ATP
berasal dari bahan-bahan karbohidrat yang diubah menjadi fosfat melalui
tiga tahapan. Mula-mula proses glikolisis oleh enzim glukokinase
membentuk piruvat pada siklus Glukosa (Tahap I). Kemudian tahap II,
yakni siklus krebs (TCA = Tri Caboxylic Acid Cycle). Lalu tahap III,
yakni tahap transfer elektron. Glikolisis terjadi di sitoplasma, siklus krebs
terjadi di mitokondria.
III. Teori Gangguan Sistem Pernafasan dan Penggunaan Obat Herbal

Ruang lingkup strategi khusus fitoterapi untuk mengatasi gangguan


saluran pernafasan, misalnya untuk pengobatan peradangan catarrhal pada
saluran pernafasan atas (meliputi salesma, rhinitis alergi, sinusitis, otitis
media), infeksi trakea dan bronkitis akut, rhinitis alergi dan batuk. Selain itu
untuk memanagemen penyakit paru obstruktif kronik (meliputi
bronkiektasis, bronkitis kronik, emfisema dan silikosis), asma, trakheitis
kronik, batuk yang disertai iritasi lokal.
a. Definisi ekspektoran
 Menurut kamus Oxford, ekspektoran adalah sesuatu yang membantu
mengeluarkan dahak melalui batuk atau meludah.
 Menurut Boyd (1954), ekspektoran secara farmakologi didefinisikan
sebagai suatu zat yang dapat meningkatkan pengeluaran cairan
sehingga dapat mengurangi rasa sakit pada saluran pernafasan.
 Menurut Lewis (1960), ekspektoran meningkatkan sekresi dan
mengurangi viskositas lendir pada saluran pernapasan yang dapat
bertindak sebagai demulsen. Dengan adanya peningkatan sekresi
cairan mukus, ekspektoran digunakan untuk mengobati batuk
produktif, dengan demikian pasien menjadi tidak lemas akibat batuk
tersebut.
 Brunton (1885), obat yang memfasilitasi sekresi sekret dari saluran
pernafasan. Sekret ini lebih mudah untuk dihilangkan dengan cara
mengubah karakter atau dengan meningkatkan aktivitas mekanisme
ekplusif. Definisi fungsional dari Brunton merupakan penjelasan
yang terbaik tentang berbagai cara penggunaan tanaman obat yang
dapat digunakan sebagai ekspektoran.
b. Mengapa ekspektoran
Kebanyakan gangguan pada saluran pernapasan ditandai dengan
lendir abnormal (penyakit selesma) yang dapat menyebabkan
penyempitan saluran pernafasan. Lendir yang abnormal ini mungkin
kental sehingga sangat sulit untuk dikeluarkan dari saluran pernafasan.
Ekspektoran dapat membantu untuk meredakan batuk. Adanya
iritasi pada saluran pernafasan (seperti lendir abnormal) dapat
menyebabkan reflek batuk. Refleks batuk yang paling sensitif terjadi di
trakea dan saluran pernafasan. Sensitivitas yang semakin berkurang
dalam saluran pernafasan ditandai dengan tidak ada reflek batuk sama
sekali. Pada kondisi alveolitis menyebabkan adanya sedikit rangsangan
reflek batuk, sedangkan pada kondisi trakheitis rangsangan efek batuk
tersebut kuat. Dengan menghilangkan mukus abnormal atau mengubah
karakter mukus sehingga melegakan tenggorokan, ekspektoran dan
antitusif dapat digunakan untuk meredakan batuk.
Dalam banyak kasus gangguan saluran pernafasan terapi terapi
secara tradisional mendominasi. Namun, pengobatan secara tradisional
masih tergantung pada budaya setempat. Pengobatan tradisional masih
digunakan selama mekanisme pengobatan yang digunakan rasional dan
jelas.
c. Stimulan ekspektoran
Terdapat obat yang dapat menyebabkan peningkatan aktivitas
mukosilia dengan cara menimbulkan reflek stimulasi pada dinding
saluran pencernaan atas, misalnya menyebabkan mual. Para peneliti obat
tradisional di Inggris menggunakan emesis sebagai salah satu cara untuk
membersihkan paru–paru pada penderita bronkhitis kronik.
Herbal seperti Ipecacuanha, squills dan Lobelia telah distandarisasi
di pengobatan Barat. Terdapat beberapa penelitian modern menjelaskan
mekanisme yang terlibat. Contoh Ipeka meningkatkan efek emesis
dengan cara menjadi penengah antara reseptor periperal dan 5–HT3.
Herbal lain yang digunakan sebagai stimulan ekspektoran tetapi tidak
memiliki efek emetik misalnya Primula, Bellis, Saponaria dan genus
Polygala masuk dalam kategori obat Tradisional Barat. Adanya kadar
saponin yang tinggi menjadi ciri umum kelompok herbal tersebut.
Tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai stimulan
ekspektoran adalah Cephaelis (ipecacuanha), Lobelia inflata (lobelia),
Urginea (squills), Primula veris (cowslip), Bellis (daisy), Saponaria
(scapwort), Polygala senega (snakeroot), Glycyrrhiza (licorice)
 Indikasi untuk stimulan ekspektoran
Batuk yang berhubungan dengan kongesti bronkial Bronkitis,
emfisema. Pada beberapa kasus digunakan sebagai emetik dengan
dosis tinggi (10 x dosis ekspektoran)
 Kontraindikasi untuk stimulan ekspektoran
Meskipun ketidak kecocokkan tidak terbukti, namun beberapa
individu mengalami gangguan iritasi gastric. Pemakaian hati-hati
untuk iritasi paru-paru, asma, dispeptik dan pemakaian pada anak-
anak.
 Aplikasi
Stimulan ekspektoran baik digunakan dalam bentuk infusa
panas, tincture, ekstrak cair dan digunakan sebelum makan. Terapi
jangka panjang menggunakan stimulan ekspektoran pada kondisi
bronkial kronik tidak disarankan. Stimulan ekspektoran juga dapat
digunakan pada beberapa kasus rematik dan gangguan jaringan
penghubung.

d. Ekspektoran penghangat dan Mukolitik


Banyak spesies berharga yang tumbuh di iklim lembab di Eropa
Utara yang membantu mengatasi masalah yang berhubungan dengan
gangguan pada dada. Contoh nya jahe, dimana jahe atau kayu manis,
adas manis, adas, dan cengkeh tidak tersedia. Eropa menggunakan
bawang putih, mustard, dan lobak untuk tujuan penggunaan yang sama.
Bahkan lada merah dan cabe rawit digunakan untuk tujuan tersebut. Efek
pedas dari rempah-rempah mungkin dapat menyebabkan peningkatkan
aliran darah ke mukosa saluran nafas, refleks iritasi dari mukosa saluran
pencernaan bagian atas (sebagai stimulan ekspektoran) dan sulfur yang
terdapat dalam bawang putih dan famili Mustard dapat menurunkan
viskositas mukus dengan cara mengubah struktur konstituen
mukopolisakarida, membantu mengatasi catarrh (radang selaput lendir)
dan sumbatan pada paru–paru. Penggunaan infus segar dari jahe dan
kayu manis merupakan salah satu pengobatan yang efektif untuk
mengatasi salesma.
Ekspektoran penghangat dan Mukolitik
 Tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai ekspektoran
penghangat
Pimpinella anisum (adas manis), Cinnamomum zeylanicum
(kayu manis), Feoniculum (adas), Zingiber (jahe), Allium sativum
(bawang putih), Angelica archangelica (angelica).
 Indikasi untuk ekspektoran penghangat
Batuk produktif yang disertai flu, Bronkitis, emfisema, radang
selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, aromatic pencernaan,
Infeksi tenggorokan kronik dan kondisi inflamasi
 Kontraindikasi untuk ekspektoran penghangat
Penggunaan ekspektoran penghangat kontraindikasi dengan
refluk gastroesofagial.
 Aplikasi
ekspektoran penghangat baik digunakan sebelum makan, efektif
dalam bentuk infus air panas dan pengobatan dalam waktu yang lama
dengan mukolitik diperbolehkan.

e. Demulsen pernafasan
Herbal ini mengandung musilago yang memiliki aktivitas
antiinflamasi pada saluran pernafasan bagian bawah. Walaupun
mekanismenya tidak jelas, efek berlawanan dengan stimulan ekspektoran
telah diketahui yaitu efeknya merupakan salah satu reflek dari efek
demulsen pada faring dan saluran pencernaan atas, juga dapat terjadi
pada embrio dan saraf vagal.
Herbal utama yang memiliki efek demulsen pada saluran
pernapasan yaitu: Althaea officinalis (daun atau akar marshmallow) dan
famili Malvaceae (mallows), Ulmus spp (slippery elm), genus plantago,
Cetaria islandica (lumut islandia), dan Chondrus crispus (lumut
irlandia). Tussilago (coltsfoot) dan Sympythum (comfrey) sangat popular
digunakan sebelum alkaloid pyrolizidine penjualannya dibatasi.
Aktivitas antitusif telah dibuktikan dengan penelitian
menggunakan ekstrak Althaea officinalis (marshmallow) dosis oral
1000mg/kg dibandingkan dengan polisakarida yang diisolasi dengan
dosis 50 mg/kg. Dari uji praklinik pada hewan ini dapat diketahui bahwa
untuk aplikasi uji klinis diperlukan dosis yang lebih besar, binatang
berukuran besar memerlukan dosis yang lebih besar seperti halnya pada
manusia. Demulsen pernapasan yang popular digunakan pada anak-anak,
untuk mengobati batuk kering, iritasi (gatal-gatal) dan batuk berdahak.
Kontra indikasinya terjadi kasus paru-paru basah, walaupun terkadang
cocok digunakan jika ada iritan.
Tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai demulsen
pernafasan adalah Althea (marshmallow), Tussilago (coltsfoot), Plantago
spp (ribwort and plantain), Verbascum (mullein), Glycyrrhiza (licorice),
Chondrus (Irish moss), Cetraria (iceland moss).
 Indikasi untuk demulsen pernafasan
Batuk kering, non produktif, iritasi, Batuk pada anak-anak,
Asma mengi dan sesak asma.
 Kontraindikasi untuk demulsen pernafasan
Penggunaan demulsen pernafasan kontraindikasi dengan kondisi
kongestif atau profuse catarrhal mukosa.
 Aplikasi
Demulsen pernafasan baik digunakan sebelum makan, efektif
dalam bentuk infus air panas dan pengobatan jangka panjang masih
dapat ditoleransi.

f. Spasmolitik Pernafasan
Spasmolitik pernapasan dapat merelaksasikan bronkiolus paru-
paru. Secara tradisional, tanaman yang digunakan sebagai spasmolitik
pernapasan seperti Solanaceous (family nightshade) yang mengandung
atropine kuat yang berhubungan dengan antiparasimpatetik: pada zaman
dahulu Datura, Atropa dan Solanum digunakan sebagai antiasma.
Sekarang secara farmakologinya diketahui bahwa obat ini cenderung
digunakan untuk mengeringkan mukosa dan memiliki efek lain yang
tidak diinginkan sehingga obat ini kurang popular. Ephedra sinica (ma
huang) dari Asia menjadi sangat popular setelah digunakan di Eropa, dan
bekerja dengan memberikan aksi simpatomimetik. Obat lainnya yang
digunakan seperti hyssop dan khususnya thyme, Grindelia comporum
dari Amerika utara.
Tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai
spasmolitik pernafasan adalah Ephedra (ma huang), Datura stramonium,
Atropa belladona, Solanum dulcamara, Hyssopus (hyssop), Thymus
vulgaris, Lobelia inflata, Marrubium vulgare, Grindelia camporum,
Euphorbia hirta, Coleus forskohlii, Glycyrrhiza (licorice), Inula.
 Indikasi untuk spasmolitik pernafasan
Sesak nafas, batuk tidak produktif, Mengi dan gejala asma
lainnya, Relaksan, Solanaceous berpotensi sebagai neuroaktif
 Kontraindikasi untuk spasmolitik pernafasan
Tanaman solanaeous kontraindikasi pada penyakit: glukoma,
batu ginjal, paralisis ileus, obstruksi usus. Ephedra kotraindikasi
dengan penyakit glukoma, adanya MA01 inhibitor.
 Aplikasi
Spasmolitik pernafasan baik digunakan kapanpun sewaktu
diperlukan, pengobatan dalam waktu yang lama dengan spasmolitik
pernafasan diperbolehkan tetapi penggunaan ephedra dan tanaman
solanaeous dalam jangka waktu yang lama perlu diperhatikan.

g. Anticatarrhal
Ada banyak herbal yang banyak digunakan untuk mengobati
gangguan mukosa pada saluran pernapasan, tapi mekanisme aksinya
belum diketahui. Herbal tersebut dapat digunakan untuk beberapa
indikasi yaitu mulai dari penyakit kongesti catarrhal sampai beberapa tipe
hipersensitif mukosa, seperti demam dan rhinitis alergi.
Tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai
anticatarrhal adalah Euphrasia spp, Plantago lanceolata, Sambucus
nigra, Nepeta hederacea, Solidago virgaurea, Verbascum thapsis, dan
Hydrastis canadensis.
 Indikasi untuk anticatarrhal
Kondisi catarrhal, khususnya untuk mengatasi gangguan saluran
pernafasan bagian atas Sinusitis, othitis media Rinithis alergi, dan
pada kondisi hipersensitifitas lainnya
 Kontraindikasi untuk anticatarrhal
Anticatarrhal umumnya dianggap aman dan ringan
 Aplikasi
Anticatarrhal sebaiknya digunakan sebelum makan, pemakaian
jangka panjang anticatarrhal dapat ditoleransi dengan baik.

h. Antitusif
Antitusif merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi batuk
kering, beberapa antitusif bekerja menekan kemampuan mengiritasi
saluran pernapasan (demulsen pernapasan). Beberapa mengklaim untuk
mengatasi batuk kering dilakukan dengan cara menghilangkan mukus
(ekspektoran). Akan tetapi istilah antitusif seringkali diartikan sebagai
penekan reflek batuk. Dalam tumbuhan, Glikosida sianogenik digunakan
sebagai antitusif. Tradisi di barat biasanya menggunakan Prunus serotina
(Cherry liar). Terdapat beberapa tradisi lainnya yang menggunakan opiat
dan Lactuca. Penggunaan antitusif yang ditujukkan untuk membersihkan
paru-paru merupakan pengobatan yang tidak rasional. Terdapat banyak
kasus dimana menggunakan antitusif hanya untuk membantu mengatasi
batuk namun tidak digunakan untuk mengatasi iritasi (contohnya di satu
sisi terkena batuk, dan disisi lain terkena tumor).
Tanaman yang secara tradisional digunakan sebagai antitusive adalah
Primus serotina (wild cerry bark), Lactuca (wild lettuce)
 Indikasi untuk antitusive
Batuk tidak berdahak, batuk membandel atau batuk persisten
yang susah disembuhkan, Batuk yang menggelisahkan adalah Batuk
yang disebabkan oleh irritasi eksternal atau obstruksi (tumor)
 Kontraindikasi untuk antitusive
Antitusive hanya digunakan jika diperlukan, dan terbatas untuk
anak-anak.
 Applikasi
Antitusive baik digunakan sebelum makan, pengobatan dalam
waktu yang lama dengan antitusive tidak disarankan.

i. Herbal Antialergi
Pada umumnya herbal antialergi digunakan untuk mengatasi alergi
saluran pernapasan, diantaranya Ephedra, Albizzia dan Scutellaria
baicalensis (Baical skullcap). Urtika merupakan contoh herbal lain yang
memiliki efek antialergi yang terutama berguna untuk mengatasi Rhinitis
alergi.
j. Kombinasi Pengobatan
Seperti yang telah dijelaskan di atas, beberapa herbal mungkin
digunakan untuk berbagai indikasi, karena mengandung berbagai
komponen zat aktif yang memiliki aksi yang berbeda-beda, contoh
Verbascum mengandung saponin yang digunakan sebagai ekspektoran,
mucilago sebagai demulsen dan iridoid digunakan sebagai anticatarrhals.
Walaupun Laobelia dapat menyebabkan mual dan digunakan sebagai
stimulan ekspektoran, tetapi khasiat utamanya yaitu sebagai relaksan
yang digunakan di Amerika Utara pada abad ke-19. Tanaman ini
mempunyai efek spektrum luas pada saluran pernapasan. Glycyrhizza
dikombinasi dengan saponin yang mempunyai efek stimulan, efek
antiinflamasi.

IV. Macam-macam Penyakit pada Sistem Pernafasan


Alat-alat pernafasan merupakan organ tubuh yang sangat penting.
Jika alat ini terganggu karena penyakit atau kelainan maka proses
pernapasan akan terganggu, bahkan dapat menyebabkan kematian. Berikut
akan diuraikan beberapa macam penyakit yang terjadi pada saluran
pernapasan manusia.

Gb 4. Anatomi saluran pernafasan dan penyakitnya

1. Influenza (flu), penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Gejala


yang ditimbulkan antara lain pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, dan
tenggorokan terasa gatal.
2. Asma atau sesak napas, merupakan suatu penyakit penyumbatan saluran
pernapasan yang disebabkan alergi terhadap rambut, bulu, debu, atau
tekanan psikologis. Asma bersifat menurun.
3. Tuberkulosis (TBC), penyakit paru-paru yang diakibatkan serangan
bakteri mycobacterium tuberculosis. Difusi oksigen akan terganggu
karena adanya bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus. Jika
bagian paru-paru yang diserang meluas, sel-selnya mati dan paru-paru
mengecil. Akibatnya napas penderita terengah-engah.
4. Macam-macam peradangan pada sistem pernapasan manusia:
a. Rinitis, radang pada rongga hidung akibat infeksi oleh virus, missal
virus influenza. Rinitis juga dapat terjadi karena reaksi alergi terhadap
perubahan cuaca, serbuk sari, dan debu. Produksi lendir meningkat.
b. Faringitis, radang pada faring akibat infeksi oleh bakteri
Streptococcus. Tenggorokan sakit dan tampak berwarna merah.
Penderita hendaknya istirahat dan diberi antibiotik.
a. Laringitis, radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan suara.
Penyebabnya antara lain karena infeksi, terlalu banyak merokok,
minum alkohol, dan terlalu banyak serak.
b. Bronkitis, radang pada cabang tenggorokan akibat infeksi. Penderita
mengalami demam dan banyak menghasilkan lendir yang menyumbat
batang tenggorokan.
c. Sinusitis, radang pada sinus. Sinus letaknya di daerah pipi kanan dan
kiri batang hidung. Biasanya di dalam sinus terkumpul nanah yang
harus dibuang melalui operasi.
5. Asfiksi, adalah gangguan pernapasan pada waktu pengangkutan dan
penggunaan oksigen yang disebabkan oleh: tenggelam (akibat alveolus
terisi air), pneumonia (akibatnya alveolus terisi cairan lendir dan cairan
limfa), keracunan CO dan HCN, atau gangguan sitem sitokrom (enzim
pernapasan).
6. Asidosis, adalah kenaikan adalah kenaikan kadar asam karbonat dan asam
bikarbonat dalam darah, sehingga pernapasan terganggu.
7. Difteri, adalah penyumbatan pada rongga faring atau laring oloeh lendir
yang dihasilkan kuman difteri.
8. Emfisema, adalah penyakit pembengkakan karena pembuluh darahnya
kemasukan udara.
9. Pneumonia, adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau
bakteri pada alveolus yang menyebabkan terjadinya radang paru-paru.
10.Wajah adenoid (kesan wajah bodoh), disebabkan adanya penyempitan
saluran napas karena pembengkakan kelenjar limfa atau polip,
pembengkakan di tekak atau amandel.
11.Kanker paru-paru, mempengaruhi pertukaran gas di paru-paru. Kanker
paru-paru dapat menjalar ke seluruh tubuh. Kanker paru-paru sangat
berhubungan dengan aktivitas yang sering merokok. Perokok pasif juga
dapat menderita kanker paru-paru. Penyebab lainnya yang dapat
menimbulkan kanker paru-paru adalah penderita menghirup debu asbes,
radiasi ionasi, produk petroleum, dan kromium.
V. Fitoterapi untuk Penyakit Sistem Pernafasan

1. Rinitis Alergi Dan Non Alergi


Rhinitis adalah peradangan pada lapisan hidung ditandai dengan
satu atau lebih dari gejala berikut: hidung tersumbat, adanya sekret
hidung, bersin dan gatal. Infeksi rhinitis akut (dan sinusitis) biasanya
disebabkan oleh flu biasa dan pengobatan yang tepat dijelaskan
kemudian dalam bab ini. Pendekatan pengobatan Infeksi rinitis kronik
sama seperti yang dijelaskan pada bab sinusitis kronis. Rhinitis alergi
dipicu dari alergen yang terhirup bertahun-tahun dan mungkin musiman
(hayfever). Rinitis non-alergi atau vasomotor tidak teridentifikasi
penyebab medisnya, meskipun dalam naturopati disebabkan atau
diperburuk oleh pola makan. Rhinitis mungkin juga disebabkan oleh
penggunaan obat semprot hidung yang mengandung dekongestan terlalu
sering. Dalam pengobatan rhinitis menggunakan herbal, penting untuk
mengetahui ada tidaknya alergen yang dihirup, karena ini menentukan
pendekatan dalam pengobatan.

Pengobatan
Pendekatan pengobatan rhinitis menggunakan herbal adalah untuk
mengatasi gejala dan penyebabnya. Tindakan untuk mengurangi paparan
alergi udara menjadi bagian dari pengobatan.
Diet tidak dicoba untuk kedua rhinitis alergi dan non alergi. Herbalists
percaya bahwa diet dapat menyebabkan hipersensitivitas dan penyakit
selesema dari selaput lendir yang dapat mempengaruhi rhinitis. Makanan
yang membantu pengobatan ini tidak selalu memberikan reaksi positif
terhadap RAST atau tes kulit tusuk. Contohnya produk susu, gandum,
garam dan karbohidrat olahan. Konsumsi berlebihan harus dihindari oleh
penderita rhinitis misalnya susu, harus dihindari setidaknya 1 bulan. Aspek
penting dari pengobatan adalah sebagai berikut:
1. Herbal yang dapat meningkatkan kekebalan seperti Echinacea. Terutama
untuk kasus rhinitis alergi.
2. Herbal antialergi misalnya Albizzia, hanya digunakan dalam kasus
rhinitis alergi.
3. Herbal anticatarrhal saluran pernafasan atas untuk kedua tipe rhinitis,
misalnya Eupharasia, hydrastis dan Plantago lanceolata.
4. Ketika mengobati rinitis alergi musiman, pengobatan harus dimulai 6
minggu sebelum musim dimulai dan terus berlanjut sampai musim
berlangsung. Diet dapat membantu tetapi juga harus mengikuti pola
waktu ini.
5. Stres dapat memperburuk rhinitis dan harus dihindari jika dianggap
sebagai faktor penyebab rhinitis. Herbal tonik dalam dosis kecil, herbal
sedative dan adaptogen yang sesuai dapat digunakan untuk mengatasi hal
ini.
6. Pengobatan rhinitis pada tingkat yang lebih tinggi biasanya digunakan
deparatives misalnya Galium (cleavers), limfatik misalnya phyolacca
(poke root), choleretik dan hepatik.
Contoh kasus
Seorang pasien wanita berusia 30 tahun dengan rinitis persisten
kronis. Gejala buruk di pagi hari dengan sekret hidung dan iritasi mata. Dia
sensitif terhadap debu tungau rumah dan menderita tonsilitis, radang
kelenjar gondok dan otitis media sejak anak-anak. Dia biasa menggunakan
antihistamin. Pengobatan terdiri dari diet susu.
Langkah-langkah protektif terhadap debu tungau rumah dan menggunakan
herbal berikut ini.
Echinacea angustifolia 1:2 30 ml
Picrorrhiza kurroa 1:2 5 ml
Zingiber officinale 1:2 5 ml
Euphrasia officinalis 1:2 25 ml
Scutellaria baicalensis 1:2 20 ml
Albizzia lebbeck 1:2 15 ml
Total 100 ml
Dosis 8 ml dengan air, dua kali sehari. Tablet Hydrastis 500 mg, satu tablet
tiga kali sehari. Setelah 3 bulan pemakaian herbal, konsumsi antihistamin
berkurang, gejala-gejala yang dirasakan berkurang dan kondisinya saat ini
menjadi lebih baik.

2. Salesma dan Influenza


Infeksi virus pada saluran pernafasan memiliki kemungkinan kecil
untuk dapat sembuh dengan sendirinya, selain itu infeksi virus tersebut
sering terjadi atau berulang-ulang dan berbahaya. Virus tersebut
membuat perlawanan yang tidak terduga sehingga membuat pengobatan
menjadi sulit. Namun demikian, sering diperoleh keuntungan dari
beberapa pengobatan dan pengalaman dalam mengatasi resistensi akibat
infeksi virus yang berulang pada beberapa individu, yang didukung
beberapa rekomendasi pengobatan dibawah ini.

Pengobatan
Pendekatan utama dalam pengobatan salesma dan influenza pada dasarnya
adalah sama. Namun, dalam kasus influenza yang lebih berat, pengobatan
perlu ditingkatkan (misalnya dengan pemberian dosis berulang atau dosis
yang lebih tinggi).
Aspek penting dalam pengobatan adalah sebagai berikut:
 Obat yang memiliki efek diaphoretik dan menghangatkan tubuh
digunakan untuk mengatasi dan memperbaiki respon terhadap demam.
Contoh agen langsung, Zingiber sebagai stimulan (jahe, terutama jahe
segar yang diparut) dan kayu manis diletakkan dalam air panas dapat
digunakan untuk mengatasi gejala mukosa dan menghilangkan rasa
dingin. Untuk efek yang lebih ringan tetapi berkelanjutan, terutama pada
anak-anak, teh panas Mentha piperita (pippermint), Perfoliatum
eupatorium (boneset), cataria Nepeta (carmint), Achillea (yarrow), Tilia
(lime flowers) dan Sambucus (elderflower), dapat digunakan untuk
membuat pendekatan diaporetik yang dapat memberikan efek dingin
yang berbeda ketika dikonsumsi pada waktu yang berdeda pula.
Asclepias tuberosa (akar pleurisy) diindikasikan jika ada komplikasi paru
atau bronkial. Allium sativum (bawang putih, diambil yang mentah) juga
dapat berguna sebagai agen defensif umum dan penghangat tubuh.
 Herbal yang dapat meningkatkan sistem imun seperti Echinacea,
Andrographis, Picrorrhiza digunakan untuk membantu melawan virus
yang menyerang tubuh. Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa
Astragalus dan tonik seperti Panax gingseng adalah kontraindikasi pada
tahap infeksi akut.
 Herbal anticatarrhal untuk penyakit selesma saluran pernafasan atas,
terutama digunakan Euphrasia (eyebright), Sambucus (elder) dan
Hydrastis (golden seal). Secara tradisional, Hydrastis dinyatakan
kontraindikasi pada tahap infeksi akut sehingga sebaiknya digunakan
pada tahap akhir infeksi bakteri sekunder.
 Hypericum (St John's wort) digunakan sebagai antivirus untuk
pengobatan influenza.

3. Sinusitis akut dan kronik


Pada keadaan sinusitis, kelembaban sinus dihambat, biasanya oleh
kongesti dan udema pada mukosa. keadaan ini statis yang diikuti dengan
infeksi bakteri. Rasa nyeri bukan hanya disebabkan oleh tekanan yang
rendah saja (karena pengaruh absobsi gas pada peredaran darah) tetapi
juga tekanan tinggi dari kongesti mukosal.
Faktor penyebab sinusitis kronik termasuk polusi, debu yang ada pada
suatu pekerjaan, asap tembakau, adenoid, alergi (khususnya pada anak),
rhinitis, pilek, masalah gigi, trauma dan sedang terbang. Ahli herbal juga
percaya bahwa faktor makanan dapat menyebabkan pengeluaran mukus
yang dapat menjadi penyebab dan penopang penyakit tersebut. Terutama
produk yang digunakan sehari-hari seperti garam dan tepung. Statis dan
kongesti dapat memperburuk keadaan jika asupan cairan tidak
mencukupi.
Pengobatan
Pendekatan pengobatan sinusitis baik akut ataupun kronis hampir
sama. Untuk sinusitis kronik seharusnya diberikan dosis yang lebih tinggi
dan frekuensi pemberiannya sering dan pengobatan perlu ditambahkan
dengan diaporetik. Pada sinusitis akut biasanya timbul demam.
 Meningkatkan sistem imun dalam melawan bakteri dengan menggunakan
herbal yang dapat meningkatkan sistem imun seperti Echinacea,
Andrographis, Picrorhiza.
 Herbal anticatarrhal (antiradang selaput lendir) dan dekongestan (e.g
euprasia) merupakan herbal untuk membersihkan stasis.
 Herbal mukolitik untuk membersihkan stasis seperti Allium sativum
(bawang putih) dan Armoracia (horseradish).
 Hydrastis (golden seal) yang memiliki aktivitas antimikroba,
anticatarrhal dan luka pada lapisan mukosa (trophorestoratif membaran
mukosa). Penggunaan tablet Hydrastis lebih menguntungkan tetapi
rasanya pahit.
 Suatu sediaan inhalasi yang mengandung minyak atsiri sebagai
antimikroba dan antiinflamasi seperti pohon teh, pinus, minyak adas,
bunga chamomile mungkin dapat digunakan hanya untuk sinusitis kronik
 Sinusitis kronik dapat diobati dengan menggunakan depuratif misalnya
Galium (cleavers) dan limfatik seperti Phytolacca.
 Faktor lingkungan yang menjadi penyebab sinusitis seperti disebutkan
diatas harus dihindari dan diet makan dan diet rendah garam harus dicoba
selama 3 bulan.
 Sinus merupakan bagian tubuh yang relatif tak terlihat dan ketika terjadi
infeksi kronik pertama kali, sulit untuk dieradikasi. Pengobatan secara
topikal mungkin lebih menguntungkan.
 Pasien yang menderita sinusitis kronik disarankan untuk menghindari
antihistamin dan obat dekongestan steroid.
Capsicum annuum 1:3 20 ml
Lobelia inflate 1:8 20 ml
Hydrastis canadentis 1:3 20 ml
Commiphora mol mol 1:5 20 ml
Myrica cerifera 1:2 20 ml
Total 100 ml

Bekerja efektif selama 10 menit sekali, sampai dua kali sehari. Jauhkan dari
mata. Gunakan sarung tangan atau cuci tangan setelah penggunaan.
Capsicum dan Myrica bekerja sebagai dekongestan, myrica sebagai
antiseptic dan lobelia membantu penetrasi. Untuk hydrasis telah dijelaskan
diatas. Jika lobelia tidak digunakan, dapat diganti dengan saponin yang
terdapat pada tanaman seperti Bupleulum atau Aeculus (horsechestnut).
Contoh kasus
Seorang pasien laki-laki berumur 36 tahun terkena sinusitis kronis
yang disertai dengan pilek yang berkepanjangan. Memiliki riwayat penyakit
rhinitis alergi kronik denganriwayat pengobatan menggunakan antihistamin
dan steroid semprot hidung. Penggunaan antibiotik dihentikan dalam
pengobatan ini yang telah digunakan selama 4 tahun. Pasien memiliki
kebiasaan banyak makan dan merokok.
Pengobatan

Echinacea anguistifolia 1:2 40 ml


Euphrasia officiralis 1:2 30 ml
Hydrastis Canadensis 1:3 25 ml
Phytolacca decandra 1:5 5 ml
Total 100 ml
Dosis 5 ml, 3 x sehari

Dapat juga ditambahkan penggunaan tablet bawang putih (5000 mg


berat segar) 3 x sehari dan tablet Picorrica 500 mg, 2 x sehari. Pasien yang
telah mengubah gaya hidup menjadi gaya hidup sehat dan diet rendah garam
dan disarankan untuk tidak mengkonsumsi antihistamin dan dekongestan
steroid. Setelah 6 bulan pengobatan, gejala penyakit yang dirasakan menjadi
lebih baik.
4. Tonsilitis Kronik dan Radang Tenggorokan Kronik
Radang tenggorokan kronik merupakan salah satu gejala dari suatu
penyakit, misalnya sinusitis. Akan tetapi, radang tenggorokan kronik
timbul sebagai infeksi bakteri kronik pada pasien dengan atau tanpa
tonsil.

Pengobatan
Pendektan penggunaan herbal untuk pengobatan tonsilitis kronik dan
radang tenggorokan kronik pada umumnya sama. Aspek utama dari
pengobatan adalah sebagai berikut:
 Herbal untuk meningkatkan kekebalan. Pada kondisi kronik, Astragalus
dapat digunakan yang memiliki efek sebaik Echinacea, Picrorhiza dan
Andrographis.
 Herbal limfatik dan depuratif
 Untuk pengobatan lokal dapat digunakan sediaan berupa obat semprot
tenggorokan atau lozenge dari herbal, seperti :
Glycyrhiza (licorice) : antiinflamasi, antivirus topikal
Salvia (sage) : astringen dan antiseptik
Propolis : antiseptik dan anastetik
Kava : anastetik
Echinacea : meningkatkan sistem imun, antiinflamasi
Capsicum : stimulan, antiseptik
Hydrastis (golden seal) : trophorestoratif membran mukosa dan
antiseptik
Althaes (akar marshmallow) : demulsen
Myrrh : antiseptik, termasuk luekositosis lokal
 Diet makanan berupa buah-buahan dan sayuran harus diperhatikan.
Contoh kasus
Seorang pasien laki-laki umur 65 tahun menderita radang tenggorokan
kronik selama bertahun-tahun. Kondisi lainnya telah diobati. Untuk radang
tenggorokan kronik diberi resep:
Echinacea anguistifolia 1:2 5 ml 1 x sehari dengan air

Obat kumur mengandung :


Echinacea anguistifolia 1:2 40 ml
Propolis 1:5 30 ml
Salvia officinalis 1:2 30 ml
Total 100 ml
Dosis 2 ml dalam 100ml air untuk obat kumur 2x sehari, teguk setelah
digunakan. Setelah 8 minggu pengobatan, radang tenggorokan kronik
membaik.

5. Otitis Media
Otitis media adalah inflamsi pada telinga bagian tengah. Otitis
media dibagi menjadi akut dan kronik.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh virus dapat
menyebabkan otitis media akut, walaupun penyebab utama
infeksi/peradangan adalah bakteri. Gejalanya meliputi sakit, telinga
bernanah, hilang pendengaran, rasa pusing, tinnitus dan demam. Tanda
mengalami otitis media adalah kemerahan, bengkak dan tonjolan pada
gendang telinga.
Otitis media kronik dapat disebabkan oleh kekambuhan otitis
media akut atau otitis media akut yang bertambah parah. Infeksi juga
dapat disebabkan oleh bakteri.
Otitis media kronik atau pengeluaran lendir (cairan telinga) akibat
otitis media yang terjadi pada anak-anak umumnya sukar diketahui.
Tandanya adalah keluarnya cairan dari rongga telinga bagian tengah yang
dapat mengkibatkan hilangnya pendengaran. Alergi, Infeksi telinga dan
infeksi sinus kronis berkaitan dengan peningkatan frekuensi dari infeksi
saluran pernapasan. Pengobatan dapat menggunakan grommets untuk
mengalirkan cairan dari rongga telinga bagian tengah. Penggunaan
antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat dapat menyebabkan gangguan
ini, walaupun gangguan ini pada beberapa pasian disebakan oleh
infeksi/peradangan karena bakteri.
Pengobatan
Pengobatan otitis media kronis dan akut pada umumnya adalah sama
dengan pengobatan pada sinusitis kronis dan akut yang berkepanjangan
(dengan pengobatan secara topikal yang mengandung Capsicum).
Secretory Otitis Media (SOM) harus dikenal sebagai suatu gangguan alergi,
Diet makanan dan diet rendah garam sebaiknya dicoba. Akan tetapi, adanya
mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi atau malfungsi harus
diperhatikan. Jika ada adenoid maka SOM sebaiknya diberikan pengobatan
yang sama seperti pada tonsilitis. Beberapa herbal yang digunakan selama
pengobatan adalah sebagai berikut:
Berikut tanaman obat yang digunakan untuk pengobatan.
a. Herbal antialergi dan dekongestan seperti Albizzia, Ephedra dan
Scutellaria baicalensis.
b. Herbal anticatarrhal untuk saluran pernapasan bagian atas seperti
Euphrasia, Solidago, Hydrastis, Plantago lanceviata dan Glecoma
Hederacea.
c. Herbal depuratif dan limfatik seperti Galium (pembelah) dan phytolacca.
d. Herbal yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, misalnya
Echinacea dan Astragalus, untuk mencegah adanya alergi dan terjadinya
infeksi/peradangan.
e. Tablet kunyah Hydrastis (sulit diberikan untuk anak-anak karena rasanya
pahit) akan menekan membran mukus trophorestorative dan mempunyai
efek sebagai antibakteri pada saluran pernapasan bagian atas.

6. Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah peradangan akut dari trakea dan bronkus
yang disebabkan oleh bakteri. Biasanya diikuti dengan pilek, influenza,
campak atau batuk rejan. Pasien dengan bronkitis akut sangat rentan
untuk berkembang menjadi bronkitis kronik (dimana dahak berubah dari
abu-abu atau putih ke kuning atau hijau). faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan bronkitis akut adalah dingin, lembab, debu dan asap rokok.
Awalnya terjadi iritasi, batuk tidak produktif yang akhirnya setelah
beberapa hari berkembang menjadi dahak mukopurulen. Infeksi biasanya
dimulai di trakea dan berkembang ke bronki sehingga menyebabkan
demam suhu 38-39 celcius. Pengobatan bertahap harus dilakukan selama
4-8 hari ke depan. Namun, dapat berkembang menjadi bronkiolitis atau
bronchopneumonia.

Pengobatan
Pemberian herbal secara terus menerus diperlukan untuk pengobatan
bronkitis akut dan jika infeksi bertambah parah maka dosis pengobatan
harus ditingkatkan.
 Herbal yang berkhasiat sebagai antiseptik seperti Nelenium inula,
Thymus vulgaris dan Allium sativum (bawang putih) harus diberikan
selama infeksi terjadi dan sebaiknya dilanjutkan selama 1 minggu untuk
pemulihan dan mencegah kekambuhan.
 Selama fase batuk kering tidak dapat diatasi, demulsen seperti Althaea
glycetract harus diberikan.
 Herbal diaphoretics (herbal yang memiliki khasiat membantu
mengeluarkan keringat) digunakan selama fase demam, terutama
Asclepias tuberosa (akar pleurisy) yang spesifik untuk infeksi saluran
pernapasan bawah akut. Biasanya sering dikombinasikan dengan jahe
untuk meningkatkan efektivitas. Diaphoretics lain seperti Tilia dan
Achillea juga dapat diberikan.
 Herbal ekspektoran, seperti Inula helenium, Thymus vulgaris, Polygala
dan herbal yang mengandung saponin lainnya, Foeniculum (adas),
Pimpinella (adas manis) dan Marrubium (horehound putih) dapat
digunakan selama menderita gangguan ini.
 Herbal anticatarrhal, terutama Verbascum, Plantago lanceolata dan
Hydrastis, dapat digunakan ketika dahak berlebih atau jika batuk
produktif tetap ada sampai melampaui tahap akut.
 Herbal antitusif harus digunakan untuk membantu meredakan batuk,
terutama pada malam hari, dan Prunus serotina (cherry liar) terutama
diindikasikan jika trakheitis dominan.

7. Batuk Produktif dan Non Produktif


Batuk adalah suatu reflek fisiologi pada keadaan sehat maupun
sakit dan dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab. Refleks batuk biasanya
diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang
terletak di beberapa bagian dari tenggorokan (epiglotis, laring, trakea,
dan bronkhus). Mukosa ini memiliki reseptor yang peka untuk zat-zat
perangsang (dahak, debu, peradangan) yang dapat menyebabkan batuk.
Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk
mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat
perangsang asing, dan unsur infeksi. Dengan demikian, batuk merupakan
suatu mekanisme perlindungan (Tjay dan Rahardja, 2003: 619).
Refleks batuk dapat timbul karena radang (infeksi saluran nafas), alergi,
sebab-sebab mekanis (asap, rokok, debu, tumor paru-paru), perubahan
suhu yang mendadak an rangsangan kimiawi (gas, bau). Batuk terutama
disebabkan oleh infeksi virus salesma, influenza, cacar air dan juga oleh
radang pada cabang dan hulu tenggorokan (bronkitis, pharyngitis) (Tjay
dan Rahardja, 2003: 619).
Batuk dapat dibagi menjadi 5 fase, yakni inspirase, glottis tertutup,
kontraksi otot-otot ekspirasi, glottis terbuka secara tiba-tiba, dan fase
terakhir adalah udara dikeluarkan tiba-tiba. Efektif tidaknya batuk
tergantung kepada 3 hal, yakni kompresi udara yang dikeluarkan, partikel
yang terdapat di dalam udara batuk, dan kecepatan linier dari gas yang
dikeluarkan.
Batuk dapat bersifat voluntary atau sebagai suatu refleks akibat
iritasi dari reseptor pada mukosa respiratorius yang diperantarai oleh
suatu pusat di medulla oblongata. Reseptor mekanis terdapat pada laring
di sekitar karina dan pada trakea. Reseptor kimiawi terletak lebih perifer
dan tidak peka terhadap rangsang mekanis.
Menurut Tjay dan Rahardja (2002), batuk dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu:

A. Batuk Produktif
Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan fungsi
mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu dan sebagainya) dan dahak
dari batang tenggorokan. Maka pada dasarnya jenis batuk ini tidak boleh
ditekan tetapi dalam prakteknya sering kali batuk yang hebat dapat
mengganggu tidur dan melelahkan pasien ataupun berbahaya, misalnya
setelah pembedahan. Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi
batuk, terapi simptomatis diberikan dengan obat-obat pereda batuk (Tjay
dan Rahardja, 2003: 620).
Disamping larangan merokok, biasanya dilakukan pengobatan sebagai
berikut:
a. Uap air (mendidih) yang dihirup (inhalasi) guna memperbanyak
sekret yang diproduksi di tenggorokan. Cara ini efektif dan murah,
terutama pada batuk dalam, yakni bila rangsangan batuk timbulnya
dari bawah pangkal tenggorokan. Seringkali minum banyak air
juga bisa menghasilkan efek yang sama. Selain itu untuk
meringankan batuk dapat dilakukan dengan menghirup uap
menthol atau minyak atsiri.
b. Emolliensia (mollis = lunak) memperlunak rangsangan batuk
memperlicin tenggorokan agar tidak kering dan melunakan selaput
lendir yang teriritasi. Dapat digunakan Thymi vulgaris, akar manis.
c. Ekspektoransia (ex = keluar, pectus = dada) memperbanyak
produksi dahak (yang encer) dan dengan demikian mengurangi
kekentalannya, sehingga mempermudah pengeluarannya dengan
batuk.
d. Mukolitik dikatakan dapat mengencerkan sputum dan mengurangi
viskositasnya, sehingga mudah dibatukkan (Tjay dan Rahardja,
2003: 620).
B. Batuk Non Produktif
Batuk non produktif bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya
pada batuk rejan (pertusis) atau juga karena pengeluarannya memang
tidak mungkin seperti pada tumor. Batuk jenis ini tidak ada manfaatnya,
maka harus dihentikan. Untuk maksud ini tersedia obat-obat yang
berdaya menekan rangsangan batuk, yaitu zat-zat pereda,
antihistaminika, dan anestetika tertentu (Tjay dan Rahardja, 2003: 620-
621).

8. Batuk Rejan
Batuk rejan atau pertusis adalah penyakit infeksi yang parah, yang
disebabkan oleh Bordetella pertusis. Sekitar 90% kasus terjadi pada anak
dibawah usia 5 tahun.
Infeksi tahap pertama berupa infeksi saluran pernafasan selama sekitar
satu minggu disertai konjungtivitis, rhinitis, dan batuk tidak produktif.
Diagnosis sulit pada level ini, ketika terjadi bersamaan dengan infeksi
saluran pernafasan lain.
Tahap batuk dikarakterisasi oleh beberapa jenis batuk. Paroxysm (batuk
yang hebat) terdiri dari batuk pendek yang cepat dan lama serta berakhir
dengan nafas yang dalam ketika terjadi pertusis. Paroxysm diakhiri
dengan mual. Tahap ini dapat berlanjut dari satu sampai beberapa
minggu. Sputum adalah partikular yang kuat dan susah untuk
dikeluarkan.

Pengobatan
Pengobatannya sama dengan Bronkhitis akut, tetapi perbedaan aspek
dalam pengobatan dapat diabaikan.
 Herbal yang meningkatkan kekebalan seperti: Echinacea dan Andrografis
dan herbal antiseptik saluran pernafasan seperti Inula helenium, Thymus
vulgaris, Allium Sativum (Bawang putih) dapat digunakan untuk
mengobati infeksi dan mencegah terjadinya komplikasi.
 Drosera (Sundew) adalah spesifik untuk pertusis dan memiliki efek
antikejang, demulsen dan ekspektoran
 Pada tahap batuk, herbal ekspektoran seperti Inula helenium, Thymus
vulgaris, Lobelia inflata, Polygala, Glycyrrhiza (Licorice) dan herbal
lain yang mengandung saponin, Foeniculum (Fennel), Pimpinella (Adas
manis) dan Murrubium (White Horehound) dapat digunakan untuk
menghilangkan sputum yang sulit dikeluarkan
 Herbal antitusif dan demulsen dibutuhkan untuk menekan dan
menghilangkan refleks batuk. Jika mual terjadi, dapat ditekan dengan
spasmolitik saluran perrncernaan seperti Viburnum opulus.
 Spasmolitik saluran pernafasan juga memiliki aktivitas ekspektoran
seperti Grindelia dan Inula helenium, dapat digunakan pada tahap batuk.
Kombinasi Inula, Glycyrrhiza dan Lobelia dapat digunakan untuk
mengatasi gejala yang lain.
 Herbal mukolitik seperti Allium sativum dan Armoracia dibutuhkan untuk
membantu menghilangkan sputum sulit dikelurkan.

9. Bronkitis Kronik dan Emfisema


Bronkitis kronik dan emfisema paru merupakan gangguan yang
berbeda, tetapi biasanya kedua gangguan tersebut diderita oleh pasien
secara bersamaan dan sulit untuk membedakan keduanya dalam kasus
tiap-tiap individu. Penyakit paru obstruktif kronik (COPD) menjadi
komplikasi kedua penyakit tersebut. Pada emfisema, struktur halus
alveoli rusak sehingga menyebabkan penurunan kapasitas ventilasi.
Terdapat sedikit kemungkinan untuk mengatasi kerusakan tersebut
(walaupun beberapa ahli terapi alami menyatakan bahwa bioavailibilitas
silika dan dan herbal yang kaya akan mineral seperti Equisetum dapat
membantu memulihkan struktur paru-paru).
Sebaliknya, bronkitis kronik adalah suatu sindrom yang dapat
berkembang menjadi respon paparan jangka panjang dari berbagai iritan
terhadap membran mukosa bronkial. Termasuk asap rokok, debu dan
polusi udara dari mobil atau industri, terutama saat iklim lembab. Infeksi
akut merupakan salah satu faktor yang dapat memperburuk kondisi dan
infeksi kronik biasanya muncul. Maka, banyak faktor penyebab bronkitis
kronik yang dapat disembuhkan dan pengobatan herbal jangka panjang
berguna untuk pengobatan bronkitis kronik.
Pada bronkitis kronik, kapasitas ventilasi cukup tetapi disertai
terjadinya hipoksia, hipertensi pulmonal dan gagal ventrikel kanan. Pada
emfisema, terjadi penurunan kapasitas ventilasi yang menyebabkan
dispnoea exertional pada penderita sehingga sering disebut sebagai “pink
puffer”. Pada umumnya terjadi komplikasi sindrom dan semua pasien
harus dirawat sepanjang penyakit tersebut belum sembuh. Namun
demikian hasil pengobatan tergantung pada seberapa besar perubahan
pada paru-paru yang dapat diperbaiki.

Pengobatan
Pada bronkitis kronik terjadi hiperaktivitas dari sel goblet dan kelenjar
pensekresi mukus. Selain itu selaput mukus, dinding bronkial dan clogs
bronkial bertambah luas. Hal yang lebih buruk yaitu banyak sel bersilia
columunar digantikan oleh sel goblet yang menyebabkan iritasi kronik. Oleh
karena itu lendir yang berlebihan sulit untuk dibersihkan dari paru-paru.
Maka penggunaan ekspektoran diperlukan dalam pengobatan bronkitis
kronik, karena faktanya batuk produkrif dapat menjadi penyebab penyakit
ini (pada beberapa pasien, hanya sedikit sputum yang dikeluarkan tetapi
tetap membutuhkan ekspektoran).
 Iritasi bronkial harus dihindari. Berhenti merokok, mengganti pekerjaan
atau perubahan iklim mungkin perlu dilakukan. Makanan yang dapat
menyebabkan produksi mukus seperti produk susu dan pisang harus
dikurangi.
 Infeksi kronik harus diobati dan infeksi akut harus dicegah dengan
menggunakan herbal yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh,
misalnya Echinacea dan Astragalus (Astragalus sebaiknya dihentikan
ketika terjadi demam infeksi akut). Banyak pasien yang mengalami
bronkitis kronis sering merasakan dingin terus menerus, sehingga herbal
yang memiliki efek menyebabkan rasa dingin seperti Picrorrhiza dan
Andrographis sebaiknya dihindari. Herbal yang mempunyai efek sebagai
penghangat tubuh seperti kayu manis dapat membantu penyembuhan dan
dapat digunakan bersamaan tumbuhan yang memeberikan efek dingin.
 Herbal yang mempunyai efek ekpektoran seperti Inula helenium, Thymus
vulgaris, Polygala dan herbal lain yang mengandung saponin,
Feoniculum (adas), Pimpinella (adas manis) dan Marrubium dapat
digunakan untuk pengobatan. Sifat stimulan dari jahe mempunyai potensi
sebagai ekspektoran.
 Herbal antiseptik saluran pernafasan juga memiliki efek sebagai
ekspektoran atau mukolitik seperti Inula helenium, Thymus vulgaris dan
Allium sativum.
 Ketika sel goblet menjadi oversekresi mukus maka herbal seperti
Verbascum, Plantago lanceolata dan Hydrastis dapat membantu
mengurangi oversekresi mukus tersebut.
 Jika batuk tidak produktif terjadi di malam hari, dapat diberikan demulsen
seperti Althaea glycetract dan Glycyrrhiza dan antitusif seperti
Glycyrrhiza dan Bupleurum.
 Sediaan inhalasi berupa kombinasi pipermint dan minyak eucalyptus dapat
digunakan untuk membantu menghilangkan dahak dan melebarkan
saluran nafas sehingga mempermudah bernafas
 Herbal bronkodilator seperti Coleus dan Lobelia mungkin berguna.
Ephedra sebaiknya mungkin dihindari. Penggunaannya dengan herbal
yang memiliki aktivitas ekspektoran seperti Grindelia dapat digunakan
sebagai pilihan.
 Ketika ada inflamasi kronik, herbal antiinflamasi seperti Glycyrrhiza,
Bupleurum dan Rehmannia mungkin dapat digunakan seperti halnya
asam lemak omega-3.
 Untuk mendukung fungsi jantung dan sirkulasi sistemik dapat digunakan
Crataegus dan Gingko.

Contoh kasus
Pasien laki-laki, 66 tahun, telah menjalani pengobatan herbal untuk
bronkitis kronik yang diderita selama 7 tahun. Terjadi peningkatan yang
besar pada pasien tersebut. Teman-temannya sering berkomentar tentang
kemajuan kondisi pasien tersebut. Frekuensi episode akut telah berkurang
secara bermakna dan fungsi paru-parunya telah membaik. Meskipun
pengobatan bervariasi, pengobatan herbal yang digunakan adalah sebagi
berikut:

Formula untuk meningkatkan sistem imun


Echinacea angusti foliapurpurea 1:2 45 ml
Articum lappa 1:2 15 ml
Achillea miliefolium 1:2 20 ml
Withania somnifera 1:2 20 ml
Total 100 ml

Formula untuk pengobatan paru-paru


Glycyrrhiza glabra 1:1 15 ml
Inula helenium 1:2 20 ml
Zingiber officinale 1:2 10 ml
Feoniculum vulgare 1:2 15 ml
Thymus vulgaris 1:2 20 ml
Grindelia camporum 1:2 20 ml
Total 100 ml
10. Bronkiektasis
Istilah bronkiektasis merupakan kondisi dimana terjadi dilatasi
pada bronki akibat infeksi kronik. Banyak kasus berkembang menjadi
komplikasi berbagai infeksi bakteri yang kemudian menjadi kronis.
Gejala klinis meliputi batuk kronis disertai dahak kental yang berlebihan
dan demam disertai dengan lemas dan keluar keringat pada malam hari
yang berlangsung hari sampai minggu, dan kadang-kadang terjadi
haemoptisis. Gangguan tersebut menyebabkan pasien lemah. Pasien tidak
disarankan untuk menggunakan antibiotik secara terus-menerus
Pengobatan
Aspek-aspek penting dalam pengobatan bronkiektasis adalah sebagai
berikut:
 Herbal untuk meningkatkan kekebalan seperti Echinacea, Andrographis
dan Astragalus.
 Herbal antiseptik pernapasan seperi Inula helenium, Thymus vulgaris dan
Allium sativum.
 Diaphoretik seperti Asclepias tuberose (akar pleurisy) selama beberapa
episode
 Tonik seperti Panax, Eleutherococcus atau Withania jarang ada.
 Herbal anticatarrhal, seperti: Verbascum, Plantago lanceolata dan
Hydrastis
 Herbal ekspektoran seperti Inula helenium, Thymus vulgaris, Polygala
dan herbal lain yang mengandung saponin, Foeniculum (adas),
Pimpinella (adas manis) dan Marrubium (white horehound)
 Penggunaan Astragalus, Panax dan Eleutherococcus sebaiknya tidak
digunakan selama terjadi fase demam
Contoh kasus
Pasien laki-laki, 59 tahun, dengan bronkiektasis, pasien ini menderita
batuk yang mengeluarkan sputum atau dahak sebanyak secangkir telur
setiap pagi, demam dan terinfeksi virus akut.

Pengobatan herbal terdiri dari:


 Tablet Echinaceae angustifolia 500mg, dua tablet 2-4 x sehari. Cairan
Echinaceae tidak cocok untuk pasien yang mengkonsumsi tablet.
Pemberian dosis yang lebih tinggi diberikan saat pasien merasakan
demam dan terinfeksi virus akut.

Aesculus hippocastanum 1:2 15 ml


Foeniculum vulgare 1:2 10 ml
Thymus vulgaris 1:2 30 ml
ekstrak ginkgo biloba terstandar 20 ml
Inula helenium 1:2 25 ml
Total 100 ml
Dosis 8ml, 2 kali sehari
Ginkgo dan Aesculus terutama digunakan untuk gangguan peredaran darah,
Aesculus ini memiliki khasiat sebagai ekspektoran karena mengandung
saponin.
 Bawang putih segar yang telah dihancurkan, 1-2 siung per hari.
 Diikuti dengan diet susu
Setelah pengobatan selama 2 tahun kondisi pasien mengalami peningkatan
yang bermakna. Demam dan infeksi akut jarang terjadi karena kondisinya
telah membaik.

Tanaman obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gangguan


saluran pernafasan yang biasa digunakan di Indonesia:

a. Citrus aurantifolia
Gb 5. Buah jeruk nipis

Nama simplisia
Citri aurantifoliae Fructus (buah jeruk nipis)
Pemerian
Pohon kecil bercabang lebat, tetapi tidak beraturan, tinggi 1,5-3,5 m,
batang bulat, berduri pendek, kaku dan tajam. Daun tunggal, tangkai daun
bersayap sempit. Helaian daun berbentuk jorong sampai bundar telur
lonong, pangkal bulat, ujung tumpul, tepi beringgit, permukaan atas
berwarna hijau tua mengkilap, petmukaan daun bagian bawah berwarna
hijau muda, panjang 2,5-9 cm, lebar 2-5 cm. Bunga majemuk, tersusun
dalam malai yang keluar dari ketiak daun, bunga berbentuk bintang,
diameter 1,5-2,5 cm, berwarna putih, baunya harum. Buahnya buah buni,
berbentuk bulat sampai bulat telur, diameter 2-2,5 cm, berkulit tpis tanpa
benjolan, berwarna hijau yang akan menjadi kuning jika matang, rasanya
asam. Bijinya banyak, kecil-kecil, licin, bulat telur sungsang.
Sifat
Pahit, asam, sedikit dingin
Kandungan kimia
Jeruk nipis mengandung minyak atsiri limonene dan linalool. selain
itu, juga mengandung flavonoid, seperti poncirin, hesperidine, rhoifolin dan
naringin. Buah masak mengandung synephrine dan N-methyltyramine.
Disamping itu juga mengandung asam sitrat, kalsium, fosfor, besi dan
vitamin A, B1 dan C.
Efek Farmakologi buah jeruk
Obat batuk, peluruh dahak (mucolitik), peluruh kencing (diuretik)
(Dalimartha, 2000: 86-87).

b. Licorice

Gb 6. Akar manis
Nama lain
Akar manis, Liquiritae radix, Glycyrrhizae radix
Klasifikasi botani
Jenis Glycyrrhiza, terutama G. Glabra L, Papilionaceae
Asal
Akar manis spanyol berasal dari G. Glabra var. Typica (negara Laut
Tengah), akar manis Rusia diperoleh dari G. Glabra var glanduliferal dan
G. Uralensis (dibudidayakan di delta Wolga dekat batum).
Pemerian
Obat alam ini terdiri atas akar dan rimpang yang dikeringkan berupa
potongan berwarna kelabu kecoklatan sampai coklat yang panjangnya
sampai 1 m dan tebalnya 0,5-4 cm. Permukaan luarnya keriput dan beralur
melintang, akar yang dikuliti ujudnya kasar berserabut, berwarna kuning
muda sampai kuning tua. Penampang melintang yang digosok menunjukkan
lapisan gabus berwarna coklat, sebelah bawahnya adalah kulit, sempit,
berwarna kuning muda sampai kuning coklat (Stahl, 1985: 119).

Zat berkhasiat utama


Glysirizin dengan kadar 5-10 %, yaitu garam K dan Ca dari asam
glisirizat (zat ini 50 x lebih manis dari gula tebu), pati gula, asparagin.
Persyaratan kadar
Kadar zat yang larut dalam air tidak kurang dari 20 %,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan di udara

Efek Farmakologi dan Penggunaan


Ekspektoran, spasmolitik, akar dalam bentuk serbuk sebagai
pengisi/pembalut pil, ekstrak untuk pewangi tembakau dan campuran obat
batuk

c. Zingiberis rhizome

Gb 7. Rimpang jahe

Klasifikasi botani
Zingiber officinale Roscoe, Zingiberaceae
Asal
Asli dari tropis, dibudidayakan di India, Indonesia, Jepang, Afrika
Barat, Amerika Selatan dan Tengah.
Bau
Aromatik
Rasa
Tajam dan aromatik
Kandungan
0,6% -3,3% minyak atsiri (minimum 1,5%) termasuk terutama
zingiberena yaitu sesquiterpena dan alkoholnya yaitu zingiberol. Beberapa
unsur berasa tajam terdapat dalam bagian damar dari rimpang yaitu
zingeron, metilgingeron dan keton sejenis serta gula dan pati 50%.
Efek Farmakologi dan penggunaan
Antianoreksia, tonikum lambung, obat batuk, penghangat badan.
Sebagai rempah-rempah dalam pembuatan bir jahe (baik yang beralkohol
maupun yang tidak beralkohol) dan permen jahe (Stahl, 1985: 194-195).

d. Herba Thyme

Gb 8. Herba thymi
Klasifikasi botani
Thymus vulgaris L. Labiatae, tumbuhan tahunan
Asal
Perdu rendah dari daerah Laut Tengah, dibudidayakan di Eropa
sampai ke Norvegia.
Pemerian
Daun dan bunga yang dipotong-potong dan dikeringkan. Daun
berbentuk lanset lurus sampai seperti elips, bertangkai pendek atau tanpa
tangkai, panjang 4-8 cm, lebar sampai 3 mm. Permukaan atas daun licin,
berwarna kehijauan, permukaan bawah berambut dengan urat daun utama
menonjol. Bunga sering terdapat pada kelompok, panjang 3-6 mm,
berwarna ungu sampai merah muda. Buah masak sampai bulat telur dan
panjangnya sampai 1 mm.
Bau
Berbau timol
Rasa
Aromatik, agak pedas yang disebabkan oleh timol
Kandungan
Minyak atsiri 0,8-2,5% (minimum 1,2% v/b) termasuk 20-60% timol
dan karvakol, terpen, borneol, linalool dan ester. Disamping itu juga
mengandung tanin, flavon, asam kaveat, 1,7% asam ursolat dan 0,6% asam
oleanolat.
Efek Farmakologi dan penggunaan
Antiseptik (turunan fenol) dan perangsang sekresi karena itu
digunakan sebagai ekspektoran dalam bentuk ekstrak (ekstrak cair dan
sirop). Minyak atsirinya dapat menghilangkan bau tidak enak, berkhasiat
anastetik lemah. Digunakan sebagai obat luar yaitu obat gosok (Stahl, 1985:
168-169).

e. Menthae folia (Daun permen, Pepermint Leaf, Menthae


piperitae Folium)

Gb 9. Daun permen

Klasifikasi botani
Mentha piperita L., Labiatae, hibrida dari berbagai jenis tumbuhan
tersebut
Asal
Dibudidayakan di daerah beriklim sedang di seluruh dunia

Pemerian
Daun berbentuk bulat lonjong sampai bentuk lanset, warna hijau
umumnya mempunyai panjang 3-7 cm dan lebar 1-3 cm. Tepi daun
bergerigi tajam. Biasanya daun hanya ditemukan pada permukaan bawah
daun. Urat daun bersirip menonjol pada permukaan bawah daun. Urat utama
dan tangkai daun mint hitam berwarna ungu merah.

Bau
Khas yang disebabkan oleh mentol
Rasa
Aromatik, mendingin (mentol)
Kandungan
1-2 % minyak (minimum 1,2% v/b) termasuk kira-kira 50% mentol,
10-30% menton, piperiton dan sejenisnya, 5-15% mentil-ester, 5-10%
mentofuran. Selain itu, tumbuhan obat ini mengandung 5-10% tanin dan
flavonoid.
Efek Farmakologi dan penggunaan
Pada penggunaan saluran pencernaan bahan ini berkhasiat sebagai
spasmolitik, kolagogum dan antidiare ringan. Selain itu juga bersifat
antiseptik lemah. Digunakan secara luas untuk penutup bau dan rasa yang
tidak enak (Stahl, 1985: 164-165).

f. Kaemferia rhizome

Gb 10. Rimpang kencur

Klasifikasi botani
Kaemferia galanga L.
Pemerian
Daun membulat, pinggiran daun rata, bagian atas hijau gelap, bagian
bawah hijau kemerahan, rimpang gemuk membulat, kulit berwarna coklat
terang, daging rimpang kuning, aroma rimpang kurang menyengat, rasa
rimpang kurang pedas.
Kandungan kimia
Minyak atsiri, Minyak atsiri terpenoid (0,25 – 1%) khususnya
bisabolol dan chamazulene, epigenin, borneol, kamper, sineol, etil alkohol,
methil-p-cumaric acid, cinnamicacid ethyl, ester, pentadecane, cinnamic
aldehyde dan camphene.
Efek Farmakologi
Batuk, bau napas, kembung, mual masuk angin, masalah pencernaan,
karena bersifat karminatif, antispasmodik, antiinflamasi, dan antiseptik.
g. Myristicae semen

Gb 11. Biji pala

Klasifikasi botani
Pohon daerah tropis yang daunnya selalu hiaju. Buah mirip persik dan
mempunyai biji yang bersalut kulit berwarna merah.
Asal
Pulau Belanda, suatu pulau di kepulauan Maluku (Indonesia),
dibudidayakan di Jawa, India, Brazil dan beberapa pulau di Amerika
Tengah.
Bau
Aromatik
Rasa
Seperti rempah-rempah, agak pahit

Kandungan
5-15% minyak atsiri (minimum 5% v/b) termasuk terutama
hidrokarbon terpena serta fenilpropanoid, misalnya safrol, sampai 8%
miristisin, eugenol, isoeugenol, alkohol terpena lain: borneol, linalool dan
lain-lain. Biji mengandung minyak lemak (trimiristin) 25-35% dan pati
30%, pektin dan damar.
Efek Farmakologi dan penggunaan
Sedatif, pereda batuk. Minyak atsiri atau campuran minyak kempaan
(mentega pala) kadang-kadang digunakan dalam salep sebagai perangsang
(Stahl, 1985: 197-198).

h. Valerian

Gb 12. Valerian
Sinonim
Valeriana officinalis Linn.
Nama daerah
Valerian
Nama simplisia
Valerianae Radix (akar valerian)
Pemerian
Tanaman tahunan, tinggi sekitar 60 cm. Batang tegak, lunak,
permukaan licin, berwarna hijau pucat. Daun majemuk, helaian daun
berbentuk lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi bercangap, permukaan
berkerut, berwarna hijau. Perbungaan majemuk yang keluar dari ujung
batang, bentuk tandan, kelopak hijau muda, mahkota berwarna putih. Buah
buni, berbentuk lonjong, berwarna coklat. Biji bulat kehitaman.
Sifat
Pedas, sedikit pahit, sejuk.
Kandungan kimia
Minyak atsiri (termasuk isovalerianic acids, bornil acetate,beta-
caryphyllene), actinidine, bornyl isovalerate, caffeic acid, iridoids
(valepotriates), valtrate, isovaltrate, didrovaltrate, valeranone, valerianina
dan ionona.
Efek Farmakologi
Berkhasiat tonik pada jantung, penenang (sedatif), obat tidur
(hipnotik), pereda kejang (spasmolitik), peluruh kentut (karminatif), peluruh
kencing (diuretik), peluruh dahak (expectorant) dan penurun tekanan darah
(hipotensif) (Dalimartha, 2006: 112).

i. Asari rhizoma c. Herba

Gb 15. Asarum europaeum L

Simplisia ini terdiri atas rimpang dan herba yang dikeringkan dari
tanaman Asarum europaeum L dan suku Aristolochiaceae.
Kandungan isi
Simplisia ini mengandung minyak atsiri 0,8 – 1,0% yang mengandung
transisoasaron, trans-isoeugenol atau trans-isolemisin.
Rhizoma asari diggunakan sebagai akspektoran, obat bronkoospasmolitik,
antiemetik, anestetik lokl dan antibakteri.
j. Althaeae flos

Gb 16. Althaeae flos (marshmallow)

Simplisia ini masing-masing berasal dari akar, daun dan bunga yang
dikeringkan dari tanaman Althaea officinalis L dari suku Malvaceae.
Kandungan isi
Pada akhir musim gugur, akar tanaman mengandung lendir sampai
15%, sedangkan pada musim panas hanya 5-6%. Kandungan lendir di dalam
daun dan bunga adalah 6-9%. Di dalam akar, lendir berada di dalam sel
lendirjaringan parenkim. Zat lendir itu mengandung galakturonoramnan,
glikan dan arabinogalaktan.

Penggunaan
Karena mampu mengurangi aktivitas kelenjar lendir, simplisia ini
digunakan sebagai obat batuk dan ekspektoran.

k. Plantaginis ovatae semen


Simplisia ini terdiri atas biji masak yang dikeringkan dari tanaman
plantago psylium L (P.afra L), P. Indica L, (P. Arenari Waldstein et Kitaibel)
dan P. Ovata Forsskal. (P. Ispaghula Roxb) dari suku plantaginaceae.
Formularium Nasional Amerika Serikat (USNF) menggunakan ketiga
jenis tanaman untuk Plantago Seed, British Pharmacopeia (BP) mengambil
dari 2 jenis pertama untuk simplisia Psyllium BPC, sedangkan untuk
IspaghulanHusk BPC diambil dari P.ovata. dari jenis lain, yaitu P.
Lanceolata L., yang digunakan ialah daunnya.

Kandungan isi
Semua lendir berasal dari jaringan epidermis testa. Lendir yang
diambil dan dikumpulkan selama 24 jam dipisahkan menjadi 2 fraksi. Fraksi
yang pertama larut di dalam air dingin dan fraksi kedua di dalam air panas
yang pada pendinginan menghasilkan larutan kental membentuk gel.
Jika dihidrolisis, kedua fraksi menghasilkan D-xilosa, L-arabinosa, ramnosa,
galaktosa dan asam aldobiuronat. Biji juga mengandung minyak lemak,
glikosida aukubin, berbagai macam basa, gula, sterol dan protein. Kadar
aurkubin beragam bergantung pada jenis tanaman asalnya.
Pengguanaan
Biji plantago digunakan sebagai demulsen untuk mengobati obstipasi
kronis, sedangkan daunnya digunakan sebagai ekspektoran.

l. Plantaginis herba

Gb 17. Plantago lanceolata L

Simplisia ini terdiri atas herba dan daun yang dikeringkan dari
tanaman Plantago lanceolata L. Dari suku Plantaginaceae. Sebagai
pengganti dapat digunakan P major.

Kandungan isi
Lendir yang mengandung glikosida iridioid aukubin dan katapol (1,9-
2,4%), jika di hidrolisa menghasilkan L-ramnosa, L-arabinnosa, D-manosa,
D-galaktosa, D-glukosa, L-fukosa dan xilosa.
Penggunaan
Dalam bentuk simplisia, sirup dan tablet hisap digunakan sebagai
ekspektoran dan obat batuk.
m. Cetrariae lichen
Simplisia ini terdiri atas talus berbentuk seperti daun dengan panjang
5-10 cm dan tebal 0,5 mm yang dikeringkan, berasal dari lumut Cetraria
islandica (L) Acharius dan C. Tenuifolia (RETZ) Howe dari suku
Oarmeliaceae, yang dikumpulkan dari Skandinavia dan Eropa Tengah.
Kandungan isi
Simplisia ini mengandung 50% polisakarida yang larut dalam air
(rohlikenin) yang terdiri atas komponen likenin dan isolikenin.
Likenin terdiri atas 60-200 unit glukosa, masing-masing dalam bentuk β-
glikosida-1,3-(30%) dan 1,4-(70%). Zat ini memiliki sifat seperti selulosa,
yaitu hanya dapat larut di dalam air panas dan pada saat pendinginan
membentuk gel. Dengan perioksi iodin, likenin tidak emberi warna.
Isolikenin terdiri atas 40 unit glukosa dengan komposisi α-glikosida-
1,3- dan 1,4- dalam rasio 3:3, mempunyai sifat sepeti amilum, larut di dalam
air dingin, dan dengan pereaksi iodin memberi warna biru.
Setraria juga mengandung zat pahit depsidon, asam setratat dan asam-asam
lain seperti asam likestearat dan asam usnat yang memiliki daya antibiotik.
Penggunaan
Setraria digunakan sebagai bahan obat batuk dan ekspektoran dalam
bentuk rebusan atau tablet hisap.

n. Dari Produk Hewani


Madu
Gb 13. Madu

Konsep tentang madu dan kesehatan


1. Madu sebagai sumber antioksidan
2. Madu berperan sebagai sumber energi
3. Madu sebagai antimikroba
4. Konsumsi madu memperbaiki atau meningkatkan daya tahan tubuh
alami dalam melawan keadaan – keadaan klinis tertentu
5. Madu mengandung beraneka ragam nutrient dalam jumlah terbatas
termasuk asam amino, vitamin dan mineral.
Komposisi madu
1. Gula = fruktosa dan glukosa (85-95%)
2. Air
3. Asam organik
4. Mineral

Tabel 1. Komposisi Madu


Dalam 100 g madu mengandung
Efek farmakologi
1. Sumber energi / kalori
2. Antimikroba
3. Antiseptic
4. Meningkatkan stamina
5. Membantu pencernaan dan penyembuhan tukak peptic
6. Membantu pemulihan fungsi syarat

o. Royal jelly (susu lebah)

Gb 14. Royal jelly


 Dibentuk dari campuran serbuk yang ada dalam perut lebah pekerja
 Disekresi dari kelenjar mandibular lebah pekerja
 Lebih diindikasikan untuk meningkatkan stamina
 Tidak mengandung antioksidan

Komposisi royal jelly


 Karbohidrat 12-18%
 Lemak 3,5-19%
 Protein 17-45%
 Air 57-70%
 Mineral 2-3%
 Kaya dengan: Vitamin B, asam amino, hormon
 Asam aspartat 15%, penting untuk pertumbuhan jaringan,
regenerasi sel dan otot
 Senyawa yang belum diketahui (2,84%)
Tabel 2. Kadar vitamin dalam royal jelly
Vitamin Kadar (mcg)
B1 (thiamine) 1-5-7,4
B2 (riboflavin) 5,3-10
B6 (pyridoxine) 2,2-10,2
Niacin (nicotinic 91-149
acid)
Pantothenic acid 65-200
Biotin 0,9-3,7
Inositol 78-150
Folic acid 0,16-0,5
Vitamin C Minimal

Khasiat farmakologi royal jelly


 Sangat berhubungan dengan kadar yang tinggi asam amino
esensial, vitamin dan hormon
 Meningkatkan stamina (daya tahan tubuh)
Mengatasi kelelahan kronis, meningkatkan kemampuan atlet,
memperbaiki nafsu makan
 Sumber energi (lebih lemah dibanding madu)
 Pengaturan fungsi keutuhan kulit/rambut/kuku/tulang/sendi
Pengobatan eczema/impetigo/kelainan kulit lain/artritis
 Pengaturan hormon
Sexual vitality/impotence
 Pengaturan berat badan
 Pengaturan kolesterol
 Fungsi kardiovaskuler (hipertensi)
 Anti kecemasan/depresi
 Daya ingat
 Pengaturan fungsi hati
 Asthma
 Diabetes
 Stimulan sistem imun

p. Jamu
OB Herbal
Bentuk sediaan OB herbal berupa mixtura yaitu sediaan cair
yang mengandung bahan kimia terlarut dalam jumlah banyak, sebagai
pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain (Anief, 2006: 95).

Gb 18. OB Herbal
Diproduksi oleh : PT. Deltomed Laboratories, Wonogiri Indonesia
Isi : 60 ml
Harga : Rp. 6.500,-
POM TR 052650651

Tiap 15 ml mengandung
 Citrus aurantifolia fructus 1,50 g
 Licorice 0,25 g
 Zingiberis rhizoma 4,50 g
 Herba Thymi 1,50 g
 Mentahae folium 0,75 g
 Kaempferiae rhizoma 1,50 g
 Myristicae ekstrak 0,75 g
 Madu ad 15 ml

Indikasi
Meredakan batuk karena alergi dan batuk yang disebabkan karena
masuk angin
Dosis:
Dewasa : 3 x 1 sendok makan (15 ml)
Anak-anak : 3 x 1/2 sendok makan (7,5 ml)

q. Obat Bebas dari Herbal


Laserin

Gb 19. Laserin

Golongan : obat bebas


Kandungan : Herba Euphorbia hirta 0,15gr, Jahe 6 mg, Cengkeh, Daun
Sirih 1,8gr, Daun Saga 0,3gr, Buah Kardamon 0,15gr, Mentha arvensis
0,15gr, Daun Hibiscus 0,15gr, Minyak permen 0,015 ml, Sari akar manis
0,015 gr.
Indikasi : batuk, masuk angin, gangguan alat pernafasan, muntah-
muntah, sakit perut, sesak nafas, salesma, dan kurang nafsu makan.
Dosis : Dewasa : 3 kali sehari 1-2 sendok makan
Anak-anak : 3 kali sehari 1-2 sendok teh
Bayi : 2 kali sehari ½ sendok teh

VI. Kesimpulan

Herbal yang digunakan untuk terapi gangguan saluran pernafasan


pada umumnya sama di berbagai wilayah, tetapi penggunaan herbal berbeda
indikasi namun pada prinsipnya mengarah pada terapi yang sama
(komplementer).
Komposisi OB Herbal dan Nutrend Coughdy sudah rasional yaitu bahan-
bahan penyusunya mempunyai indikasi yang sesuai dan tidak saling
kontraindikasi (berlawanan efeknya).
VII. Saran

Penggunaan herbal untuk terapi gangguan saluran pernafasan harus


tepat dosis, harus diperhatikan kontra indikasinya. Bagi industri jamu harus
selalu mempertimbangkan kerasionalan komposisi setiap jamu yang
diproduksi demi keselamatan konsumen. Penggunaan jamu sangat baik jika
digunakan sesuai dengan aturan yang tepat dan rutin karena efeknya tidak
timbul secara cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 2006., Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek., Yogyakarta: UGM
Press.
Dalimartha, S., 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia., Jilid 2., Jakarta: Trubus
Agriwidjaya
Dechacare., Info Obat., www.dechacare.com/Laserin-Syrup-60ml-P289.html.
[Diakses tanggal 20 Mei 2011 ].
Departemen Kesehatan Indonesia., 1979., Farmakope Indonesia., Edisi Ketiga.,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI., 2000., Penelitian Tanaman Obat di Beberapa
Perguruan Tinggi di Indonesia., Departemen Kesehatan RI Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan., Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi., Jakarta.
Redaksi Better Book., 2009., Sembuh dengan Obat Alami., Jakarta: Better
Book., halaman: 27.
Rostita., 2007., Berkat Madu: Sehat, Cantik, dan Penuh Vitalitas., Bandung:
Qanita, PT Mizan Pustaka.
Sirait, N H., 2010., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
SaluranPernafasan,http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
20483/4/Chapter%20II.pdf. [ Diakses tanggal 23 Mei 2011 ].
Pearce, C, E., 2007., Anatomi dan Fisiologi., Jakarta., PT Gramedia., Halaman:
211.
Simon Millis and Keribon., 2000., Principles and Practise of Phytotherapy.,
British., Curcil Living Stone.
Smallcrab., Informasi Kesehatan: Kelainan dan Penyakit pada Sistem
Pernafasan Manusia., www.smallcrab.com/.../626-kelainan-dan-penyakit-
pada-sistem-pernafasan-manusia -. [Diakses tanggal 20 Mei 2011 ].
Stahl, Egon., 1985., Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Bandung: ITB
Tjay, T.H dan Rahardja, K., 2003., Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan,
dan Efek Sampingnya., Jakarta: PT. Media Elex Komputindo., Halaman:
620-621.
Wiyorwidagdo, S., 2008. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam., Edisi 2.,
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai