Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENCEGAHAN HIV PADA IBU KE BAYI

DISUSUN OLEH

KHOIRUN NISA (920173029)

S1 Ilmu Keperawatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN
HIV PADA IBU KE BAYI

Pokok Bahasan : HIV pada ibu hamil


Sub Pokok Bahasan : Cara pencegahan HIV
Sasaran : Ibu-Ibu di Desa Wergu Wetan Kudus
Hari/Tanggal : Rabu, 8 Mei 2019
Tempat : Rumah Ny. T
Jam Pelaksanaan : 09.00 - 09.45 WIB
Waktu : 45 menit
Penyuluh : Khoirun Nisa

A. LATAR BELAKANG
Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah singkatan dari AIDS. AIDS adalah
kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang timbul akibat
infeksi HIV. Penyebab Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyebabkan penyakit AIDS (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Diseluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi
16 juta perempuan dan 3,2 juta berusia <15 tahun. jumlah infeksi baru HIV pada tahun
2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia <15
tahun. jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 190.000 anak
berusia <15 tahun (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Faktor penularan virus HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara yaitu
hubungan seksual;pajanan oleh darah, produk darah atau organ dan jaringan yang
terinfeksi termasuk terpajan jarum suntik yang telah terinfeksi HIV. (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
B. TUJUAN
a. Tujuan Intruksional Umum ( T I U )
Setelah dilakukan penyuluhan 45 menit, diharapkan klien mampu memahami dan
mengerti tentang HIV
b. Tujuan Intruksional Khusus ( T I K )
Setelah diberi penyuluhan selama 35 menit, diharapkan dapat:
1. Mengetahui dan memahami pengertian HIV
2. Mengetahui dan memahami faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu
ke bayi
3. Mengetahui dan memahami rute dan resiko HIV dari ibu ke bayi
4. Mengetahui dan memahami cara pencegahan HIV

C. SASARAN
Rumah Ny. T

D. METODE
a. Diskusi
b. Tanya jawab
c. Ceramah

E. MEDIA
a. Lembar balik
b. Leaflet
c. PPT

F. POKOK MATERI
(terlampir)
G. KEGIATAN PEMBELAJARAN
NO TAHAP WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN PESERTA

1. Pembukaan 5 menit 1. Salam 1. Memperhatikan dan


menjawab salam
2. Pembukaan 2. Memperhatikan penyuluhan
3. Pre test/Apresepsi 3. Mendengarkan dan
4. Kontrak waktu menjawab pertanyaan yang
diajukan penyuluh

2. Pelaksanaan 30 menit 1. Pemaparan materi: 1. Mendengarkan dan


a. Pengertian HIV memahami penyuluh
b. Faktor yang berperan menyampaikn materi
dalam penularan HIV
c. Rute dan resiko HIV dari
ibu ke bayi
d. Cara pencegahan HIV
dari ibu ke bayi
2. Mengevaluasi isi materi
(penyuluhan bertanya tentang
isi materi yang disampaikan
dan penderita biasa biasa
menanyakan hal yang belum
di mengerti)

2. Memperhatikan penyuluh
memaparkan materi dan
penderita menanyakan
hal-hal yang tidak
dimengerti dari materi
penyuluh
3. Penutup 10 menit 1. Salam 1. Mendengarkan penyuluh
dan menjawab salam
2. Mendengarkan kesimpulan
2. Kesimpulan
dari penyuluh
3. Keluarga menyetujui
3. Kontrak ulang (jika ada)
adanya konrk ulang
pendidikan kesehatan (jika
ada)

H. SETTING TEMPAT
PENYULUH

KLIEN

I. EVALUASI
a. Evaluasi struktur
Penyuluh hadir tepat waktu di rumah Ny. T pada panduan
b. Evaluasi proses
1. Klien tidak merasa bosan terhadapt penyuluhan
2. Klien mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar
c. Evaluasi hasil
1. Menyebutkan kembali Pengertian HIV
2. Menyebutkan kembali faktor yang berperan dalam penularan HIV
3. Menyebutkan kembali rute infeksi HIV
4. Menyebutkan kembali cara pencegahan HIV

J. DAFTAR PERTANYAAN
1. Apa sudah ada obat untuk penyakit HIV?
DAFTAR PUSTAKA

Dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengan. 2016. KondisiHIV&AIDSDiJawaTengah1993 S/D


30 September2015. Semarang:

Dinkes Prov.Jateng.Hasdianah dan Dewi. 2014. Virologi Mengenal Virus, Penyakit, dan
Pencegahannya. Yogyakarta: Nuha Medika.

HawariD. 2006. Global Effect HIV/AIDS Dimensi Psikoreligi. Jakarta: FKUI.


LAMPIRAN MATERI
PENCEGAHAN HIV PADA IBU KE BAYI

A. Pengertian HIV
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah jenis virus yang tergolong familia
retrovirus, sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi
adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh.
HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksinya dan merusak sel-sel
tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh
berangsur-angsur menurun (Daili, F.S., 2009).
HIV dapat menyebabkan sistem imun mengalami beberapa kerusakan dan
kehancuran, lambat laun sistem kekebalan tubuh manusia menjadi lemah atau tidak
memiliki kekuatan pada tubuhnya, maka pada saat inilah berbagai penyakit yang
dibawa virus, kuman dan bakteri sangat mudah menyerang seseorang yang sudah
terinfeksi HIV. Kemampuan HIV untuk tetap tersembunyi adalah yang
menyebabkannya virus ini tetap ada seumur hidup, bahkan dengan pengobatan yang
efektif (Gallant, 2010).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah
putih yang menyebabkan kekebalan tubuh manusia menjadi menurun, sedangkan
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit
yang disebabkan oleh virus HIV (Kemenkes RI, 2013).

B. Faktor yang berperan dalam penularan HIV


1. Faktor ibu
a. Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan jumlah
virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi
penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika
kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di
atas 100.000 kopi/ml.
b. Jumlah Sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya.
Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
c. Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan asupan seperti asam folat, vitamin D, kalsium,
zat besi, mineral selama hamil berdampak bagi kesehatan ibu dan janin akibatntya
dapat meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat
meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
d. Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran reproduksi
lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko
penularan HIV ke bayi.
e. Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka di
puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI sehingga
tidak sarankan untuk memberikan ASI kepada bayinya dan bayi dapat disarankan
diberikan susu formula untuk asupan nutrisinya.
2. Faktor bayi
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV
karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan
baik.
b. Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar.
c. Adanya luka dimulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.
3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik
yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan
adalah :
a. Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vagina lebih besar daripada persalinan melalui bedah
sesar (seksio sesaria).
b. Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak
semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah
dan lendir ibu.
c. Ketuban pecah lebih dari 4 Jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan
hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
d. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forceps meningkatkan risiko penularan
HIV karena berpotensi melukai ibu
(Kementerian Kesehatan RI, 2011)

C. Rute dan resiko penularan HIV dari ibu ke bayi


Human immunodeficiency virus (HIV) penyebab AIDS tidak langsung menampakkan
gejala infeksinya pada manusia. Manusia, sebagai korban infeksi, juga tidak langsung
merasakan dampak virus berbahaya tersebut bagi tubuhnya.
Virus membutuhkan waktu 5-10 tahun sampai menimbulkan gejala. Saat waktu yang
dibutuhkan terpenuhi, penyakit AIDS sudah menjangkiti tubuh penderita. Selama
kurun waktu tersebut, ada beberapa tahapan infeksi hingga HIV kemudian
berkembang menjadi AIDS.
1. Tahap pertama (periode jendela)
a. HIV masuk ke dalam tubuh hingga terbentuk antibodi dalam darah.
b. Penderita HIV tampak dan merasa sehat.
c. Pada tahap ini, tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus.
d. Tahap ini berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan.
2. Tahap kedua
a. Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalam tubuh.
b. Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibodi yang
mulai terbentuk.
c. Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya tahan.
Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun di negara
berkembang, durasi tersebut lebih pendek.
3. Tahap ketiga
a. Pada tahap ini penderita dipastikan positif HIV dengan sistem kekebalan
tubuh yang semakin menurun.
b. Mulai muncul gejala infeksi oportunistis, misalnya pembengkakan
kelenjar limfa atau diare terus-menerus.
c. Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada daya
tahan tubuh penderita.
4. AIDS
a. Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS.
b. Sistem kekebalan tubuh semakin turun.
c. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi
penderita semakin parah.

Pada tahap ini, penderita harus secepatnya dibawa ke dokter dan menjalani terapi anti-
retroviral virus (ARV). Terapi ARV akan mengendalikan virus HIV dalam tubuh
sehingga dampak virus bisa ditekan

D. Cara pencegahan HIV dari ibu ke bayi


Upaya penting untuk melindungi perempuan agar tak tertular HIV adalah dengan
membangkitkan kepedulian terhadap permasalahan HIV dan meningkatkan
pemahaman terhadap cara penularan.
Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi terdiri atas: pemberian obat
antiretroviral, pencegahan pada masa kehamilan, tindakan seksio sesaria serta
pemberian susu formula sebagai pengganti air susu ibu. Resiko penularan pada masa
intrapartum sekitar 7%, pada partus (persalinan) 15% serta penularan melalui air susu
ibu sekitar 13% sehingga resiko keseluruhan penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya
di negara berkembang sekitar 35%. Melalui upaya pencegahan yang lengkap resiko ini
dapat diturunkan sehingga menjadi hanya 2%. Pemberian obat antiretroviral pada ibu
hamil yang telah memenuhi persyaratan terapi (CD4<350) di samping bermanfaat
untuk ibu juga akan menyebabkan viral load (VL) HIV pada plasma ibu menurun
tajam (dapat mencapai keadaan tak terdeteksi) sehingga juga akan mengurangi resiko
penularan HIV pada bayinya.
1. Pemberian obat antiretroviral (ARV)

Pencegahan pada ibu diharapkan dapat menurunkan viral load HIV plasma ibu hamil
sampai ke keadaan tak terdeteksi karena itu sebaiknya obat antiretroviral diberikan
sedikitnya sebulan dari rencana partus (persalinan). Protokol PMTCT (Preventing
Mother to Child Transmission beragam sesuai dengan situasi negara yang
bersangkutan.

Ibu hamil yang positif mengidap HIV berpotensi menularkan virus tersebut kepada
bayi, baik pada masa kehamilan, persalinan, maupun pada saat menyusui. Dokter
kandungan biasanya akan memberikan berbagai jenis obat antivirus khusus, salah
satunya adalah obat ARV (antiretroviral) untuk menekan jumlah virus. Jika ibu
mengonsumsi obat-obatan secara rutin selama kehamilan hingga hari persalinan nanti,
maka risiko penularan bisa ditekan sampai tinggal 7 persen. Karena itu penting bagi
ibu hamil untuk melakukan tes HIV, agar virus HIV dapat terdeteksi lebih awal,
sehingga program pencegahan HIV pun bisa dilakukan secepatnya

Di Indonesia belum semua perempuan hamil menjalankan perawatan ante natal secara
teratur, bahkan cukup banyak yang datang ke pelayanan kesehatan hanya untuk
melahirkan sehingga waktu untuk pemberian obat antiretroviral pencegahan menjadi
amat sempit.

Pelaksanaan protokol PMTCT juga masih akan bergantung pada tersedianya layanan.
Jika tak tersedia layanan seksio sesaria maka dapat dilakukan partus (persalinan)
normal namun hendaknya pemberian obat antiretroviral pencegahan cukup lama
sehingga memungkinkan viral load sebelum partus tak terdeteksi.

2. Metode persalinan yang aman

a. Melahirkan secara SC

Namun, ibu hamil juga harus mempertimbangkan jenis persalinan yang akan
ditempuh nantinya, karena risiko penularan virus HIV ke bayi lebih tinggi pada saat
persalinan. Dalam proses melahirkan, bayi akan terkena darah dan cairan Miss V
ketika melewati saluran rahim yang dapat menjadi cara virus HIV dari ibu masuk ke
dalam tubuhnya. Karena itu, ibu hamil pengidap HIV disarankan untuk tidak
melahirkan secara normal melalui Miss V karena risiko bayi tertular lebih besar.
Beberapa kondisi yang juga dapat mendukung penularan HIV ke bayi pada saat
persalinan adalah air ketuban yang pecah terlalu awal, bayi mengalami keracunan
ketuban dan kelahiran prematur.

Bila ibu ingin melahirkan secara normal, peluang bayi tidak tertular pun masih ada.
Namun, ada persyaratannya, yaitu:
 Telah mengonsumsi obat antivirus mulai dari usia kehamilan 14 minggu atau
kurang.
 Jumlah viral load kurang dari 10.000 kopi/ml. Viral load adalah jumlah partikel
virus dalam 1 ml atau 1 cc darah. Ibu akan berpotensi tinggi menularkan virus ke
bayi dan mengalami komplikasi HIV jika ditemukan jumlah partikel virus yang
banyak dalam darah ibu.
 Proses melahirkan harus berlangsung secepat mungkin, dan bayi harus segera
dibersihkan setelah keluar.

Ibu yang memiliki viral load yang tinggi biasanya akan diberikan infus berisi obat
zidovudine pada saat melahirkan normal. Namun, ibu tetap perlu mendiskusikan
kepada dokter kandungan mengenai pemilihan metode persalinan. Jika angka viral
load ibu berada di atas 4000 kopi/ml, maka dokter akan menyarankan ibu untuk
melahirkan secara caesar.

Menurut berbagai penelitian, risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi pada saat
persalinan lebih rendah jika menggunakan metode caesar. Dari data yang diperoleh
dari America College of Obstetricians and Gynecologist, dituliskan bahwa pada
kondisi kehamilan pada umumnya, operasi caesar dianjurkan untuk dilakukan
sebelum kehamilan berusia 39 tahun. Tapi pada ibu hamil pengidap HIV, operasi
caesar dianjurkan dilakukan saat kehamilan berusia 38 minggu. Sebelum dan sesudah
menjalani operasi caesar, ibu juga akan diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi
pasca melahirkan. Hal ini dilakukan karena wanita yang mengidap HIV memiliki
kekebalan tubuh yang lebih rendah, sehingga lebih rentan terkena infeksi.

Ibu hamil dengan HIV juga dianjurkan untuk tetap menjaga kesehatan dengan cara
menerapkan pola hidup yang sehat. Karena dengan menjalankan pola hidup sehat juga
dapat membantu mencegah penularan HIV kepada bayi dalam kandungan selama
kehamilan.

b. Batasi ASI

Setelah melewati persalinan, bayi yang sudah lahir juga diutamakan meminum ai susu
ibu (ASI). Pemberian ASI dianjurkan selama 6 bulan. ASI dihentikan jika puting susu
ibu mengalami luka. Ibu hamil pun tak boleh telat atau lupa konsumsi ARV setiap
hari. Pencegahan tak hanya dilakukan pada ibu dengan rutin minum ARV. Bayi yang
baru lahir akan diberikan profilaksis selama enam minggu. Sejak lahir, bayi dari ibu
ODHA akan terus dipantau. Untuk mengetahui apakah bayi tersebut positif HIV atau
tidak, dilakukan pemeriksaan PCR yang disebut early infant diagnosis (EID).
Pemeriksaan pada bayi baru bisa dilakukan setelah enam minggu dari kelahirannya.
Jika hasilnya negatif, pemeriksaan tak akan berhenti sampai di situ. Pemeriksaan akan
dilakukan hingga usia 18 bulan, yakni empat minggu sekali, dua bulan sekali, atau
empat bulan sekali. “Kalau negatif setelah usia 18 bulan, itu sudah pasti negatif,” kata
Nadia.

3. KB pasca persalinan

a. Kondom
Yang pertama dan sangat direkomendasikan adalah kondom pria. Alat yang
satu ini akan menjadi efektif bila dipasang dengan benar. Kondom dapat
digunakan di setiap waktu tapi hanya bisa untuk dipakai sekali. Kondom juga
sudah terjual bebas dan banyak. Alat ini bisa membantu kamu dalam menghindari
kehamilan dan menular-nya virus ke pasangan kamu.
b. Pil
Alat yang kedua adalah pil. Semua wanita termasuk dengan yang sudah
terinfeksi tetap bisa mengkonsumsi pil KB. Alat ini bisa menjadi efektif bila
dikonsumsi dengan tepat dan teratur. Ada berbagai cara dalam meminum pil ini
yaitu dengan metode 21-22 dan 28. Kalau sistem 28, pil diminum setiap hari
selama 28 hari. Sedangkan metode 21-22 diminum mulai hari ke-5 haid tiap hari 1
pil terus-menerus.
c. Alat KB
Alat KB yang satu ini juga hampir sama dengan Pil. KB Suntik dapat
digunakan bagi semua wanita baik juga yang sudah ter-infeksi dengan HIV. Ahli
menganjurkan agar suntikan KB tiga bulanan (12 minggu) dipersering menjadi
setiap 10 minggu. Suntik KB merupakan kontrasepsi yang efektif sangat penting
bagi perempuan ter-infeksi HIV yang tidak ingin memiliki anak.
d. Alat Kontrasepsi IUD
IUD merupakan perangkat plastik kecil yang menyerupai huruf T. Alat ini
sangat dikeluarkan oleh Tunda Kehamilan Andalan, sangat fleksible dan dipasang
di dalam rahim. Perempuan dengan HIV dapat menggunakannya dengan aman.
Alat ini dapat bekerja efektif selama 10 tahun dan jika sudah siap untuk
mengandung lagi dapat melepaskan alat ini dan kamu pun dapat subur kembali.
Efek samping dari alat ini adalah adanya pendarahan menstruasi dan kram.
e. Implan
Merupakan salah satu alat kontrasepsi yang berbentuk seperti tabung dan
dimasukkan ke dalam bawah kulit. Perempuan normal ataupun yang sudah ter-
infeksi dapat menggunakan alat ini. Masa efektif untuk alat ini adalah 4 hingga 7
tahun tergantung pada berat badan wanita dan jenis implan yang dipakai. Jika
implan yang terpasang dicabut maka wanita akan mengalami kesuburan dan dapat
mengandung kembali.

Jadi, intinya ada beberapa alat yang dapat digunakan, namun yang paling efektif
untuk digunakan adalah dengan kondom. Namun bagi para kaum wanita yang
sudah ter-infeksi oleh HIV jangan merasa hampa karena sudah tidak bisa lagi
berhubungan seksual. Masih bisa namun dengan alat kontrasepsi yang dipasang
efektif dan benar.

4. Pemberian profilaksis ARV pada bayi


Jika positif HIV, bayi akan langsung diberikan ARV cair. ARV untuk bayi, balita,
hingga anak-anak berupa tablet cair yang dilarutkan. Pemberian ARV pada bayi
juga tidak sama dengan dosis orang dewasa, yaitu sesuai berat badan bayi atau
anak tersebut. Nadia menjelaskan, saat ini dunia tengah mengembangkan ARV
untuk anak, yaitu dalam bentuk sirup. Namun ARV sirup mengandung alkohol 40
persen sebagai pelarutnya. Pengobatan HIV pada anak ditangani oleh dokter anak
bukan dokter umum. Beranjak dewasa, mereka akan minum ARV tablet hingga
seumur hidupnya. Menurut Nadia, menangani HIV pada anak tak mudah. Anak-
anak kerap merasa bosan minum obat, tak suka minum obat karena pahit, atau
muncul pertanyaan karena harus minum obat setiap hari, tak seperti anak lainnya.
Untuk itu, telah dibuat buku saku untuk para ibu menangani anaknya yang positif
HIV. “Jadi ada dari Yayasan Spiritia dak kita (Kemenkes) mengatur dari segi
klinis, mereka (spiritia) dari segi pendampingan. Bukunya juga dibuat bersama
Direktorat Anak. Isi buku termasuk kiat-kiat punya anak ODHA seperti apa,
gimana kasih tahu anak, gimana mengungkapkan status anak, dan motivasi,”
terang Nadia. JIka patuh konsumsi ARV, mereka bisa hidup sehat seperti anak
lainnya. Masyarakat pun harus menghilangkan stigma terhadap ODHA.
DAFTAR PUSTAKA

Cristiana.2015. Hubungan Peran Bidan dengan Kepatuhan Pemeriksaan VCT


(Voluntary Conceling and Testing)pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Gitik
Kabupaten Banyuwangi.[Tugas Akhir]. Banyuwangi: Prodi DIII Kebidanan Stikes
Banyuwangi.

Departemen KesehatanRepublik Indonesia. 2008. Modul Pelatihan Pencegahan


penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Bayi (Prevention of Mother to Child
Transmission).Jakarta.Departemen Pendidikan Nasional. 2007.Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai