DI SUSUN OLEH:
PENDDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2019
KATA PENGHANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehaditat ALLAH SWT yang mana atas berkat dan rahmatnya
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “revolusi industry 4.0”. Makalah ini telah
saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah “revolusi industry 4.0”. dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca. Wassalamualaikum wr. Wb
Halaman judul..........................................................................................................................................
Kata pengantar.........................................................................................................................................
Daftarisi....................................................................................................................................................
A. Latar belakang................................................................................................................
B. Rumusan masalah..........................................................................................................
C. Tujuan penulis................................................................................................................
D. Bahan ajar geografi berbasis literasi geografi materi flora dan fauna ..........................
.
BAB 3 PENUTUP.......................................................................................................................................
E. KESIMPULAN
F. DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini kita disibukkan dengan berita persiapan pemerintah menghadapi Revolusi Industri 4.0, yang
sebenarnya sudah terjadi dengan maraknya ekspansi dunia digital dan internet ke kehidupan
masyarakat. Beberapa aktivitas yang sudah dilakukan pada Revolusi Industri 4,0 di Indonesia yaitu
perubahan yang membuat aktifitas kita lebih efektif dan efisien diantaranya adalah perubahan cara
bayar dari cash ke non cash kemudian transfer dana yang menggunakan aplikasi mobile atau m-
banking, penggunaan internet yang awalnya untuk mencari informasi dan berkirim pesan telah
bertransformasi menjadi internet of things (mencari teman, share info, bekerja, belanja, dll), cara
belanja sistem online, tersedianya transportasi umum dengan aplikasi online baik untuk
mengangkut manusia maupun barang atau makanan, cara pembayaran tol yang non cash, mulainya
pembelajaran dengan buku digital, dan lain-lain.
B. RUMUSAN MASALAH
e Bahan ajar geografi berbasis literasi geografi materi flora dan fauna
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
Setelah melalui tiga tahap evolusi industri tersebut, tahun 2018 disebut sebagai awal
zaman revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Kini berbagai industri
mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin, dan data yang lebih
dikenal dengan nama Internet of Things (IoT). Untuk menghadapi revolusi industri 4.0,
diperlukan berbagai persiapan, termasuk metode pembelajaran pendidikan yang tepat. Berikut
informasi lengkapnya!
Banyak hal yang harus diubah oleh negara yang ingin maju. Hal ini juga berlaku bagi
Indonesia, terlebih saat ini Indonesia tengah menghadapi era revolusi industri 4.0 dengan tingkat
persaingan yang semakin ketat. Dari sejumlah perubahan yang harus dilakukan, perbaikan SDM
adalah salah satu hal yang harus sangat diperhatikan. Perbaikan tersebut dapat terlaksana salah
satunya dengan cara mengubah metode pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada.
Setidaknya ada tiga hal yang perlu diubah Indonesia dari sisi edukasi. Pertama dan yang
paling fundamental adalah mengubah sifat dan pola pikir anak-anak muda Indonesia saat ini.
Kedua, pentingnya peran sekolah dalam mengasah dan mengembangkan bakat generasi penerus
bangsa. Ketiga dan yang terakhir adalah pengembangan kemampuan institusi pendidikan tinggi
untuk mengubah model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan zaman saat ini.
Pemerintah tentu saja memiliki peran yang sangat penting dalam perubahan metode
pembelajaran pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan
anak-anak merupakan hal yang penting untuk disediakan oleh pemerintah. Salah satu caranya
adalah dengan menyediakan teknologi yang mumpuni. Diperlukan perpindahan makna KKN
menjadi Komunikasi, Kolaborasi, dan Networking untuk membangun generasi muda Indonesia
yang lebih baik.
Dengan menyediakan berbagai fasilitas yang sesuai kebutuhan dan tuntutan zaman,
diharapkan anak-anak muda Indonesia dapat mengantongi bekal yang cukup dalam menghadapi
berbagai tantangan di era revolusi industri 4.0 ini. Mengingat kondisi teknologi yang selalu
berubah, diperlukan kemampuan adaptasi yang tinggi agar tidak ketinggalan zaman. Anak-anak
muda Indonesia juga diharapkan mampu bersaing dan memiliki nilai-nilainya sendiri.
Pendidikan 4.0 merupakan istilah umum yang dipakai oleh para ahli teori pendidikan
untuk menggambarkan beragam cara dalam mengintegrasikan teknologi cyber, baik secara fisik
maupun tidak, ke dalam dunia pembelajaran. Konsep ini juga merupakan lompatan dari
Pendidikan 3.0 yang lebih mencakup pertemuan ilmu saraf, psikolofi kognitif, dan teknologi
pendidikan menggunakan teknologi digital dan mobile berbasis web.
Pendidikan 3.0 sendiri merupakan bagian dari tahap ke-tiga dari empat tahapan revolusi
industri. Awal tahun 1970-an ditengarai sebagai kemunculan perdana revolusi industri 3.0 yang
ditandai dengan penggunaan elektronik dan teknologi informasi untuk otomatisasi produksi.
Debut revolusi industri generasi ketiga ditandai pula dengan kemunculan pengontrol logika
terprogram pertama (PLC), yaitu modem 084-969.
Sistem otomatisasi berbasis komputer tersebut membuat mesin industri tak lagi dikendalikan oleh
manusia. Dampak yang dihasilkan berupa semakin murahnya biaya produksi dan mulai
digunakannya komputer dalam bidang pendidikan. Era pendidikan 3.0 menurut menurut Ketua
Kelompok Keahlian Teknologi Informasi Sekolah Elektronika dan Informasi ITB, Dr. Armein Z
R Langi merupakan kesempatan belajar yang dimiliki oleh orang-orang yang berselera tinggi
akan pengetahuan dan kapasitas “metabolisme” pengetahun yang tinggi pula.
Dalam hal ini, pendidikan 4.0 berada jauh di atas hal tersebut. Bahkan dalam beberapa hal,
pendidikan 4.0 merupakan fenomena yang timbul sebagai respon terhadap kebutuhan revolusi
industri 4.0, di mana manusia dan mesin diselaraskan untuk memperoleh solusi, memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi, serta menemukan berbagai kemungkinan inovasi baru yang
dapat dimanfaatkan bagi perbaikan kehidupan manusia modern.
Teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran di era revolusi industri 4.0
Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, diperlukan pendidikan yang dapat
membentuk generasi kreatif, inovatif, serta kompetitif. Hal tersebut salah satunya dapat dicapai
dengan cara mengoptimalisasi penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan yang
diharapkan mampu menghasilkan output yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi
lebih baik. Indonesia pun perlu meningkatkan kualitas lulusan sesuai dunia kerja dan tuntutan
teknologi digital.
Sudah saatnya kita meninggalkan proses pembelajaran yang cenderung mengutamakan hapalan
atau sekadar menemukan satu jawaban benar dari soal. Metode pembelajaran pendidikan
Indonesia harus mulai beralih menjadi proses-proses pemikiran yang visioner, termasuk
mengasah kemampuan cara berpikir kreatif dan inovatif. Hal ini diperlukan untuk menghadapi
berbagai perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Untuk mengembangkan dan menyebarkan solusi yang didukung oleh AI, diperlukan penerapan 6
prinsip utama. 6 prinsip tersebut adalah:
2. Transparansi.
Mengingat AI semakin memengaruhi kehidupan setiap orang, informasi kontekstual
mengenai bagaimana sistem AI beroperasi harus diberikan. Hal ini untuk membuat
masyarakat paham mengenai bagaimana keputusan dibuat dan lebih mudah dalam
mengidentifikais potensi bias, kesalahan, dan hasil-hasil yang tidak diinginkan.
3. Keadilan.
Saat sistem AI membuat keputusan mengenai perawatan medis atau pekerjaan, sistem
tersebut harus membuat rekomendasi yang sama bagi semua orang dengan kualifikasi dan
gejala yang serupa.
4. Keandalan
Sistem AI harus dirancang agar dapat beroperasi dalam parameter yang jelas dan
menjalani pengujian yang ketat untuk memastikan sistem tersebut merespons dengan
aman dalam situasi yang tidak terprediksi. Sistem AI juga tidak boleh berevolusi dengan
cara yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
5. Inklusivitas
Masyarakat harus memegang peran dalam dalam membuat keputusan mengenai
bagaimana dan kapan sistem AI harus dimanfaatkan.
6. Akuntabilitas
Orang yang mendesain serta memasang sistem AI haruslah bertanggung jawab mengenai
bagaimana sistem tersebut akan beroperasi.
Enam hal tersebut perlu diperhatikan untuk mengubah Indonesia menjadi negara yang
kompetitif namun tetap didasarkan pada kepercayaan dan panduan etika.
Salah satu solusi bagi lembaga pendidikan dalam menghadapi revolusi pendidikan 4.0
adalah dengan menggunakan Big Data. Big Data sendiri merupakan sistem teknologi yang
diperkenalkan untuk menanggulangi “ledakan informasi” seiring dengan pertumbuhan ekosistem
pengguna mobile dan data internet yang semakin tinggi. Pertumbuhan tersebut sangat
memengaruhi perkembangan volume serta jenis data yang terus meningkat secara signifikan di
dunia maya.
Big Data dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan karena dengan penggunaannya seorang
pengajar dapat meneliti dan menganalisa kemampuan anak didik dengan mudah. Tidak hanya
perindividu, namun juga salam satu kelas, tingkat sekolah, maupun universitas. Universitas
Indonesia telah memanfaatkan Big Data dengan menggunakan scele dan siak-ng yang merupakan
penerapan e-learning untuk mempermudah pengambilan dan pengumpulan data.
4.PERAN TEKNOLOGI
Berdasarkan hasil riset Bank Dunia (World Bank) baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia perlu
45 tahun (hampir setengah abad) mengejar ketertinggalan dalam bidang pendidikan dan perlu 75
tahun untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan. Sementara daya saing
Indonesia tahun 2017 masih ada diurutan 36 dari 137 negara. Menurut Trilling dan Fadel dalam
Daryanto (2017:13), keterampilan yang harus dimiliki pada abad 21 adalah life and career skills,
learning and innovation skills, dan information media and technology skills. Artinya masih banyak
pekerjaan rumah yang harus dikejar oleh pemerintah dan kita sebagai rakyat Indonesia dalam
menjalani RI 4,0 ini.
Kehadiran revolusi industri keempat selain membawa kekhawatiran, juga membawa kabar baik
karena tidak sepenuhnya berdampak negatif seperti yang dikhawatirkan sebelumnya. World
Economic Forum memprediksi empat isu yang akan memengaruhi pekerjaan pada masa depan:
Pertama, kecerdasan buatan dan robot akan menciptakan lebih banyak pekerjaan, bukan
pengangguran massal. Memang benar bahwa otomatisasi akan menyebabkan beberapa pekerjaan
akan hilang, namun di sisi lain adalah hal ini justru membawa peluang pekerjaan baru di bidang yang
lain. Para ahli ekonomi percaya bahwa yang terjadi pada masa depan bukan kurangnya lowongan
pekerjaan, tapi kurangnya kemampuan yang sesuai dengan jenis pekerjaan pada masa depan.
Kedua, setiap kota akan saling berkompetisi memperebutkan sumber daya manusia dengan talenta
terbaik. Persaingan untuk mendapatkan talenta terbaik tidak lagi berlangsung hanya
antarperusahaan, namun akan meningkat menjadi antarkota. Seiring dengan perkembangan
teknologi yang memungkinkan bekerja dari jarak jauh, masyarakat akan lebih memilih untuk tinggal
di kota dengan lingkungan ramah teknologi dibandingkan dengan tinggal di tempat terdekat dengan
kantor.
Ketiga, sebagian besar tenaga kerja negara maju akan menjadi pekerja bebas (freelance)
sebelum 2027. Para pekerja freelance ini akan didominasi oleh generasi milenial. Di sisi lain,
perusahaan-perusahaan dipercaya akan lebih memilih merekrut para pekerja freelance
dibandingkan pekerja tetap untuk mengisi kekosongan talenta (talent gap) yang mereka butuhkan.
Keempat, sistem pendidikan berubah dari pendekatan parsial menjadi holistik. Pelajaran
matematika, seni dan ilmu pengetahuan yang selama ini dipandang sebagai disiplin ilmu yang
terpisah dinilai sudah tidak relevan dalam mengisi kebutuhan kompetensi pekerjaan pada masa
depan. Sekolah-sekolah akan mulai mengadopsi kurikulum berbasis tugas (project-based curriculum)
sebagai jembatan untuk meruntuhkan sekat-sekat yang selama ini menjadi penghalang generasi
berpikir kreatif.
Saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media
internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai mahasiswa secara
online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen
dan sebagainya.
Jadi, era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang
dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara
pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri. Untuk bisa menghadapi semua tantangan tersebut,
syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru
yang berkualitas. Pasalnya, di era revolusi industri 4.0 profesi guru makin kompetitif.
Setidaknya terdapat lima kualifikasi dan kompetensi guru yang dibutuhkan di era 4.0. Kelimanya
meliputi:
3. Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya,
kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan problem nasional;
4. Competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya
kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan
cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s, dan
lain sebagainya.
5. Conselor competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami
materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin komplek
dan berat.
Menristekdikti, Bpk. Moh. Nasir dalam pembukaan acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) 2018 yang digelar di Kampus
Universitas Sumatera Utara (USU), Medan(17/1)menyampaikan, “Kebijakan strategis perlu
dirumuskan dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya,
serta pengembangan cyber university, risbang hingga inovasi.
Pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal:
1. Menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada;
2. Menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul,
dan
3. Menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum
ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan.
Menristekdikti menjelaskan ada lima elemen penting yang harus menjadi perhatian dan akan
dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa
di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:
1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian
kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information
Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic,
mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang
kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human
literacy.
2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap
revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan.
Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance
learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini
nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau
pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang
responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan
sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan
untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem
riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di
Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.
5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan
meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi
Revolusi Industri (RI) 4,0 jelas berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Mau tak mau,
senang tak senang, kita harus membuka diri menerima perubahan dari RI 4,0 ini. Untuk membuka
diri menerima perubahan, tentu dibutuhkan persiapan-persiapan. Walaupun hasil riset Bank Dunia
menyatakan bahwa kondisi negara kita sangat tertinggal, serta era Revolusi Industri 4,0 telah
bergulir, hal tersebut harus membuat kita sebagai bangsa Indonesia terlecut dan optimis untuk
melakukan perubahan ke arah perbaikan bagi kesejahteraan bangsa ini.
Sektor pendidikan secara langsung maupun tidak langsung akan banyak berperan dalam revolusi
industri 4,0 ini. Sehingga perubahan pada sistem pendidikan tidak bisa menunggu lama, terutama
pada tatanan perguruan tinggi. Perubahan dan persiapan yang dilakukan pada sektor pendidikan
seperti yang dikemukakan Menristekdikti salah satunya adalah sumber daya manusia (SDM), yaitu
dosen dan peneliti serta perekayasa. Hal ini tentu karena beliau membawahi jenjang pendidikan
tinggi.
Persiapan SDM di jenjang pendidikan lain juga harus disiapkan juga, yaitu para guru
pendidikan dasar dan menengah, bahkan para instruktur atau tutor dibidang pendiidkan luar
sekolah. Perubahan ini memang bukan hal yang mudah karena dibutuhkan kesungguhan komitmen
dan dukungan penuh dari pemerintah, pihak akademisi juga kontribusi masyarakat.
Dalam dunia pendidikan sendiri terdapat empat revolusi yang terjadi karena adanya masalah yang
tidak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi dilain pihak juga menimbulkan masalah
baru. Masalah – masalah itu dibatasi pada masalah utama, yaitu “belajar”. Menurut Sir Eric Ashby
(1972) revolusi dibagi dibagi menjadi 4 yaitu :
· Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan
anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang secara
khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik.
· Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik
dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai
ketentuan yang dibakukan.
· Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi iconic
dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru dapat membelajarkan lebih
banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap sebagai media utama di
samping guru untuk kegiatan pendidikan.
· Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik. Dalam
revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang
diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang bagaimana belajar.
Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat” dari perkembangan media
elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu menembus batas geografis, sosial,
dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih
bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima. Pada revolusi keempat ini,
pendidikan mulai difokuskan pada mengajar anak didik tentang bagaimana belajar dan ajaran
selanjutnya akan diperoleh si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui sumber dan saluran atau
media/sumber belajar.
Sebagai “dokter” dalam hal pembelajaran, teknolog pendidikan sangat berperan dalam revolusi
pendidikan yang terjadi. Terutama pada revolusi pendidikan ketiga dan lebih khusus lagi pada
revolusi keempat. Pada tahap keempat ini fungsi guru bukan lagi sebagai sentral dalam
pembelajaran atau teacher-centered, namun berubah menjadi students-centered dimana guru
menjadi fasilitator bagi penyediaan kebutuhan belajar peserta didik dalam upayanya melaksanakan
“bagaimana belajar” dengan menyiapkan sumber dan media pembelajaran, yang diperuntukan
bukan saja bagi peserta didik di sekitarnya melainkan juga yang jarak keberadaannya jauh secara
fisik.
Definisi Teknologi Pendidikan menurut AECT 2004, “Educational technology is the study and ethical
practice of facilitating learning and improving performence by creating, using, and managing
appropriate technological processes and resources “. Teknologi pendidikan adalah studi dan etika
praktik dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara
menciptakan, menggunakan atau memanfaatkan dan mengelola proses dan sumber-sumber
teknologi yang tepat.”
Definisi AECT 2004 ini menerangkan pembelajaran dipusatkan pada siswa (student center learning),
guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator dalam meningkatkan proses belajar siswa. Hal ini
sesuai dengan definisi Teknologi Pendidikan sebagai studi dan etika praktek untuk menfasilitasi
pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses
dan sumber daya teknologi. Definisi ini mengalami pembaharuan atau pemantapan pada 2008.
Berikut ini dijelaskan konsep istilah yang dipakai dalam definisi TP AECT 2008, yaitu:
a. Study
Studi diartikan sebagai kumpulan informasi dan analisis melalui traditional conceptions of research.
Penelitian merupakan ujung tombak atau generator dari lahirnya ide-ide baru dan proses evaluatif
untuk meningkatkan praktek. Studi juga dimaknai sebagai pemahaman teoritis dari praktek
teknologi pendidikan yang diperlukan untuk perkembangan dan perbaikan ilmu pengetahuan
melalui penelitian dan refleksi.
b. Ethical Practice
Etika praktek mengacu pada standar etika praktis sebagaimana yang didefinisikan oleh Komite Etika
AECT tentang apa saja yang harus dilakukan oleh praktisi Teknologi Pendidikan. Definisi teknologi
pendidikan saat ini mulai mepertimbangkan etika praktek sebagai sesuatu yang penting untuk
mencapai kesuksesan, karena tanpa hal tersebut sukses adalah hal yang mustahil dicapai.
c. Facilitating
Hadir sebagai akibat adanya pergeseran paradigma pembelajaran yang memberikan peran dan
tanggung jawab lebih besar kepada peserta didik sehingga peran teknologi pendidikan berubah
menjadi pemfasilitasi. Memfasilitasi meliputi mendesain lingkungan belajar, pengorganisasian
sumber belajar, dan menyediakan alat media untuk belajar. Kegiatan belajar dapat berlangsung
melalui tatap muka (face to face) atau berlangsung di lingkungan virtual atau yang disebut sebagai
distance learning.
d. Learning
Learning (pembelajaran) selain berkenaan dengan ingatan juga berkenaan dengan pemahaman.
Tugas pembelajaran dapat dikategorikan berdasarkan pada berbagai taksonomi, dimana tujuan dari
pembelajaran/pendidikan adalah adanya pemahaman sebagai retensi pengetahuan.
e. Improving
Berkaitan dengan peningkatan kualitas produk yang menyebabkan pembelajaran lebih efektif,
perubahan dalam kapabilitas yang membawa dampak pada aplikasi dunia nyata. Pada lingkup
teknologi pendidikan, untuk meningkatkan (improve) kemampuan mengharuskan untuk memenuhi
tuntutan keefektivan seperti: kualitas produk sebagai hasil proses pembelajaran, produk
pembelajaran yang efektif, dan kemampuan pebelajar yang dapat diaplikasikan di dunia nyata.
f. Performance
Berkaitan dengan kesanggupan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan kemampuan
yang baru didapatkannya. Selanjutnya, ide dan media (tools) dari teknologi pendidikan dapat
membantu pendidik (guru) dan desainer pembelajaran untuk meningkatkan performance agar
dapat mengorganisasikan dan mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
h. Appropriate
Appropriate (tepat) digunakan untuk menjelaskan kata teknologi yang tepat pada proses dan
sumber daya, yang menandakan kecocokan dan kesesuaian dengan tujuan pendidikan yang ingin
dicapai.
i. Technological
Teknologi mengandung arti aplikasi sistematis atau ilmu atau pengetahuan yang terorganisir untuk
tugas-tugas praktis. Teknologi yang dimaksud dapat berupa software maupun hardware yang
diperlukan dalam proses pembelajaran.
j. Processes
Dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang diarahkan pada hasil yang spesifik. Teknologi
pendidikan seringkali mngidentifikasikan proses sebagai aktivitas desain, pengembangan, dan
menghasilkan sumber belajar, yang tergolong sebagai proses dalam arti luas dari teknologi
pendidikan.
k. Resources
Sumber daya telah diperluas dengan inovasi teknologi dan dengan pengembangan pemahaman baru
mengenai bagaimana alat-alat teknologi dapat membantu peserta didik belajar. Sumber belajar
dapat berupa orang, media/alat, teknologi, dan materi yang didesain untuk membantu pebelajar.
Definisi dan kawasan Teknologi Pendidikan mengalami perubahan dan perkembangan dari
waktu ke waktu mengikuti perubahan kondisi, mengganti dengan yang lebih “matang” dan
kontekstual. Definisi Teknologi pendidikan dimulai dari tahun 1963, 1970, 1972, 1977, 1994, dan
2004 yang diperbaharui pada tahun 2008.
Berdasarkan hal tersebut, sesungguhnya Teknologi Pendidikan selalu membuka diri mengikuti
perubahan dan perkembangan jaman. Karena pada hakikatnya teknologi pendidikan adalah suatu
disiplin yang berkepentingan dengan pemecahan masalah belajar yang berlandaskan pada
serangkaian prinsip dan menggunakan berbagai macam pendekatan. Masalah belajar itu terdapat di
mana saja dan pada siapa saja (orang maupun organisasi, kapan saja, dan mengenai apa saja). Jadi,
dengan adanya revolusi industry 4,0 ini, seharusnya para teknolog pendidikan sudah siap berperan.
Terkait dengan berbagai perubahan dan perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu dan teknologi,
Robert Reiser (professor di bidang Instructional system and learning technologies), menunjukkan
terdapat 10 trend yang akan mempengaruhi bidang teknologi pendidikan dan sekaligus menjadi
tantangan bagi para teknolog pendidikan, yaitu:
1. Tuntutan untuk terjadinya peningkatan kinerja (Performance Improvement) yang terus menerus
dalam dunia kerja
Satu hal yang sangat wajar, kalau setiap instansi menuntut untuk terjadi peningkatan kinerja
yang terus menerus di lingkungan kerjanya. Untuk mencapai harapan tersebut, tidak semuanya
dapat dicapai hanya dengan memenuhi sarana dan prasarana atau infrastruktur yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan, karena seringkali prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut justru
memerlukan peningkatan kompetensi para pekerjanya. Banyak cara untuk meningkatkan
kompetensi tenaga kerja, diantaranya menggunakan metode non-instructional untuk melengkapi
metode instructional, yaitu dengan memanfaatkan:
Teknik motivasi
Seleksi personal
Dukungan kinerja
Manajemen pengetahuan
Belajar informal
Tren ini memunculkan tantangan yang menarik bagi desainer pembelajaran, yaitu
bagaimana mereka mampu menyeleksi strategi pembelajaran yang efektif untuk membatu proses
belajar yang dilakukan para peserta didik; mereka harus memiliki keyakinan bahwa para peserta
didik sesungguhnya memiliki keterampilan prasyarat yang memadai untuk dapat melaksanakan
proses belajar dan pembelajaran yang akan dilaksanakan; mereka juga harus mampu menyediakan
perancah yang memadai untuk memberikan bimbingan belajar; dan juga harus mampu
mempertimbangkan efesiensi belajar.
Perkembangan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi juga telah memberikan
fasilitas dan berbagai kemudahan bagi para pekerja dalam mengakses informasi. Kondisi ini sekaligus
menggambarkan bahwa mereka memiliki kesempatan belajar yang luas untuk meningkatkan
kapasitas dan kapabilitasnya dalam melakukan pekerjaannya. Beberapa sistem yang telah
berkembang diantaranya adalah Sistem GPS (Global Position System); Software persiapan
membayar dan melaporkan pajak penghasilan; Alat untuk menghasilkan rumusan tujuan
pembelajaran; dan Sistem untuk melaksanakan evaluasi. Perkembangan ini sekaligus menjadi
tantangan bagi para teknolog pendidikan, bagaimana memanfaatkan berbagai fasilitas pendukung
tersebut untuk dapat memfasilitasi para pekerja tetap bisa belajar secara efesien dan efektif.
Pemanfaatan internet sebagai sumber belajar menjadi tren tersendiri dalam dunia
pendidikan dan pembelajaran di dunia. Telah banyak kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta
pembelajaran yang memanfaatkan keunggulan model pembelajaran berbasis internet, atau yang
lebih dikenal dengan sebutan online learning.
ASTD State of the Industry (2010) dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa telah banyak jenis
pelatihan yang dilaksanakan berbasis Teknologi , seperti online, CBI, video, dll. Hal ini dapat dilihat
dari prosentase pengguna teknologi dalam pelatihannya, sebagai berikut:
Pengguna online learning dari tahun ke tahun di jenjang sekolah juga telah terjadi peningkatan yang
signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Kondisi di atas tentunya menjadi tantangan dan sekaligus peluang tersendiri bagi para teknolog
pendidikan, karena semakin banyak lembaga yang menyelenggarakan kuliah (kelas) online, maka
akan semakin banyak kesempatan bagi desainer pembelajaran untuk berkiprah dalam
pengembangan dan penyelenggaraan pembelajaran berbasis internet (online learning). Sebab
keterampilan mendesain pembelajaran sangat diperlukan dalam mempersiapkan kuliah online yang
efektif. Peluang ini tentunya harus dijawab oleh para teknolog pendidikan dengan penguasaan
kemampuan dalam mendesain, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran
online.
6. Berkembangnya konsep “belajar informal” (Informal Learning)
Sebagaimana diungkapkan di awal, bahwa proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan
kapan saja. Ini berarti kegiatan belajar dapat dilakukan secara formal, bisa juga dilakukan secara
informal. Proses belajar informal inilah yang memungkinkan proses belajar menjadi tidak terbatas
waktu dan tempat. Namun demikian, proses belajar informal pun tetap memerlukan perencanaan
dan pengorganisasian lingkungan belajar yang baik dan kondusif untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan. Untuk itu menjadi tantangan tersendiri bagi para desainer pembelajaran, khususnya
dalam:
Mengidentifikasi aktivitas belajar informal terbaru yang berada di lingkungan (organisasi) dimana
mereka melakukan aktivitasnya,
Mengdentifikasi aktivitas belajar informal yang diharapkan ada di dalam lingkungan (organisasi),
Menata kondisi lingkungan tempat kerja yang akan memelihara terjadinya aktivitas belajar informal
yang diharapkan.
Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki berbagai jenis social media tersebut, dalam membantu
efektivitas proses pembelajaran adalah menjadi tantangan bagi para desainer pembelajaran.
Diantara tantangan yang harus dijawab oleh para desainer pembelajaran adalah:
Bagaimana memilih peralatan social media yang efektif untuk membantu mempermudah proses
belajar dari berbagai tipe tugas belajar
Bagaimana merencanakan sebuah struktur/perancah yang cukup untuk mendukung siswa mencapai
tujuan pembelajaran
Bagaimana mengidentifikasi peran yang cocok bagi instruktur saat social media digunakan,
khususnya dalam: mempresentasikan konten, dan pemberian umpan balik.
Pengembangan dan pemanfaatan berbagai macam permainan (games) berbasis TIK untuk
pembelajaran menjadi tren tersendiri dalam dunia pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Telah
banyak para praktisi TIK, baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan orang pendidikan,
mengembangkan bermacam-macam games pembelajaran. Tantangan yang muncul adalah
bagaimana mengembangkan games pembelajaran yang benar-benar dapat memfasilitasi peserta
didik belajar secara efektif. Untuk itu Reiser dengan mengadaptasi dari pendapat Shute (AERA
Presentation, 2011), mengemukakan bahwa game yang baik adalah game yang didesain dengan
menyediakan:
Dengan memperhatikan kriteria game yang baik di atas, yang menjadi tantangan bagi para desainer
(game) pembelajaran adalah bagaimana mendesian game yang:
Menyediakan informasi tentang tujuan belajar yang harus dicapai secara jelas
Benar-benar dapat membantu peserta didik mencapai tujuan belajar yang spesifik
Menyediakan rangkaian peristiwa yang menunjukkan proses belajar yang menantang namun tetap
menyenangkan
Reformasi dan rekonstruksi kurikulum untuk menyesuaikan dengan era revolusi industri 4.0
dilakukan memperhatikan dua hal berikut. Pertama, kurikulum membekali peserta didik dengan
pengetahuan dan keterampilan mengembangkan dan menggunakan hal-hal baru (up-to-date)
seperti coding, big data, dan artificial intelligence. Kedua, kurikulum mencakup penggunaan format
baru proses pembelajaran misalnya perpaduan tatap muka dan online (blended learning),
sepenuhnya tatap muka, dan sepenuhnya online learning atau e-learning (Nasir: 2018). Menurut
Wahidin (2018) penguasaan kompetensi 4.0 mempunyai makna penguasaan literasi, seperti literasi
data, teknologi dan manusia. Mengikuti perkembangan era revolusi industri 4.0 ini, lembaga
pendidikan vokasi seperti SMK maupun perguruan tinggi yang memiliki jurusan atau program studi
vokasi tidak perlu membuat jurusan baru, tetapi mengintegrasikan konteks pembelajaran abad XXI
dimana kurikulum berisi multi kompetensi, yang mencakup:
2) Keterampilan literasi digital meliputi literasi informasi, literasi media, dan literasi ICT, dan
3) Karir dan kecakapan hidup meliputi fleksibilitas dan adaptasi, inisiatif, interaksi sosial dan budaya,
produktifitas dan akuntabilitas, kepemimpinan serta tanggung jawab (Trilling & Fadel: 2009).
Profile kompetensi tersebut dibutuhkan untuk hidup di abad XXI dan era industri 4.0.
Menurut Muhamad Yahya (2018), menjawab tantangan dalam era revolusi industri muncul salah
satu kebijakan kebijakan pemerintah dalam merevitalisasi 88 Unung Verawadina, Nizwardi Jalinus,
dan Lise Asnur - Kurikulum Pendidikan Vokasi pada Era Revolusi Industri 4.0 Jurnal Pendidikan,
Volume 20, Nomor 1, Maret 2019, 82-90 pendidikan kejuruan, mencakup sistem pembelajaran,
pendidikan, dan tenaga kependidikan, peserta didik dan satuan pendidikan yang saling terhubung
satu sama lainnya. Dalam pendekatan baru ini materi ajar dan teknik pengajaran digunakan untuk
menciptakan proses belajar bagi peserta didik untuk dapat berinovasi, kreatif dan imajinatif dalam
menggunakan teknologi, mampu berkolaborasi secara daring dan global. Di samping itu peserta
didik tidak hanya sebagai penguna teknologi namun dapat menghasilkan suatu produk, misalnya
aplikasi/software, kecerdasan buatan, desain, produk industri, produk pembelajaran, mesin, dan
komoditas lainnya.
Strategi Making Indonesia 4.0 dalam Revolusi Industri (Industrial Revolution) 4.0
Indonesia juga punya strategi! – Perkembangan teknologi begitu pesat, para ahli dunia pun
membuat garis waktu tentang perkembangan teknologi. Dimulai dari tahun 1784, revolusi industri
(industrial revolution) 1.0 yang ditandai dengan penggunaan mesin uap dalam industri. Selanjutnya,
revolusi industri (industrial revolution) 2.0 mulai tahun 1870 ditandai dengan penggunaan mesin
produksi massal tenaga listrik/BBM. Lalu, mulai tahun 1969 mengalami revolusi industri (industrial
revolution) 3.0 yang ditandai dengan penggunaan teknologi informasi dan mesin otomasi,
ditemukannya komputer. Selanjutnya, revolusi industri (industrial revolution) 4.0 mulai tahun 2011
yang dikemukakan oleh ekonom terkenal asal Jerman, Prof. Klaus Schwab dalam bukunya yang
berjudul “The Fourth Industrial Revolution”. Revolusi industri 4.0 ditandai dengan ditemukannya
mesin terintegrasi jaringan internet dan teknologi digital.
Adanya revolusi industri (industrial revolution) 4.0 ini, banyak tatanan kehidupan
masyarakat lama dunia berubah. Beberapa pilar yang akan menopang terciptanya ekosistem dari
industri 4.0 yaitu Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), teknologi robotik dan sensor,
human machine interface, dan teknologi 3D printing. Akan terjadi pula perubahan tren pekerjaan
pada tahun 2021-2025. Hal ini menyebabkan penurunan pada beberapa jenis pekerjaan diantaranya
yaitu staf akuntan, resepsionis, ahli las, operator mesin, sopir truk, agen travel, pekerjaan pengantar
koran, teller bank, dan kasir yang telah digantikan oleh teknologi. Beberapa jenis pekerjaan yang
justru mengalami peningkatan yaitu pemeliharaan dan instalasi, analis data, tenaga medis,
perancangan software dan game online, perancangan dan pengendali mesin otomasi, dan artificial
intelligence programmer.
Baca juga: 10 Skill yang Wajib Dimiliki di Era Revolusi Industri 4.0
Di Indonesia sendiri, Kementerian Perindustrian telah menyusun inisiatif sebuah peta jalan
(roadmap) “Making Indonesia 4.0” yang terintegrasi untuk mengimplementasikan beberapa strategi
dalam memasuki Fourth Industrial Revolution. Inisiatif Making Indonesia 4.0 ini memberikan potensi
untuk melipatgandakan produktifitas tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan daya saing global
dan mengangkat pangsa pasar ekspor global.
Making Indonesia 4.0 disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari
institusi pemerintah, asosiasi industri, pelaku usaha, penyedia teknologi, maupun lembaga riset dan
pendidikan. Adanya keterlibatan dari berbagai pemangku ini diharapkan dapat memperlancar
jalannya implementasi industri 4.0 di Indonesia yang telah dirancang sejak dua tahun lalu.
Pencapaian visi Indonesia adalah menjadi 10 ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030. Indonesia
telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sehat, PDB terus naik sebanyak 11 tingkat dari posisi
27 pada tahun 2000 hingga posisi 16 pada tahun 2016, hal ini terjadi karena adanya konsumsi dan
investasi domestik yang kuat. Terdapat lima bidang industri yang menjadi fokus utama yaitu industri
makanan dan minuman, industri otomotif, industri kimia, industri elektronika, dan industri tekstil
dan pakaian jadi.
Indonesia bergantung pada impor bahan baku maupun komponen yang bernilai tinggi, di sektor
kimia, logam dasar, otomotif, dan elektronik. Indonesia akan memperkuat produksi lokal pada sektor
hulu dan menengah melalui peningkatan kapasitas produksi dan percepatan adopsi teknologi.
Indonesia akan mengoptimalkan kebijakan zona-zona industri termasuk menyelaraskan peta jalan
sektor yang menjadi fokus dalam Making Indonesia 4.0 secara geografis, serta peta jalan untuk
transportasi dan infrastruktur. Indonesia juga akan mengevaluasi zona-zona industri yang ada dan
membangun satu peta jalan zona industri yang komprehensif dan lintas industri.
SDM merupakan hal paling penting guna kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0. Indonesia
berencana merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada STEAM (Science,
Technology, Engineering, the Arts, dan Mathematics). Hal ini dilakukan guna menyelaraskan
kurikulum pendidikan nasional dengan kebutuhan industri di masa mendatang.
4.Pemberdayaan UMKM
Hampir 70% tenaga kerja Indonesia bekerja untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Pemerintah Indonesia mendukung pelaku usaha UMKM dengan membangun platform e-commerce
untuk UMKM, petani dan pengrajin, membangn sentra-sentra teknologi (technology bank) dalam
rangka meningkatkan akses UMKM terhadap akuisisi teknologi, dan memberikan dukungan
mentoring untuk mendorong inovasi.
Pemerintah Indonesia akan mendesain ulang rencana insentif adopsi teknologi, misalnya subsidi,
potongan pajak perusahaan, dan pengecualian bea pajak impor bagi perusahaan yang berkomitmen
untuk menerapkan teknologi 4IR. Indonesia akan meluncurkan dana investasi negara untuk
dukungan pendanaan tambahan bagi kegiatan investasi dan inovasi dalam bidang teknologi canggih.
Ekosistem investasi merupakan hal penting dalam keberhasilan Making Indonesia 4.0. Pemerintah
Indonesia akan mengembangkan cetak biru pusat inovasi nasional, mempersiapkan percontohan
pusat inovasi dan mengoptimalkan regulasi terkait, seperti perlindungan hak atas kekayakaan
intelektual dan insentif fiskal untuk mempercepat kolaborasi lintas sektor pelaku usaha
swasta/BUMN dengan universitas.
Indonesia akan aktif melibatkan perusahaan manufaktur global, memilih 100 perusahaan
manufaktur teratas dunia sebagai kandidat uatama dan menawarkan insentif yang menarik dan
berdialog dengan pemerintah asing untuk kolaborasi tingkat nasional.
Pemerintah Indonesia berkomitmen melakukan harmonisasi untuk mendukung daya saing industri
dan memastikan koordinasi pembuat kebijakan yang erat antara kementerian dan lembaga terkait
dengan pemerintah daerah.
Nah, itulah 10 strategi Making Indonesia 4.0 dalam menghadapi Revolusi Industri (Industrial
Revolution) 4.0
5. BAHAN AJAR GEOGRAFI BERBASIS LITERASI GEOGRAFI MATERI FLORA DAN FAUNA
Bahan ajar dijadikan sebagai salah satu sumber informasi materi yang penting bagi guru
maupun peserta didik. Mengingat pentingnya keberadaan bahan ajar dalam menunjang proses
pembelajaran dan tercapainya tujuan pembelajaran tetapi berdasarkan fakta yang terdapat di
lapangan kebanyakan guru belum pernah mengembangkan sendiri bahan ajar Geografi. Guru tidak
tahu bagaimana prosedur dalam pengembangan bahan ajar. Selain itu fakta yang ditemukan di
lapangan juga bahan ajar tidak dianggap penting karena kebanyakan guru menggunakan bahan ajar
dari penerbit. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui fungsi bahan ajar bagi peserta didik dan
guru dan Urgensi Pengembangan “Bahan Ajar Geografi berbasis Literasi Geografi materi Flora dan
Fauna” terhadap hasil belajar peserta didik. Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini
adalah dokumentasi dan kajian pustaka/Literatur. Kajian pusta literatur di peroleh dari buku-buku di
perpustakaan dan beberapa jurnal yang seseuai dengan tema makalah yang penulis buat. Pada
awalnya penulis mengindentifikasi permasalahan pembelajaran geografi melalui pengamatan bahan
ajar dan wawancara, serta menganalisis secara lengkap hasil tersebut secara deskriptif. Hasil
Pembahasan menunjukkan bahwa bahan ajar memiliki beraneka macam fungsi diantaranya fungsi
bahan ajar menurut pihak yang memanfaatkan bahan ajar yang terdiri dari dua fungsi bahan ajar
bagi pendidik, dan fungsi bahan ajar bagi peserta didik. Yang kedua fungsi bahan ajar menurut
strategi yang digunakan yaitu fungsi bahan ajar pada pembelajaran klasikal dan fungsi bahan ajar
pada pembelajaran kelompok. Pentingnya bahan ajar bagi peserta didik dan bagi guru, bagi guru
bahan ajar dapat digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan bagi
peserta didik dapat belajar secara mandiri maupun Individu. Pengembangan bahan ajar berbasis
literasi Geografi juga memiliki banyak manfaat tidak hanya terhadap hasil belajar peserta didik tetapi
juga dapat meningkatkan kecerdasan ruang peserta didik. Kata Kunci : Urgensi, Bahan ajar, Literasi
1.. Pembelajaran geografi merupakan pembelajaran yang menyeluruh dengan materi yang
sangat kompleks. Salah satu materi yang cukup banyak adalah materi tentang “Sebaran Flora dan
Fauna di Indonesia dan Dunia” pada materi tersebut tidak hanya dibutuhkan teori saja tetapi juga
analisis, terutama tentang persebaran flora dan fauna di Indonesia dan Dunia, tidak hanya Indikator
yang harus tercapai adalah peserta didik dapat menganalisis persebaran flora dan fauna di Indonesia
dan Dunia. Tidak hanya itu, peserta didik juga harus menganalisis karakteristik masing-masing
wilayah persebran flora dan fauna. Dewasa ini pembelajaran geografi terus mengalami
pekembangan. Pembelajaran Literasi Geografi merupakan produk atau strategi baru dalam
pembelajaran geografi yang dihasilkan melalui proses penelitian dan pengembangan. Model ini
menawarkan suatu alternatif dalam upaya membangun kecerdasan ruang peserta didik melalui
pembelajaran dengan memanfaatkan masalah keruangan yang terjadi di muka bumi sebagai sumber
bagi terpenuhinya kebutuhan dan daya dukung di aplikasinya hasil belajar. Tujuan Literasi Geografi
adalah untuk membangun kecerdasan ruang peserta didik sekaligus meningkatkan penguasaan
materi geografi National Geographic (2002) memberikan definisi literasi geografi sebagai
kemampuan untuk menggunakan pemahaman geografis dan penalaran geografis untuk membuat
keputusan. Istilah literasi geografi ini muncul pertama kali dari National Geographic (2002) yang
mana organisasi ini dirilis berbagai media untuk membantu menjelaskan konsep literasi geografi
kepada masyarakat umum. Berdasarkan permasalahan yang sudah diuraikan diatas, maka penulis
berencana untuk meneliti pentingnya keberadaan bahan ajar untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik terutama pada materi flora dan fauna sehingga penulis membuat makalah dengan
judul “Urgensi Pengembangan “Bahan Ajar Geografi berbasis Literasi Geografi materi Flora dan
Fauna””
2. Kerangka Berfikir Keberadaan bahan ajar sangat penting bagi guru maupun peserta didik,
serta keberadaan bahan ajar sangat penting dalam menunjang proses pembelajaran. Namun,
berdasarkan fakta yang terdapat di lapangan kebanyakan guru belum pernah mengembangkan
sendiri bahan ajar 66 JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 16 , NOMOR 1, JUNI 2018: 60-72 Geografi. Guru
tidak tahu bagaimana prosedur dalam pengembangan bahan ajar. Selain itu fakta yang ditemukan di
lapangan juga bahan ajar tidak dianggap penting karena kebanyakan guru menggunakan bahan ajar
dari penerbit. Karena beberapa hal tersebut yang membuat penulis ingin meneliti pengaruh
keberadaan bahan ajar untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik terutama. Pada materi
sebaran flora dan fauna di Indonesia dan dunia karena pada materi tersebut sangat kompleks dan
membutuhkan banyak literasi yang sesuai dengan materi tersebut sehingga pada penelitian ini
penulis ingin mengembangkan “Bahan Ajar Geografi berbasis Literasi Geografi materi Flora dan
Fauna” serta penulis ingin mengetahui pengaruh mengembangkan “Bahan Ajar Geografi berbasis
Literasi Geografi materi Flora dan Fauna” terhadap hasil belajar peserta didik.
C. METODE PENELITIAN Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini adalah
dokumentasi dan kajian pustaka/Literatur. Kajian pusta literatur di peroleh dari buku-buku di
perpustakaan dan beberapa jurnal yang seseuai dengan tema makalah yang penulis buat. Pada
awalnya penulis mengindentifikasi permasalahan pembelajaran geografi melalui pengamatan bahan
ajar dan wawancara, serta menganalisis secara lengkap hasil tersebut secara deskriptifif. D.
PEMBAHASAN 1. Bahan Ajar Geografi Bahan ajar merupakan sebuah elemen penting yang
mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Bahan ajar merupakan faktor eksternal yang
mendukung motivasi internal dalam belajar (Hermawan, 2009). Menurut Biggs dan Tefler (dalam
Dakir dkk, 2000) diantara motivasi belajar siswa ada yang diperkuat dari acara-acara pembelajaran.
Motivasi instrumental, sosial, dan ber-prestasi siswa dapat dimunculkan oleh guru dengan
memunculkan cara-cara baru dalam pembelajaran.
Motivasi instrumental dapat dimunculkan dengan menggunakan bahan ajar yang tepat
sehingga siswa mampu meningkatkan motivasi belajarnya. 2. Fungsi Pembuatan Bahan Ajar Menurut
(Andi Prastowo:24) Kembali kepada persoalan utama yaitu tentang pentingnya pembuatan bahan
ajar, maka ada dua klasifikasi utama fungsi bahan ajar.
Fungsi Bahan Ajar menurut Pihak yang memanfaatkan Bahan Ajar Berdasarkan pihak-pihak
yang menggunakan bahan ajar, fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua Sofiana,
Urgensi Pengembangan .... 67 macam, yaitu fungsi bagi pendidik dan fungsi bagi peserta
didik. 1) Fungsi Bahan Ajar bagi Pendidik, antara lain
3. Tujuan Pembuatan Bahan Ajar Menurut (Andi Prastowo:27) Untuk tujuan pembuatan bahan ajar,
setidaknya ada empat hal pokok yang melingkupinya, yaitu :
b. Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar, sehingga mencegah timbulnya rasa bosan
pada peserta didik
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:238-246) menyatakan proses belajar dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor Intern yang mempengaruhi proses belajar
terdiri dari
5. Hasil Belajar Menurut Oemar Hamalik dalam (Saur, 2002:140) mengemukakan hasil
belajar sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri peserta didik yang dapat diamati dan
diukur dalam bentuk Sofiana, Urgensi Pengembangan .... 69 perubahan pengetahuan, sikap, serta
ketrampilan. 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto dalam (Saur,
2002:142) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan
yaitu faktor faktor yang ada pada diri peserta didik itu sendiri, dan faktor diluar individu. Faktor yang
ada pada diri peserta didik itu sendiri meliputi :
a. Faktor biologis
b. Faktor Psikologis
c. Faktor kelelahan Faktor yang ada diluar Individu disebut faktor eksternal yang meliputi:
a. Faktor keluarga
b. Faktor sekolah
c. Faktor masyarakat 7.
Urgensi Pengembangan Bahan Ajar berbasis Literasi Geografi terhadap Hasil Belajar
Peserta Didik Pattison (1964) dalam Kerski (2015) mendefinisikan bahwa literasi geografi adalah
empat anggapan yang sudah populer, yang menjadi pondasi geografi yaitu studi tata ruang,
daerah, manusia-lahan, dan ilmu bumi. Para peneliti dari dua asosiasi geografi (Natoli, et al.,1984)
dalam Kerski (2015) mengidentifikasi bahwa literasi geografi adalah “identified five themes—
movement, region, human-environment interaction, location, and place”, yang artinya kajian
mengenai lima tema yang umum pada geografi yaitu gerakan, region, interaksi manusia dan
lingkungan, lokasi, dan tempat. Edelson (2012) menyatakan bahwa literasi geografi adalah “Stated
that it should include how our world works, how our world is connected, and how to make well-
reasoned decisions, or interactions, interconnections, and implications. I believe that geoliteracy
requires cultivation in each of what I consider to be the essential “three legs” of the stool of
geographic literacy:
(i) core content,
(ii) skills in using geographic tools, and
(iii) the geographic perspective. Definisi Edelson di atas lebih diarahkan pada segala hal
yang mencakup tentang bagaimana dunia kita bekerja (interaksi), bagaimana dunia kita terhubung
(interkoneksi), dan bagaimana interaksi dan interkoneksi menentukan hasil dari sebuah tindakan
(implikasi), atau lebih dikenal dengan interaksi, interkoneksi, dan implikasi, misalnya bagaimana
menentukan tempat tinggal atau tindakan pencegahan dalam menghadapi bencana alam10.
Berdasarkan definisi ini, literasi geografi terdiri atas 3 komponen: 1) Interaksi : bagaimana dunia
bekerja;
2) Interkoneksi : Bagaiamana dunia terhubung; dan 3) Implikasi : Bagaimana interaksi dan
intekoneksi menentukan hasil dari sebuah tindakan. 70 JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 16 , NOMOR
1, JUNI 2018: 60-72 Ahli geografi Torrens (2001) dalam Winship (2004) berpendapat bahwa
“literacy geography must have a basic understanding of the orld around him/ her before he/she
can comprehend the processes at work in the environment”11. Sementara Saarinen dan MacCabe
(1995) masih dalam Winship (2004) memaparkan bahwa, applied a similar definition of geographic
literacy in their study of place location knowledge (PLK). They used the term to mean “knowledge
of world places” and their justification, similar to that of Torrens, was that people need detailed
knowledge of the world “so that they can draw informed conclusions related to world affairs.”
Kedua pandangan tersebut, menyatakan, bahwa literasi geografi peserta didik dapat dilatih untuk
mempelajari karakteristik suatu lokasi atau tempat sehingga dapat memiliki pemahaman dasar
yang benar tentang dunia. Eve, Price, dan Counts (1994) menyatakan bahwa literasi geografi
adalah : “geographic literacy is ability of individuals to demonstrate map reading skills, knowledge
of spatial location of places, and understanding of people and cultures associated with various
regions”. Strategi “Literasi Sains Geografi” dalam pengembangan bahan ajar geografi merupakan
strategi yang sangat tepat terutama untuk materri flora dan fauna. Strategi “Literasi Sains
Geografi” terdiri dari : a. Menampilkan gambar pada bahan ajar, pada materi flora dan fauna brarti
menampilkan gambar flora dan fauna pada bahan ajar yang dibuat. b. Menampilkan Peta, pada
materi flora dan fauna ditampilkan peta persebaran fauna di Indonesia dan di Dunia c. Bacaan
tentang fenomena geosfer, pada materi flora dan fauna terutama pada materi keanekaragaman
hayati dibahas fenomena geosfer yang terjadi pada flora dan fauna d. Menampilkan data-data
chart gambar tentang flora dan fauna di Indonesia e. Penggunaan Grafik Organizer pada LKPD yang
dibuat berbasis literasi geografi pada materi flora dan fauna di Indonesia dan di Dunia. Pentingnya
bahan ajar bagi peserta didik dan bagi guru, bagi guru bahan ajar dapat digunakan untuk
meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan bagi peserta didik dapat belajar
secara mandiri maupun Individu. Pengembangan bahan ajar berbasis literasi Geografi juga memiliki
banyak manfaat tidak hanya terhadap hasil belajar peserta didik tetapi juga dapat Sofiana, Urgensi
Pengembangan .... 71 meningkatkan kecerdasan ruang peserta didik. E. KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
1) Fungsi Bahan Ajar menurut Pihak yang memanfaatkan Bahan Ajar Pihak yang
memanfaatkan bahan ajar adalah pendidik dan peserta didik, Fungsi Bahan Ajar bagi Pendidik,
antara lain : Menghemat waktu pendidik dalam mengajar, Mengubah peran pendidik dari seorang
pengajar menjadi seorang fasilitator, Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan
interaktif. Fungsi Bahan Ajar bagi peserta didik sebagai berikut : Peserta didik dapat belajar tanpa
harus ada pendidik atau teman peserta didik yang lain, Peserta didik dapat belajar kapan saja dan
dimana saja yang dia kehendaki, Peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatanya masing-
masing.
2) Fungsi Bahan Ajar menurut strategi pembelajaran yang digunakan Menurut (Andi
Prastowo:25) Berdasarkan strategi pembelajaran yang digunakan, fungsi bahan ajar dapat dibedakan
menjadi tiga macam yaitu fungsi dalam pembelajaran klasikal, fungsi dalam pembelajaran Individual,
dan fungsi dalam pembelajaran kelompok. b. Urgensi Pengembangan Bahan Ajar berbasis Literasi
Geografi terhadap hasil Belajar Peserta didik Pentingnya bahan ajar bagi peserta didik dan bagi guru,
bagi guru bahan ajar dapat digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih
efektif dan bagi peserta didik dapat belajar secara mandiri maupun Individu.
Pengembangan bahan ajar berbasis literasi Geografi juga memiliki banyak manfaat tidak
hanya terhadap hasil belajar peserta didik tetapi juga dapat meningkatkan kecerdasan ruang peserta
didik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto.pdf Sugiyono.2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sidi, Indra Djati.
2001. Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina.
Tampubolon, Saur. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Erlangga.
The George Lucas Educational Foundation. 2005. Instructional Module Project Based Learning.
http//www.edutopia.org.module s/PBL/whatpbl.php.2005 Tirtarahardja,
Umar dan La Sulo, S.L. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung: PT Rineka Cipta. Wiriatmadja,
Rochiati. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://www.passakanawang.id/2017/07/l angkah-langkah-pelaksanaan.html .