3 hari yang lalu, secara tidak sengaja Saya membaca sebuah cerpen
dengan judul ” Guruji ” karya penulis Indonesia Dewi Lestari. Jujur, Saya
kagum dengan alur cerita dan tata bahasanya yang sederhana. Terlebih
lagi, ada yang menarik perhatian Saya tentang paragraf pertama cerpen
tersebut. Sungguh luar biasa.
Guruji : Ada yang janggal dari wajahmu, tapi aku tak pernah memberi
tahu. Jejak cambangmu yang kehijauan setelah habis bercukur. Itu aneh.
Kulitmu bening bersemu merah seperti bayi, bibirmu merah berkilap
seperti dioles gincu, dan kacamata itu hadir sedemikian rupa membuatmu
seperti anak baru lulus sekolah dasar. Kamu tak seharusnya memiliki
cambang. Aku yang lebih pantas. Tapi hidup terkadang buta menentukan
siapa yang layak dan tidak. Kamu selalu membuatku merasa kurang
perempuan. Ada yang mengganjalku sejak dulu, tapi aku tak pernah
memberi tahu. Dulu aku menduga kamu banci. Kamu terlalu ramah dan
hangat untuk seorang laki-laki. Berbicara denganmu mengundang sampah
hatiku untuk muntah keluar. Sesama perempuan dengan mudah menjadi
pencahar rahasia dan gelisahku. Tapi tidak pernah laki-laki. Kamu
menelanjangiku tanpa penawar rasa malu.
Pada awalnya Saya hanya berencana mengisi kekosongan waktu saja
untuk sekedar membaca beberapa baris kalimatnya, tapi paragraf
pertamanya membuat rencana tersebut tiba-tiba berubah. Saya
memutuskan menyelesaikan membaca semua ceritanya sampai tuntas.
Saya tertarik dengan kalimat ini, “Ada yang mengganjalku sejak dulu, tapi
aku tak pernah memberi tahu. Dulu aku menduga kamu banci. Kamu
terlalu ramah dan hangat untuk seorang laki-laki. “.
Baiklah,
Pada artikel Saya kali ini akan menguraikan langkah apa saja yang dapat
dilakukan agar paragraf pertama cerpen Anda menjadi benar-benar
bermakna dan memiliki satu kekuatan yang bisa menarik pembaca.
Namun sebelumnya, akan lebih baik jika Anda membaca dahulu [Tips
Menulis Cerpen] : 7 Langkah Terbaik dalam Menulis Cerpen hingga dapat
menciptakan sebuah karya hebat. Mungkin tips tersebut dapat membantu
Anda bagaimana cara menulis cerpen bagi pemula dari awal hingga akhir.
Sering kali dengan memberikan gambaran cerita atau garis besar cerita
dalam paragraf pertama cerpen merupakan hal yang mempunyai risiko.
Artinya begini,
Jika saja Anda membaca sebuah cerita, lantas pada awal kalimat atau awal
paragraf sudah mendapatkan gambaran tentang cerita tersebut, ada
kemungkinan Anda malas untuk melanjutkan membacanya. Apa lagi
menyelesaikan sampai tuntas.
Bener kan?
Biasanya cerita dengan paragraf seperti itu sudah bisa ditebak endingnya
seperti apa.
Untuk itu, Anda harus hati-hati jika memulai menulis dengan paragraf
seperti ini.
Dalam paragraf itu sudah dijelaskan tentang protagonis, siapa saja yang
terlibat dan hal apa saja yang selalu dilakukan.
Sepertinya akhir dari cerita ini mudah ditebak. Ada sebuah penantian di
dalamnya.
Namun, ada hal yang hebat disematkan penulis dalam paragraf ini,
“Setiap menyajikan bubur itu, mulut Sumbi selalu mengucap doa untuk
keselamatan Murwad yang hingga kini belum pulang“.
Dalam kalimat tersebut di atas, ada sebuah tanda tanya besar yang
mengundang rasa penasaran pembaca.
Banyak penulis dengan latar belakang dan gaya penulisan yang sangat
berbeda, seperti inilah yang kadang membedakan gaya dan bahasa dari
satu cerita.
Ada hal yang menarik perhatian pembaca dalam beberapa kalimat di atas.
Bukan hanya itu, pembaca seakan terkejut dibuatnya serta ingin
mengetahui kelanjutannya tentang Praha.
“Dua hari lalu, airnya naik hingga sembilan meter. Jembatan Charles
nyaris terendam. Kemarahan Vltava nyaris saja menenggelamkan Praha“.
Mungkin Anda bertanya, hal unik apa yang dapat digambarkan dari sebuah
tulisan ?
Begini,
Sesuatu yang mustahil terjadi di dunia ini. Cerita yang hanya ada di
sebuah dongeng.
Namun disinilah letak keunikannya. Ada hal yang tidak biasa, namun
menggelitik pembaca untuk melanjutkan membaca sampai tuntas.
4. Menghadirkan Ketegangan
Mereka bilang, cerita yang bisa membuat jantung berdetak keras lebih
asyik ketimbang cerita yang hanya memunculkan keromantisan saja.
Relatif memang ..
Jerat : Aku baru saja membunuh ayahku dan meninggalkan Ibu yang
menangisinya. Heran, seharusnya perempuan itu tertawa bahagia karena
aku sudah mewujudkan keinginan yang bersemayam dalam hatinya.
Mungkin dia terlalu pengecut untuk mengakui itu. Atau bisa jadi,
sebenarnya Ibu tengah bersandiwara di depan tetangga, kalau dia begitu
kehilangan laki-laki berengsek itu. Padahal kenyataannya, dia senang
bukan kepalang. (Suara Merdeka, 14 April 2013)
Seorang Dewi Lestari atau sering kali Ia dipanggil dengan nama Dee, telah
banyak menerbitkan karya-karya terbaiknya, berupa lagu, novel bahkan
beberapa cerpennya yang terkenal.
Dee merupakan seorang diantara sedikit penulis Indonesia yang cerdas dan
menghasilkan banyak karya dengan berbagai tema yang unik dan
memberikan makna yang berkesan terhadap pembaca, salah satu
diantaranya seperti cerpen dengan paragraf pertama di bawah ini,
Pacarku ada Lima : Merayap pelan di jalan Katamso Jakarta, saat jam
bubar sekolah merupakan pelatihan observasi yang baik. Seolah
mengamati dunia dalam mikroskop, kecepatan lambat memungkinkan kita
menangkap dengan detail jalanan yang berlubang, trotoar yang hancur,
angkot yang mengulur waktu untuk menelan penumpang sebanyak-
banyaknya, pedagang kaki lima yang bersesak memepet jalan aspal, dan
manusia … lautan manusia. ( Dewi Lestari )
Bukan hanya itu, pembaca dijejali rasa penasaran tentang hal apalagi yang
akan terjadi dengan lokasi dan kondisi seperti itu.
Sangat mengagumkan.
Perempuan,
Kau pasti tahu sakitnya cinta yang tak terkatakan. Cinta yang hanya
mampu didekap dalam bungkam. Kata orang bahkan diam berbicara. Tapi
menurutku, hal itu tidak berlaku dalam cinta. Sebab cinta harus
diekspresikan dan pantang dibawa diam. Sebab cinta harusnya dinyatakan,
lalu dibuktikan dengan sikap. Begitu seharusnya cinta.
(Asma Nadia)
Setelah Anda diberikan gambaran mengenai langkah apa saja yang bisa
dilakukan dalam menulis paragraf pertama cerpen Anda, sehingga
menjadikan sebuah karya tulis Anda yang mengagumkan dan menarik
minat pembaca.
Menulis yang baik selalu menjadi dasar dari sebuah kesuksesan dalam
semua karya tulisnya. Itu yang diharapkan. Menulis sebuah cerpen tidak
jauh berbeda seperti menulis artikel pada umumnya. Tata bahasa harus
ditargetkan untuk siapa pembacanya. Hal itu tidak kalah penting dari
faktor lainnya dalam menciptakan sebuah karya besar.