PENDAHULUAN
Penelitian bahan bioaktif dari organisme laut beberapa tahun terakhir sangat gencar
dilakukan, baik didalam maupun diluar negeri. Substansi bioaktif, terutama terdapat
pada biota laut yang tidak bertulang belakang (avertebrae) seperti spons, koral dan
tunicate.Biota-biota tersebut mengandung senyawa aktif yang lebih banyak dibanding
algae dan tumbuhan darat. Diantara biota laut tak bertulang belakang tersebut, spons
menduduki tempat teratas sebagai sumber substansi aktif (PROKSCH, 1998).
Berbagai macam senyawa telah berhasil diisolasi dari biota ini diantaranya adalah
alkaloid, terpenoid, acetogenin, senyawa nitrogen, halida siklik, peptide siklik dan lain-
lain. Senyawa-senyawa ini merupakan hasil metabolisme sekunder dari biota spons.
Hasil metabolisme sekunder ini mempunyai keaktifan sebagai antimikroba, antivirus,
antikanker yang sangat berguna sebagai bahan baku obat. Metabolit sekunder adalah
senyawasenyawa hasil biosintetik turunan dari metabolit primer yang umumnya
diproduksi oleh organisme yang berguna untuk pertahanan diri dari lingkungan
maupun dari serangan organisme lain. Sedangkan substansi yang dihasilkan oleh
organisme melalui metabolisme dasar, digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan organisme yang bersangkutan disebut dengan metabolit primer. Hasil
metabolit sekunder dari spons merupakan produk alam yang potensial sebagai bahan
baku obat.
Perbedaan kondisi lingkungan seperti tingginya kekuatan ionik pada air laut,
intensitas cahaya yang kecil, rendahnya temperature, tekanan dan struktur tubuh yang
berbeda dengan organisme darat memungkinkan spons menghasilkan metabolit yang
mempunyai struktur kimia yang spesifik dan bervariasi hal ini sangat berpengaruh
terhadap bioktivitasnya (MOTOMASA, 1998). Spons (porifera) merupakan biota laut
multi sel yang fungsi jaringan dan organnya sangat sederhana. Habitat spons
umumnya adalah menempel pada pasir, batu-batuan dan karang-karang mati. Biota
laut ini dikenal dengan "filter feeders", yaitu mencari makanan dengan mengisap dan
menyaring air melalui sel cambuk dan memompakan air keluar melalui oskulum.
Partikel-partikel makanan seperti bakteri, mikroalga dan detritus terbawa oleh aliran
air ini (AMIR, 1996). Habitat spons yang melekat pada pasir atau bebatuan
menyebabkan hewan ini sulit untuk bergerak. Untuk mempertahankan diri dari
serangan predator dan infeksi bakteri pathogen, spons mengembangkan system
"biodefense" yaitu dengan menghasilkan zat racun dari dalam tubuhnya, zat ini
umumnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan farmasi (MOTOMASA, 1998).