Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KULIAH KIMIA BAHAN ALAM LAUT

Disusun oleh:
Nama : Agnes Angelika Lorinanto

NIM : 516 19 011 249

Kelas : G Konversi

Dosen Pengampu : Hesty Setiawaty, S.Farm.,M.Si

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2020
KIMIA BAHAN ALAM LAUT

Kimia bahan alam laut atau kimia organik bahan alam laut atau yang dapat

disingkat OBAT merupakan bagian dari kimia organik yang mengkaji mengenai

produk kimia alam laut lebih khusus molekul organik metabolit sekunder yang

dihasilkan oleh berbagai organisme laut (Usman, 2014).

Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang tidak secara langsung

terlibat dalam pertumbuhan normal, perkembangan, atau reproduksi suatu

organisme. Kehadiran metabolit sekunder dalam suatu organisme berperan

penting dalam rangka pertahanan diri organisme terhadap predator atau hama.

Metabolit sekunder suatu organisme memperlihatkan aktifitas menghambat,

meracuni, mengobati, atau merangsang fisik organisme lain. Pada umumnya,

metabolit kedua terdapat pada mikroba, bakteri, lumut, jamur. tumbuhan, dan

hewan. Dari organisme-organisme tersebut, beragam senyawa kimia dengan

berbagai struktur molekul diisolasi (Musman, 2013).

Pakar bahan alam telah berusaha menggolongkan metabolit sekunder dalam

rangka memudahkan pembahasa dan pemahaman atas senyawa yang dimaksud.

Ada usulan penggolongan berdasarkan fitur struktur molekul, komposisi unsur

pembentuk molekul, kelarutan dalam berbagai pelarut, atau jalur biosintesisnya.

Dari sejumlah usulan tersebut, penggolongan berdasarkan fitur struktur molekul

banyak disepakati karena mudah penerapannya. Berdasarkan fitur struktur

molekul, suatu metabolit sekunder dapat digolongkan menjadi isoprenoida

(mencakup terpenoid dan steroid), alkaloida, fenolat (mencakup flavonoid, tanin,

dan lignin), glikosida, peptida, dan poliketida (Musman, 2013).


1. Terpenoid Laut

Terpenoid adalah turunan molekul terpen yang mengandung atom lain

selain atom karbon dan hidrogen, biasanya mengandung atom oksigen dalam

bentuk gugus hidroksil, karbonil, karboksilat dan telah ditemukan pula

terpenoid halogen, terutama yang memiliki gugus klor dan brom. Kelompok

senyawa terpen dikenal sebagai metabolit sekunder, dihasilkan oleh organisme

melalui jalur biogenetik asam mevalonat. Biosintesis terpenoid menggunakan

prazat “precursor” asetil koenzim-A, selanjutnya melalui asam mevalonat

membentuk isopren sebagai senyawa antara untuk menghasilkan molekul

terpen dan selanjutnya menghasilkan terpenoid melalui reaksi-reaksi

fungsionalisasi seperti oksidasi, halogenasi. Mekanime tersebut berlangsung

baik pada organisme yang ada di daratan maupun yang ada di lautan. Molekul

terpenoid yang dihasilkan oleh organisme laut sangat beragam dan banyak

diantaranya tidak ditemukan pada organisme darat. Banyak penelitian

menunjukkan bahwa terpenoid yang berasal dari bahan alam laut memiliki

sifat bioaktivitas yang sangat kuat, lebih kuat daripada terpenoid yang berasal

dari bahan alam darat. Selain itu, juga telah ditemukan berbagai molekul

terpenoid yang spesifik dihasilkan oleh organisme laut tertentu yang berfungsi

sebagai sarana interaksi dan alat pertahanan untuk kelangsungan hidupnya.

Banyak diantara kelompok senyawa terpenoid memiliki prospek untuk

dikembangkan sebagai bahan obat baru. Kerangka utama terpen disusun oleh

satuan isopren yang terkondensasi melalui interasi kepala-ke-ekor yang

dikenal sebagai kaidah isopren. Berdasarkan jumlah isomer penyusunnya


terpenoid dikelompokkan atas monoterpen, sekuiterpen, diterpen, sesterpen,

dan triterpen tersusun berturut-turut atas dua, tiga, empat, lima, dan enam

isopren, serta politerpen yang memiliki lebih banyak isopren (Usman, 2014).

a. Monoterpenoid

Terpen terhalogenasi merupakan jenis terpen yang karakteristik

dijumpai pada biota laut. Empat molekul monoterpen asiklik terhalogenasi

(1-4) dan satu monosiklik (5) telah ditemukan dalam Portieria

hornemannii (alga merah). Senyawa (2.1) dan (2.2) diketahui dapat

menghibisi metal transferase DNA dalam konsentrasi 1,25-1,65 µM.

senyawa (2.3) yang diisolasi menunjukkan keaktifan sebagai antimalaria

dengan IC50 4 µg/ml tetapi toksisitas yang lemah terhadap biakan sel

secara in vitro dengan ED50 > 20 µg/ml. Senyawa lain (2.4) menunjukkan

keaktifan terhadap sel kanker (ZR-751) dengan ED 50 1 µg/ml. Selain itu

pada alga yang sama juga telah ditemukan senyawa sikloheksanon (2.5)

yang beracun (Usman, 2014).


Juga telah dilaporkan monoterpen siklik terhalogenasi yang bersifat

sitotoksik yang diisolasi dari kelinci laut Aplysia kurodai. Aplisiaterpenoid

A (2.6) diketahui dapat menghambat pertumbuhan sel L1210 (IC50 10

µg/mL), juga menunjukkan sifat insektisida yang aktif. Disamping itu juga

dilaporkan empat monoterpen terhalogenasi yaitu Aplisiapiranoid A-D

(2.7-2.10). Keempat terpenoid tersebut menunjukkan sitotoksik yang

sangat kuat melawan sel Vero, dan paling kuat adalah Aplisiapiranoid-D

(2.10) dengan IC50 14 µg/ml) terhadap sel tumor (Usman, 2014).

Argandon (2002) telah mengisolasi 9 monoterpen siklik polihalogenasi

dari Plocamium cartilagineum (ganggang laut merah) yang memiliki sifat

bioaktivitas yang cukup luas yakni aktif terhadap sel mamalia CHO, sel

tumor CT26, SW480 dan sel kanker pada manusia HeLa. Kesembilan

monoterpen tersebut adalah furoplokamioid C, prefuroplokamioid, piren,

turunan sikloheksana, mertensen, violasen, dan linden (Usman, 2014).

Turunan monoterpen yang lain adalah geranil hidrokuinol dan

cordaikromen-A didapatkan pada Aplydium antillense yang aktif melawan

sel KB dan P388. Geranil hidrokuinol menunjukkan IC50 4,3 µg/ml

terhadap sel KB dan IC50 0,035 µg/ml terhadap P388, sedangkan untuk
cordaikromen-A memiliki IC50 0,5 µg/ml terhadap P388. Selain itu, dari

Hydrallmania falcata telah diisolasi turunan monoterpen siklik

hidrallmanol-A (Usman, 2014).

β-Siklositral diisolasi dari spesies Microcystis (alga) merupakan

produk dari hasil degradasi karotenoid. Dari alga merah Desmia

hornemanni telah ditemukan suatu monoterpen jenis sikloheksadienon

terhalogenasi yang dilaporkan memiliki sifat sebagai antiviral (Usman,

2014).

b. Seskuiterpen

Banyak hasil penelitian menunjukkan adanya turunan seskuiterpen laut

yang terkombinasi dengan kelompok molekul lain seperti kuinon, kuinol

dan senyawa fenol. Selain itu, ditemukan pula seskuiterpen yang

mengandung cincin furan dan gugus halogen yang menandai

keanekaragaman molekul seskuiterpen laut. Seskuiterpen merupakan

turunan dari molekul dasar farnesol pirofosfat yang mengalami

transformasi molekul membentuk beragam molekul seskuiterpen yang

berlangsung berdasarkan patron biogenetik yang dimiliki oleh tiap-tiap

organisme. Berbagai organisme laut yang telah dilaporkan mengandung

molekul seskuiterpen antara lain alga, kelinci laut, jamur laut, spon, dan

bunga karang. Telah dilaporkan pula banyak seskuiterpen yang diproduksi

dari organisme laut tersebut menunjukkan sifat bioaktivitas yang beragam

sehingga prospektif untuk dikembangkan dan dimanfaatkan untuk

berbagai keperluan, terutama sebagai bahan baku obat (Usman, 2014).


Dari Acalycigorgia sp (Gorgonia polip biru) telah dilaporkan

seskuiterpen linderazulen, guaizulen, dan 2,3-dihidrolinderazulen yang

sedang terhadap P388, linderazulen menujukkan aktifitas sebagai

immunostimulan yang kuat. β-bisabolen terhalogenasi telah diisolasi dari

alga merah Laurencia scoparia yang memiliki sifat aktifitas sebagai obat

cacing dengan IC50 0,11 mM. Wu Guangwei pada tahun 2013 melaporkan

empat senyawa seskuiterpen baru, yaitu seskuiterpen kloro-

trinoreremopilan dan eremopilan 2-4, yang ditemukan pada jamur laut

Antartika Penicillium sp, menunjukkan aktifitas sitotoksik terhadap sel

kanker (Usman, 2014).

c. Diterpenoid

Banyak diterpen yang berasal dari organisme laut ditemukan dalam

bentuk molekul terhalogenasi dan memiliki sifat bioaktivitas yang sangat

kuat. Schmitz (1982) telah melaporkan adanya diterpen dibrominasi yang

diisolasi dari Aplysia dactylomela adalah pargueroi. Senyawa yang serupa

juga telah ditemukan pada alga merah Laurencia obtuse adalah parguerol

perasetat dan 16,19-diasetil parguerol yang bersifat sitotoksik terhadap

P388 dengan IC50 3,5 µg/ml. Disamping itu, pada alga yang sama juga

telah diisolasi suatu parguaren dengan cincin siklopropana yang terbuka

membentuk cincin heptana, senyawa ini sangat toksik terhadap sel B16

dengan IC50 0,78 µg/ml. Kelompok senyawa yang serupa juga telah

dilaporkan Komoto dkk (1987) diisolasi dari Spongia sp, yaitu

epispongiadiol, isospongiadiol, memiliki harga IC50 masing-masing 12,5


dan 2 µg/ml. Aplipallidenon telah diisolasi dari Aplisilla sp, menujukkan

aktifitas yang sangat kuat melawan P388 dengan IC50 0,01 µg/ml. Biaco

(2009) telah melaporkan hasil penelitian terhadap beberapa diterpen yang

berasal dari rumput laut dapat digunakan sebagai antifouling antara lain

3,7,11,15-tetrametilheksadek-1-en-3-ol dari ganggang merah Laurencia

obtusa. Bersama itu dilaporkan pula dua diterpen yang bersifat antifoulan

dari alga laut, yaitu pacidiktiol dan 10,18-diasetoksi-8-hidroksi-2,6-

dolabelladiena (Usman, 2014).

d. Sesterpen

Beberapa sesterpen linier terlah diisolasi dari bunga karang Ircinia

spinilosa. Furospinolusin-1 selain ditemukan pada I. spinilosa juga telah

dilaporkan diperoleh dari Spongia, Phyllospongia, Fasciospongia

Australia. Furospongin-3 dan Furospongin-4 ditemukan bersama dalam S.

officinalis. Senyawa isomerik difuranosesterpena, irsinin-1 dan irsinin-2

dari Irciniaoros merupakan dua isomer yang tidak dapat dipisahkan.

Fasikulatin dan variabilin telah diisolasi dari bunga karang Mediterania

Ircinia fasciculata dari Ircinia variabilis. Strobilinin juga ditermukan

bersama variabilin dalam bunga karang Ircinia strobilina. Beberapa

sesterpen siklik telah dilaporkan ditemukan pada spons umumnya

berbentuk tetrasiklik. Dari spon Hippospongia sp, telah diisolasi 8

sesterpen siklik, dua sesterpen baru yaitu hipospongida-A, hipospongida-B

bersama 6 sesterpen lainnya yaitu heteronemin, heteronemin asetat,

hirtiosin, 12-19-deasetoksiskalrin asetat, hirtosal, dan skalarafuran.


Kedelapan senyawa tersebut menunjukkan sifat sitotoksitas melawan

adenokarsinoma kolon manusia (SLJJ-1 dan HCT-116), hormon kanker

payudara (T-47D) dan leukemia kronis (K562) (Usman, 2014).

e. Triterpen

Triterpen yang terdapat dalam biota laut merupakan turunan dari

skualen. Dari Axinella infundibuliformis telah diisolasi 3 triterpenoid yaitu

3-hidroksilup-20(29)-ene, asam 3-hidroksilup-20(29)-en-28-oat dan asam

3-oksolup-20(29)-en-28-oat. Ketiganya memiliki sifat antibakteri yang

kuat terhadap Staphylococcus aureus menunjukkan zona hambat dengan

diameter berturut-turut 24,7 ± 0,05; 22,0 ± 0,35 dan 12,7 ± 0,09 mm.

Triterpen polieter juga dilaporkan oleh Pacheco (2011), telah diisolasi dari

alga merah Laurencia viridis, antara lain dehidrotirsiferol, iubol, 22-

hidroksi-15(28)-dehidrovenustatriol, 1,2-dehidropseudodehidrotirsiferol,

secodehidrotirsiferol dan pseudodehidrotirsiferol. Semua senyawa tersebut

dilaporkan menujukkan aktifitas sitotoksik yang signifikan terhadap panel

jalur sel kanker. Triterpen polieter tersebut menunjukkan karakter

sitotoksitas yang kuat melawan sel kanker payudara (Usman, 2014).

2. Steroid Laut

Pada umumnya steroid laut ditemukan dalam bentuk sterol. Sterol adalah

kelompok steroid yang mengandung gugus hidroksil. Meskipun steroid yang

dihasilkan oleh organisme darat dan laut memiliki kerangka dasar yang sama,

yakni 1,2-siklopentanoperhidropenantren namun kedua kelompok ini

ditemukan banyak yang memiliki perbedaan pada subtituen dan jenis rantai
sampingnya. Steroid adalah salah satu kelompok metabolit sekunder yang

sangat melimpah, berbagai jenis hormon merupakan turunan steroid dan lazin

disebut hormon steroid. Steroid dalam organisme dihasilkan melalui jalur

biogenetik asam mevalonat dengan prazat asetilkoenzim-A. Metabolisme

steroid diturunkan melalui penataan ulang triterpen yang diawali oleh siklisasi

skuelen dan penataan ulang lanosterol (pada hewan) dan sikloartenol (pada

tumbuhan) menghasilkan berbagai turunan steroid. Ciri utama molekul steroid

ditunjukkan oleh kerangka dasar berupa 1,2-siklopentanoperhidropenantren,

keragaman steroid terletak pada rantai samping yakni R1, R2, dan R3 serta

pola oksigenasinya.

a. Sterol laut

Perbedaan dengan sterol darat biasanya terletak pada pola alkilasi

rantai samping termasuk ditemukannya rantai samping sebagai cincin

siklopropil, alkilasi pada karbon 22 dan 23, karakteristik hidroksilasi,

bentuk-bentuk peroksida sterol dan ditemukan sterol nonkonvensional

dengan inti termodifikasi (Usman, 2014).


Kelompok steroid terkecil yang pernah diisolasi dari ikan bintang

adalah 3β,6α-dihidroksi-5α-pregn-9(11)-en-12-on oleh ApSimon dan

Eenkhoorn (1974). Senyawa yang sama juga telah diisolasi dari mahkota

ikan laut berduri Acanthaster planci. Pada ikan bintang Asterias rubens

juga telah diisolasi suatu steroid pregnan 3β,6α-dihidroksi-5α-pregn-9(11)-

en-12-on jenuh beserta turunannya yakni 3β,6α,20β-trihidroksi-5-α-pregn-

9(11)-en-20-on. Pada molusca Pelecypod oleh Idler (1970) ditemukan

sterol (22E)-24-Norkolesta-5,22-dien-3β-ol. Sterol sejenis adalah (22E)-

24-Nor-5-kolesta-7,22-dien-3β-ol atau asterosterol telah dilaporkan oleh

Kobayashi (1972) yang ditemukan pada bintang laut Asterias amurensis.

Disamping itu, juga telah dilaporkan (22E)-24-Nor-5-kolesta-22-en-3β-ol

ditemukan dalam spon Halocynthia roretzi oleh Erdman (1972). 24

Norkolest-5-en-3β-ol dilaporkan berasal dari Placopectenmagellancus

(Usman, 2014).

3. Alkaloid

Alkaloid termasuk kelompok molekul metabolit sekunder yang tersebar

luas di alam dan banyak juga ditemukan dalam biota laut. Nitrogen merupakan

ciri utama dari kelompok senyawa ini baik sebagai bagian dari cincin

heterosiklik maupun sebagai gugus subtituen pada cincin. Pada umumya

molekul alkaloid disintesis dalam organisme dengan menggunakan asam

amino sebagai prazat atau prekursor sintesis. Meskipun ada juga sebagian

kecil alkaloid disintesis tidak menggunakan asam amino sebagai prekursor.

Kelompok ini dikenal sebagai pseudoalkaloid. Karakteristik kimiawi alkaloid


bersifat basa, hal ini tercermin pada penamaan alkaloid yang berasal dari kata

alkali yang berarti bersifat basa. Sifat basa molekul alkaloid disebabkan oleh

adanya gugus nitrogen yang bersifat basa melekat pada molekul alkaloid.

Banyak temuan melalui hasil penelitian menunjukkan penyebaran dan

keragaman molekul alkaloid dalam organisme laut sangat luas. Begitu pula

manfaat fisiologi dan farmakologi kelompok senyawa ini telah banyak

diungkapkan memiliki prospek yang sangat tinggi. Selain daripada itu, yang

cukup menarik para peneliti terhadap adanya keunikan tersendiri molekul

alkaloid yang berasal dari organisme laut (Usman, 2014).

a. Pirol alkaloid

Alkaloid pirol terbrominasi telah ditemukan pada berbagai organisme

laut menunjukkan struktur molekul yang unik. Ageladian-A suatu alkaloid

yang memiliki struktur cukup unik, merupakan kombinasi dari unit pirol-

piridin-imidazol, telah diisolasi dari spons Agelas nakamurai yang bersifat

anti-angiogenik. Porpirin corallistin-A diisolasi dari Corallistes sp dari

karang laut (Usman, 2014).

b. Alkaloid imidazol

Girollin telah ditemukan pada spons Pseudaxissa cantharella yang

aktif terhadap P388 pada 0,001-1 g/ml. Pada Aplydium sp telah dilaporkan

dua isomer turunan 1,2,3-tritian dan keduanya menunjukkan keaktivan

terhadap P388 dengan nilai IC50 12 dan 13 µg/ml (Usman, 2014).

c. Piridin dan piperidin


Dari spon Theonella swinhoei dilaporkan adanya piridin alkaloid

theonelladin A-D. Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan 20 kali lebih kuat

dari kafein untuk membebaskan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik. Juga

telah dilaporkan alkaloid piridin yang dipisahkan dari Niphates sp, yaitu

nipatine-A dan nipatin-B. Keduanya menunjukkan korelasi molekuler

yang dekat satu sama lainnya dan menunjukkan sifat sitotoksik yang kuat

terhadap P388 dengan nilai IC50 = 0,5 µg/ml (Usman, 2014).

d. Alkaloid turunan purin

Telah dilaporkan bahwa Sagartia troglodytes memiliki alkaloid

dengan struktur 1-iminometil-3-metil-6-aminometil-9H-purin yang

memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan tumor, virus tanaman

atau bakteri. Dilaut Pasifik Utara ditemukan Phidolopora pacifica yang

mengandung desmetilpidolopin yang menunjukkan aktifitas antimikroba.

Rigidin adalah alkaloid piropirimidine telah diisolasi dari bagian kulit

Eudistoma cf. rigida. Rigidin menunjukkan aktifitas antagonis kalmodulin

(Usman, 2014).

e. Kuinolisidin dan indolisidin

Klavepistin A dan B diisolasi dari tunika Clavelina picta yang

menunjukkan bersifat aktif terhadap P388 dan tiga tumor pada manusia

(A-549, U-521, dan SN12K1) dengan IC50 = 1,8-8,5 µg/ml. Stellettamid

ditemukan pada spons Stelleta sp, menunjukkan aktifitas anti fungal dan

juga menghambat perkembangan sel K562 epitelium dengan nilai IC50 =

5,1 µg/ml (Usman, 2014).


f. Indol alkaloid

Dari spons Polyfibro Spongia australis telah ditemukan triptamin

terbrominasi yakni 5,6-dibromotriptamin dan N-metil-5,6-

dibromotriptamin. Keduanya menunjukkan aktifitas antibakteri in vitro

pada gram negatif, gram positif, dan menghambat agregasi trombosit

darah. Suatu bisindol telah disolasi dari alga biru-hijau Rivularia firma

dilaporkan bersifat anti-inflamasi (Usman, 2014).

g. Quinolin dan isoquinolin alkaloid

Dilaporkan bahwa spons genus Suberites mengandung turunan

aaptamin yang bersifat anti tumor. Sekelompok alkaloid pirolquinolin

yaitu isobatzellin A-D yang ditemukan pada ekstrak spons Batzella sp.

Keempat senyawa tersebut aktif terhadap C. albicans. Spons biru Reniera

sp menghasilkan berbagai alkaloid isoquinolin, renieron yang memiliki

kemampuan aktifitas tertinggi sebagai anti bakteri. Semua alkaloid yang

telah diisolasi dari spons Reniera sp menunjukkan aktifitas antimikroba

terhadap mikroorganisme daratan maupun lautan (Usman, 2014).

h. Misscellaneous alkaloid

Halichlorine dan asam pinnaik keduanya erat terkait dengan alkaloid

yang diisolasi oleh Okinawan dari kerang Pinna muricata dan spons

Halichondria okadai. Kedua senyawa menujukkan aktifitas anti-inflamasi.

Tiga alkaloid imidazol, leucettamines A dan B, dan leucettramidine

diisolasi dari spons Palawan Leucetta microraphis dan strukturnya telah

dielusidasi pada analisis spektra luas dasar. Leucettamine A menunjukkan


aktifitas leukotrien ampuh mengikat reseptor B4 (Ki = 1,3 M) (Usman,

2014).

4. Fenolat

Fenolat adalah golongan senyawa yang mengandung cincin benzena

dimana gugus hidroksi (-OH) terikat. Senyawa fenolat disintesis oleh

tumbuhan dan mikroorganisme. Tumbuhan dan mikroorganisme melakukan

penyesuaian-penyesuaian faal dengan lingkungannya. Penyesuaian itu

memunculkan keunikan-keunikan pada organisme tersebut. Keunikan-

keunikan yang dimaksud ada yang dapat diamati secara langsung bentuk

fisiknya. Namun, banyak keunikan organisme itu yang hanya dapat dideteksi

melalui kandungan metabolit sekundernya. Metabolit sekunder yang

dihasilkan organisme itu sebagai bentuk tanggapan terhadap dinamika

lingkungannya dan bervariasi fungsinya. Manusia memanfaatkan metabolit

sekunder tersebut untuk kebutuhan hidupnya, misalnya sebagai zat

antioksidan, desinfektan, antikanker, atau bahan obat-obatan (Musman, 2013).

a. Bioflavanoid

Senyawa skutellarein 4’metil eter diisolasi dari alga merah Osmundea

pinnatifida. Zat yang dikoleksi dari pantai Karachi, Pakistan ini

memperlihatkan bioaktif antialergi, antikanker, dan antisitotoksik

(Musman, 2013).
b. Tanin

Fukodifloterol G diisolasi dari alga cokelat Ecklonia cava yang

dikoleksi di kepulauan Jeju, Korea. Senyawa ini memperlihatkan efek

yang kuat terhadap penghancuran radikal (IC50 0,60 µM) pada uji DPPH

(Musman, 2013).

5. Glikosida

Glikosida adalah suatu molekul dimana gula terikat pada tan gula melalui

ikatan glikosida. Glikosida memegang peranan penting dalam organisme

hidup. Banyak tumbuhan menyimpan bahan kimia dalam bentuk glikosida

tidak aktif. Bahan ini dapat diaktifkan melalui hidrolisis dengan bantuan

enzim. Pada proses tersebut, bagian gula lepas dari bagian tan gula. Dengan
cara itu, bahan kimia yang telah terpisah tersebut dapat digunakan. Banyak

glikosida tumbuhan digunakan sebagai bahan obat-obatan. Namun pada

manusia dan hewan, racun sering terikat glikosida sebagai cara membuangnya

dari tubuh (Musman, 2013).

a. C-glikosida

Senyawa marmisin A dan marmisin B diisolasi dari aktinomiseta laut

genus Streptomyces. Senyawa (1) menunjukkan aktifitas sitotoksik sel

tumor (Musman, 2013).

b. O-glikosida

Asam R-3-hidroksiundekanoat metilester-3-O-α-L-rhamnopiranosida

diisolasi dari jamur yang berasal dari mangrove Scyphiphora


hydrophyllacea. Senyawa glikosida asam lemak ini menunjukkan aktifitas

antimikroba terhadap Staphylococcus aureus (Musman, 2013).

c. N-glikosida

Spongotimidina (6) diisolasi dari bunga karang Cryptotethia crypta.

Senyawa ini (dikenal juga sebaga Ara-T) menunjukkan aktifitas antivirus

terhadap herpes simplex virus (HSV) dan Varicella zoster virus (VSV)

dengan ID50 0,25-0,50 µg/mL. Senyawa spongouridina atau Ara-U (7)

diisolasi dari gorgonia Eunicella cavolini. Ara-U memperlihatkan aktifitas

antivirus terhadap HSV (Musman, 2013).

6. Peptida
Peptida adalah molekul yang terbentuk dari monomer asam amino yang

dihubungkan oleh ikatan amida (disebut juga ikatan peptida). Ikatan amida

terjadi antara gugus -OH dari gugus asam suatu monomer asam amino dengan

-H dari gugus basa monomer asam amino yang lain. Asam amino-asam amino

dalam peptida disebut residu asam amino, kecuali pada peptida siklik, semua

peptida memiliki residu terminal N dan terminal C. konvensi untuk menulis

urutan peptida adalah menempatkan terminal C di sebelah kanan dan menulis

urutan residu asam amino dari terminal N ke terminal C (Musman, 2013).

a. Asiklik

Senyawa nazumamida A (1) diisolasi dari bunga karang Theonella sp.

Senyawa ini memperlihatkan aktifitas penghambatan thrombin. Senyawa

halosiamina A (2) diisolasi dari ascidia Halocyntia oretz. Senyawa ini

mempertunjukkan aktifitas antivirus terhadap virus RNA ikan pada sel

RTG2 (Musman, 2013).


b. Siklik

Senyawa himenamida A (10) diisolasi dari bunga karang Hymeniacido

sp. Senyawa ini memperlihatkan aktifitas antijamur terhadap Candida

albicans (MIC 33 µg/mL) dan Cryptococcus neoformans (MIC < 133

µg/mL). Senyawa dolastatin 3 (11) diisolasi dari sea hare Dollabella

auricularia. Dolastatin 3 memiliki aktifitas menghambat pertumbuhan lini

sel leukemia P388 (Musman, 2013).


7. Poliketida

Poliketida adalah senyawa polimer yang dibentuk dari monomer asetil

(CH3CO-) dan propionil (CH3CH2CO-) dalam struktur molekulnya. Poliketida

dikategorikan atas tiga tipe berdasarkan modul poliketida sintase (PKS) dari

bakteri streptomiseta. Menurut konsep ini, poliketida dihasilkan dari

kondensasi prekursor asil-CoA yang dikatalis oleh poliketida sintase (PKS).

Karbon berkerangka poliketida selanjutnya dimodifikasi berdasarkan

pemograman yang dikodekan oleh modul PKS (ketoreduktase, dehidratase,

atau enoilreduktase). Kategorisasi ini masih diperdebatkan oleh para pakar

bahan alam. Merujuk pada kategorisasi tersebut, poliketida dibedakan atass 3

tipe, yaitu tipe I (PKS bakteri) yang menghasilkan senyawaan makrolida dan

ketolida, tipe II (PKS bakteri) yang menghasilkan molekul bersistem siklik

aromatik dalam molekulnya dan tipe III (PKS tumbuhan) yang menghasilkan

molekul bersifat aromatik dalam molekulnya (Musman, 2013).

a. Makrolida
Senyawa iejimalida A diekstraksi dari tunicate Eudistoma cf. rigida

dan Cystodytes sp. Iejimalida A mempertunjukkan aktifitas antitumor dan

antiosteoporosis via penghambatan V-ATPase (Musman, 2013).

b. Ketolida

Senyawa hantupeptin C diekstraksi dari sianobakteri laut Lyngbya

majuscula yang dikoleksi dari Laguna Barat, Pulau Hantu, Singapura.

Senyawa ini memiliki aktifitas antimenetap terhadap cyprid Amphibalanus

amphitrite dengan EC50 10,6 µg/mL (Musman, 2013).

c. Ansamisin
Senyawa faeokromisin F (5), faekromisin G (6), dan faekromisin H (7)

diisolasi dari aktinomiseta laut genera Streptomyces sp strain DSS-18.

Mikroorganisme itu dikoleksi dari sedimen laut dalam di Pasifik Barat.

Ketiga senyawaan ini memiliki keaktifan sitotoksik terhadap lini sel HeLa

dengan kecepatan penghambatan berturut-turut sebesar 9,4%, 1,0%, dan

46,0% pada konsentrasi 10 µg/Ml (Musman, 2013).

d. Poliena

Senyawa bahamanolida A diekstraksi dari aktinomeseta laut

Streptomyces sp. Senyawa poliena poliol ini memperlihatkan

penghambatan yang sangat signifikan terhadap Candida albicans dan juga

antijamur terhadap berbagai jamur patogen (Musman, 2013).

e. Polieter
Senyawa brevetoksin B diisolasi dari dinoflagellata laut Gymnodinium

breve. Dinoflagellata ini merupakan salah satu mikroalga yang

menyebabkan pasang merah. Brevetoksin B atau disebut juga dengan

BTX-B menunjukkan racun sangat kuat terhadap ikan zebra air tawar

Brachydano reria dengan LC50 16 µg/mL. BTX-B juga mempertunjukkan

aktifitas sitotoksiknya (Musman, 2013).

f. Tetrasiklin

Senyawa mayamisin diisolasi dari Streptomyces sp strain HB202 yang

berasal dari bunga karang laut Halichondria panacea. Mayamisin

memperlihatkan bioaktif terhadap lini sel kanker manusia, yaitu sel

karsinoma hepatoselular (IC50 0,2 µM), sel adenokarsinoma kolon (IC50

0,3µM), sel kanker perut (IC50 0,2 µM), sel kanker paru-paru (IC50 0,16

µM), sel kanker kelenjar susu (IC50 0,29 µM), sel kanker melanoma (IC50

0,13 µM), sel kanker pankreas (IC50 0,15 µM), dan sel kanker ginjal (IC50

0,33 µM) (Musman, 2013).


g. Asetogenin

Senyawa desepilaurallena diisolasi dari alga merah laut Laurencia

okamurai yang dikoleksi dari pantai Rongceng, Cina. Senyawa C12

asetogenin ini menunjukkan aktifitas moderat antibakteri (Musman, 2013).

Beberapa penelitian mengenai kimia bahan alam laut, antara lain oleh

Khairunnisa dkk (2018) dari hasil isolasi senyawa bioaktif Oscillatoria sp berupa

alkaloid mampu menghambat perkembangan bakteri Escherichia coli. Penelitian

kedua oleh Arbi dkk (2016) diperoleh kadar fenol dan flavanoid sebesar 4,59%

dan 0,59% serta memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan dapat

menghambat laju oksidasi minyak ikan. Penelitian ketiga oleh Sumilat (2017),

ekstrak spons laut Lamellodysidea herbacea mengandung metabolit sekunder

yang memiliki aktifitas yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker HCT-15

(sel kanker usus) dan sel kanker Jurkat (sel kanker leukemia).
HUBUNGAN KIMIA BAHAN ALAM LAUT DAN FARMASI

Hubungan mempelajari kimia bahan alam laut dalam bidang farmasi, yaitu:

1. Dapat mengetahui molekul-molekul kimia yang terdapat dalam bahan alam

laut.

2. Dapat mengetahui khasiat/manfaat dari metabolit sekunder yang terdapat

bahan alam laut yang dapat digunakan untuk pengobatan maupun

pemeliharaan kesehatan.

3. Dapat mengisolasi metabolit sekunder yang terdapat dalam bahan alam laut

yang berkhasiat/bermanfaat untuk dikembangkan menjadi bahan obat atau

produk farmasi lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Arbi, Basyrowi dkk. 2016. Aktivitas Senyawa Bioaktif Selada Laut (Ulva lactuta)
Sebagai Antioksidan pada Minyak Ikan. Jurnal Saintek Perikanan, 12(1):
12-18.

Khairunnisa dkk. 2018. Isolasi Senyawa Bioaktif dari Oscillatoria sp. Sebagai
Antibakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan
Perikanan Unsyiah¸ 3(1): 121-127.
Musman, Musri. 2013. Kimia Bahan Alam Laut. Syiah Kuala University Press.
Banda Aceh.

Sumilat, Deiske Adeliene. 2017. Aktivitas Spons Laut Lamellodysidea herbacea


dari Perairan Malalayang, Manado. Jurnal LPPM Bidang Sains dan
Teknologi, 4(1): 1-7.

Usman, Hanapi. 2014. Laporan Hibah Penulisan Buku Ajar Mata Kuliah Kimia
Organik Bahan Alam Laut. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai