Anda di halaman 1dari 2

puisi Sujiwo Tejo

Dhandanggula Sidoasih
Permintaanku wahai kekasih
Selalu bersama-sama
Di ruang dan waktu
Tak berjarak meski cuma sehelai rambut
Kalau jauh dekat di hati
Kalau dekat berpandangan
Begitu sejatinya asmara
Seperti mimi dan mintuno
Ayo bersama melakukan panggilan sosial
Cinta kita berdua tak bermakna jika tak menjalarkan cinta pada sesama

Hujan Deras
Hujan deras dengan air mata
Butir butir tangisan di pipiku
Guntur menyambar dengan kilaunya
Berkilat kilat kilau di pipi

Kurasa keputusasaan manu……


Sia, sia, sia, sia sia
Butir-butir air mata
Bilas dengan bahak tawamu hahaha
Karna keputusasaan manu
Sia sia sia sia sia sia

Hujan deras dengan air mata


Butir-butir tangisan di pipi
Kucur air mata ke samudera
Berbuih berombak tertawaku

Bersorak-sorai
Berderai air di mata
Tersendu sendu
Bersenda gurau guraunya
Gusar dan tenteram
Samar-samar berbeda
Samar-samar samanya
Samar samanya
Telah kau saksikan, kekasih, tangis tawaku
Ibarat tuntas tiada berbeda
Lautan Tangis
Berlayarlah di laut laut keringat kami
Tertawalah di laut laut keringat kami
Berselancarlah di laut laut keringat kami
Berpesiarlah di laut laut keringat kami

Bergerak bergerak, tetap bergerak


Menderap langkah, merapat barisan
Bergerak bergerak, tetap bergerak
Berat kita junjung, ringan kita jinjing
Bergerak bergerak, tetap bergerak
Berlumur keringat dan air mata

Berlayarlah di lautan air mata kami


Tertawalah di lautan air mata kami
Berselancarlah di lautan air mata kami
Berpesiarlah di lautan air mata kami

Bersabar bersabar kita sejak dulu


Amuk kita timbun, munjung bagai gunung
Bersabar bersabar kita sejak dulu
Amuk kita tunda, gunung tak meletus
Bersabar bersabar kita sejak dulu
Sejak dulu nahan sejuk bagai gunung

Pesta poralah di gunung kesabaran kami


Dansa dansilah di gunung kesabaran kami
Injak-injakkan kakimu di gunung kesabaran kami
Buang botol botol minummu di gunung kesabaran kami

Bersabar bersabar sampai habis sabar


Sabar jadi riak, riak jadi ombak
Bersabar bersabar sampai habis sabar
Gunungpun bergetar, laut bergelora
Bergelora gelora bergunung gunung ombak
Gulungan gelombang keringat tangisan kami

Hati-hati jangan kau terlena di laut tangis kami


Hati-hati jangan kau haha hi hi di laut keringat kami
Awas awas awas di gunung kesabaran kami
Mawas-mawas dirilah di gunung kesabaran kami
Catatan pengakuan: Lautan Tangis saya tulis tahun 2006. Ketika itu saya takut akan terjadi revolusi
sosial. Namun jika revolusi itu tak bisa dibendung, biarlah lagu ini membuat revolusi menjadi
kontemplatif dan mungkin tanpa kebencian. Revolusi berbasis cinta…

Anda mungkin juga menyukai